Vici Gaming Hantam Gambit Esports 3-0, Jadi Juara StarLadder ImbaTV Minor

Gelaran StarLadder ImbaTV Minor (disebut juga Kiev Minor) telah selesai digelar. Vici Gaming berhasil jadi juara setelah kalahkan Gambit Esports 3-0 di babak Grand Final. Selain hadiah uang dan juga poin DPC, kemenangan ini juga memberikan Vici Gaming spot untuk DreamLeague Season 11 (Stockholm Major) mendatang.

Baik Vici Gaming ataupun Gambit Esports sebenarnya bisa dibilang sama-sama sedang berada dalam posisi membangun chemistry. Artiom “fng” Barshack dan kawan-kawan Gambit Esports tampil mengesankan dalam beberapa kompetisi. Belakangan, mereka lolos ke babak final di beberapa kompetisi, tapi juga berkali-kali dihantam kekalahan yang telak. Sebelum Kiev Minor, mereka juga dibantai 3-0 oleh Team Secret pada final ESL One Katowice 2019.

Vici Gaming, walaupun sempat jadi salah satu yang terkuat di tahun 2015 lalu, tapi mereka kini terlunta-lunta demi mengembalikan performa terbaik mereka. Berkali-kali Zhang “Paparazi” Chengjun finish di posisi yang tidak memuaskan dalam beberapa kompetisi: Posisi 5-6 di MDL Macau 2019 kemarin, posisi 7-8 di Kuala Lumpur Major, dan posisi 7-8 di Chongqing Major.

Sumber:
Sumber: Twitter @Wykrhm

Namun secara mengejutkan Vici Gaming ternyata malah tampil lebih mengesankan dalam gelaran final Kiev Minor. Pada game pertama, alur permainan Gambit ditahan habis oleh Vici Gaming. Bahkan untuk bisa mencuri 3 kill dari Vici Gaming, Gambit Esports harus berjuang setengah mati.

Game berikutnya, Vici Gaming tetap mendominasi, dan permainan berhasil diselesaikan dalam waktu 25 menit saja. Bahkan, Phantom Assassin dari Paparazi saja hampir tidak tersentuh oleh Gambit Esports dalam game tersebut. Pada game ketiga, Gambit Esports merasa punya secercah harapan.

Sayang kenyataan pahit yang harus diterima Gambit adalah, skuad Dota Tiongkok tersebut sudah siap dengan segala skenario yang akan terjadi. Vici Gaming berhasil kendalikan hampir semua area permainan, membatasi pergerakan Gambit, menutup berbagai celah yang bisa jadi kesempatan kemenangan bagi mereka. Akhirnya dari seri best-of-5, permainan selesai 3-0 dengan cukup mudahnya bagi Vici Gaming.

Kompetisi Kiev Minor ini juga diikuti oleh skuad Dota asal Indonesia yaitu BOOM.ID. Sayang, seperti gelaran Minor sebelumnya, BOOM.ID masih belum bisa mendapatkan hasil yang memuaskan. Mereka gagal lolos dari fase grup setelah kalah dua kali: oleh Gambit Esports dan tim Demolition Boys asal Amerika Selatan.

Mengutip laman resmi Dota 2, kini tersisa 5 kompetisi (3 Major 2 Minor) lagi dari rangkaian DPC musim 2018-2019. Akankah BOOM.ID bisa setidaknya menyodok ke posisi 12 agar dapat tampil di Dota 2 The International 2019, yang diadakan bulan Agustus nanti?

Saat ini posisi 12 diisi oleh skuad Dota asal Eropa, Alliance, dengan perolehan sebesar 225 poin DPC. Sementara BOOM.ID mengisi posisi ke-26 dengan perolehan sebesar 40 poin DPC.

Sumber:
Sumber: Twitter @dotasltv

Secara teori, kalau Randy “Dreamocel” Saputra dan kawan-kawan bisa memenangkan setidaknya 2 Minor, mereka otomatis akan menyodok ke posisi 12, dan lolos ke TI 9. Namun dengan catatan, kalau Alliance kalah di awal Minor berikutnya atau mungkin gagal mendapatkan sesuatu di gelaran Major.

Jika teori saya bisa dibuktikan, maka BOOM.ID akan tercatat di sejarah sebagai skuad serta organisasi Indonesia pertama yang bisa unjuk gigi di gelaran Dota 2 The International. Kita selaku penikmat esports Dota tentu hanya bisa mendukung BOOM.ID, agar bisa mencapai mimpi bertanding di kompetisi The International.

Kemenangan Vici Gaming dalam gelaran Kiev Minor memberikan mereka hadiah sebesar US$125.000 (sekitar Rp1,7 milyar) serta sebesar 120 poin DPC. Saat ini Vici Gaming menempati posisi ke-7 pada klasemen Dota 2 Pro Circuit 2018-2019 dengan perolehan 1020 poin DPC.

Mars Media Luncurkan MDL Disneyland Paris Sebagai Major Berikutnya.

Mars Media, salah satu tournament organizer ternama asal Tiongkok, mengonfirmasi bahwa Major berikutnya akan diselenggarakan di Disneyland Paris. Dengan Mars Media selaku penyelenggara, kompetisi Major tersebut tentu hadir membawa brand Mars Dota 2 League atau biasa disingkat MDL.

Kompetisi Major MDL Disneyland Paris ini menorehkan setidaknya dua catatan sejarah. Pertama, ia hadir sebagai event esports Dota pertama yang hadir di Perancis. Kedua, inilah event esports pertama yang hadir di venue seunik juga seikonik taman bermain Disneyland.

Kendati demikian, turnamen ini sebenarnya bukan kali pertama Disney melakukan pendekatan terhadap ekosistem esports. Mengutip Esports Insider, Disney sudah beberapa kali mencoba terjun ke dunia esports, contohnya seperti: menayangkan Overwatch League serta Grand Final Injustice 2 Pro Series di kanal televisi berbayar Disney XD, dan menjalankan kompetisi bertajuk League of Legends Open Tour France pada bulan Desember lalu.

Overwatch League, salah satu kompetisi esports yang pernah ditayangkan oleh Disney. Sumber: Blizzard Press Center
Overwatch League, salah satu kompetisi esports yang pernah ditayangkan oleh Disney. Sumber: Blizzard Press Center

Mars Media sendiri dengan branding kompetisi MDL sebenarnya adalah rekan yang cocok Disneyland Paris, karena kreativitas Mars Media dalam menyelenggarakan MDL. Salah satu bentuk kreativitas Mars Media adalah, lokasi tempat penyelenggarakan MDL yang selalu bisa bikin penikmat esports Dota jadi terbelalak.

Sebelum ini mereka juga baru saja selesai menyelenggarakan MDL Macau 2019, yang dimenangkan oleh Team Liquid setelah menahan gempuran dari tim-tim Asia. Seperti MDL Paris ini, kompetisi tersebut juga diselenggarakan di kota yang unik, yaitu di Macau, Hong Kong, kota yang terkenal sebagai salah satu pusat hiburan di-Asia.

Namun secara historis, MDL sebenarnya belum pernah mengadakan event esports di luar Tiongkok. Selain MDL Macau, event garapan MDL sebelumnya lagi juga berpusat di sekitar Tiongkok; yaitu event MDL Changsa yang diselenggarakan di kota Changsa, ibukota provinsi Hunan, Tiongkok. Jadi, MDL Paris ini sebenarnya percobaan pertama Mars Media menyelenggarakan kompetisi Dota 2 di luar Tiongkok.

Sumber: Twitter @MarsMedia
Selain venue unik, trofi berbentuk Battle Fury jadi keunikan lain dari kompetisi MDL. Sumber: Twitter @MarsMedia

Mengutip Gosugamers, Zhang Yu selaku CEO dari Mars Media menyampaikan sedikit komentarnya terkait kolaborasi ini.

“Kami sangat bangga bisa membawa MDL ke Perancis. Tetapi sebelumnya terima kasih kepada Aymeric Magne beserta jajaran tim Disneyland Paris yang telah membuat kolaborasi ini menjadi nyata. Menurut kami (Mars Media), Disneyland adalah tempat terbaik untuk menjadi venue MDL pertama yang diadakan di luar Tiongkok. Kami tak sabar menantikan kolaborasi seru berikutnya dengan Disneyland Paris, untuk lanjutan ekspansi kami ke pasar esports di barat”

Sementar Aymeric Magne Direktur Disneyland Paris Event Group juga menyampaikan sedikit komentarnya.

“Kami amat sangat bangga bisa menyelenggarakan Dota 2 Major untuk pertama kalinya di Paris, bersama dengan Mars Media. Selama sembilan hari, Disneyland Paris akan menjamu para tim Dota 2 terbaik dari penjuru dunia, dan memberikan para tamu kita pengalaman spektakuler yang hanya bisa dialami di sini. Lebih jauh, event ini adalah bentuk konsolidasi posisi Disneyland Paris sebagai tujuan wisata event, juga tujuan wisata esports utama di Eropa”.

Sumber: Skift
Disneyland tentu akan jadi tempat yang sangat menarik untuk event esports, dan tentunya untuk berlibur setelahnya. Sumber: Skift

Lagi-lagi event esports dengan venue unik yang sebelumnya mungkin tak pernah terbayangkan oleh kita. Sudah sepatutnya hal ini dijadikan contoh bagi para penyelenggara event esports di Indonesia. Sejauh ini salah satu kerjasama yang menarik terkait venue acara, adalah antara liga kasta utama Mobile Legends, MPL, serta Piala Presiden dengan studio televisi Metro TV yang menjadi tempat penyelenggaraan.

Tetapi ke depannya siapa yang tahu? Mungkin bisa saja PUBG Mobile bekerja sama dengan salah satu resort di Bali untuk penyelenggaraan kompetisi tingkat nasional? Kalau benar, hal tersebut tentu akan meningkatkan kualitas produksi event esports, yang tentunya akan semakin menarik minat para sponsor.

MDL Paris Major ini merupakan kompetisi Major ke-4 dari 5 rangkaian kompetisi Major di Dota Pro Circuit musim 2018-2019. Seperti kompetisi Major lainnya, MDL Paris Major akan memperebutkan total hadiah sebesar US$1 juta (sekitar Rp14 milyar) dan juga 15.000 poin Pro Circuit.

Mobile Legends Intercity Championship, Usaha Moonton Beri Panggung Pemain Semi-Pro

Hingar bingar esports Indonesia kini, tentu jauh berbeda jika dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu. Dahulu, jangankan masuk televisi, diliput media nasional saja sudah jadi kebanggaan tersendiri bagi komunitas gamers.

Kendati demikian, kebanyakan kegiatan esports selama beberapa tahun belakangan terbilang masih terpusat di Jakarta Raya. Maka dari itu Moonton berinisiatif membuat sebuah jenis kompetisi baru yang bernama Mobile Legends Intercity Championship (MIC 2019).

Kompetisi ini diselenggarakan Moonton dengan tujuan untuk memberi panggung para player amatir dan semi-pro di berbagai daerah. Turnamen resmi dari Moonton ini diadakan di 8 kota: Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan Makassar.

Agar dapat mencapai visi tersebut, maka ada dua peraturan penting yang jadi nafas dari kompetisi ini. Pertama, peraturan bahwa para pemain MPL Season 3 dilarang mengikuti turnamen yang bisa dibilang sebagai kompetisi serie B ini. Kedua, peraturan bahwa harus ada setidaknya 3 pemain yang berdomisili dari kota tempat MIC 2019 diselenggarakan atau kota sekitarnya.

Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Kehadiran MIC 2019 ini menurut saya adalah iktikad yang sangat baik dari Moonton dan Revival TV untuk memajukan dan menyamaratakan kesempatan untuk terjun ke dunia esports di Indonesia. MIC 2019 ibarat jadi oase bagi kota besar luar Jakarta, yang selama ini mungkin hanya bisa mengikuti euforia esports lewat layar kaca saja.

Tetapi jika MIC hanya berfungsi untuk menyebarkan euforia esports ke berbagai kota, hal ini seperti mengurangi potensi yang sebenarnya, dari konsep kompetisi semi-pro itu sendiri.

Akan lebih baik jika para peserta, baik secara tim ataupun individu, punya jenjang yang jelas untuk masuk ke dalam liga Mobile Legends kasta utama setelah dari MIC 2019 ini bukan?

Dokumentasi resmi Revival TV
Irliansyah Wijanarko, Chief Growth Officer dari Revival TV. Dokumentasi resmi Revival TV

Sayangnya hal semacam integrasi kompetisi antara MIC dengan MPL tersebut masih belum direncanakan. Lius Andre, selaku Esports Manager dari Moonton Indonesia mengatakan, bahwa MIC ini kurang lebih seperti baru menjadi prototipe akan tujuan besar tersebut.

“Intinya kami ingin pemain Mobile Legends amatir dan semi-pro dari berbagai regional itu dapat sorotan. Maka dari itu kami, bekerja sama dengan Revival TV, menyediakan panggung untuk mereka lewat gelaran MIC 2019. Terkait integrasi, saya belum bisa bicara banyak, sebab mungkin saja nanti kebijakan dari Moonton berubah.” Lius menjawab dalam sesi tanya jawab konferensi pers MIC 2019.

Dokumentasi Resmi Revival TV
Lius Andre selaku perwakilan dari Moonton. Dokumentasi resmi Revival TV

Walaupun perkembangan esports di Indonesia cukup pesat, namun hal yang patut disayangkan adalah perkembangan ini tidak disertai dengan regenerasi. Yohannes. P. Siagian, Kepala Sekolah SMA PSKD 1 sempat mengatakan hal ini dalam sebuah bincang-bincang bersama Hybrid.

Ia mengatakan bahwa perkembangan esports di Indonesia itu seperti buah yang dikarbit, yang perkembangannya tanpa atau hanya sedikit memperhatikan dan merawat batang serta akarnya.

MIC 2019 yang membawa konsep kompetisi amatir atau semi-pro, sebenarnya punya potensi besar untuk meregenerasi para atlet esports Mobile Legends. Apalagi kalau kompetisi ini punya integrasi atau jalur jenjang karir yang jelas ke jenjang yang lebih tinggi.

Padahal kalau jagat esports MLBB punya jenjang karir yang jelas, dominasi esports MLBB di Indonesia bisa jadi akan bertahan lebih lama. Semakin banyak orang main Mobile Legends karena ingin meniti karir jadi pro player. Makin banyak player, makin menguntungkan bagi Moonton.

Para player juga diuntungkan, karena jadi pro-player kini lebih mudah dengan jalur dan jenjang yang jelas. Jagat esports MLBB selalu punya bibit pemain baru, keseruan pertandingan MLBB tak ada habisnya, keuntungan bagi Moonton dan organisasi yang tergabung di dalam ekosistemnya.

Sumber: Youtube EVOS TV
Jess no Limit tak dipungkiri masih jadi yang terpopuler di tahun ini, tapi apa jadinya kalau dia harus pensiun di tahun berikutnya? Tanpa regenerasi pemain, ini tentu akan menjadi kerugian bagi Moonton sendiri. Sumber: Youtube @EVOS TV

Turnamen MIC 2019 ini memperebutkan total hadiah sebesar US$5000 (sekitar Rp70 juta) dan 162000 Diamonds. Juara di kota pertama nantinya diberangkatkan ke kota MIC 2019 berikutnya untuk bertarung dalam pertandingan yang dinamakan City Fight. Juara City Fight nantinya berhak mendapatkan hadiah sebesar US$1000 (Sekitar Rp14 juta) dan juga kesempatan untuk terbang serta kembali mengikuti City Fight di kota berikutnya.

Walau belum ada integrasi dengan MPL, namun MIC 2019 tetap jadi inisiatif yang baik untuk menyebarkan kesempatan mencicipi panasnya kompetisi Mobile Legends di berbagai daerah. Semoga saja MIC nantinya bisa memberi jenjang karir yang jelas, untuk menjadi professional player Mobile Legends yang sesungguhnya.

Hantam Dominasi Vietnam, Rizky Faidan Jadi Juara PES SEA Finals 2019

Bersamaan dengan prestasi timnas sepakbola Indonesia U-22 di kompetisi AFF, pemain sepakbola digital (PES 2019) asal Indonesia pun turut tuai prestasi di gelaran SEA Finals 2019. Dia adalah Rizky Faidan, pemain PES asal Bandung, Jawa Barat, yang berhasil runtuhkan dominasi Vietnam di jagat kompetisi PES 2019 tingkat Asia Tenggara.

Sebelumnya pada tingkat nasional, ada Liga1PES terlebih dahulu yang digelar pada 16-17 Februari 2019 lalu. Dari Liga1PES akhirnya terpilih empat orang untuk mewakili Indonesia di SEA Finals 2019 yaitu: Rizky Faidan, Rommy Hadiwijaya, Elga Cahya Putra, dan Ardi Agung Nugroho.

Indonesia juara SEA Finals 2019 1
Sumber: Facebook @Liga1PES

Bertanding di Thailand E-Sports Arena, tak diduga ternyata Rizky Faidan tampil bersinar dan berhasil kalahkan lawan-lawannya. Pada kompetisi ini Rizky harus menghadapi jagoan PES 2019 dari tujuh negara di Asia Tenggara, yaitu: Vietnam, Myanmar, Thailand, Singapura, Laos, Kamboja, dan Malaysia.

Sampai babak final, Rizky harus kembali menghadapi regional juara bertahan PES Asia Tenggara, Vietnam. Pertarungan berjalan sangat sengit, apalagi setelah permainan mencapai skor 1-1 dari seri best-of-3.

Pertarungan antara Indonesia vs Vietnam semakin panas. Setelah 2×45 menit berlalu, skor pertandingan masih 4-4. Bahkan dengan adanya babak tambahan 2×15 menit, masih belum ada kesimpulan atas pertarungan dari dua negara yang terkenal paling keras di kancah esports PES Asia Tenggara ini.

Indonesia juara SEA Finals 2019 2
Sumber: Facebook @Liga1PES

Akhirnya pertandingan harus diselesaikan lewat sebuah adu penalti. Adu penalti juga berlangsung alot. Namun setelah satu tendangan dari wakil Vietnam berhasil ditepis, Rizky Faidan akhirnya keluar sebagai juara SEA Finals 2019.

Menarik melihat perjuangan Rizky Faidan ini, apalagi mengingat usia si jagoan PES yang masih sangat belia. Dijuluki sebagai “The Wonder Boy”, Rizky ternyata baru genap berusia 16 tahun pada 2019 ini.

Walau masih sangat muda, tapi perjuangan Rizky tidak main-main di jagat kompetitif PES Indonesia. Ia sudah aktif bermain, bahkan berhasil jadi juara di kompetisi PES tingkat nasional, sejak masih berusia 13 tahun. Tercatat, sudah tiga kali ia lolos babak final Liga1PES dan dua kali mewakili Indonesia di SEA Finals sejak dari tahun 2016 lalu.

Indonesia juara SEA Finals 2019 3
Sumber: Facebook @Liga1PES

Kemenangan ini memberikan Rizky hadiah yang sebesar 50.000 Baht Thailand atau sekitar Rp22 juta. Kemenangan ini juga memberikan sang wonder boy kesempatan untuk berkompetisi ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu kompetisi PES Asia yang akan digelar di Tokyo, Jepang, pada 20-21 April 2019 mendatang.

Selamat Rizky yang berhasil mengharumkan nama Indonesia di kancah sepakbola digital PES 2019. Jangan lengah karena di tingkat Asia pertarungan tentu akan lebih berat lagi. Maju terus, esports PES Indonesia!

WCG 2019 Umumkan Empat Cabang Game yang Akan Dipertandingkan

World Cyber Games 2019 (WCG 2019) mengumumkan Dota 2 sebagai salah satu judul game yang akan dipertandingkan. Sebelum Dota 2, mereka sudah mengumumkan 3 game lain yang akan dipertandingkan, yaitu Clash Royale, Honor of Kings (AOV versi lokal Tiongkok), dan Warcraft III: The Frozen Throne.

Nama WCG sebenarnya sudah tidak asing lagi dalam ekosistem esports, apalagi bagi Anda yang sudah mengikuti (atau mungkin menggeluti) jagat gaming kompetitif sejak lama. Memulai event esports mereka sejak tahun 2000, WCG kerap dianggap sebagai salah satu kompetisi esports bergengsi, setidaknya sampai 2013 kemarin.

Perjalanan panjang WCG menggelar event esports selama 14 tahun akhirnya terpaksa terhenti setelah event terakhir mereka di Kunshan, Tiongkok. WCG  akhirnya vakum selama kurang lebih 5 tahun, sampai akhirnya brand ini diakuisisi oleh pengembang Crossfire, Smilegate, dan bangkit kembali.

Sumber:
Sumber: Engadget.com

Mengutip Esports Insider, WCG berencana bangkit di tahun 2018 lewat sebuah event di Bangkok, Thailand. Event tersebut akhirnya gagal terlaksana, sampai mereka pun akhirnya baru betul-betul bangkit setelah mengumumkan WCG 2019 pada September 2018 lalu. 

WCG kabarnya menggunakan waktu vakum mereka untuk mempersiapkan berbagai hal, demi mengembalikan kejayaan brand kompetisi esports tertua di Asia ini. Kabarnya kompetisi WCG 2019 akan hadir dengan panggung berteknologi tinggi dan konsep hiburan modern. Mereka bahkan merilis lagu tema berjudul ‘Beyond the Game’ pada 13 Februari 2019 lalu, yang dibuat oleh DJ internasional ternama, Steve Aoki.

Menurut informasi, WCG 2019 akan diselenggarakan pada 18 – 21 Juli 2019 mendatang di Xi’an, Tiongkok. Kendati demikian, penyelenggara sepertinya masih sedang menggodok banyak hal. Mencoba menghampiri laman wcg.com, saya melihat beberapa informasi masih belum lengkap seperti: jadwal kualifikasi yang masih kosong, serta dua slot coming soon dalam jajaran game yang akan dipertandingkan.

Sumber:
Seperti WESG, WCG juga menggunakan format layaknya olimpiade. Sumber: WESG Official Sites

WCG awalnya adalah branding event esports milik Korea Selatan, yang disokong secara finansial oleh Samsung. Mirip seperti WESG, kompetisi WCG menggunakan format kompetisi layaknya olimpiade dengan menekankan kebanggaan nasionalisme negara.

Pada zamannya, WCG mempertandingkan judul-judul game terpopuler, seperti: Quake III Arena, Age of Empires II, StarCraft: Brood War, Counter Strike 1.6, DotA mod Warcraft III, dan lain sebagainya.

Kompetisi ini juga sempat diadakan di Indonesia, bahkan terhitung sebagai salah satu event esports terbesar kala itu. WCG diadakan di Indonesia pada 9-13 November 2011 lalu, di Epicentrum Walk, dengan mempertandingkan 16 negara dari Asia termasuk Indonesia.

Sumber:
Babak final WCG 2011 yang diadakan di Busan, Korea Selatan. Sumber: GameSpot

Dengan tren kompetisi esports yang sudah berubah, perjuangan WCG untuk menggelar event esports yang sukses mungkin bakal lebih sulit. Kini kebanyakan pengembang ingin punya kendali atas ekosistem esports mereka sendiri, seperti League of Legends dan Overwatch. Alhasil kebanyakan event esports pihak ketiga cenderung dinilai tidak prestis, karena otoritas tertinggi kompetisi dipegang oleh sang pengembang sendiri.

Namun bukan berarti tak ada kesempatan bagi event esports buatan pihak ketiga seperti WCG. Sebab kalau kita mengintip jagat kompetitif Dota, event seperti MDL Macau 2019 dan ESL Katowice 2019 terbukti masih cukup sukses menarik perhatian komunitas gamers. Padahal kedua event tersebut berjalan tanpa memegang status DPC Major/Minor dan tanpa banyak campur tangan pihak Valve.

Mungkin kembali lagi ke inti dari tayangan esports, di mana konten adalah nilai jual utama. Dengan mendorong format nasionalisme negara, konsep hiburan modern, juga sokongan brand esport sebesar WCG, saya rasa WCG 2019 seharusnya bisa sukses jika eksekusinya berjalan dengan baik.

 

Nike Sponsori Liga League of Legends Tiongkok Selama Empat Tahun

Produk pakaian olahraga ternama, Nike, mengumumkan kerjasama dengan TJ Sports untuk sponsori League of Legends Pro League (LPL). Kerjasama ini berjalan mulai dari 2019 sampai 2022. Dalam perjanjian ini, nantinya semua bagian dari LPL termasuk pemain, pelatih, wasit, dan manajer tim, akan secara eksklusif menggunakan pakaian dan sepatu dari Nike.

Liga LoL Esports regional Tiongkok, LPL, bisa dibilang sebagai salah satu liga kasta utama paling kompetitif, selain dari League of Legends Champions Korea (LCK). Dua regional ini bahkan terkenal selalu menjadi rival dalam jagat kompetitif League of Legends internasional. 

Sumber:
Sumber: Dot Esports

Sampai League of Legends World Championship tahun 2017, rivalitas tersebut masih terjadi cukup sengit, walau tim Tiongkok yang diwakili Royal Never Give Up berakhir gagal masuk babak final.

Bukan cuma dalam soal branding saja, tapi dalam kerjasama ini, Nike juga akan menciptakan program latihan fisik untuk tim dan pemain peserta LPL . Hal ini dilakukan demi meningkatkan kesehatan fisik dan stamina para atlet esports yang bermain di LPL.

Mengutip dari Esports Observer, Nike dan LPL dikabarkan juga akan merancang sebuah lini pakaian bertema “Nike & LPL”. Namun hal ini baru akan tersedia bagi publik setelah gelaran Mid-Season Invitational, yang akan diadakan di Taiwan dan Vietnam pada Mei 2019 mendatang.

Finalis dan juara Worlds 2018, Invictus Gaming, berasal dari liga regional Tiongkok, LPL. Sumber
Finalis dan juara Worlds 2018, Invictus Gaming, berasal dari liga regional Tiongkok, LPL. Sumber: LoL Esports Official Media

Terkait kerjasama ini, Lin “Leo” Song sebagai Co-CEO dari TJ Sports mengatakan “Kerjasama antara Nike dengan LPL ini merupakan kerjasama yang sangat signifikan. Kami sangat tak sabar melihat dukungan Nike kepada atlet esports maupun tim peserta LPL”

Awalnya, kerjasama antara TJ Sports dengan Nike akan berlangsung selama lima tahun dengan nilai sebesar US$144 juta (sekitar Rp2 triliun). Namun hal itu tak terjadi dan perjanjian antara Nike dengan LPL hanya berlangsung untuk 4 tahun. Nilai kerjasama ini ditaksir bernilai US$29 juta (sekitar Rp400 miliar), termasuk investasi uang serta berbagai benefit yang diterima oleh LPL.

TJ Sports merupakan perusahaan joint venture antara Tencent dengan pengembang League of Legends, Riot Games, yang dibuat pada Januari 2019 lalu. Fokus TJ Sports adalah pada sisi bisnis dari jagat kompetitif League of Legends seperti: menggelar turnamen, berkolaborasi dengan esports venue, merekrut serta mengelola para talent.

Kendati Esports jarang menampilkan sang pemain, nyatanya sneakers culture juga melekat di kalangan komunitas gamers terutama para atlet esports. Jadi bukan tidak mungkin kerjasama dengan LPL dengan Nike akan semakin meningkatkan brand imaging mereka di komunitas gamers. Sumber:
Sumber: LoL Esports Official Media

Kerjasama antara produk pakaian olahraga dengan bagian dari ekosistem esports ini sebenarnya bukan yang pertama kali. Sebelumnya juga ada brand Puma yang jalin kerjasama dengan salah satu organisasi esports terbesar di Amerika Serikat, Cloud9.

Namun ini adalah kali pertama ada brand pakaian olahraga mensponsori badan liga esports. Hal ini jadi terdengar cukup janggal, mengingat proporsi tayangan esports terbilang lebih berat dari sisi in-game, dengan hanya sesekali menampilkan para pemainnya. Tetapi siapa yang tahu, bisa jadi kerjasama Nike dengan LPL ini berhasil meningkatkan brand imaging mereka di kalangan komunitas gamers.

Tencent dan Garena akan Gelar Arena of Valor World Cup 2019 di Vietnam

Tencent dan Garena mengumumkan bahwa Arena of Valor World Cup 2019 (AWC 2019) akan diadakan di Vietnam. Tahun lalu, event esports AOV tahunan ini diadakan di Los Angeles, Amerika Serika dengan tujuan untuk memikat peminat mobile gaming di barat. Namun sepertinya tahun ini Tencent dan Garena memilih untuk fokus memanjakan penggemar mobile gamers di Asia.

Pemilihan Vietnam sebagai tuan rumah AWC 2019 sebenarnya bisa dibilang langkah masuk akal bagi Tencent dan Garena, mengingat negara tersebut merupakan salah satu regional dengan jumlah pemain Arena of Valor terbanyak. Diterbitkan dengan nama Liên Quân Mobile, Esports Charts mencatat bahwa tayangan liga AOV lokal Vietnam sudah ditonton total selama 5.097.486 jam, dengan jumlah penonton terbanyak secara bersamaan adalah 213.301 penonton.

Dengan diadakannya AWC di Vietnam, tahun 2019 jadi tahun pesta esports bagi negara Vietnam. Pasalnya, selain menjadi tuan rumah event internasional Arena of Valor, Vietnam juga menjadi tuan rumah dari salah satu event kompetisi tengah musim League of Legends terbesar, Mid-Season Invitational.

Sumber:
Sumber: Garena Lien Quan Vietnam

Mengutip sebuah bocoran informasi dari Esports Observer, kompetisi AWC 2019 kabarnya akan membawa sebuah format baru yang membuat pertandingan jadi lebih menarik ditonton. Format tersebut diberi nama “Global Ban Pick”, format yang dirancang agar tim peserta tidak menggunakan hero yang sama secara terus menerus selama kompetisi. 

Jadi semisal kedua tim bertanding dalam seri pertandingan best-of-5, setiap tim hanya boleh menggunakan satu hero sebanyak satu kali dari empat kali permainan yang dijalani; dengan pengecualian jika permainan mencapai ke game 5.

Entah bagaimana format ini akan berdampak kepada para pemain, namun satu hal yang pasti ini akan membuat permainan jadi lebih menghibur. Selama ini baik AOV atau League of Legends menghadapi masalah yang sama, yaitu sedikitnya variasi hero yang kuat untuk bisa digunakan dalam pertandingan kompetitif.

Sumber:
Penjelasan soal apa itu Global Ban Pick mengutip dari laman resmi Lien Quan Mobile. Sumber: Garena Lien Quan Vietnam

Hal ini kadang membuat pertandingan jadi terasa membosankan, apalagi dalam seri-seri panjang seperti best-of-5 atau best-of-7. Para peserta biasanya akan terus mengulang menggunakan hero dan gaya permainan yang sama demi memenangkan pertandingan.

Lalu bagaimana wakil Indonesia untuk AWC 2019? Tahun lalu juara Arena of Valor Star League Season 1, EVOS AOV, langsung dipastikan untuk mewakili Indonesia dalam gelaran AWC 2018. Namun tahun ini, informasi seputar hal tersebut masih belum jelas. Mengingat Garena tidak menyebut apapun tentang AWC 2019, pada saat penganugerahan EVOS AOV sebagai juara ASL Season 2.

Terkait AWC 2019, selain negara tempat diadakan, belum ada pengumuman lebih lanjut seputar tempat, tanggal acara, serta total hadiah yang diperebutkan. AWC tahun lalu memperebutkan total hadiah sebesar US$550 ribu (Sekitar Rp7,7 miliar). Kalau melihat hadiah AoV International Championship 2018 yang meningkat, bukan tidak mungkin hadiah AWC 2019 juga akan meningkat.

The Gloomy Days of Vainglory Esport: The Pioneer that’s Left Behind

In 2014, mobile gaming wasn’t really popular like today because of many factors, one of them was technology, and even mobile gamers were discriminated by other common gamers, not being considered as gamers as most of the games were casual without a depth of a story or magnificent graphics.

Yet it didn’t stop there, there was this terrific game developer working together from different backgrounds as a team established Super Evil Megacorp (SEMC). They created a game that no one could think of that time; a mobile game with stunning graphics like games on console or PC, a real-time play MOBA game named Vainglory.

On its released date, Vainglory attracted thousands of people in a blink. That could be imagined, as the old-time mobile games only gave us some slicing fruits and endless running experience when suddenly a competitive game launched on mobile.

Vainglory: The First MOBA on Mobile

Source: vainglorygame.com
Source: vainglorygame.com

To be honest, Vainglory was not really the first MOBA on mobile, since there was another game like Heroes of Order and Chaos developed by Gameloft. One thing I agree with SEMC, however, is that Vainglory is the first MOBA mobile game featuring a unique gameplay, intuitive controls, and deep mechanics enough to make competitive MOBA players filled with curiosity; or it can be said as the first most perfect MOBA in its day.

Vainglory was released in 2014, and its first appearance was on iPhone 6 Apple product presentation. The presentation without a doubt left smartphone users open-mouthed, as it was the first mobile game having 60 FPS, graphics with details, particle effects, and complex animation.

This game became the center of attention in no time at all, even one of the famous YouTubers played it as well. PewDiePie once played Vainglory and uploaded the video of his playing the game on August 1, 2015. Quoted from one of reputable technology media, VentureBeat, Vainglory successfully reached out 1.5 million monthly active players per July 1, 2015.

This success moved SEMC’s heart to take further steps, trying to follow League of Legends and Dota 2 success by developing Vainglory esports.

The First Mobile Esports in the World and Indonesia

Source: fortune.com
Source: fortune.com

After gaining success from its first released in 2014, Vainglory started to explore the esports world a year after; in Mei 2015 to be exact. They started collaborating with various esports world’s ecosystem at once, ESL and OGN Korea were the two of them.

Quoted from Fortune, Vainglory successfully drew as many as one million audiences through a local league competition in South Korea named Korean eSports League OGN Vainglory Invitational in July 2015.

More after that, an esports event named Vainglory Premiere League in September 2015 offered a total reward of US$80,000 and participated by 12 teams from four regions (North America, China, Korea, and Europe). It perpetuated Vainglory as the first and biggest mobile game esports of its time.

Vainglory itself began to be a hit in Indonesia in 2017, and it’s been known since Indonesia Games Championship 2017 and Vainglory 8 Summer Championship Jakarta. In the same year, Indonesia was just celebrated their Elite8 esport team that was managed to qualify for the international level of Vainglory 8 Spring Championship Manila. More to that, the biggest community gathering, Halcyon Gathering 2.0, was held in Indonesia in 2017 as well.

MOBA Mobile of East Asia and 5v5 Appearance

Source: vainglorygame.com
Source: vainglorygame.com

Still in 2017, Vainglory esports was on its most glorious day in Indonesia. Unfortunately, SEMC was somehow distracted from this China’s MOBA Mobile which successfully stole many of Indonesian gamers’ hearts. It was 2017 when Mobile Legends gained gamers’ and Indonesia esports industry’s attention.

The potential of Mobile Legends esports was first seen in the qualification and main event of Mobile Legends SEA Cup (MSC 2017), and it had made the venue full and packed; Gandaria City for the qualification and Mall Taman Anggrek for the Grand Final. Other than Mobile Legends, Garena Indonesia was also preparing something.

Source: revivaltv.id
Source: revivaltv.id

Garena wanted to release a global version of MOBA which had been a favorite of many people in China, Kings of Glory. It was finally released in Indonesia with a name of Mobile Arena and then changed its name to Arena of Valor in August 2017. Those games attracted the attention of many gamers because of its lower graphics on Indonesian’s smartphone, simpler gameplay, and easy to be learned by various range of groups.

Vainglory Worlds 2017, SEMC finally released Vainglory 5v5 which triggered controversy among communities. Some of them considered that 3v3 depended too much on individual skill making the game quite dull, while some others considered that 5v5 omitted main characteristic of Vainglory. Vainglory had to be faced with a dilemma because of that different opinions.

The Gloomy days of Vainglory esports in 2018

Source: gankstars.gg
Source: gankstars.gg

In 2018, MOBA Mobile and mobile esports were rising, but what about Vainglory? It’s funny how Vainglory esports was apparently dead both globally and in Indonesia.

Globally, Vainglory esports began to break down when many organizations withdrew. Teams like Gankstars, Cloud9, and TeamSoloMid even shut their Vainglory division. FlashX also spoke about this to respond to communities’ hysteria by saying that Super Evil Megacorp cut Vainglory esports’ budget, and it was the reason behind the problems.

How about Indonesia? Thanks to the third party’s support, fortunately, competitive arena of Indonesia’s Vainglory was still steady. Kaskus Battleground Season 1 filled in the Vainglory esports calendar in early 2018. In the mid-year and the end of the year, there was the Vainglory Premiere League Indonesia which was an esports league of Vainglory held online by AGe Network team, and the year was closed by Elite8 team’s endeavor at Asia level in WESG 2018 competition.

Herrboy (left) with 2 VG shoutcasters. Source: revivaltv.id
Herrboy (left) with 2 VG shoutcasters. Source: revivaltv.id

Herry ‘Herrboy’ Sudharma, as one of the shout casters and Vainglory esports actors in Indonesia, spoke up regarding the problems. He said that one of the biggest problems was the higher level of difficulty of Vainglory than other MOBA mobile, and the game required a higher smartphone specification as well. It made mobile gamers unwilling to play Vainglory which gave a domino effect to Vainglory esports.

Daniel ‘Deipno’ Lam, one of the Vainglory senior casters, also added that Vainglory was nearly dead in 2018 because SEMC seemed like taking a wrong step. Since 2017, the potential of Vainglory player base in Indonesia was clearly seen through Halcyon Gathering 2.0 which was attended by thousands of people. However, instead of putting the marketing focus in the SEA market, in Indonesia particularly, SEMC insisted to concentrate their Vainglory marketing in the United States and Europe.

Source: duniagames.co.id
Source: duniagames.co.id

In terms of players, Heinrich ‘OfficialHein’ Ramli, as an Indonesian Vainglory star player and one of the most commendable in developing Vainglory esports in Indonesia, said that it’s true that SEMC had a big role in the gloomy days of Vainglory esports. Hein, as an athlete of Vainglory and the owner of Elite8 team, said that SEMC didn’t really communicate well with the team and community, which then made Vainglory esports in Indonesia disregarded.

Vainglory Cross-platform and its Esports Future Prediction

Source: duniagames.co.id
Source: duniagames.co.id

The glory day of Vainglory was there because SEMC pushed the smartphone capability to the maximum, creating a console or PC class game that could be played in your hand. In the end of 2018, SEMC tried to recite the innovation by creating a campaign of Vainglory X, the first MOBA cross-platform that would be able to bring players from mobile, PC, or console together in a match.

On VentureBeat, CEO of SEMC Kristian Segerstrale said that multi-platform games were the future of gaming. However, it indeed brought big questions and doubts because Vainglory’s appearance on PC meant that they’d be brought to the more difficult business competition: challenging the two giants of MOBA PC, Dota 2 and League of Legends.

Herrboy once again spoke about a cross-platform prediction and the return of Vainglory’s glory in 2019 both in player base and esports. He thought that it depended on SEMC’s decision, whether they would like to raise Vainglory esports once again or not. Given that Fortnite has used this cross-platform system successfully, they successfully created a huge player base even without international esports event.

Do SEMC capable to repeat the victory in Vainglory Worlds 2017 that breaks the record of Twitch spectators. Source: redbull.com
Do SEMC capable to repeat the victory in Vainglory Worlds 2017 that breaks the record of Twitch spectators. Source: redbull.com

All in all, what SEMC would like to achieve was for Vainglory to be played by many people again. Regarding this matter, I, to be honest, am pessimistic. Why? Because first, Vainglory’s very presence on PC would make SEMC have to face the notable MOBA games themselves and the competition would be more difficult.

Second, I quite agree with the community’s opinion and what Deipno said that all this time, SEMC seemed not really showing determination in selling Vainglory, especially in Asian and SEA market. If they insisted to use cross-platform system without running an active marketing activity, then the number of Vainglory players wouldn’t have much changes.

What about esports? Seeing SEMC focusing more on the development of cross-platform, I’m not really sure that Vainglory esports would happen in 2019. Because even if the campaign of Vainglory cross-platform successfully increased a number of players, there wouldn’t be any hope to once again witness the thrill of action of the first-class Vainglory players if SEMC didn’t want to hold an esports.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian.

The Story of RRQ’s CEO about the Challenges on Managing Cross-Country Team

The circle got smaller, 13 people left of four teams. Even though there were only three people left, RRQ.Athena tried their best to control the area in the circle. Shots could be heard from every side. The circle closed in, lots of casualties until it was only LHDouyu team left. This team tried to move forwards but it was too late; the circle was already controlled by RRQ.Athena. They only needed to shoot at the LHDouyu that moved in to the circle carelessly.

That was just a piece of story of a heroic adventure of the third round’s Chicken Dinner on the first day of the PUBG Mobile team RRQ.Athena. Even though they have the RRQ name, they are not from Indonesia.

RRQ or Rex Regum Qeon is a famous esports organization based in Jakarta, Indonesia. This organization or club first made famous by playing the esports Dota 2. Their achievement is really good on Dota 2 but they didn’t miss the chance on recruiting time for the other games.

When esports start to gain its name in Indonesia, RRQ immediately recruited some of the best names on the other games. Some examples are Oxygen (O2) from Mobile Legends, Endeavour from Point Blank, creating an Arena of Valor team, pulling Eggsy the best player on FIFA 19, until creating a PUBG Mobile game.

Bearing the title King of Kings, RRQ is not satisfied by conquering only Indonesia. Entering 2018, RRQ was trying to do expansion, taking the best international talent to bear their flag. One of them is the RRQ.Athena team, a PUB Mobile team from Thailand that managed to win the world title through the PUBG Mobile Star Challenge 2018 competition.

Source: twitter @PUBGMOBILE
Source: twitter @PUBGMOBILE

All of us esports fans might get curious. An esports organization based in Indonesia, managing a team in another country? How could they do that? What is the challenge?

This is a common thing to do by other esports organization. A big name such as Fnatic for example. They are based in Berlin, Germany but they manage esports teams in various countries in the world. Fnatic Dota is based in Kuala Lumpur Malaysia, Fnatic Rainbow Six is based in Australia, and Fnatic CS:GO is based in Sweden.

However for Indonesian esports organization, this is a new thing. Even though maybe they are not the first in Indonesia, the step RRQ took can be seen as a brave and proved to give something; bringing the Indonesia esports brand to the world.

Therefore, on meet & greet with RRQ.Athena team which was attended by Hybrid on 10 January at Warunk Upnormal Grogol, we asked about the various parts of RRQ management also the challenges of managing esports team outside of Indonesia. Responding to the said questions, Andrian Pauline (AP) as the CEO of RRQ team answered them.

Considering the marvelous achievement of RRQ.Athena, Hybrid was quite curious about the part of RRQ management on managing the said team. Responding that matter, AP admitted that this victory is fully on the Athena team itself.

Documented: Hybrid / Akbar Priono
Documented: Hybrid / Akbar Priono

“If we’re not mistaken it was only 6 months since we merged with this Athena team, so I admit that RRQ did not take much part here. We haven’t given them gaming house, and it was only in past recent months that we’ve given the device. So for this victory it was all on Athena’s team. Additional support from us during PMSC 2018 was moral support with the presence of the RRQ management at Dubai, United Arab Emirates, that time.” AP told us.

Managing the team containing players overseas, of course it gives particular challenge; about language differences or culture, for instance. Related to this challenge, we also asked this to AP. He also answered that managing players from Thailand gave new knowledge and experience to RRQ.

“Yeah, so what we were shocked about was when talking about contract and overtime clause. They (Athena players from Thailand) are quite strict about this and determined to receive overtime payment if they practice longer than the hours required by the management. It was then we found out that they practice hard: it was required by the management to practice for 10 hours, they often practice for 12 hours or more,” answered AP.

Source: Twitter @PUBGMOBILE
Source: Twitter @PUBGMOBILE

Who would think that the Thailand’s discipline and work ethic are very hard and they have strong will. No wonder that RRQ Athena could win PMSC 2018.

“The RRQ management was shocked, the sports culture of these Thailand players is amazing: they practice hard, disciplined, also very professional. Therefore knowing this matter, we want to try to bring the said culture to the other RRQ divisions,” closed AP.

RRQ is the world champion of the international PUBG Mobile competition titled PUBG Mobile Star Challenge 2018 (PMSC 2018) at Dubai, United Arab Emirates back then on 2018. The team that consists of Thailand players was acquired by Rex Regum Qeon, an esport organization based in Indonesia after showing their achievements and their playing potential.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian.

Tak Terkalahkan, Ferox E-Sports Kembali Menangkan ComCup 8

Community Cup (ComCup) 8 kembali digelar pada akhir pekan lalu (23-24 Februari 2019). Setelah dua hari masa pertarungan, ComCup8 sudah menemukan juaranya. Pemenang ComCup 8 adalah tim yang sama dari juara ComCup 7, salah satu tim terkuat di jagat kompetisi Rainbow 6 (R6) Indonesia, yaitu Ferox E-sports.

Nama Ferox E-sports sendiri sudah sangat familiar, apalagi di kalangan komunitas R6IDN. Alasannya adalah karena Ferox E-sports merupakan salah satu tim Indonesia yang bertanding dalam gelaran R6S Pro League, kompetisi R6 paling prestisius seantero dunia.

 

Sumber: Toornament
Sumber: Toornament

ComCup8 ini mungkin bisa dibilang sebagai ComCup paling kompetitif, melihat jajaran tim yang bertanding setidaknya sampai babak semifinal. Tercatat ada 3 nama yang cukup familiar di sini, ada Team Tobat, iNation e-Sports, dan tentu Ferox E-Sports.

Berikut roster pemain tim dari Ferox E-sports yang berhasil menjadi juara ComCup8:

  • Derry “Detrian” Rahadiputra (20 tahun)
  • Reinaldo “Tolji” Gilbert Honantha (17 tahun)
  • Richard “Rixx” Nixon Latif (18 tahun)
  • Muhammad Ihsan “Lonely” Akbar Panggabean (19 tahun)
  • Muhammad Irham “Mizu” Akbar Panggabean (21 tahun)
  • Anthony “Zetosin” Lie (18 tahun)
  • Daffa “Kura” El (16 tahun)

Perjalanan Ferox di ComCup8 ini sebenarnya nyaris terganjal iNation saat keduanya bertemu di babak Semifinal. Namun Ferox berhasil menyudahi perlawanan sengit iNation dengan skor akhir 7-5. Untuk informasi ComCup8 yang lebih detail, termasuk bracket-nya, Anda bisa mengunjungi tautan ke Toornament ini.

Saat ini, Ferox E-Sports masih mengikuti kompetisi Star League juga. Namun dalam kompetisi Star League Divisi 1 tersebut, Ferox E-Sports masih tersungkur di posisi ketujuh dengan cuma mendapatkan 1 poin saja. Apakah kemenangan mereka di ComCup8 ini bisa menjadi momentum comeback di kompetisi-kompetisi lainnya?

Untuk Comcup sendiri, dengan kemenangan berturut-turut dari Ferox, Bobby Rachmadi Putra (Community Leader untuk R6IDN) mengatakan ingin mengubah sistem untuk ComCup 9 dan 10. Pasalnya, tujuan ComCup sendiri adalah untuk memberikan ruang kompetisi yang paling mendasar. Sehingga, lebih banyak lagi tim-tim amatir yang berani untuk berpartisipasi.

Bagaimana kelanjutan Community Cup yang berikutnya? Apakah akan ada tim baru yang berhasil mencuri perhatian di sana?

Disclosure: Hybrid adalah media partner dari Rainbow Six: Siege Indonesia Community (R6 IDN)