Infinix Concept Phone 2021 Demonstrasikan Teknologi Fast Charging 160W

Teknologi fast charging merupakan solusi alternatif terhadap terus meningkatnya ketergantungan manusia terhadap smartphone. Ketimbang menggunakan smartphone tebal dengan baterai besar, alternatifnya kita bisa menggunakan smartphone berbodi normal, tapi yang dibekali teknologi fast charging sehingga waktu pengisian ulang baterai yang dibutuhkan dapat dipersingkat.

Fast charging dengan output 30W, 45W, dan 65W saat ini sudah umum kita dapati, namun pabrikan smartphone tentu tidak akan puas dan berhenti sampai di situ saja. Mereka tentu akan terus memutar otak dan mengeksplorasi teknik-teknik baru agar baterai smartphone bikinannya bisa diisi ulang dengan lebih cepat lagi. Contoh terbarunya adalah Infinix.

Di ajang MWC 2021, pabrikan asal Hong Kong tersebut memamerkan Infinix Concept Phone 2021. Keunggulannya? Fast charging 160W. Dengan output sebesar itu, Infinix mengklaim baterai 4.000 mAh yang tertanam dapat terisi penuh dalam waktu hanya 10 menit, dan mereka pun tidak lupa menyertakan video demonstrasinya.

Menurut Infinix, teknologi fast charging 160W ini dapat terwujud berkat penggunaan baterai 8C, yang diklaim mempunyai resistansi internal 18% lebih rendah daripada baterai 6C. Infinix menjelaskan bahwa angka-angka C tersebut mengindikasikan kecepatan charging sekaligus discharging suatu baterai lithium, sedangkan resistansi internal merujuk pada intensitas panas yang dihasilkan.

Juga penting adalah teknologi Super Charge Pump, yang bertugas mengonversi voltase dari port USB-C menjadi voltase yang diterima langsung oleh baterai. Infinix mengklaim tingkat efisiensi konversi sebesar 98,6%. Lebih tinggi angkanya lebih baik, sebab itu berarti sisa daya yang tidak terkonversi — yang berupa panas — bakal lebih sedikit.

Infinix pada dasarnya ingin memastikan bahwa perangkat tetap adem meski menerima output daya listrik yang sangat tinggi. Total ada 20 sensor suhu yang disematkan ke perangkat ini. Semuanya demi menjamin agar suhu perangkat tetap berada di bawah 40° C selama proses charging berlangsung.

Seandainya perangkat melewati suhu tersebut, atau ada interferensi elektromagnetik maupun lonjakan voltase yang berlebih, perangkat bakal mengaktifkan mekanisme perlindungannya secara otomatis guna mencegah terjadinya kerusakan. Secara total, Infinix mengklaim ada 60 mekanisme perlindungan yang mereka tanamkan di perangkat ini.

Tidak kalah menarik adalah kepala charger 160W yang disertakan, yang ukurannya tergolong sangat ringkas berkat penggunaan material semikonduktor Gallium Nitrite (GaN) dan Silicon Carbide (SiC). Alternatifnya, perangkat juga bisa di-charge secara nirkabel dengan output maksimum 50W menggunakan charging pad yang kompatibel.

Infinix tentu bukan satu-satunya yang sibuk mengembangkan teknologi fast charging dengan kecepatan ekstrem. Tahun lalu, OPPO sudah lebih dulu memamerkan teknologi fast charging 125W. Kemudian belum lama ini, Xiaomi juga sempat mendemonstrasikan fast charging 200W. Meski begitu, semuanya belum ada yang bisa dinikmati oleh konsumen secara luas. Infinix bahkan secara terang-terangan menamai perangkat ini Concept Phone.

Namanya perangkat konsep, tentu tersedia pula sejumlah fitur eksperimental lainnya. Yang paling mencuri perhatian mungkin adalah panel belakangnya yang bisa berganti-ganti warna antara silver dan biru dengan memanfaatkan teknik electrochromic dan electroluminescent. Lalu ketika perangkat sedang di-charge, huruf “O”-nya pun akan menyala dalam warna hijau.

Ini juga pertama kalinya Infinix menyematkan kamera periskop pada ponsel bikinannya, dengan opsi optical zoom hingga 10x, atau digital zoom hingga 60x. Perangkat turut dibekali layar AMOLED dengan bagian tepi yang melengkung sampai hampir menutupi seluruh sisi kiri dan kanan ponsel, menyisakan hanya secuil ruang untuk tombol power dan volumenya.

Sumber: GSM Arena.

OPPO Ungkap Konsep Foldable Smartphone yang Sangat Unik

OPPO X 2021 yang diperkenalkan pada ajang OPPO Inno Day bulan lalu bukan satu-satunya smartphone konsep berdesain unik yang sedang OPPO godok. Di event China International Industrial Design Expo (CIIDE) baru-baru ini, OPPO memamerkan konsep foldable smartphone yang benar-benar penuh intrik.

Sejauh ini cuma dijuluki “slide-phone“, mekanisme folding-nya sepintas mengingatkan saya pada Motorola Razr maupun Samsung Galaxy Z Flip, dengan dimensi yang tidak lebih besar dari kartu kredit dalam posisi terlipat. Namun yang membuatnya sangat unik adalah adanya lebih dari satu engsel pada layarnya, sehingga perangkat dapat digunakan dalam tiga mode yang berbeda, tidak melulu dengan layar yang terbuka lebar.

Pada mode yang pertama misalnya, pengguna dapat membuka hanya sepertiga dari total layarnya untuk melihat jam maupun notifikasi. Mode selanjutnya adalah mode selfie, dan terakhir ada mode full-screen dengan layar yang lebih lebar dari biasanya, yang bisa berguna untuk menampilkan kontrol virtual tambahan maupun multitasking.

Selama berpindah dari satu mode ke yang lain, fungsi tombol di bagian sampingnya juga berubah mengikuti kebutuhan. Sisi sampingnya juga menjadi rumah untuk sebuah stylus. Konsep unik ini merupakan hasil kolaborasi langsung antara OPPO dan studio desain asal Jepang, Nendo.

Selain slide-phone tadi, kolaborasi OPPO dan Nendo turut melahirkan konsep lain yang tak kalah unik, yang mereka juluki dengan istilah “music-link“. Konsep ini melibatkan banyak perangkat, mulai dari smartwatch, smart speaker sampai wireless charger, akan tetapi yang menjadi bintang utamanya adalah TWS unik berbentuk seperti gagang telepon.

Idenya adalah, cukup dengan menyimpan TWS dalam charging case lalu meletakkannya di atas smart speaker, maka musik secara otomatis akan bertransisi dari TWS ke speaker. Namun seandainya tidak ada fitur tersebut pun wujud TWS-nya sudah sangat mengundang perhatian, terutama berkat kemampuannya ditancapkan satu sama lain sehingga membentuk seperti sebuah donat.

Namanya konsep, kedua perangkat ini mungkin masih lama sebelum bisa direalisasikan, atau malah tidak sama sekali. Terlepas dari itu, yang perlu kita soroti adalah bagaimana produsen smartphone terus mengeksplorasi beragam desain demi mengatasi tren bertambah besarnya layar smartphone, yang tentunya dapat berpengaruh banyak terhadap aspek ergonomi.

Sumber: OPPO.

Nyaris Tidak Ber-Bezel, Smartphone Konsep Vivo Apex Pamerkan Sejumlah Teknologi Inovatif

Di event CES bulan lalu, Vivo sempat mencuri perhatian lewat sebuah smartphone yang mengemas sensor sidik jari di dalam layar. Tidak lama setelahnya, Vivo langsung melepasnya ke pasar Tiongkok sebagai X20 Plus UD. Spesifikasinya memang bukan yang terbaik, tapi setidaknya ponsel ini berhasil mewujudkan visi industri yang terbentuk sejak beberapa tahun silam.

Dari situ Vivo terus mengembangkan ide-idenya, sampai akhirnya lahir sebuah smartphone konsep bernama Vivo Apex, yang dipamerkan baru-baru ini pada ajang MWC 2018. Fitur andalan Apex dideskripsikan Vivo sebagai “Half-Screen In-Display Fingerprint Scanning Technology”.

Ini merupakan kelanjutan dari teknologi sensor sidik jari dalam layar yang diperkenalkan X20 Plus UD. Kalau di X20 Plus UD pengguna harus menempatkan jarinya di atas satu titik pada layar, di Apex areanya jauh lebih besar. Tidak benar-benar separuh layar seperti klaim Vivo, tapi mungkin sepertiga kalau menurut reporter The Verge yang mencobanya.

Terlepas dari itu, area yang lebih besar jelas bakal lebih memudahkan bagi pengguna. Yang tadinya hanya berupa satu penampang kecil di bawah layar, di tombol power, atau di belakang kini telah berevolusi menjadi sepertiga area bawah layar. Andai diperlukan proteksi ekstra, pengguna juga bisa membuka ponsel menggunakan dua jari sekaligus.

Vivo Apex

Daya tarik Apex rupanya belum berhenti sampai di situ saja. Penampilannya sungguh menawan dengan bezel bagian atas, kiri dan kanan yang nyaris tidak terlihat, dan hanya menyisakan secuil bezel saja di bagian bawah. Sepintas desainnya tampak mirip seperti Xiaomi Mi Mix, dan insting kita bakal berpikir bahwa kamera depannya juga diposisikan di bezel bagian bawah tersebut.

Dugaan kita salah. Vivo dengan cerdiknya menyembunyikan kamera depan ini di belakang layar, yang akan muncul dari bagian atas layaknya periskop ketika dibutuhkan – kurang lebih mirip seperti yang diterapkan pada laptop Huawei MateBook X Pro yang juga diumumkan baru-baru ini. Langkah yang diambil Vivo ini sejatinya bisa menjadi solusi atas notch kontroversial milik iPhone X dan angle kamera yang jelek semisal posisinya di bawah layar.

Vivo Apex

Kamera depan bukan satu-satunya komponen yang ‘hilang’ dari wajah Apex, earpiece speaker pun juga. Sebagai gantinya, Apex bakal menggetarkan seluruh layarnya agar bisa bertindak seperti speaker. Cara ini berbeda dari Xiaomi Mi Mix yang mengandalkan teknik piezoelektrik, yang cara kerjanya kurang lebih sama seperti teknologi bone conduction.

Semua ini terdengar begitu menarik, tapi sayangnya Vivo tidak punya rencana untuk memasarkan Apex. Mereka menegaskan bahwa Apex murni sebatas konsep saja. Kendati demikian, ini tidak menutup kemungkinan bagi mereka untuk menerapkan setidaknya satu ide yang diusung Apex ke salah satu produk mereka selanjutnya, utamanya sensor sidik jari pada sepertiga area layar itu tadi.

Sumber: The Verge.