DJI Mavic Air 2 Usung Peningkatan Kamera dan Kemampuan Mengudara yang Signifikan

Dua tahun setelah Mavic Air dirilis, DJI kini sudah siap meluncurkan penerusnya, Mavic Air 2. Drone lipat ini membawa sederet pembaruan yang signifikan, terutama terkait kapabilitas fotografi dan videografinya.

Secara fisik, Mavic Air 2 rupanya sedikit lebih besar ketimbang pendahulunya, tapi dengan bobot 570 gram, ia masih lebih ringkas ketimbang Mavic 2. Kabar baiknya, jeroan Mavic Air 2 jauh lebih superior daripada sebelumnya.

Sensor yang diusung bukan cuma lebih besar (1/2 inci), tapi juga beresolusi lebih tinggi (48 megapixel). Menariknya, sensor ini merupakan tipe Quad Bayer yang secara default akan mengambil gambar beresolusi 12 megapixel, persis seperti di sebagian besar smartphone terkini.

Sensor itu hadir bersama lensa f/2.8 dengan sudut pandang 84°, dan semuanya duduk di atas gimbal 3-axis seperti biasanya. Urusan video, Mavic Air 2 siap merekam dalam resolusi maksimum 4K 60 fps dan bitrate 120 Mbps, atau 1080p 240 fps saat hendak menciptakan video slow-motion.

Fitur-fitur pelengkap, seperti pemotretan dan perekaman video dalam format HDR, juga tersedia. Demikian pula fitur Hyperlapse yang mendukung resolusi maksimum 8K.

DJI Mavic Air 2

Tidak kalah mencengangkan adalah kemampuan mengudara Mavic Air 2. Dalam sekali pengisian, Mavic Air 2 mampu terbang sampai 34 menit nonstop, bahkan lebih lama ketimbang Mavic 2. DJI tak lupa membekali Mavic Air 2 dengan sederet sensor di sisi depan dan belakang supaya ia dapat mendeteksi dan menghindari rintangan dengan sendirinya.

Sensor beserta lampu di bagian bawahnya ditujukan untuk memuluskan proses pendaratan Mavic Air 2, bahkan di tempat gelap sekalipun. Selagi mengudara, Mavic Air 2 sanggup meneruskan video 1080p 30 fps dari jarak sampai sejauh 10 kilometer. Bandingkan dengan pendahulunya yang cuma bisa meneruskan video 720p dari jarak 4 kilometer.

DJI Mavic Air 2

Juga baru pada Mavic Air 2 adalah controller-nya. Tidak ada lagi sepasang antena yang menjulur di sisi atasnya, digantikan oleh penjepit smartphone yang fleksibel. Controller baru ini diklaim punya daya tahan baterai yang lebih panjang, mampu berfungsi sampai 4 jam dalam sekali pengisian.

Fitur pintar seperti ActiveTrack tentu tetap ada, dan versi terbarunya (ActiveTrack 3.0) di Mavic Air 2 bahkan lebih cekatan lagi dalam mengunci fokus pada subjek. Tidak kalah menarik adalah fitur Spotlight 2.0 yang diwariskan dari lini drone profesional DJI. Berkat fitur ini, pengguna bisa menavigasikan Mavic Air 2 dengan bebas selagi kameranya terus mengunci fokus pada subjek yang dipilih.

Secara keseluruhan, DJI Mavic Air 2 merupakan upgrade yang sangat signifikan terhadap pendahulunya. Kendati demikian, banderol harganya dipatok sama: $799, atau bundel Fly More yang mencakup 2 baterai cadangan, ND filter dan sejumlah aksesori lainnya seharga $988. Pemasarannya dijadwalkan berlangsung mulai pertengahan Mei.

Sumber: DJI.

Autel EVO II Siap Memulai Era Drone Berkamera 8K

Apa tren drone baru yang bakal populer di tahun 2020 ini? Salah satu yang sudah tercium adalah kemampuan merekam video beresolusi 8K. Namun yang memulai rupanya bukan DJI, melainkan Autel Robotics.

Di CES 2020 kemarin, Autel memperkenalkan EVO II, suksesor dari drone bikinannya dua tahun lalu. Seperti halnya DJI Mavic 2, Autel EVO II hadir dalam lebih dari satu model yang dibedakan berdasarkan kameranya: EVO II, EVO II Pro, dan EVO II Dual.

Autel EVO II

EVO II standar inilah yang akan memulai era drone berkamera 8K. Ia mengemas sensor berukuran 1/2 inci yang mampu merekam video beresolusi 7720 x 4320 pixel, serta menjepret foto 48 megapixel. Kameranya juga dapat melakukan zooming hingga sejauh 4x.

EVO II Pro, sesuai namanya, menarget kalangan profesional dengan sensor 1 inci, perekaman video 6K dan pemotretan 20 megapixel. Selain mengemas sensor berukuran besar, kameranya juga istimewa berkat aperture yang dapat disesuaikan dari f/2.8 sampai f/11, tidak ketinggalan juga sensitivitas ISO 100 – 12800.

EVO II Dual di sisi lain ditujukan untuk kebutuhan komersial berkat kamera thermal FLIR Boson beresolusi 640 x 512 pixel yang mendampingi kamera 8K-nya. Ketiga model EVO II ini siap merekam video dengan bitrate maksimum 120 Mbps maupun video berformat HDR.

Autel EVO II

Kemampuan mengudara ketiga model EVO II ini juga tidak kalah mengesankan. 12 sensor optik beserta 2 sensor sonar mewujudkan kapabilitas obstacle avoidance yang menyeluruh (360 derajat). Autel mengklaim EVO II dapat mendeteksi rintangan dari jarak sejauh 30 meter, lalu mengatur sendiri kecepatannya demi menghindari rintangan tersebut sehingga pilotnya bisa tetap berfokus mengendalikan kameranya.

EVO II mampu mentransmisikan sinyal menuju controller-nya sampai sejauh 9 kilometer. Autel pun tidak lupa mempertahankan salah satu keunggulan EVO generasi sebelumnya, yakni remote control yang dibekali layar, sehingga pengguna dapat mengoperasikan EVO II tanpa perlu mengandalkan smartphone sama sekali.

Autel EVO II

Juga mengesankan adalah ketahanan baterai 7.100 mAh yang terpasang pada EVO II. Dalam sekali pengisian, Autel mengklaim EVO II sanggup mengudara hingga 40 menit nonstop. Memang masih kalah dari V-Coptr Falcon yang juga baru dirilis, tapi tetap impresif mengingat drone lain yang sekelas umumnya hanya bisa terbang selama 20 – 30 menit saja.

Semua ini ditawarkan dalam harga yang cukup kompetitif: EVO II seharga $1.495, EVO II Pro seharga $1.795, sedangkan EVO II Dual berdasarkan pesanan.

Sumber: DPReview dan Autel.

DJI Kembangkan Aplikasi Smartphone untuk Mengidentifikasi dan Meninjau Drone yang Terbang di Sekitar

Dua tahun lalu, DJI memperkenalkan AeroScope, sebuah sistem yang dirancang untuk mengidentifikasi dan memantau drone dari kejauhan. Saat ini AeroScope sudah digunakan di berbagai lokasi seperti bandara, stadion, penjara, atau bahkan showroom mobil dengan harapan semua penggunaan drone tanpa izin di area-area tersebut bisa terdeteksi dan langsung ditindak.

AeroScope merupakan sistem profesional yang membutuhkan dukungan perlengkapan khusus. Sekarang, DJI sudah punya alternatif dari AeroScope yang jauh lebih simpel dan hanya memerlukan bantuan sebuah aplikasi smartphone. Kapabilitasnya memang lebih terbatas dibanding AeroScope, akan tetapi fungsi utamanya tetap sama, yakni untuk memantau informasi seputar drone yang sedang mengudara di sekitar.

Menggunakan aplikasi tersebut, siapapun dapat meninjau lokasi, tingkat ketinggian, kecepatan dan arah pergerakan sebuah drone yang tengah terbang di sekitarnya. Lebih lanjut, aplikasi turut menampilkan lokasi dari pilot yang mengoperasikan tiap-tiap drone, sehingga kita bisa langsung menegur seseorang yang menerbangkan drone-nya secara ngawur di taman umum.

Kapabilitas ini dimungkinkan berkat sistem Remote ID yang sudah diajukan menjadi standar oleh sejumlah otoritas penerbangan di berbagai negara. Sesuai namanya, Remote ID berfungsi sebagai tanda pengenal, atau Anda bisa juga menganggapnya pelat nomor elektronik untuk drone. Menerapkan Remote ID bukan tugas yang berat, sebab pabrikan drone seperti DJI hanya perlu meluncurkan firmware update untuk produk-produknya.

Remote ID inilah yang ditangkap oleh aplikasi ponsel yang tengah kita bahas. Selama drone-nya masih berada dalam jangkauan (untuk sekarang hingga sejauh 1 kilometer), kita bisa langsung meninjau informasi lengkapnya melalui aplikasi tersebut. Simpel dan tidak perlu melibatkan infrastruktur tambahan.

Di sisi lain, sistem baru ini juga berpotensi memunculkan masalah baru. Berhubung siapa saja yang mempunyai ponsel dapat memantau keberadaan drone beserta pilotnya, wajar apabila sejumlah pengguna drone merasa tidak aman, terutama apabila yang memantau ternyata adalah seorang pencuri atau perampok.

Idealnya mungkin sistem semacam ini hanya bisa diakses oleh pihak yang berwajib, tapi di situlah AeroScope berperan. Bisa jadi DJI hanya ingin menawarkan solusi yang lebih terjangkau ketimbang AeroScope, namun tetap saja ada potensi sistem ini dapat disalahgunakan.

Sumber: DPReview dan DJI.

DJI Mavic Mini Adalah Drone yang Sangat Mumpuni Meski Ukurannya Cuma Setelapak Tangan

2017 lalu, dunia dikejutkan oleh DJI Spark, drone berbobot 300 gram yang kapabilitasnya tidak kalah dari drone berukuran dua kali lipatnya. Jujur sulit membayangkan drone yang lebih kecil namun lebih mumpuni ketimbang Spark, tapi ternyata itulah yang hendak dibuktikan DJI.

Mereka baru saja mengumumkan Mavic Mini, drone paling kecil dan paling ringan yang pernah mereka buat sejauh ini. Ukurannya pada dasarnya tidak jauh berbeda dari Spark, akan tetapi keempat lengannya bisa ditarik ke dalam, dan dalam posisi ini Mavic Mini benar-benar hanya seukuran telapak tangan orang dewasa.

Bobot Mavic Mini tercatat cuma 249 gram. Begitu ringannya drone ini, DJI mengklaim ia secara otomatis akan dianggap aman oleh regulator di banyak negara, yang sering kali menetapkan bobot 250 gram sebagai batasan maksimum untuk drone yang sama sekali tidak memerlukan izin khusus.

DJI Mavic Mini

Namun yang sangat istimewa adalah bagaimana Mavic Mini bisa lebih kapabel ketimbang Spark. Di sektor kamera misalnya, Mavic Mini mengemas sensor CMOS 1/2,3 inci beresolusi 12 megapixel yang sanggup merekam video 2,7K 30 fps atau 1080p 60 fps. Bandingkan dengan kamera milik Spark yang opsi perekaman videonya terbatas di 1080p 30 fps saja.

Hasil rekamannya juga dipastikan lebih mulus, sebab kameranya terpasang pada gimbal 3-axis, lagi-lagi lebih superior ketimbang milik Spark yang cuma 2-axis. Juga mengesankan adalah konsumsi energinya yang begitu efisien; satu kali pengisian cukup untuk mengudara selama 30 menit.

Bukan cuma hasil rekaman videonya saja yang stabil, kemampuan mengudara Mavic Mini juga diklaim sangat presisi berkat kehadiran sederet sensor sekaligus GPS. Selagi mengudara, komunikasi antara drone dan remote control-nya bisa terus berlanjut sampai sejauh 4 kilometer, demikian pula transmisi videonya.

DJI Mavic Mini

DJI tidak lupa memastikan supaya Mavic Mini tidak terkesan rumit bagi konsumen yang masih awam. Aplikasi pendampingnya, DJI Fly, mengemas konten untuk memandu para pengguna baru, mempersiapkan mereka untuk mulai belajar mengoperasikan dengan mode Position (P) yang mencakup sejumlah fungsi dasar.

Saat sudah mahir, mereka dapat memilih mode Sport (S) untuk memaksimalkan potensi Mavic Mini, atau mode CineSmooth (C) bagi yang hendak menciptakan karya-karya sinematik. Sejumlah manuver otomatis (QuickShots) juga tersedia dan dapat diakses dalam beberapa sentuhan saja.

DJI Mavic Mini bakal segera dipasarkan seharga $399. Bundel standarnya ini sudah mencakup remote control dan baling-baling cadangan, jauh lebih terjangkau ketimbang Spark saat pertama dirilis, yang dihargai $499 tanpa remote control.

Sumber: DJI.

Parrot Luncurkan Versi Profesional Drone Anafi dengan Kamera Thermal

Dua tahun lalu, produsen drone asal Perancis, Parrot, memutuskan untuk berfokus pada segmen drone profesional usai menyaksikan dominasi DJI yang semakin menjadi-jadi di ranah consumer drone. Namun itu bukan berarti Parrot sudah benar-benar menyerah dengan consumer drone. Buktinya, tahun lalu mereka memperkenalkan Anafi.

Berbekal desain lipat dan spesifikasi yang mumpuni, Anafi cukup pantas dipandang sebagai salah satu rival DJI Mavic Air. Namun Parrot rupanya tidak lupa dengan keputusan mereka untuk beralih fokus, hingga akhirnya lahir model drone baru bernama Anafi Thermal.

Parrot Anafi Thermal

Seperti yang bisa kita tebak, ini merupakan Anafi versi profesional atau komersial. Parrot telah menjejalkan sensor thermal FLIR Lepton untuk mendampingi sensor 21 megapixel bikinan Sony yang terpasang pada Anafi. Kehadiran sensor thermal itu memungkinkan Anafi untuk mendeteksi suhu dari -10° sampai 400° C, dengan resolusi 160 x 120 pixel.

Kecil sekali resolusinya? Memang, tapi ingat, itu hanya untuk gambar thermal-nya saja. Yang cukup istimewa, aplikasi pendamping FreeFlight 6 yang dirancang Parrot memungkinkan pengguna Anafi untuk menyatukan gambar thermal dengan jepretan kamera bawaan Anafi sehingga informasi yang didapat jadi lebih mendetail lagi.

Parrot Anafi Thermal

Parrot sengaja tidak mengubah kapabilitas kamera Anafi; video 4K masih mampu ia rekam secara stabil berkat bantuan gimbal 3-axis. Wujudnya pun nyaris identik, terkecuali masing-masing lengan Anafi Thermal yang sedikit lebih ramping, sehingga bobotnya pun 10 gram dibanding versi standarnya.

Kesannya sepele memang, tapi Parrot meyakini pemangkasan bobot ini berhasil meningkatkan daya tahan baterai Anafi Thermal menjadi total 26 menit per charge. Selama mengudara, Anafi Thermal juga mampu bertahan meski diterpa angin sekencang 50 km/jam, sedangkan kecepatan maksimumnya sendiri mencapai angka 55 km/jam.

Yang agak mengejutkan adalah banderol harganya: $1.900, nyaris tiga kali lipat harga Anafi standar, tapi kita juga tak boleh lupa bahwa target pasarnya pun berbeda. Rencananya, Parrot bakal memasarkan Anafi Thermal mulai bulan Mei mendatang.

Sumber: TheVerge via DPReview.

Usung Aksesori Modular, DJI Mavic 2 Enterprise Dirancang untuk Kebutuhan Para Profesional

DJI resmi memperkenalkan drone terbarunya, Mavic 2 Pro dan Mavic 2 Zoom, pada bulan Agustus lalu. Sekarang, giliran versi komersialnya yang diungkap. Dijuluki Mavic 2 Enterprise, ia dirancang untuk memenuhi kebutuhan para pemilik bisnis sekaligus perangkat pemerintahan.

Secara teknis, Mavic 2 Enterprise sebenarnya identik dengan Mavic 2 Zoom. Ia mengemas kamera 12 megapixel dengan lensa 24-48mm (2x optical zoom), sanggup merekam video dalam resolusi 4K 30 fps dan bitrate 100 Mbps. Sistem transmisi yang digunakan pun sama persis, yakni OcuSync 2.0 yang mendukung streaming 1080p hingga sejauh 8 km.

Perbedaannya terletak pada sifatnya yang modular. Ia datang bersama tiga aksesori yang dapat dilepas-pasang. Yang pertama adalah lampu sorot dengan tingkat kecerahan maksimum 2.400 lumen. Yang kedua adalah speaker 100 desibel, dan terakhir ada lampu suar yang kelipannya bisa kelihatan dari jarak sejauh 4,8 km.

DJI Mavic 2 Enterprise

Karena modular, ketiga aksesori ini dapat digunakan menyesuaikan dengan kebutuhan. Untuk inspeksi di malam hari misalnya, kehadiran lampu sorot yang amat terang jelas bakal sangat membantu. Mavic 2 Enterprise juga bisa menjadi alat bantu yang ideal di tangan regu penyelamat.

Di samping itu, DJI tidak lupa menyematkan fitur keamanan ekstra pada Mavic 2 Enterprise. Utamanya adalah fitur Password Protection, yang ketika aktif, mengharuskan pengguna untuk mencantumkan kata sandi setiap kali mereka menyalakan drone, menyambungkan controller-nya, dan mengakses isi storage-nya.

Bicara soal storage, Mavic 2 Enterprise hadir membawa penyimpanan internal sebesar 24 GB, tiga kali lebih besar daripada duo Mavic 2 versi consumer. Untuk proyek yang sifatnya rahasia, pengguna dapat mengaktifkan fitur Local Data Mode guna memblokir koneksi internet untuk sementara.

DJI Mavic 2 Enterprise

Terkait daya tahan baterai, Mavic 2 Enterprise dapat beroperasi hingga 31 menit dalam satu kali pengisian, sama persis seperti Mavic 2 standar. Bedanya, baterai ini dibekali kemampuan self-heating sehingga drone tetap bisa mengudara di suhu sedingin -10° Celsius.

Selebihnya, tidak ada yang berbeda dari DJI Mavic 2 Enterprise. Di Amerika Serikat, DJI saat ini telah memasarkannya seharga $1.999, sudah termasuk tiga aksesori modularnya itu tadi.

Sumber: DJI.

DJI Mavic 2 Pro dan Mavic 2 Zoom Resmi Diperkenalkan

DJI belakangan kembali santer dibicarakan akibat bocoran foto Mavic 2 yang beredar. Drone tersebut akhirnya resmi diperkenalkan, dan benar saja, kali ini ada dua model sekaligus yang tersedia: Mavic 2 Pro dan Mavic 2 Zoom.

Kedua quadcopter ini memiliki penampilan fisik yang identik, dan desainnya pun juga mirip seperti Mavic Pro generasi pertama yang sangat revolusioner pada masanya. Yang agak mengejutkan, dimensi Mavic 2 ternyata sedikit lebih besar ketimbang pendahulunya, namun ini bisa dimaklumi mengingat DJI memang punya penawaran lain bagi mereka yang memprioritaskan portabilitas, yaitu Mavic Air dan Spark.

DJI Mavic 2

Meski membesar, Mavic 2 diklaim lebih aerodinamis, memungkinkannya untuk bermanuver dalam kecepatan hingga 72 km/jam. Tingkat kebisingannya juga diyakini menurun, dan baterainya dapat menemaninya mengudara sampai 31 menit. Bagian perutnya (bawah), dibekali sebuah lampu yang akan menyala secara otomatis ketika drone mendarat di lokasi yang gelap, sehingga pendaratannya bisa lebih presisi.

Kemampuannya untuk terbang dan menghindari rintangan dengan sendirinya juga diklaim membaik berkat kehadiran total 10 sensor di seluruh sisi tubuhnya. Tidak hanya itu, Mavic 2 juga lebih cekatan mengikuti subjek (ActiveTrack) berkat tiga kamera depan yang dimanfaatkan untuk menciptakan peta 3D atas subjek yang dilacaknya.

DJI Mavic 2 Pro / DJI
DJI Mavic 2 Pro / DJI

Namun perubahan terbesar yang dibawa Mavic 2 justru terletak pada kameranya, dan kamera ini juga yang menjadi satu-satunya pembeda antara model Pro dan Zoom. Tentu saja kamera milik kedua model duduk di atas gimbal 3-axis yang bertugas menstabilkan gambar selama drone bergerak.

Untuk Mavic 2 Pro, yang dititikberatkan adalah kualitas gambar. DJI telah menyematkan sensor berukuran lebih besar dari biasanya (1 inci), dengan resolusi 20 megapixel dan kemampuan merekam video 4K dalam format HDR 10-bit. Kamera rancangan Hasselblad ini juga unik karena aperture-nya bisa diubah-ubah antara f/2.8 – f/11.

Mavic 2 Pro juga telah mengatasi kekurangan pendahulunya dalam hal reproduksi warna melalui teknologi Hasselblad Natural Color Solution, yang dipastikan bisa menangkap warna yang lebih akurat. Anda tentunya tidak lupa kalau DJI merupakan salah satu pemegang saham Hasselblad terbesar, bukan?

DJI Mavic 2 Zoom / DJI
DJI Mavic 2 Zoom / DJI

Beralih ke Mavic 2 Zoom, kelebihannya terletak pada lensa 24–48mm (2x optical zoom), atau bisa juga digabungkan dengan digital zoom untuk menyimulasikan efek lensa telefoto 96mm. Kualitas gambarnya bukan yang terbaik dengan sensor standar (1/2,3 inci) beresolusi 12 megapixel, akan tetapi tersedia pula fitur Super Resolution yang akan menggabungkan sembilan foto menjadi satu foto beresolusi 48 megapixel.

Untuk video, tentu saja ia juga bisa merekam dalam resolusi 4K. Baik Mavic 2 Pro dan Zoom sama-sama dibekali penyimpanan internal sebesar 8 GB, dan teknologi transmisi OcuSync 2.0 memungkinkan kedua drone untuk meneruskan video 1080p ke smartphone atau tablet dari jarak hingga sejauh 8 kilometer.

DJI Mavic 2 Zoom / DJI
DJI Mavic 2 Zoom / DJI

Secara keseluruhan, DJI Mavic 2 bisa dibilang lebih mengarah ke upgrade kamera ketimbang upgrade total, namun tetap saja dominasi DJI jadi semakin tidak terkejar. Tanpa harus berlama-lama, Mavic 2 Pro dan Mavic 2 Zoom saat ini sudah dipasarkan di Amerika Serikat dengan harga masing-masing $1.449 dan $1.249.

Sumber: TechCrunch dan DJI.

Yuneec Mantis Q Adalah Rival DJI Mavic Air yang Dapat Dioperasikan dengan Suara

Dua bulan lalu, Parrot membuktikan bahwa kompetitor DJI masih mampu menghadirkan pesaing yang pantas untuk Mavic Air. Dinamai Anafi, keunikan utama drone terbaru Parrot itu terletak pada kemampuan kameranya untuk zooming, meski sayang ia tidak sanggup menghindari rintangan dengan sendirinya.

Sekarang, Yuneec rupanya juga tidak mau ketinggalan dalam upaya membendung dominasi DJI. Mereka memperkenalkan Mantis Q, drone berwujud ringkas yang juga menganut desain foldable, di mana keempat lengannya dapat dilipat ke dalam ketika perangkat sedang tidak digunakan. Selagi terlipat, dimensinya cuma 16,8 x 9,7 x 5,6 cm, sedangkan bobotnya berkisar 480 gram.

Yuneec Mantis Q

Moncongnya dibekali dengan kamera yang sanggup merekam video dalam resolusi maksimum 4K 30 fps. Image stabilization 3-axis (elektronik) juga tersedia, sayangnya hanya untuk perekaman dalam resolusi 1080p saja. Kamera ini bisa diatur tingkat kemiringannya ke atas atau bawah, sedangkan sudut pandang lensanya mencapai angka 117º.

Oke, lalu apa yang istimewa dari Mantis Q yang membuatnya unik jika dibandingkan rival terkuatnya, Mavic Air? Yang paling utama adalah kemampuannya untuk dioperasikan menggunakan perintah suara. Untuk mengambil selfie, cukup ucapkan “take a selfie”, lalu untuk memanggil drone pulang dan mendaratkannya secara otomatis, cukup dengan frasa “return home”, plus masih banyak frasa lainnya.

Selanjutnya, Mantis Q juga unggul perihal performa. Saat pengguna mengaktifkan Sport Mode, drone dapat melesat hingga secepat 70 km/jam. Dalam satu kali pengisian, Mantis Q siap mengudara sampai selama 33 menit, dan ia pun juga mudah diterbangkan di dalam ruangan berkat kehadiran sepasang sensor sonar dan infra-merah.

Yuneec Mantis Q

Mode semi-otomatis yang sudah menjadi standar drone di kelas ini pun juga tersedia, termasuk halnya fitur face detection yang memungkinkan drone untuk mengambil gambar dari jarak sampai sejauh 4 meter ketika diberi aba-aba lambaian tangan. Sayang sekali, sama seperti Parrot Anafi, Mantis Q juga tidak bisa menghindari rintangan secara otomatis.

Di Amerika Serikat, Yuneec Mantis Q saat ini telah dipasarkan seharga $500, sudah termasuk aksesori seperti controller dan baling-baling ekstra. Dibandingkan penawaran sekelas dari DJI dan Parrot, Mantis Q adalah yang paling terjangkau harganya.

Sumber: SlashGear dan PR Newswire.

Drone Mungil AirSelfie 2 Benahi Kekurangan Pendahulunya di Sektor Kamera

Apa definisi drone menurut Anda? Robot terbang? Kamera terbang? Bagi sebagian besar konsumen, mungkin istilah kamera terbang lebih cocok menggambarkan kebutuhannya akan sebuah drone. Dan karena tren itu terus bertambah populer, muncullah produk nyentrik seperti AirSelfie.

Diperkenalkan di tahun 2016, AirSelfie tidak lain dari kamera terbang yang, saking kecilnya, bisa disimpan di dalam casing smartphone. Sesuai namanya, ia berfungsi menggantikan peran tongsis kala selfie beramai-ramai atau ketika pemandangan di belakang juga perlu terpampang jelas pada komposisi.

AirSelfie 2

Namun karena ruang komponennya jelas terbatas, spesifikasinya pun biasa-biasa saja. Kelemahan itu pada akhirnya berhasil diatasi oleh suksesornya, AirSelfie 2. Desainnya nyaris tidak berubah, masih berupa balok pipih dengan empat baling-baling yang masing-masing ditenagai motor brushless.

Sebagai kamera, kemampuannya meningkat pesat. Resolusi foto tak lagi terbatas di angka 5 megapixel saja, melainkan 12 megapixel. Video pun juga demikian, di mana AirSelfie 2 siap merekam dalam resolusi 1080p 30 fps. Semuanya menggunakan lensa f/2.0 dengan sudut pandang seluas 81º.

AirSelfie 2

Bukan cuma itu, kapasitas penyimpanannya (microSD) naik dari 4 GB menjadi 16 GB pada AirSelfie 2. Baterainya pun ikut membesar menjadi 400 mAh, dan perangkat siap mengudara selama lima menit dalam satu kali pengisian (via USB-C).

AirSelfie 2 memiliki dimensi 98,5 x 71,2 x 13,6 mm, dengan bobot 80,3 gram. Sedikit membesar dibandingkan pendahulunya, tapi tidak sampai kelewatan. Ia tak lagi ditawarkan melalui Kickstarter, melainkan langsung dipasarkan seharga $200. Oktober nanti, bundel AirSelfie 2 bersama sebuah battery case akan menyusul seharga $250.

Sumber: Android Police.

DJI Umumkan Edisi Spesial Spark Berwajah Karakter Line

DJI Spark yang dirilis tahun lalu merupakan bukti bahwa kategori produk drone telah merambah kalangan konsumen mainstream. Pertama, harganya cukup terjangkau jika mempertimbangkan semua fiturnya. Kedua, pilihan warna yang tersedia buat drone tersebut bahkan lebih ceria ketimbang ponsel-ponsel terkini.

Terkait variasi warna ini, DJI baru saja merilis alternatif yang bahkan lebih ceria lagi untuk Spark. Warnanya bukan sembarang cokelat, tapi dari atas Anda bisa melihat bahwa ada wajah sebuah karakter populer yang terpatri di tubuhnya. Ya, karakter yang dimaksud adalah Brown dari aplikasi pesan instan Line.

Yang awalnya cuma sebatas emoji dan sticker, karakter-karakter Line Friends ini telah berkembang menjadi bisnis merchandise di 108 negara. Sekarang bisnis itu pun juga sudah merambah segmen drone, dan kalau merujuk pada siaran pers resmi dari DJI yang menyatakan ini sebagai “characterized drone pertama” mereka, sudah pasti bakal ada edisi karakter lain yang menyusul.

DJI Spark Line Friends (Brown)

Selebihnya, drone bernama resmi Line Friends (Brown) | Spark ini tidak ada bedanya sama sekali dengan Spark standar. Spesifikasinya sama persis, dan fitur-fiturnya pun tidak ada yang absen, termasuk kemampuannya untuk merekam video hanya dengan membaca gesture.

DJI mengamini anggapan bahwa drone telah menjadi aksesori gaya hidup, sama seperti barang-barang lain yang biasa konsumen bawa di dalam tasnya masing-masing. Edisi spesial hasil kolaborasinya dengan Line ini tentu bakal membawa konsep tersebut lebih jauh lagi.

Kabar baiknya, banderol harganya tidak dipatok lebih mahal ketimbang harga jual Spark standar sekarang: $399, sudah termasuk remote control dan sejumlah aksesori lainnya. Sangat disayangkan DJI cuma akan memasarkannya di Amerika Serikat, Tiongkok, Hong Kong dan Korea saja.

Sumber: TechCrunch dan PR Newswire.