DJI Mini SE Adalah Drone Lawas dalam Kemasan Baru

Dengan banderol 7 jutaan rupiah, DJI Mini 2 merupakan drone yang tepat bagi konsumen yang baru mulai mendalami hobi ini. Namun tidak bisa dipungkiri harga tersebut masih tergolong mahal buat sebagian orang, dan itu pada akhirnya mendorong DJI untuk meluncurkan drone yang berharga lebih terjangkau lagi, yakni Mini SE.

Meski mengusung status produk baru, DJI Mini SE sebenarnya adalah Mavic Mini yang telah diproduksi ulang. Spesifikasi keduanya sama persis dari ujung ke ujung. Bedanya, Mini SE menggunakan rangka bodi milik Mini 2 yang memiliki ketahanan terhadap tiupan angin yang lebih tinggi (sampai 38 km/jam). Namun kalau bicara bentuk, wujud Mini SE betul-betul mirip seperti Mavic Mini, bahkan bobotnya pun sama-sama cuma 249 gram.

Berhubung spesifikasinya identik dengan Mavic Mini, Mini SE juga mengandalkan kamera dengan sensor CMOS 1/2,3 inci beresolusi 12 megapixel yang menggantung pada gimbal 3-axis. Kamera ini bisa dipakai untuk merekam video dengan resolusi maksimum 2,7K 30 fps atau 1080p 60 fps. Jadi kalau perekaman dalam resolusi 4K merupakan suatu keharusan, DJI Mini 2 adalah pilihan yang lebih pas buat Anda daripada Mini SE.

Kesamaan antara Mini SE dan Mavic Mini terus berlanjut sampai ke remote control yang mendampinginya. Cukup disayangkan remote yang disertakan bukanlah versi baru yang lebih superior seperti milik Mini 2. Namun setidaknya ini berarti Mini SE masih bisa dioperasikan dari jarak sampai sejauh 4 kilometer, dan waktu mengudaranya sendiri berada di kisaran 30 menit sebelum baterainya perlu diisi ulang.

Tidak seperti biasanya, DJI meluncurkan Mini SE secara diam-diam. Alasannya, selain karena ia pada dasarnya merupakan produk lawas yang dijual kembali, pemasarannya juga tidak berlangsung di semua negara. Di Malaysia, drone ini sudah dijual dengan harga 1.349 ringgit, atau kurang lebih sekitar 4,7 jutaan rupiah.

Seandainya bakal tersedia di Indonesia, Mini SE bakal menjadi alternatif yang menarik terhadap Mini 2, sekali lagi dengan catatan konsumen tidak membutuhkan perekaman video 4K.

Sumber: GizmoChina.

Parrot Anafi Ai Unggulkan Konektivitas 4G Agar Dapat Dioperasikan dari Jarak Sejauh Apapun

Produsen drone asal Perancis, Parrot, kembali meluncurkan drone anyar di pertengahan tahun 2021 ini. Dijuluki Parrot Anafi Ai, drone ini punya satu keunikan yang jarang sekali bisa kita temukan pada drone lain, yakni konektivitas 4G.

Dalam kondisi normal, Anafi Ai berkomunikasi dengan remote control-nya via sambungan Wi-Fi seperti biasa. Namun setiap 100 milidetik, sebuah microprocessor yang tertanam di dalam Anafi Ai akan menganalisis kualitas koneksi wireless-nya. Kalau koneksinya jelek, drone otomatis akan berganti ke jaringan 4G yang terenkripsi.

Modul 4G-nya sendiri diklaim mendukung 28 pita frekuensi yang berbeda, atau dengan kata lain, kompatibel dengan 98 persen dari semua frekuensi yang digunakan di seluruh dunia. Berkat konektivitas 4G, Anafi Ai pada dasarnya bisa dioperasikan dari jarak sejauh apapun. Satu-satunya hal yang bisa menghambat hanyalah regulasi tiap-tiap negara — oh, dan tentu saja kekuatan sinyal 4G itu sendiri.

Untuk spesifikasi kameranya, Anafi Ai mengemas sensor 1/2 inci beresolusi 48 megapixel dan lensa f/2.0 dengan sudut pandang seluas 73°. Resolusi video maksimum yang dapat direkam adalah 4K 60 fps, sedangkan yang diteruskan ke pilot adalah video 1080p 30 fps. Kamera ini menggantung pada gimbal 6-axis (3-axis mechanical, 3-axis electronic) yang bisa mendongak atau menunduk hingga 90°.

Kalau mau diklasifikasikan, Anafi Ai merupakan drone enterprise yang dioptimalkan untuk keperluan autonomous photogrammetry, di mana drone akan menjepret sejumlah foto dari suatu lokasi untuk kemudian digabungkan menjadi satu model 3D. Dalam menjalankan tugasnya, Anafi Ai mengandalkan sepasang kamera stereoscopic yang diposisikan di depan dan belakang untuk mendeteksi sekaligus menghindari rintangan secara otomatis.

Dari segi fisik, Anafi Ai tampak cukup berbeda dari Anafi orisinal yang dirilis tiga tahun silam, dengan wujud yang banyak terinspirasi oleh seekor serangga. Dalam posisi terlipat, Anafi Ai tercatat memiliki dimensi 304 x 130 x 118 mm, sedangkan bobotnya berada di kisaran 898 gram. Sertifikasi IPX3 berarti fisik Anafi Ai bisa tahan terhadap cipratan air.

Anafi Ai mampu melesat dalam kecepatan maksimum 57 km/jam, sedangkan baterainya punya daya yang cukup untuk waktu mengudara selama 32 menit dalam sekali pengisian. Parrot sejauh ini belum punya jadwal rilis yang pasti untuk Anafi Ai selain “babak kedua 2021”. Banderol harganya juga belum diinformasikan, tapi semestinya jauh dari kata murah jika melihat posisinya sebagai produk enterprise.

Sumber: DPReview dan Parrot.

Sony Demonstrasikan Kestabilan Drone-nya Ketika Terbang di Tengah Tiupan Angin Kencang

Sony memperkenalkan drone pertamanya pada bulan Januari lalu. Ketimbang menyasar segmen consumer drone yang mungkin sudah terlalu didominasi oleh DJI, drone bernama Airpeak itu justru ditujukan untuk kalangan profesional yang perlu melakukan sesi pengambilan gambar dari udara menggunakan kamera mirrorless.

Airpeak masih belum benar-benar final. Sony rupanya masih terus menyempurnakan sejumlah aspek darinya, utamanya sistem propulsinya. Lewat sebuah video, Sony mendemonstrasikan bagaimana Airpeak bisa terbang dengan sangat stabil di tengah tiupan angin yang begitu kencang.

Pengujian tersebut dilakukan di fasilitas milik Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA) dan melibatkan terowongan angin (wind tunnel) yang berukuran masif. Tujuannya tidak lain dari melihat bagaimana drone dapat terpengaruh oleh tiupan angin yang kencang, dan sampai seberapa jauh drone bisa bertahan di situasi seperti itu.

Usai melihat video di atas, kita bisa mendapat gambaran betapa impresifnya sistem propulsi milik Airpeak. Bahkan di saat angin bertiup sekencang 19,5 meter per detik, atau kurang lebih setara 70 km/jam, Airpeak masih bisa mempertahankan posisinya di udara dengan sangat stabil. Bukan cuma itu, hasil rekaman kamera mirrorless yang dibopongnya pun juga sama sekali tidak terguncang-guncang.

Sony tidak lupa menegaskan bahwa kondisi di lapangan pasti bakal berbeda dibanding di lingkungan yang terkontrol seperti ini. Di lapangan, arah tiupan angin bakal terus berubah secara konstan, dan Sony percaya sebatas meningkatkan kecepatan berputar baling-baling bukanlah solusi yang tepat.

Kuncinya kalau menurut Sony adalah merancang sistem propulsi yang sangat responsif terhadap lingkungan di sekitarnya, sekaligus yang sanggup mempertahankan kontrol di dalam kondisi apapun. Sony pun akan terus menguji teknologi propulsi rancangan mereka ini di berbagai skenario menantang lainnya demi mewujudkan kapabilitas mengudara yang benar-benar stabil untuk Airpeak.

Sayangnya Sony hingga kini masih belum menyingkap jadwal rilis Airpeak secara resmi, tapi kalau berdasarkan pernyataan mereka di bulan Januari kemarin, Airpeak semestinya bakal diluncurkan di musim semi 2021. Ini artinya Sony masih punya waktu buat memfinalisasi Airpeak sampai Juni – Agustus.

Sumber: DPReview dan Sony.

DJI Air 2S Resmi Diperkenalkan, Langsung Tersedia di Indonesia

DJI sedang di atas angin. Sebulan setelah peluncuran DJI FPV, sekarang giliran penerus seri Mavic Air yang diperkenalkan. Meski tak lagi menggunakan branding “Mavic”, drone bernama DJI Air 2S ini sebenarnya merupakan suksesor langsung dari DJI Mavic Air 2 yang dirilis tahun lalu.

Yang sangat menarik, rupanya tidak butuh waktu lama bagi drone ini untuk mendarat di tanah air. DJI melalui Erajaya Group selaku authorized distributor-nya di Indonesia baru saja memperkenalkan Air 2S secara resmi. Drone bertubuh ringkas ini dijual seharga Rp15.999.000 untuk paket Basic-nya, atau Rp20.999.000 untuk paket Combo-nya.

Dalam presentasinya, Robert Kurniawan selaku Head of Merchandising & Planning Erajaya memaparkan sejumlah keunggulan yang dibawa Air 2S jika dibandingkan dengan pendahulunya. Sepintas desainnya memang kelihatan mirip, akan tetapi sudah ada pembaruan signifikan yang diterapkan pada kameranya.

Yang paling utama, ukuran sensor kameranya telah membesar dua kali lipat menjadi 1 inci. Sebagai referensi, 1 inci adalah ukuran sensor yang sama seperti milik seri kamera Sony RX100, yang pastinya sudah tidak perlu diragukan lagi kualitas gambarnya. Dijelaskan juga bahwa ukuran pixel individual sebesar 2,4 µm pada sensor kamera Air 2S memungkinkannya untuk menangkap lebih banyak cahaya, sehingga kualitas gambar yang dihasilkan di kondisi low-light pun juga pasti lebih bagus daripada sebelumnya.

Kamera ini mampu merekam video dalam resolusi 5,4K 30 fps atau 4K 60 fps dengan bitrate setinggi 150 Mbps. Perekaman dalam profil D-Log (10-bit) juga didukung demi memudahkan color grading selama proses penyuntingan. Untuk foto, Air 2S siap menangkapnya dalam resolusi 20 megapixel. Lalu ketika menjepret dalam format RAW, DJI menjanjikan dynamic range sampai seluas 12,6 stop.

Sensor tersebut didampingi lensa f/2.8 dengan sudut pandang seluas 88°. Seperti biasa, modul kameranya menggantung pada gimbal 3-axis, akan tetapi sistem penstabil gambarnya juga kian disempurnakan lagi dengan bantuan sistem electronic image stabilization RockSteady (yang pertama kali diperkenalkan lewat action cam DJI Osmo Action).

Bundel pembelian DJI Air 2S versi Basic / DJI
Bundel pembelian DJI Air 2S versi Basic / DJI

Selain jauh lebih cekatan soal pengambilan video dan foto, DJI Air 2S juga menghadirkan sejumlah penyempurnaan pada sejumlah aspek lainnya. Pada aspek transmisi gambar misalnya, Air 2S menggunakan O3, iterasi ketiga teknologi OcuSync yang memungkinkan transmisi kontrol dan output video 1080p dari jarak sejauh 12 km.

Sistem autopilot yang tersematkan di Air 2S diklaim sebagai yang tercanggih dari semua drone DJI sejauh ini, sanggup mendeteksi rintangan dalam sudut pandang yang lebih luas daripada sebelumnya. DJI turut menanamkan sensor ekstra di sisi atas Air 2S yang berguna untuk membantu mendeteksi rintangan selagi drone melesat dalam kecepatan tinggi (yang otomatis menempatkan drone dalam posisi kepalanya agak menghadap ke bawah).

Lalu untuk semakin memudahkan pengguna dalam menciptakan konten berkualitas profesional, DJI turut menyertakan fitur bernama MasterShots, yang akan merencanakan rute penerbangan dan perekaman secara otomatis, lalu menyatukan hasil rekamannya menjadi satu video yang siap dikonsumsi publik. Dalam sekali pengisian, baterainya diyakini mampu bertahan sampai 31 menit waktu mengudara.

Bundel pembelian DJI Air 2S versi Combo / DJI
Bundel pembelian DJI Air 2S versi Combo / DJI

Seperti yang saya bilang di awal, DJI Air 2S saat ini sudah bisa dibeli secara resmi di Indonesia melalui jaringan toko offline maupun online Erajaya Group, termasuk halnya DJI Official Store di Tokopedia. Harga jualnya tadi tidak jauh berbeda dari harganya untuk pasar Amerika Serikat ($999 untuk paket Basic, $1.299 untuk paket Combo, naik cukup lumayan kalau dibandingkan harga Mavic Air 2 saat pertama dirilis).

Untuk paket Basic, konsumen bakal mendapatkan unit drone, remote control, satu modul baterai, tiga pasang baling-baling, dan semua kabel yang diperlukan. Paket Combo-nya di sisi lain mencakup dua modul baterai ekstra (total tiga modul), tiga pasang baling-baling tambahan (total enam pasang), ND filter, charging hub, dan sebuah tas selempang.

Erajaya Group juga menggelar program promosi cashback hingga 400 ribu rupiah untuk pembelian pada periode 15 – 25 April 2021, plus program cicilan 0% hingga 18 bulan menggunakan kartu kredit BCA atau Mandiri. Buat 100 pembeli pertama di tanggal 15 – 18 April, juga ada bonus kartu microSD SanDisk Extreme berkapasitas 128 GB.

FIMI X8 Mini Adalah Alternatif Terhadap DJI MIni 2 dari Keluarga Besar Xiaomi

Beberapa tahun terakhir ini, dominasi DJI di segmen consumer drone seakan tidak terbendung. Namun itu bukan berarti produsen drone lain otomatis menyerah begitu saja. Kalau perlu contoh, lihat saja FIMI, pabrikan drone asal Tiongkok yang masih satu keluarga dengan Xiaomi.

Drone terbaru buatannya, X8 Mini, punya potensi menjadi pesaing DJI Mini 2 yang diluncurkan sekitar setengah tahun lalu. Dilihat dari luar, keduanya bahkan punya banyak kesamaan, baik dari segi ukuran maupun desain, dengan empat lengan yang dapat dilipat ketika drone sedang tidak digunakan.

Salah satu hal yang paling dibanggakan oleh FIMI adalah terkait bobot X8 Mini, yang tercatat hanya berada di angka 245 gram. Sebagai konteks, di Amerika Serikat ada regulasi yang mewajibkan pemilik drone untuk mendaftarkan perangkatnya ke Federal Aviation Administration (FAA). Namun kalau berat drone-nya tidak sampai 250 gram, maka registrasi ke FAA sama sekali tidak diperlukan.

Problemnya adalah, 245 gram ini merupakan berat X8 Mini ketika dipasangi baterai tipe Pro. Kalau menggunakan baterai tipe Standard yang termasuk dalam paket penjualan, maka angka yang bakal tertera di timbangan adalah 258 gram. Jadi sebelum mengklaim bobot drone yang digunakannya kurang dari 250 gram, pemilik X8 Mini harus memastikan dulu tipe baterai yang terpasang.

Sama seperti DJI Mini 2, X8 Mini juga mengemas sebuah kamera yang menggantung pada gimbal 3-axis. Kamera tersebut menggunakan sensor CMOS 1/2,6 inci dengan kemampuan merekam video pada resolusi maksimum 4K 30 fps dan dengan bitrate 100 Mbps. Untuk foto, kameranya mampu menjepret dalam resolusi 12 megapixel, baik dalam format JPEG ataupun RAW. Semuanya dalam sudut pandang seluas 80°.

Dalam kondisi ideal, FIMI X8 Mini mampu mengudara dengan kecepatan maksimum 16 meter per detik (kurang lebih sekitar 57 km/jam). Sebuah remote control yang menyertainya mampu mentransmisikan sinyal dari jarak sampai sejauh 8 kilometer. Remote-nya sendiri juga tergolong ringkas dengan bobot sekitar 260 gram (tidak termasuk smartphone yang terpasang tentunya).

Berdasarkan keterangan di situsnya, X8 Mini mengemas fitur bernama Smart Tracking Modes, yang kalau berdasarkan deskripsi singkat dan ilustrasinya, terdengar mirip seperti fitur ActiveTrack milik DJI. Andai benar mirip, berarti X8 Mini juga mampu mengikuti pergerakan subjek dengan sendirinya selagi ‘mengunci’ posisinya di tengah-tengah frame kamera.

Beberapa fitur pintar lainnya mencakup mode pulang otomatis, mode geofencing, tracking berbasis GPS, dan masih banyak lagi. Guna mewujudkan proses pendaratan yang presisi, X8 Mini juga dilengkapi kamera yang menghadap ke bawah. Dalam sekali pengisian, baterainya diklaim bisa tahan sampai sekitar 30 menit waktu mengudara.

FIMI X8 Mini kabarnya bakal segera dipasarkan mulai 18 April mendatang. Andai tertarik, konsumen dapat memesannya melalui situs seperti Banggood atau AliExpress dengan banderol Rp6,6 jutaan ($449).

Sumber: DPReview dan Drone DJ.

Drone DJI FPV Padukan Performa Mengudara yang Impresif dengan Sudut Pandang Orang Pertama

DJI punya drone baru yang sangat menarik. Namanya DJI FPV, dan ia dirancang untuk memberikan pengalaman yang berbeda dari biasanya. Berbeda dalam artian yang positif tentu saja, sebab premis utama FPV alias first-person view adalah menyuguhkan pengalaman yang lebih immersive.

Secara fisik, wujud FPV tampak seperti lini DJI Inspire yang diciutkan. Namun jangan tertipu oleh tubuh mungilnya, sebab drone ini punya kemampuan mengudara yang mengesankan: kecepatan maksimum 140 km/jam, dengan akselerasi 0 – 100 km/jam dalam waktu dua detik. Padukan itu dengan sudut pandang orang pertama, maka yang didapat adalah level baru keseruan mengendalikan drone.

Masih soal kemampuan mengudaranya, FPV menawarkan tiga macam mode yang berbeda: Normal, Manual, dan Sport. Mode Normal, sesuai namanya, adalah mode tradisional dengan semua fitur keselamatan yang aktif, termasuk halnya fitur obstacle detection. Mode Manual di sisi lain ditujukan buat para pilot yang sudah berpengalaman, sebab semua sensor milik perangkat akan dinonaktifkan dalam mode ini.

Terakhir, mode Sport adalah perpaduan antara Normal dan Manual. Dalam mode ini, pergerakan drone bisa terasa lebih dinamis ketimbang di mode Normal, tapi di saat yang sama fitur-fitur keselamatan utamanya tetap aktif setiap saat. Lebih lanjut soal keselamatan, DJI turut membekali FPV dengan semacam fitur rem darurat, yang dapat diaktifkan kapan saja untuk membuat drone berhenti dan terbang di tempat (hover).

Juga menarik adalah kemampuan FPV untuk terbang kembali menuju titik lepas landasnya secara otomatis, baik atas instruksi sang pilot, atau ketika sinyal transmisinya tiba-tiba terputus maupun ketika baterainya kritis.

Beralih ke kamera, DJI FPV rupanya punya kamera yang jauh lebih kapabel lagi jika dibandingkan dengan DJI Mini 2. Ia mampu merekam video dalam resolusi 4K 60 fps dan bitrate 120 Mbps. Lucunya, kameranya hanya terhubung ke gimbal satu axis (cuma bisa mendongak atau menunduk), bukan tiga axis seperti biasanya. Sebagai gantinya, FPV sepenuhnya mengandalkan sistem penstabil gambar elektronik bernama RockSteady yang sangat efektif.

Apa yang dilihat oleh DJI FPV bisa pengguna saksikan secara live dengan bantuan DJI FPV Goggles V2. Head-mounted display baru ini tampak sangat berbeda dibanding generasi pertamanya, dan jauh lebih mirip seperti Digital FPV System yang DJI luncurkan di tahun 2019.

DJI FPV menggunakan sistem transmisi generasi terbaru bernama O3. Jarak transmisi maksimumnya masih sama seperti OcuSync 2, yakni hingga 10 km. Yang berbeda adalah bitrate-nya yang lebih tinggi di angka 50 Mbps, serta adanya tiga mode transmisi: High-Quality, Low-Latency, dan Audience.

Pada mode High-Quality, resolusi yang diterima Goggles adalah 1440 x 810 pixel dengan 60 fps dan sudut pandang seluas 142°, atau 50 fps dengan sudut pandang 150°. Latency-nya diperkirakan berada di kisaran 40 milidetik atau kurang. Tentu saja itu bisa disempurnakan dengan mode Low-Latency, yang dapat menekan latency hingga 28 milidetik, dengan resolusi 1440 x 810 pixel di kecepatan 120 fps, atau 100 fps jika sudut pandangnya diperluas menjadi 150°.

Alternatifnya, pengguna juga dapat mengaktifkan mode Audience. Dalam mode ini, FPV bisa mentransmisikan gambar ke total sembilan Goggles yang berbeda (salah satunya milik sang pilot), sehingga yang dapat menyaksikan hasil rekaman FPV selagi bermanuver bukan cuma si pilot saja.

Untuk mengendalikan FPV, pengguna pada dasarnya punya dua opsi. Opsi pertama adalah menggunakan controller tradisional yang bentuknya mirip gamepad, opsi kedua dengan memanfaatkan sebuah motion controller. Menggunakan opsi kedua ini, drone dapat membelok-belok mengikuti pergerakan tangan pengguna secara real-time.

Buat yang belum terbiasa mengendalikan drone dengan sudut pandang orang pertama seperti ini, DJI juga menyediakan aplikasi simulasi DJI Virtual Flight sehingga pengguna bisa berlatih menggunakan smartphone-nya terlebih dulu. Kalaupun pengguna sempat menabrakkan drone, kabar baiknya FPV telah mengadopsi rancangan yang modular, yang berarti bagian-bagiannya dapat dilepas-pasang demi memudahkan reparasi.

Di Amerika Serikat, DJI FPV saat ini sudah dijual dengan harga $1.299. Paket penjualannya ini mencakup drone, remote control, FPV Googles, dan satu unit baterai. Kalau tertarik dengan motion controller-nya, Anda harus membelinya secara terpisah seharga $199.

Sumber: DJI.

Sony Ungkap Drone Pertamanya, Airpeak

Mendekati akhir tahun 2020 kemarin, beredar kabar bahwa Sony hendak memasuki bisnis drone. Sony kala itu belum mau berbicara banyak, akan tetapi di ajang CES 2021 baru-baru ini, Sony rupanya tidak segan untuk langsung menyingkap wujud dari drone pertama yang mereka buat sendiri.

Apa yang Sony ciptakan bukanlah drone untuk konsumen umum macam DJI Mini 2, melainkan drone profesional yang berada di kelas DJI Matrice 600, yang kerap menjadi pilihan para videografer profesional berkat kemampuannya menggotong beragam kamera berukuran besar. Seandainya Anda belum bisa menebak, drone bernama Airpeak ini Sony rancang secara spesifik untuk terbang selagi mengangkut kamera-kamera mirrorless besutan Sony, termasuk halnya Sony A7S III.

Ini memang bukan drone pertama yang mampu melakukan hal tersebut, akan tetapi Sony cukup bangga dengan klaim bahwa Airpeak adalah drone paling kecil yang sanggup membopong seri kamera Sony Alpha. Guna mendemonstrasikan kebolehannya, Sony pun langsung memakai Airpeak untuk mendokumentasikan sesi pengujian perdana prototipe mobil elektrik Sony Vision-S di jalanan umum.

Sony sejauh ini memang belum mau membahas Airpeak secara merinci, sehingga spesifikasinya pun masih belum diketahui. Berbeda dari Matrice 600 yang berwujud hexacopter, Airpeak cuma punya empat lengan baling-baling saja. Dari video demonstrasinya bisa kita lihat bahwa kedua kakinya akan terlipat ke atas dengan sendirinya ketika drone lepas landas, sehingga tidak mengganggu pandangan kamera yang dibawa.

Tebakan saya, drone Airpeak juga akan dilengkapi semacam sistem computer vision guna merealisasikan fitur-fitur seperti obstacle detection maupun collision avoidance. Sejauh ini saya sudah menemukan setidaknya tiga kamera/sensor yang terpasang ke wajah drone, tapi seharusnya masih ada sejumlah sensor tambahan di bagian atas dan bawah drone.

Lebih lengkapnya mengenai Airpeak baru akan dibeberkan mendekati hari peluncurannya, yang dijadwalkan berlangsung pada musim semi 2021. Tentunya akan sangat menarik melihat upaya sang raja kamera mirrorless menantang DJI ke depannya, apalagi mengingat arahan yang Sony ambil sejauh ini sangat berbeda dari yang GoPro lakukan lima tahun lalu, yang berujung pada kegagalan besar bagi sang produsen action cam.

Sumber: The Verge dan Sony.

DJI Mini 2 Diluncurkan, Kini dengan Kemampuan Merekam Video 4K dan Jarak Transmisi Lebih Jauh

DJI baru saja memperkenalkan Mini 2, penerus langsung dari Mavic Mini yang diluncurkan setahun lalu. Drone mungil ini hadir membenahi sejumlah kekurangan milik pendahulunya, tapi di saat yang sama juga mempertahankan beberapa keunggulannya meski tak lagi mengusung nama Mavic.

Yang paling utama, desain dan dimensinya tidak berubah. Dalam posisi terlipat, ukuran DJI Mini 2 cuma sebesar telapak tangan orang dewasa, dan bobotnya tercatat hanya 249 gram. DJI sangat bangga dengan pencapaian ini sampai-sampai informasi berat tersebut mereka sematkan langsung pada bodi Mini 2.

Satu kelebihan yang bisa disombongkan oleh Mini 2 jika dibandingkan dengan pendahulunya adalah terkait kemampuan merekam videonya. Mini 2 sanggup merekam dalam resolusi maksimum 4K 30 fps dengan bitrate 100 Mbps, jauh mengungguli Mavic Mini yang cuma mampu merekam video beresolusi 2,7K.

Sensor yang tertanam pada kameranya sebenarnya sama besarnya, dengan luas penampang 1/2,3 inci. Juga ikut di-upgrade adalah kemampuan fotografinya. Mini 2 tak hanya bisa menjepret foto 12 megapixel dalam format JPEG, melainkan juga RAW. Gimbal yang digunakan sendiri sama-sama model 3-axis seperti di Mavic Mini.

Namun pembaruan yang paling signifikan terletak pada teknologi transmisinya. Mini 2 sepenuhnya mendukung teknologi OcuSync 2.0, yang berarti ia mampu terhubung dengan controller dan meneruskan video 1080p dari jarak sampai sejauh 10 kilometer, alias 2,5 kali lipat lebih jauh daripada sebelumnya. Controller-nya sendiri adalah model baru yang DJI perkenalkan bersama Mavic Air 2 pada bulan April lalu.

Kemampuan mengudaranya pun juga tidak lupa disempurnakan. Mini 2 mampu melesat dalam kecepatan maksimum 57 km/jam, dan ia juga siap menahan tiupan angin hingga sekencang 38 km/jam. Terlepas dari semua pembaruannya itu, Mini 2 sama sekali tidak mengorbankan efisiensi energinya. Malahan, ia bisa mengudara satu menit lebih lama daripada pendahulunya, dengan daya tahan baterai maksimum hingga 31 menit per charge.

Selebihnya, Anda masih akan menjumpai berbagai fitur berbasis software yang impresif yang sudah kita ekspektasikan dari DJI. Di Amerika Serikat, DJI Mini 2 saat ini telah dipasarkan dengan banderol $449, atau dalam bundel Fly More Combo seharga $599.

Sumber: DJI.

Skydio X2 Ramaikan Pasar Portable Drone untuk Kebutuhan Komersial

Dua tahun lalu, industri consumer drone kedatangan satu pemain baru yang cukup ambisius. Mereka adalah Skydio, dengan produk perdananya yang bernama Skydio R1, yang betul-betul mengedepankan kemampuan kendali otomatis sampai-sampai Skydio sengaja tidak merancang unit controller buatnya.

Namun Skydio R1 bukanlah tanpa kekurangan. Yang paling utama, harganya kelewat tinggi: $2.500. Kedua, kualitas kameranya jauh di bawah drone sekelas. Ketiga, dimensinya masih tergolong bongsor jika melihat tren drone dengan desain foldable yang populer dalam beberapa tahun terakhir.

Setahun berlalu, Skydio 2 datang membenahi kekurangan-kekurangan tersebut. Harganya jauh lebih terjangkau ($1.000), kualitas kameranya jauh lebih superior, dan fisiknya menyusut sampai sekitar 50%. Meski demikian, sebenarnya masih ada beberapa hal yang bisa ditingkatkan lebih jauh lagi, seperti misalnya desain dari drone itu sendiri, sebab Skydio 2 memang belum menganut tren foldable.

Skydio X2

Kekurangan itu akhirnya mereka benahi tahun ini. Mereka baru saja memperkenalkan Skydio X2 sebagai varian alternatif dari drone generasi keduanya. Spesifiknya, Skydio menempatkan X2 sebagai portable drone untuk kebutuhan komersial, mulai dari ranah bisnis sampai militer. Kata “portable” itu perlu disorot mengingat X2 akhirnya mengusung rancangan foldable dengan empat lengan yang bisa dilipat ke dalam ketika sedang tidak digunakan.

Selain desain yang lebih ringkas, ada beberapa peningkatan lain yang X2 bawa dibanding sepupu versi consumer-nya. Dari segi kemampuan mengudara, X2 ternyata jauh lebih efisien, mampu beroperasi sampai 35 menit nonstop (Skydio 2 cuma 23 menit), dan jarak transmisi sinyalnya naik nyaris dua kali lipat menjadi 6,2 kilometer.

Kalau melihat wajahnya, tampak bahwa ia dibekali dua kamera utama. Satu merupakan kamera thermal FLIR Boson dengan resolusi 320 x 256 pixel yang diklaim 4x lebih tajam ketimbang kamera thermal milik DJI Mavic 2 Enterprise. Satu lagi adalah kamera biasa beresolusi 4K.

Kamera biasanya ini cukup istimewa, sebab ia dapat ditandemkan dengan enam kamera navigasi pada X2 dan guna mewujudkan fitur yang Skydio sebut dengan istilah “360 Superzoom”. Ya, X2 mampu menampilkan gambar 360 derajat sekaligus kemampuan zoom hingga sejauh 100x, semuanya lengkap dengan electronic image stabilization.

Skydio X2

Berhubung drone ini bakal banyak digunakan untuk misi penyelamatan maupun tugas-tugas inspeksi lainnya, fungsionalitas tentu jauh lebih penting ketimbang kualitas visual. Kemampuannya menggambarkan keadaan di sekitarnya dari segala sudut (360°) sekaligus memperbesarnya secara ekstrem tentu bakal menjadi nilai jual ekstra di segmen drone komersial.

Setiap unit Skydio X2 datang bersama Skydio Enterprise Controller. Dari namanya sudah kelihatan bahwa remote ini ditujukan buat kalangan profesional, dan sesuai dengan keadaan di lapangan, kontrolnya sengaja dibuat agar mudah dioperasikan meski pengguna sedang memakai sarung tangan.

Selain diterbangkan secara manual, tentu saja X2 mendukung kapabilitas otonom yang sangat komprehensif, dan di sini fitur-fitur pengendalian serba otomatis itu bakal berjalan secara harmonis dengan kontrol manual. Contoh yang paling gampang, seorang pilot bisa menerbangkan X2 selagi memperhatikan bagian atasnya saja, dan X2 sendiri yang akan menghindari rintangan-rintangan di depannya.

Belum diketahui berapa harga yang ditetapkan untuk Skydio X2, tapi semestinya tidak akan lebih murah dari $1.000 (harga Skydio 2). Di Amerika Serikat, pemasarannya dijadwalkan berlangsung mulai kuartal keempat tahun ini.

Sumber: SlashGear.

Baru Diumumkan, DJI Matrice 300 RTK dan Kamera Zenmuse H20 Series Langsung Mendarat di Indonesia

DJI belum lama ini kembali menetapkan standar baru di segmen consumer drone lewat Mavic Air 2. Selang beberapa hari setelahnya, segmen enterprise drone pun juga ikut mereka kejutkan lewat DJI Matrice 300 RTK (M300 RTK).

Tidak butuh waktu lama bagi M300 RTK untuk mendarat di Indonesia. Lewat sebuah sesi webinar di Zoom, Halo Robotics selaku distributor resmi produk-produk DJI Enterprise di Indonesia, secara resmi memperkenalkan M300 RTK sekaligus seri kamera hybrid Zenmuse H20.

Ada banyak inovasi mencengangkan yang ditawarkan oleh quadcopter berwajah industrial ini, terutama saat disandingkan dengan seri kamera Zenmuse H20 tersebut. Namun sebelumnya, saya akan bahas lebih dulu beberapa peningkatan secara umum yang diusungnya dibanding pendahulunya, Matrice 210 RTK.

DJI Matrice 300 RTK

Yang paling utama adalah waktu mengudara yang lebih lama, tepatnya sampai 55 menit dalam sekali pengisian. Baterainya pun hot-swappable, yang berarti dapat dilepas-pasang dengan mudah tanpa harus membongkar drone. Pihak Halo Robotics tak lupa menjelaskan bahwa paket penjualan M300 RTK sudah mencakup battery station berwujud seperti koper yang bisa menampung dan mengisi ulang 8 unit baterai sekaligus.

Jarak maksimum transmisi videonya juga meningkat drastis menjadi 15 kilometer. Ya, sampai sejauh itu M300 RTK dapat meneruskan video 1080p ke pilotnya. Saking jauhnya, bukan tidak mungkin ada perbedaan cuaca antara titik terbang drone dan titik berdiri sang pilot. Namun konsumen tak perlu khawatir mengingat bodi M300 RTK secara keseluruhan tahan air dan debu dengan sertifikasi IP45.

DJI Matrice 300 RTK

Lebih lanjut mengenai aspek keselamatan penerbangan, M300 RTK dibekali sederet sensor di enam sisinya (depan-belakang, kiri-kanan, atas-bawah). Bukan cuma sensor visual saja, melainkan juga sensor ToF (Time of Flight) sehingga drone bisa mendeteksi berbagai objek di sekitarnya secara lebih akurat sampai sejauh 40 meter.

Nyaris semua komponen yang ada di dalam M300 RTK – inertial measurement unit, barometer, kompas, bahkan antena RTK (Real-Time Kinematic) – berjumlah dua, dan ini berguna demi memastikan drone tetap operasional meski ada satu komponen yang tiba-tiba rusak. Juga menarik adalah bagaimana M300 RTK disebut mampu melakukan pendaratan darurat dengan baik meski salah satu rotornya macet.

DJI Matrice 300 RTK

M300 RTK dapat dikendalikan oleh dua pilot sekaligus. Ini berguna dalam program pelatihan, sehingga pilot pelatih bisa langsung mengambil alih kendali saat pilot yang dilatih melakukan kesalahan. Dalam skenario lain, semisal untuk menginspeksi jaringan pipa gas yang luar biasa panjang, yang mungkin terlalu panjang untuk rute pergi-pulang drone dalam sekali pengisian baterainya, drone bisa lepas landas di titik A bersama pilot A, lalu mendarat di titik B bersama pilot B.

Modul kamera hybrid Zenmuse H20 Series

Zenmuse H20 (kiri) dan Zenmuse H20T (kanan) / DJI
Zenmuse H20 (kiri) dan Zenmuse H20T (kanan) / DJI

M300 RTK sanggup menggotong tiga modul payload sekaligus (dua di bawah, satu di atas), dengan catatan total beratnya tidak lebih dari 2,7 kilogram. Modul lama seperti Zenmuse XT2 dipastikan kompatibel, akan tetapi tandem sejati M300 RTK sebenarnya adalah Zenmuse H20 Series yang diluncurkan secara bersamaan.

Ada dua model yang ditawarkan: H20 dan H20T. H20 dibekali tiga sensor sekaligus: 12 megapixel dengan lensa wide-angle, 20 megapixel dengan 23x hybrid optical zoom, dan laser rangefinder dengan jarak maksimum 1.200 meter. H20T mengemas tiga sensor tersebut ditambah satu kamera thermal beresolusi 640 x 512 pixel 30 fps.

DJI Matrice 300 RTK

Duet M300 RTK dan Zenmuse H20 Series ini mewujudkan sejumlah fitur cerdas yang jujur membuat saya agak geleng-geleng kepala (tidak percaya) saat mendengar penjelasannya. Kita mulai dari yang paling sepele, yakni fitur PinPoint. Fitur ini memungkinkan drone untuk menandai subjek di tampilan kamera sekaligus merekam data lokasinya (koordinat) secara presisi.

Data lokasi ini bisa langsung dikirimkan ke tim darat sehingga mereka bisa langsung mengambil tindakan, sangat berguna dalam misi-misi penyelamatan. Selanjutnya ada fitur Smart Track, yang memungkinkan drone untuk mendeteksi dan mengikuti objek bergerak dari jarak amat jauh. Istimewanya, dua fitur ini bahkan bisa berfungsi di kegelapan berkat sistem night vision.

DJI Matrice 300 RTK

Namun fitur favorit saya adalah Live Mission Recording. Saat fitur ini diaktifkan, drone akan merekam seluruh input pengendalian, mulai dari tingkat ketinggian sampai koordinat titik terbangnya, tidak ketinggalan juga pengaturan kameranya. Selesai direkam, drone bisa mengulangi sesi tersebut secara identik.

Ini berguna saat hendak melakukan inspeksi rutin yang terkesan repetitif namun membutuhkan level presisi yang tinggi. Operator cukup melangsungkan inspeksi awalnya satu kali, kemudian sisanya biarkan drone berjalan secara otomatis di inspeksi kedua, ketiga, keempat dan seterusnya.

DJI Matrice 300 RTK

Tidak kalah menarik adalah fitur AI Spot Check, di mana pilot bisa menandai bagian dari foto yang diambil, dan selanjutnya drone dapat ditugaskan untuk mengambil gambar persis di bagian tersebut secara otomatis. Lagi-lagi sangat berguna untuk keperluan inspeksi rutin.

Saat ditanya mengenai harganya, pihak Halo Robotics menjelaskan bahwa DJI melarang publikasi harga produk enterprise-nya secara umum. Namun mereka memastikan bahwa harganya tidak berbeda jauh dari kisaran harga seri Matrice selama ini.