Mattel Ajak Anak-Anak Belajar Coding Bersama Barbie

Mengajari anak-anak coding bisa dengan berbagai cara, tapi salah satu yang terbukti efektif adalah lewat game, macam Minecraft misalnya. Bahkan yang lebih efektif lagi adalah ketika game dipadukan dengan brand yang sudah begitu melekat di hati anak-anak, seperti Barbie misalnya.

Yup, Mattel selaku produsen Barbie ingin memanfaatkan merek boneka paling terkenal itu untuk menarik minat anak-anak perempuan dalam mempelajari dasar-dasar ilmu komputer sekaligus pemrograman. Bekerja sama dengan Tynker, Mattel bakal meluncurkan tujuh pelajaran coding bertema Barbie di musim panas mendatang.

Anak-anak yang masih duduk di bangku TK atau lebih bakal diajari secara bertahap tentang konsep-konsep dasar pemrograman dengan cara memberi mereka peran karier yang berbeda. Dari situ mereka juga akan diekspos ke beragam profesi seperti dokter hewan, astronot maupun ahli robot.

Ini bukan pertama kalinya Mattel mengerahkan upaya untuk menyebarluaskan pembelajaran coding. Kemitraan antara Mattel dan Tynker sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2015, di mana mereka pada saat itu meracik program serupa, tapi dengan tema Hot Wheels dan Monster High, yang pada akhirnya berhasil merambah hampir empat juta anak.

Program bertema Barbie kali ini merupakan bentuk upaya lebih lanjut Mattel untuk mengejar target memperkenalkan coding ke 10 juta anak di tahun 2020 nanti. Di samping itu, Mattel juga berkomitmen untuk ikut berpartisipasi dalam program Hour of Code di bulan Desember nanti.

Sumber: Engadget dan Mattel.

Parrot dan Tynker Berkolaborasi Untuk Mengembangkan ‘Drone Edukasi’

Setelah belasan tahun fokus pada teknologi wireless dan pengenal suara, lepas landasnya AR.Drone secara perdana di CES 2010 menandai dimulainya langkah Parrot SA menyelami bidang unmanned aerial vehicle kelas konsumen. Buat memantapkan bisnisnya di ranah itu, Parrot juga bekerja sama dengan SenseFly dan Pix4D demi memantapkan sistem autopilot serta algoritma.

Kali ini, Parrot ingin memperluas pemanfaatan teknologi drone ke bidang pendidikan. Beberapa tahun ke belakang, kita sudah melihat penggunaan robot untuk mengajarkan pemrograman sejak dini pada anak-anak. Buat melakukannya, perusahaan teknologi asal Perancis itu menggandeng Tynker, tim developer spesialis software-software edukasi. Sasaran Parrot ialah menyediakan sarana belajar coding lewat UAV.

Faktor yang mendorong kolaborasi ini adalah meningkatnya pemanfaatan drone di institusi-institusi pendidikan sebagai sarana untuk mengajarkan ilmu robotik. Tynker sendiri berperan mendukung sisi piranti lunak. Software mereka kabarnya siap mendukung bermacam-macam drone milik Parrot, misalnya Mambo MiniDrone, Swing, Airborne Night, Airborne Cargo, termasuk Jumping Race, Jumping Night, Jumping Sumo serta Rolling Spider.

Software Tynker dirancang agar menyerupai latihan simulasi penerbangan, menantang siswa memprogram drone menggunakan tablet – bukan dengan unit controller standar. Berkat metode itu, pelajar bisa mengimplementasikan kode dan melihatnya memengaruhi drone secara langsung. Kode tersebut bukan sekedar software ‘mainan’ – sebetulnya dipakai dalam drone sungguhan. Fungsi-fungsi yang ada di sana memungkinkan anak-anak memberikan perintah atau sebagai sarana memecahkan masalah.

Pada Digital Trends, co-founder sekaligus CTO Tynker Srinivas Mandyam menjelaskan bahwa para siswa akan lebih mudah memahami ilmu pemrograman dengan mencobanya langsung. Lewat teknik tersebut, proses coding akan jadi jauh lebih menyenangkan. Dan sebagai bonusnya, hasil kolaborasi Parrot dan Tynker ini mendorong anak-anak untuk tetap aktif serta memicu anggota keluarga buat beraktivitas bersama.

Menariknya lagi, Tynker mendesain software agar juga mudah dimengerti orang tua atau pihak pengajar – termasuk user yang tidak mempunyai latar belakang ilmu pemrograman. Developer berjanji, kreasi mereka itu dapat mendongkrak kemampuan anak-anak dalam hitung-menghitung serta menyelesaikan masalah. Tynker yakin metode ini sangat efektif karena hampir semua anak suka menerbangkan drone.

Selanjutnya, setelah siswa memahami bahasa Tynker, mereka bisa mulai mempelajari JavaScript, Phyton dan Swift yang sudah tersedia di platform edukasi tersebut, sehingga proses belajarnya berlangsung mulus.

Sumber: Digital Trends.