Perjuangan Brolylegs Sebagai Atlet Street Fighter Profesional dengan Difabilitas

Salah satu kelebihan esports dibandingkan dengan olahraga konvensional adalah asas egaliter yang dikandungnya. Di sini, setiap pemain boleh bertanding dengan siapa saja, asal punya skill untuk membawanya jadi juara. Orang dengan kebutuhan khusus atau difabilitas pun bisa berkompetisi sejajar dengan para atlet profesional lainnya. Esports memberi ruang di mana hanya kerja keras dan kemauan kuat yang menjadi penentu kesuksesan seseorang.

Di dunia Street Fighter pun ada kisah-kisah seperti itu. Contohnya seperti Brolylegs, atlet Street Fighter difabel yang dikenal sebagai salah satu pemain Chun-Li terbaik di dunia. Tergabung dengan tim AbleGamers, pria 31 tahun ini punya ambisi besar yang tak terkungkung oleh kondisi fisiknya. Seperti apa karier Brolylegs dan bagaimana perjuangannya meraih ambisi tersebut?

Grand Master yang jarang bertanding

Brolylegs yang memiliki nama asli Michael Begum ini lahir dengan kondisi arthrogryposis multiplex congenita (AMC). Otot-otot tangan dan kakinya tidak berkembang, sehingga tidak dapat digunakan dengan sempurna. Dalam kasus Brolylegs, kondisinya tergolong parah sehingga jangankan berjalan, memegang controller dengan kedua tangan pun ia tidak bisa. Untuk bermain Street Fighter, Brolylegs harus menekan tombol-tombol dengan menggunakan mulutnya.

Brolylegs - Photo 1
Michael “Brolylegs” Begum | Sumber: Capcom

Brolylegs sudah bermain Street Fighter cukup lama, dan namanya mulai mencuat ketika ia tercatat sebagai pemain top global Chun-Li di Street Fighter IV. Ketika beralih ke Street Fighter V pun ia tampil mengagumkan, dan kini menyandang peringkat Grand Master di Capcom Fighters Network. Namun meski berbekal keahlian mumpuni, ada satu kendala besar yang membuat kariernya sebagai atlet profesional sulit dijalani: menghadiri turnamen.

Memiliki kondisi AMC artinya Brolylegs tidak bisa melakukan banyak hal sendirian. Ia perlu bantuan dari adiknya, Jonathan Begum, yang selalu setia menemani ke mana pun. “Perjuangannya adalah perjuangan saya. Saya memberinya makan. Saya mengganti pakaiannya. Saya menggendongnya. Kami melakukan semuanya bersama. Saya melakukan ini karena saya menyayanginya dan dia adalah manusia terbaik yang saya kenal. Terkadang dia merasa menjadi beban dan saya tidak ingin dia berpikiran seperti itu,” cerita Jonathan dalam wawancara dengan Capcom.

Bepergian dengan kendaraan umum seperti bus atau pesawat adalah kegiatan yang sulit bagi Brolylegs. Pernah suatu hari ia terjebak di salah satu terminal Texas selama 12 jam karena di sana tidak ada bus dengan fasilitas lift. Ia bisa menghabiskan waktu hingga 40 jam di jalan untuk menghadiri EVO, karena tempat tinggalnya di Brownsville, Texas, berjarak kurang lebih 2.500 kilometer dari venue EVO di Mandalay Bay. Sementara ia tidak bisa naik pesawat dengan kursi roda khusus yang digunakannya sehari-hari.

Melepaskan label difabel

Karena kesulitan bepergian, Brolylegs jadi sering melewatkan turnamen. Ia dan Jonathan sekarang lebih memilih melakukan perjalanan dengan mobil pribadi daripada kendaraan umum, tapi itu pun kadang terkendala, misalnya bila mobil mereka mengalami kerusakan. Jadi ketika Brolylegs bisa datang di turnamen, sering kali para pengunjung cukup heboh melihatnya. Apalagi nama Brolylegs sudah sangat terkenal di komunitas fighting game.

Tapi Brolylegs sebenarnya tidak ingin disambut seperti itu. Ia tidak ingin dikenal hanya sebagai ‘orang yang memainkan Street Fighter dengan mulutnya’. Brolylegs lebih ingin dikelan sebagai seorang atlet profesional. “Karena saya tidak selalu hadir (di turnamen), selalu saja muncul pandangan, ‘Oh, itu si pemain difabel.’ ‘Itu orang yang bermain dengan wajahnya.’ Saya tidak ingin lagi ada pembicaraan seperti itu. Bukan berarti saya marah. Fokus saya adalah untuk menunjukkan progres dan menang. Menjadi pemain yang lebih baik… yang terbaik,” paparnya.

https://twitter.com/CapcomFighters/status/1124112749003460608

Brolylegs tidak hanya menonjol dari kondisi fisik dan keahlian bermainnya. Ia juga memiliki kepribadian yang, menurut Jonathan, rendah hati namun agresif. Ia tidak takut tampil di muka umum, berinteraksi dengan audiens, bahkan melakukan trash talk. Menurut Jonathan, andai kakaknya itu tidak difabel pun, ia pasti akan tetap terkenal. “Jika Anda tidak mengenal Brolylegs, Anda akan mengenalnya,” kata Jonathan.

Ajang Street Fighter League Pro-US yang beberapa waktu lalu diluncurkan oleh Capcom jadi kesempatan besar bagi Brolylegs untuk menyelami dunia kompetisi lebih mendalam. Dari 12 nama dalam Draft Pool, ia terpilih jadi salah satu pemain yang direkrut pemain profesional sebagai anggota tim. Ia masuk ke dalam Team Inferno, dengan Victor “Punk” Woodley sebagai kapten. Tim ini menunjukkan performa terbaik di SFL Pro-US Season 1, dan menjadi juara SFL Mid-Season Championship yang digelar di acara CEO 2019 lalu.

Ingin mengembangkan komunitas lokal

Menurut Brolylegs, pelajaran terbesar dari SFL adalah bagaimana para anggota tim saling mendukung. Kebanyakan pemain di liga ini tidak pernah bertemu satu sama lain, dan proses saling mengenal, mempelajari skill tiap anggota, serta merancang strategi bersama adalah kunci yang mengantar mereka meraih prestasi.

Kebersamaan memang sudah lama jadi ciri khas dunia komunitas fighting game. Brolylegs pun, di luar kesibukannya menghadiri dan mempersiapkan diri untuk turnamen, juga aktif sebagai pelatih Street Fighter. Ia banyak melihat bagaimana para pemain lain melakukan latihan, mengeksekusi gerakan, serta bersikap di turnamen, dan semua pengalaman itu ia manfaatkan untuk mendidik murid-muridnya secara individual.

“Rasa gugup adalah hal nomor satu yang ‘membunuh’ banyak pemain, bahkan di level tinggi,” ujar Brolylegs, “Hal itu tidak ada obatnya. Anda harus menemukan sebuah comfort zone. Ketika saya ingin mengalahkan rasa gugup… saya berkata bahwa panggung ini tidak terlalu besar untuk saya. Jika orang di sebelah saya layak tampil di sini, saya juga layak tampil di sini.” Menurutnya, definisi sukses itu tidak selalu harus memenangkan turnamen. Bisa saja sukses itu sekadar ‘tidak kalah dengan skor 0-2’. Dan untuk meraih sukses itu, teknik serta latihan yang dibutuhkan tiap orang bisa berbeda.

Fighting game saat ini sudah jauh lebih populer daripada, misalkan, sepuluh tahun lalu. Tapi sebetulnya komunitas fighting game perlu berkembang lebih banyak lagi. Masih banyak pemain yang ingin belajar tapi kesulitan karena tidak ada mentor yang bisa mengajari mereka dari dekat.

“Saya ingin membantu para pemain yang tidak punya siapa-siapa untuk ditanyai, atau terlalu malu atau takut untuk meminta bantuan. Melihat kemajuan para pemain itu adalah motivasi untuk saya,” cerita Brolylegs, “Ini bukan tentang menjadikan mereka juara, atau the next Justin Wong atau Punk. Ini tentang melihat mereka meraih potensi yang tak mereka sadari ada dalam diri mereka.”

Sumber: Capcom, Michael Martin

Capcom Dirikan Anak Perusahaan Baru, Khusus Tangani Urusan Esports dan Media

Kalau kita berbicara tentang esports di dunia fighting game, maka saat ini tak ada nama yang lebih besar dari Capcom. Meski penerimaan produk-produk fighting mereka (seperti Street Fighter V dan Marvel vs. Capcom Infinite) tidak baik secara universal, dukungan yang kuat dari Capcom terhadap ekosistem esports secara global adalah salah satu alasan mengapa game mereka bisa bertahan hingga waktu yang lama.

Mungkin karena begitu besar dan seriusnya bisnis esports itulah, kini Capcom merasa bahwa mereka perlu mendirikan anak perusahaan baru yang khusus menanganinya. Dilansir dari The Esports Observer, entitas baru ini bernama Capcom Media Ventures, dan resmi berdiri sejak tanggal 1 Maret 2019 kemarin.

Capcom Media Ventures akan menangani segala kegiatan esports Capcom di luar Jepang. Itu berarti termasuk (dan tidak terbatas pada) Capcom Pro Tour yang saat ini tengah berjalan, dan Street Fighter League Pro-US yang merupakan liga 3-lawan-3 baru khusus untuk wilayah Amerika. Selain itu Capcom juga akan meluncurkan liga baru di tingkat amatir serta universitas pada tahun 2019 ini. Capcom Media Ventures itu sendiri memiliki markas di kota Los Angeles, Amerika Serikat.

Street Fighter League Pro-US
Street Fighter League Pro-US 2019 saat ini sedang berjalan | Sumber: Capcom

“Los Angeles telah menjadi pusat besar produksi esports, dan merupakan salah satu pusat global fandom Street Fighter,” kata Midori Yuasa, CEO Capcom Media Ventures, dalam siaran pers. “Keberadaan kami di kota ini memberikan akses dekat kepada sumber daya tersebut dan para pemimpin pemikiran komunitas. Terlebih lagi, ada keuntungan-keuntungan jelas bila tim lisensi media kami bermarkas begitu dengan partner-partner Hollywood kami.”

Kaitan dengan Hollywood menjadi penting karena Capcom Media Ventures bukan hanya menangani bisnis esports, tapi sesuai namanya, juga menangani bisnis media atau entertainment. Esports, media, dan entertainment memang merupakan tiga sekawan yang tidak bisa dipisahkan, bahkan Newzoo pernah berkata bahwa esports adalah bisnis yang akan membentuk masa depan dunia media.

Beberapa program Capcom Media Ventures di bidang media dan entertainment antara lain yaitu pembuatan serta pelisensian film bioskop maupun acara televisi berbasiskan franchise populer milik Capcom. Salah satunya adalah film animasi 3D berjudul Monster Hunter: Legends of the Guild yang akan meluncur ke pasaran di tahun 2019 ini. Selain itu mereka bisa jadi juga akan merilis media hiburan berbasis seri lain, misalnya Resident Evil atau Mega Man.

Keseriusan Capcom dalam menumbuhkan ekosistem esports, terutama di Amerika Serikat, patut diacungi jempol. Bila Anda gemar mengikuti perkembangan industri esports Anda mungkin sudah tahu bahwa regenerasi atlet adalah salah satu tantangan terbesar untuk membuat industri ini dapat berjalan secara berkelanjutan. Program-program esports tingkat universitas dapat memicu kemunculan bibit-bibit atlet baru tersebut, sementara media hiburan dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat akan keberadaan produk-produk Capcom itu sendiri. Semoga saja langkah baru Capcom ini dapat membuat iklim esports Street Fighter tumbuh lebih pesat lagi, dan menjangkau negara-negara yang sebelumnya kurang dipandang termasuk Indonesia.

Sumber: The Esports Observer

Inilah Jajaran Pemain yang Mengisi Street Fighter League: Pro-US 2019 Season 1

Street Fighter League (SFL) adalah liga baru Street Fighter yang digelar oleh Capcom untuk menghadirkan suasana kompetisi baru dengan strategi serta drama tersendiri. Pertama kali diumumkan pada bulan Januari lalu, liga ini punya keunikan di mana permainannya menggunakan format team battle 3-lawan-3. Setiap tim itu diisi oleh satu pemain profesional sebagai kapten, ditambah dengan dua pemain amatir yang datang dari kualifikasi online dan voting komunitas.

Menariknya lagi, setiap pemain di pertandingan SFL harus memilih karakter yang berbeda dari anggota tim lainnya. Tiap tim juga diberi kesempatan untuk melakukan ban terhadap satu karakter, sehingga ada elemen strategi drafting di sini, mirip seperti game bergenre MOBA. Total ada 6 tim yang bertanding di liga ini, itu artinya 6 atlet Street Fighter profesional dan 12 pemain amatir yang menjadi partisipan.

Musim pertama kompetisi SFL dibuka untuk wilayah Amerika Utara, dengan nama Street Fighter League: Pro-US 2019 Season 1. Kompetisi ini dimulai tanggal 11 April 2019 dan akan ditayangkan dalam 12 episode hingga bulan Juni. Dua tim terkuat dari Season 1 kemudian berhak maju ke Season 2 di bulan November. Nantinya, tim yang menjuarai Season 2 inilah yang berhak menyandang gelar juara.

Capcom baru-baru ini telah merilis daftar pemain yang akan mengisi Street Fighter League: Pro-US 2019 Season 1. Berikut ini daftarnya.

Pro Players (Captain):

  • NuckleDu
  • Justin Wong
  • Punk
  • iDom
  • Toi
  • Nephew
Street Fighter League Pro-US Season 1
Para kapten SFL: Pro-US Season 1 | Sumber: Capcom

Draft Pool:

  • UpToSnuff
  • RobTV
  • JB
  • Justakid
  • Samurai
  • Psycho
  • Brian_F
  • Shine
  • Dual Kevin
  • ElChakotay
  • Clasico
  • AGBrolylegs

Beberapa nama dalam Draft Pool di atas adalah sosok yang sudah familier dalam komunitas Street Fighter. Brian_F contohnya, adalah YouTuber yang cukup sering membuat video tutorial dan strategi Street Fighter V, terutama untuk karakter Necalli dan Balrog. AGBrolylegs juga merupakan pemain yang disegani karena ia sanggup menunjukkan level permainan tinggi meskipun memiliki disabilitas.

Pemain-pemain amatir yang jumlahnya 12 orang itu disebut Draft Pool karena nantinya, tiap kapten harus memilih 2 orang di antara mereka untuk masuk menjadi anggota tim. Setiap orang tentu memiliki gaya bermain serta karakter andalan berbeda-beda, jadi para kapten harus cermat memilih anggota tim yang cocok. Sebagai contoh, Punk adalah pemain yang terkenal ahli menggunakan Karin. Bila ia ingin tim yang optimal, sebaiknya ia tidak memilih anggota yang sama-sama pemain Karin sebab 1 karakter hanya boleh dimainkan oleh 1 pemain.

Format team battle dan sistem ban ini memang terdengar agak aneh, namun justru karena itulah kita akan bisa melihat hal-hal yang biasanya tidak ada di dalam esports fighting game. Capcom juga berkata bahwa mereka akan mendengarkan masukan dari para penggemar tentang format kompetisi baru ini dan melakukan perubahan di masa depan bila diperlukan. Jangan lewatkan pertandingan-pertandingan Street Fighter League: Pro-US Season 1, tayang mulai tanggal 11 April melalui Twitch dan YouTube resmi Capcom Fighters.

Sumber: Capcom-Unity