Tak Dapat Izin Pemerintah, PUBG Mobile Akhirnya Gulung Tikar di Tiongkok

PUBG Mobile saat ini dikenal sebagai salah satu mobile game terpopuler di dunia. Seteahun setelah dirilis global, game bergenre battle royale ini telah berhasil meraih lebih dari 200 juta pengguna dan mendatangkan pendapatan sekitar Rp3,4 triliun. Tentu bukan pencapaian yang sembarangan.

Ironisnya, revenue sebesar itu justru tidak mendapat kontribusi dari Tiongkok yang notabene merupakan negara asal dari perusahaan induk pemilik PUBG Mobile, Tencent Games. Walaupun PUBG Mobile telah diunduh sebanyak lebih dari 100 juta kali di negara tersebut, pemerintah Tiongkok masih belum memperbolehkan Tencent untuk melakukan monetisasi. Salah satu alasannya yaitu karena adanya regulasi baru yang membatasi masuknya game dari luar negeri. Wajar bila PUBG yang merupakan properti intelektual perusahaan asal Korea Selatan (Bluehole) ikut terkena imbas.

Game for Peace
Game for Peace | Sumber: Tencent

Setelah sekian lama melalui proses yang tak membuahkan hasil, Tencent akhirnya mengumumkan bahwa mereka akan mengakhiri periode testing untuk PUBG dan menariknya dari pasaran. Hal ini dilaporkan oleh Reuters dengan sumber dari akun resmi Tencent di media sosial Weibo. Sebagai gantinya, Tencent kini merilis game baru yang sangat mirip dengan PUBG Mobile namun memiliki berbagai perbedaan yang membuatnya lebih “family friendly”.

Game baru tersebut berjudul Game for Peace (alias He Ping Jing Ying/Elite Force for Peace), dan sangat mirip dengan PUBG Mobile dari sejumlah aspek, baik itu tampilan grafis, desain karakter, serta gameplay. Bahkan, para pemain PUBG Mobile di Tiongkok yang beralih ke Game for Peace dapat mentransfer semua progres permainan mereka.

Perbedaan-perbedaan baru akan terlihat ketika kita mulai memainkan game tersebut. Pertama, tidak seperti PUBG Mobile yang bertema bunuh-membunuh demi bertahan hidup, Game for Peace justru mengangkat tema seputar perang anti terorisme. Game ini juga tidak memiliki efek darah bila karakter terkena tembakan. Bahkan bila ada karakter yang “mati” ia tidak akan benar-benar mati dan meninggalkan mayat, tapi hanya akan menghilang dari layar layaknya musuh-musuh di Super Mario Bros.

Selain itu game ini juga dikembangkan langsung oleh Tencent, membuatnya tidak terhitung sebagai produk impor. Dalam deskripsi di situs resminya, Tencent menyebut Game for Peace sebagai game yang “memberi penghargaan pada pasukan langit biru yang menjaga kedaulatan udara negara kita”. Ini pun merupakan bentuk tema patriotisme yang dilakukan untuk membuat Game for Peace diterima oleh pemerintah.

Semua langkah di atas, meskipun terbilang drastis, terbukti berhasil. Setelah perilisan Game for Peace, nilai saham Tencent di bursa saham naik sebesar 2 persen. Game ini juga sudah mendapat izin monetisasi dari pemerintah Tiongkok sejak bulan April lalu. Menurut analis di China Renaissance, mengingat PUBG Mobile memiliki sekitar 70 juta daily active users, Game for Peace berpotensi menghasilkan pemasukan antara 8 miliar hingga 10 miliar Yuan, atau sekitar Rp21 triliun per tahun. Sensor Tower pun melaporkan bahwa Game for Peace sekarang sudah menduduki peringkat Top Grossing di Apple App Store Tiongkok.

Beberapa penggemar PUBG Mobile di Weibo mengaku sempat kaget ketika mendengar kabar bahwa game tersebut gulung tikar. Tapi kemudian lega karena ternyata progres mereka tidak hilang. Sementara sebagian lainnya menyuarakan protes terhadap cara pemerintah melakukan sensor terhadap game ini. Tapi Tiongkok memang terkenal punya standar ketat perihal sensor game, dan selama ini sudah banyak judul besar melakukannya. Bila imbalannya adalah akses terhadap pasar gamer Tiongkok yang begitu besar, “pengorbanan” demikian jelas bukan harga yang terlalu mahal untuk dibayar.

Sumber: Reuters

Risiko Kesehatan Esports Tak Hanya Akibat Perilaku Gaming, Tapi Juga Gaya Hidup

Sudah bukan rahasia lagi bahwa industri esports telah mendatang banyak manfaat bagi para pegiat dan penggemarnya. Mulai dari sekadar wujud hiburan baru, hingga menjadi lahan pekerjaan yang menggerakkan roda perekonomian dalam jumlah besar, industri baru ini dengan cepat menjadi bagian besar dari kehidupan banyak orang di seluruh dunia, terutama kawula muda.

Akan tetapi seperti dua sisi sebuah koin, bersama manfaat-manfaat itu esports juga menyimpan risiko buruk yang tak kasat mata. Satu hal yang mulai mendapat banyak perhatian adalah dampaknya terhadap kesehatan. Dewasa ini manusia dan gadget sudah sangat sulit dipisahkan, apalagi karena adanya berbagai media sosial yang menuntut perhatian setiap saat. Esports membuat kita menghabiskan lebih banyak waktu di depan layar perangkat elektronik, sehingga ada risiko yang bisa muncul akibat kelelahan mata, susah tidur akibat radiasi sinar biru, dan lain sebagainya.

Media kesehatan Amerika Serikat, Healio, baru-baru ini mengumpulkan pendapat dari para ahli kesehatan tentang efek positif maupun negatif yang dapat muncul dari pola hidup gaming seperti ini. Menurut mereka, para dokter dan tenaga medis lain sebaiknya lebih waspada bila menghadapi pasien yang merupakan partisipan dunia esports. Pasalnya, pasien-pasien dalam kategori ini rentan melaporkan gejala akan beberapa risiko kesehatan tertentu.

Risiko pertama adalah masalah-masalah yang muncul akibat kegiatan bermain game dalam jangka panjang itu sendiri. Paparan terhadap layar dalam waktu lama sering memunculkan keluhan mata, tapi selain itu juga keluhan berupa sakit leher, sakit punggung, serta sakit di tangan dan pergelangan tangan. Di dunia kesehatan bahkan ada keluhan yang dikenal dengan istilah “Nintendonitis”, yaitu rasa nyeri di jempol, tangan, atau pergelangan tangan akibat penggunaan beberapa perangkat Nintendo terus-menerus.

Nintendonitis
Perangkat gaming Nintendo dapat menimbulkan cedera Nintendonitis | Sumber: CBS News

Tapi dampak kesehatan ini tidak berhenti sampai di situ. Ada juga masalah-masalah lain yang muncul secara tak langsung, bukan karena perilaku gaming itu sendiri tapi merupakan akibat dari gaya hidup yang banyak diadopsi oleh para gamer.

Akibat kurangnya aktivitas fisik, para gamer ini rawan terkena obesitas serta penyakit-penyakit kardiovaskular (misalnya penyakit jantung, stroke, atau darah tinggi). Ditambah lagi perilaku gaming sering kali erat dengan konsumsi spontan makanan/camilain dengan tingkat kalori tinggi. Game juga memicu berbagai respons kerja dari tubuh, seperti detak jantung serta aktivitas mental yang meningkat.

Khusus untuk para gamer profesional, ada risiko tambahan yang muncul dari penggunaan berbagai zat stimulan. Contohnya minuman energi yang bisa meningkatkan daya konsentrasi, atau zat-zat pendongkrak performa lainnya. Hal ini sama bahayanya dengan olahraga konvensional, akan tetapi atlet esports punya risiko tambahan karena zat-zat tersebut digunakan dalam tubuh yang kurang banyak melakukan aktivitas gerak.

Konsumsi esports yang berlebihan juga dapat membuat para gamer kehilangan kesempatan untuk berinteraksi di dunia nyata, sehingga menurunkan kemampuan sosial mereka. Banyak orang tua yang membiatkan anak mereka bermain game karena game membuat anak-anak “diam”. Tapi game bukanlah babysitter. Justru anak tidak boleh dibiarkan diam di depan game tanpa pengawasan sebab mereka juga butuh kegiatan-kegiatan lain untuk mendukung tumbuh kembangnya.

NRG Biosteel
NRG, salah satu tim esports yang mempromosikan kesehatan atlet | Sumber: NRG

“Jika pasien atau orang tua mereka melaporkan gangguan tidur, stres, gampang marah, gelisah, isolasi sosial, atau terlihat memiliki kadar higienis rendah akibat kelalaian, dokter harus mengecek level interaksi online mereka, termasuk dalam esports,” ujar Sally Gainsbury, PhD., Deputy Director Gambling Treatment & Research Centre di University of Sydney. Hal-hal semacam ini, menurutnya, bisa jadi gejala kecanduan esports. Gejala kecanduan lainnya adalah ketika pasien tidak dapat lepas dari game secara sukarela, atau menunjukkan kemarahan ketika disuruh melakukannya.

“Banyak pemain esports berada di puncak dalam usia yang sama dengan ketika mereka lulus dari SMA atau kuliah,” ujar Todd Sontag, DO., anggota tim dokter dari Orlando Magic Gaming. Usia prima atlet esports memang biasanya berkisar antara 18 hingga 29 tahun, lebih singkat daripada atlet olahraga konvensional. “Dalam satu momen tak terduga, karier itu bisa berakhir, jadi kami menjaga adanya staf profesional dari berbagai bidang untuk membantu transisi tersebut.”

Beberapa staf kesehatan yang tergabung dalam Orlando Magic Gaming meliputi dokter tim, pelatih atletik, doktor bedah ortopedi, hingga konselor kesehatan mental. Para atlet memang bisa menghabiskan waktu 8 – 10 jam per hari untuk berlatih, tapi tidak semua jam latihan itu digunakan untuk bermain game. Mereka juga memiliki porsi untuk membangun kekuatan fisik dan ergonomis para pemain sehingga cedera dapat dihindari, sama seperti atlet-atlet olahraga konvensional.

Orlando Magic Gaming - Todd Sontag
Dr. Todd Sontag bersama atlet Orlando Magic Gaming, Brendan Hill | Sumber: Orlando Magic Gaming

Berbagai riset memang telah menunjukkan bahwa perilaku gaming memiliki potensi positif, bahkan manfaat medis. Akan tetapi potensi negatif di sini juga nyata adanya. Saat ini di Amerika Serikat belum ada panduan medis yang baku akan perilaku gaming dan esports. Namun ada beberapa usulan yang disampaikan oleh Joanne DiFransisco-Donoghue, PhD. (ahli fisiologi New York Institute of Technology College of Osteopathic Medicine). Usulan itu antara lain:

  • Pemain esports harus bersikap jujur tentang intensitas kegiatan dan keluhan mereka.
  • Dokter tim harus menanyakan “pertanyaan terfokus” seputar aktivitas fisik, nutrisi, performa akademik, keluhan muskoskeletal, dan mengevaluasi daya lihat serta perilaku sosial.
  • Adanya spesialis kesehatan mental untuk menilai perilaku kecanduan.
  • Personel kesehatan olahraga hendaknya melakukan tes kesehatan dan fleksibilitas tubuh secara terstandar sebelum musim kompetisi dimulai, menilai status aktivitas atlet, serta memberi rekomendasi yang diperlukan.
  • Spesialis terapi fisik dan terapi okupasi hendaknya siap siaga untuk menjadi rujukan dan mengevaluasi kemampuan ergonomis atlet.
  • Dokter mata (ophthalmologist) hendaknya siap siaga untuk menangani kemungkinan adanya kerusakan mata dari paparan sinar biru.

Dokter perawatan primer punya peran penting dalam menghindarkan para pegiat esports dari risiko-risiko kesehatan yang mungkin muncul. Para atlet juga harus paham bahwa ada hal-hal yang perlu ditangani dengan serius bila mereka tidak ingin karier mereka berhenti secara prematur. Sementara tanggung jawab tiap organisasi esports adalah memberi fasilitas kesehatan yang memadai, baik berupa pencegahan, pelatihan, serta perawatan medis yang diperlukan.

Esports dapat memberikan banyak manfaat, asalkan para partisipannya tidak melakukannya di level yang ekstrem tanpa pengawasan serta pelatihan yang tepat,” kata Sontag.

Sumber: Healio

Strategi Pemerintah Denmark untuk Wujudkan Ekosistem Esports yang Sustainable

Pemerintah Denmark baru-baru ini mengumumkan dukungan mereka yang lebih serius terhadap perkembangan esports dalam negeri. Di tahun 2019 ini, Denmark akan memiliki suatu seminar esports atau Esports Panel yang bertugas merancang ekosistem esports berkesinambungan di Denmark. Esports Panel ini tidak hanya akan mendorong unsur-unsur positif dalam dunia esports, tapi juga menangani aspek-aspek negatif yang ada di dalamnya.

Dilansir dari Esports Insider, Kementerian Kebudayaan Denmark menyatakan bahwa mereka mengincar beberapa tujuan penting dalam program ini, antara lain:

  • Pembangunan struktur esports yang sustainable.
  • Penguatan pengembangan talenta nasional.
  • Pembentukan visi umum seputar integritas esports, termasuk mengatasi sikap komunitas toxic, kecurangan, dan perjudian.
  • Pengembangan komunitas, asosiasi, serta peran mereka dalam kehidupan para atlet.
  • Peningkatan partisipasi perempuan.
  • Pengembangan oportunitas komersial, kewirausahaan, dan pembukaan lapangan kerja yang baik di esports.
  • Bidang-bidang lainnya yang mendukung pengembangan esports, seperti perubahan undang-undang, regulasi, dan lain-lain.
IEM Katowice 2019 - Astralis
Astralis saat menjuarai IEM Katowice 2019 | Sumber: IEM

Dukungan pemerintah Denmark pada esports sama sekali bukan hal baru. Perdana Menteri Denmark, Lars Loekke Rasmussen, bahkan pernah hadir dalam acara pembukaan turnamen Counter-Strike: Global Offensive Blast Pro Series di Copenhagen, bulan November 2018 lalu. Beliau juga telah mengadakan kunjungan ke markas Astralis, tim CS:GO papan atas yang memenangkan ESL Pro League Season 8. Rasmussen bahkan sempat bermain CS:GO bersama pemain-pemain Astralis.

Esports adalah olahraga. Memang benar olahraga,” demikian kata Rasmussen dalam kunjungannya waktu itu. Tidak hanya bermain, Rasmussen datang ke Astralis untuk berbincang seputar strategi esports, figur teladan di dunia esports, serta segala pengalaman stakeholder dari level akar rumput hingga institusi.

Kementerian Kebudayaan Denmark menyatakan dalam siaran pers bahwa 96% dari remaja pria di Denmark suka memainkan video game, bahkan setengah dari mereka bermain video game setiap hari. Sementara itu hampir 50% dari semua penduduk dewasa Denmark bermain game, baik di PC, mobile, atau console. Denmark juga merupakan rumah dari perusahaan gaming peripheral ternama SteelSeries, serta sejumlah tim dan pemain esports terbaik dunia termasuk Astralis, OG, dan Fnatic.

Mengingat bahwa jumlah penduduk Denmark relatif kecil, yaitu sekitar 5,8 juta jiwa, munculnya talenta-talenta hebat seperti ini merupakan pencapaian tersendiri. Ada banyak faktor yang terkait, mulai dari sistem pendidikan yang sangat memfasilitasi kegiatan ekstrakurikuler, exposure media yang tinggi terhadap esports, serta dukungan pemerintah.

Pembentukan Esports Panel ini hanyalah salah satu dari sekian banyak wujud dukungan pemerintah Denmark terhadap iklim esports negaranya. Mereka juga getol menggenjot pembangunan infrastruktur yang memadai, mendanai program-program serta fasilitas esports di berbagai sekolah, bahkan pemberian fasilitas kesehatan dan fitness pada talenta-talenta tersebut. Dukungan ini juga datang dari berbagai level pemerintahan, dari pusat hingga pemerintah daerah.

Dengan dukungan serta pengakuan begitu kuat, Denmark kini telah berhasil menjadikan esports sebuah profesi yang dihormati, jauh dari stigma-stigma negatif yang mungkin masih banyak melekat di negara lain. Tentunya kita berharap kemajuan serupa juga bisa terjadi di Indonesia. Pertanyaannya, kapan hal itu akan terjadi?

Sumber: Esports Insider, The Esports Observer

Ubisoft dan ESL Luncurkan Turnamen Six Masters 2019 di Melbourne

Australia mungkin masih belum punya nama sebesar negara-negara lain seperti Korea Selatan atau Tiongkok di dunia esports, tapi ekosistem esports negeri kanguru itu cukup stabil dalam perkembangannya. Mulai tahun 2018 lalu misalnya, Australia memiliki ajang esports besar yang bernama Melbourne Esports Open. Dipersembahkan oleh JB Hi-Fi, ajang tersebut dihadiri oleh lebih dari 12.000 penggemar esports dan mempertandingkan sejumlah game populer, termasuk Overwatch, Counter-Strike: Global Offensive, Pokemon, serta Fortnite.

Melbourne Esports Open juga dibantu penyelenggaraannya oleh organizer ternama dunia yaitu ESL, juga didukung organizer lokal TEG Live. Tahun ini, ESL kembali akan mendukung penuh Melbourne Esports Open 2019 dengan skala yang lebih besar. Bila ajang tahun lalu digelar di Melbourne Park, ajang tahun ini menggunakan dua venue sekaligus yang berdekatan, yaitu Melbourne Park dan Olympic Park. JB Hi-Fi, ESL, serta TEG Live berkomitmen untuk menghadirkan hiburan esports yang lebih besar dan lebih baik.

Melbourne Esports Open 2018 - Photo 1
Melbourne Esports Open 2018 | Sumber: Sarah Cooper/MEO

Salah satu kompetisi yang dihadirkan di dalam Melbourne Esports Open 2019 adalah Six Masters 2019, turnamen Rainbow Six: Siege terbesar sepanjang sejarah yang pernah digelar di seluruh Australia & New Zealand (ANZ). Turnamen ini mempertandingkan 12 tim terbaik di wilayah ANZ untuk berebut tiket LAN final pada tanggal 31 Agustus dan 1 September 2019 di Margaret Court Arena. Jumlah hadiah yang ditawarkan saat ini masih belum diumumkan.

https://twitter.com/Rainbow6ANZ/status/1124240889822375937

Sebelumnya, Six Masters 2018 digelar bersamaan dengan acara PAX Australia 2018. Mengusung hadiah senilai AUD25.000 (sekitar Rp251,5 juta), Six Masters 2018 bisa dibilang merupakan “turnamen kecil-kecilan”. Bahkan jumlah kursi penonton yang disediakan di lokasi hanya berjumlah 200 buah, padahal jumlah penonton membludak jauh dari itu. Tahun ini Ubisoft dan ESL tampaknya sudah sadar bahwa esports Rainbow Six: Siege di ANZ punya banyak peminat, sehingga mereka memindahkan venue ke Margaret Court Arena yang berkapasitas 7.500 orang.

Melbourne Esports Open 2018 - Photo 2
Melbourne Esports Open 2018 | Sumber: Dylan Esguerra/MEO

“Kami gembira dapat mengumumkan bahwa Rainbow Six akan tampil di Melbourne Esprots Open, dan memiliki keberadaan yang besar dengan Six Masters 2019. Rainbow Six telah mengalami perkembangan kuat di wilayah ini, dan kami tak sabar melihat respons para penggemar di event,” ujar Nick Vanzetti, MD & Senior Vice President dari ESL Asia-Pacific Japan.

Selain Six Masters 2019, Melbourne Esports Open 2019 juga menampilkan turnamen-turnamen lain yang tak kalah seru. Misalnya Overwatch Contenders Australia Finals di tanggal 1 September, League of Legends OPL Finals tanggal 31 Agustus, dan lain-lain. Fortnite dan Pokemon termasuk dalam jajaran game yang kembali tampil di ajang ini.

Sumber: Melbourne Esports Open

Capcom Luncurkan Liga Street Fighter V Amatir Resmi Pertama di Amerika

Beberapa waktu lalu Capcom baru saja mendirikan anak perusahaan bernama Capcom Media Ventures, yang bertugas menangani segala kegiatan esports dan media hiburan secara global. Saat peluncuran perusahaan itu diresmikan, salah satu program yang mereka umumkan adalah rencana untuk membuat liga Street Fighter V di tingkat amatir. Liga itu dalam waktu dekat akan segera terwujud, bahkan dengan format yang lebih menarik daripada liga amatir biasanya.

Bekerja sama dengan platform turnamen Super League Gaming (SLG), Capcom akan menggelar liga dan turnamen kelas amatir pertama di Amerika Serikat. Liga ini digelar dengan nama Street Fighter League: Amateur-US, senada dengan liga profesionalnya yang telah berjalan yaitu Street Fighter League: Pro-US. Uniknya adalah liga amatir ini akan menggunakan sistem kompetisi berbasis lokasi, mirip seperti Overwatch League.

Street Fighter V - Screenshot 1
Sumber: Steam

Dalam Street Fighter League: Amateur-US, kota-kota besar di Amerika Serikat akan memiliki suatu tim gabungan yang merupakan wakil dari kota tersebut. Kemudian para pemain akan maju ke pertandingan sebagai wakil kotanya masing-masing untuk melawan wakil dari kota lain, mirip seperti pertandingan sepak bola.

Karena ini level amatir, “tim” yang menjadi perwakilan tiap kota itu bukanlah organisasi sungguhan seperti tim-tim Overwatch League, melainkan hanya sekumpulan komunitas lokal yang tergabung di bawah payung komunitas Super League. Saat ini format kompetisi serta detail teknisnya belum diumumkan, tapi dalam wawancara dengan GameDaily.biz, Andy Babb (Executive Vice President Super League Gaming) berkata bahwa turnamen dan liga ini akan mengedepankan unsur inklusivitas, diversitas, integritas, serta semangat kompetisi yang sehat.

Street Fighter V - Screenshot 2
Sumber: Steam

“Komunitas Street Fighter sangat kuat dan bergairah, sehingga cocok sekali dengan komunitas esports amatir lokal yang dibangun oleh Super League secara nasional. Dan yang paling penting, Capcom memiliki visi jelas tentang pentingnya ekosistem amatir dalam komitmen umum mereka terhadap esports. Setiap pemain yang menghadiri acara esports profesional pasti ingin bisa bermain layaknya para profesional itu. Capcom mengerti pentingnya memberikan kesempatan itu kepada komunitas kompetitif dan untungnya mengakui rekam jejak Super League dalam mewujudkannya untuk sejumlah penerbit game lain yang punya pemikiran serupa,” demikian tutur Andy Babb.

Super League sendiri memiliki misi untuk menciptakan ekosistem gaming yang sehat, yang mereka sebut sebagai “good gaming movement”. Mereka ingin menciptakan lingkungan gaming yang tidak toxic, serta bisa menerima gamer dari segala level kemampuan, usia, gender, dan sebagainya. Misi tersebut juga sangat cocok dengan komunitas fighting game yang sejauh ini dikenal sangat inklusif, karena ketika para atlet sudah naik ke arena, satu-satunya yang dilihat orang adalah kemampuan bertarung mereka.

Street Fighter V - Screenshot 3
Sumber: Steam

Nantinya, seluruh kompetisi dalam Street Fighter League: Amateur-US akan diproduksi, disiarkan, dan didistribusikan oleh Super League lewat Twitch dan YouTube, ditambah dengan berbagai konten-konten spesial seperti highlight atau profil para pemain. Mereka akan betul-betul menghadirkan pengalaman esports otentik layaknya esports profesional. Dilansir dari The Esports Observer, Yoshinori Ono (Executive Producer Street Fighter) berkata bahwa model bisnis berbasis komunitas milik Super League sangat cocok dengan para pemain Street Fighter.

Selain mengadakan liga dan turnamen amatir resmi, Super League juga akan mengintegrasikan Street Fighter V: Arcade Edition ke dalam platform turnamen mereka. Ini memungkinkan siapa saja untuk mengadakan turnamen amatir sendiri dengan memanfaatkan software milik Super League serta koneksi ke berbagai venue yang berafiliasi dengan mereka.

Street Fighter V - Screenshot 4
Sumber: Steam

Peluncuran turnamen dan liga amatir ini sangat menarik karena dapat membuka berbagai potensi baru. Mulai dari peningkatan sustainability ekosistem esports Street Fighter, pencarian talenta-talenta baru, oportunitas bisnis, hingga jangkauan audiens yang lebih luas. Sebagai ekosistem yang tumbuh dengan kuat di akar rumput, program-program yang menyentuk akar rumput secara langsung seperti ini sangat menguntungkan penggemar. Mudah-mudahan saja nantinya liga amatir ini bisa digelar resmi di negara-negara lain juga, dan semakin banyak penerbit fighting game lain yang melakukan hal serupa.

Sumber: The Esports Observer, GameDaily.biz

compLexity Gaming Rebranding Besar-Besaran, Kini Selaras dengan Dallas Cowboys

compLexity Gaming adalah salah satu organisasi esports terkenal di Amerika Serikat yang sudah berusia belasan tahun. Organisasi ini memiliki tim di sejumlah game berbeda, termasuk Counter-Strike: Global Offensive, Rocket League, dan Hearthstone, namun para penggemar esports kebanyakan akan mengenal mereka sebagai tim kuat di kancah Dota 2.

Satu yang mungkin banyak orang tak tahu adalah bahwa compLexity Gaming (alias coL) sebetulnya dimiliki oleh Jerry Jones yang juga merupakan pemilik tim American Football profesional Dallas Cowboys. Dalam situs resminya, compLexity Gaming menyebut Dallas Cowboys sebagai “tim saudara” (sister team). Dan kini, setelah lebih dari 16 tahun berkecimpung di bidang esports, compLexity Gaming akhirnya melakukan rebranding besar.

compLexity Gaming - old
Wujud jersey lama compLexity Gaming | Sumber: compLexity Gaming

Rebranding itu muncul dalam wujud perubahan logo serta warna tema yang digunakan tim secara menyeluruh. Bila dulu compLexity Gaming identik dengan warna merah, putih, dan hitam, kini mereka mengganti warna menjadi biru putih dan mengubah logo menjadi sebuah bintang, mirip dengan logo Dallas Cowboys. Hal ini dilakukan memang dengan tujuan untuk menyelaraskan brand dengan Dallas Cowboys.

“Kami tidak hanya mengganti sebuah logo. Kami membangun di atas sejarah compLexity sebagai inovator di ruang esports dengan cara membuka jalan baru sekali lagi,” kata Jason Lake, founder dan CEO compLexity Gaming, di situs resminya. “Perluasan visi ini mengambil semua pengalaman yang kami dapat sebagai organisasi esports papan atas selama 16 tahun dan menaikkannya ke level yang lebih tinggi—menghasilkan standar baru dan merevolusi bagaimana organisasi esports seharusnya beroperasi,” lanjutnya.

Logo bintang yang memiliki lima sudut juga merupakan simbolisasi 5 prinsip utama yang ingin diusung compLexity Gaming sebagai sebuah brand. Prinsip-prinsip tersebut yaitu:

  • Competition: Terus membangun tim-tim yang kompetitif.
  • Community: Merangkul para penggemar esports baik lokal ataupun global.
  • Culture: Memperhatikan kebutuhan para penggemar yang dinamis dan beraneka ragam.
  • Cause: Berkontribusi pada gerakan-gerakan mulia di dunia.
  • Convergence: Memanfaatkan kemajuan teknologi dari olahraga tradisional untuk terus mengembangkan dan membentuk ekosistem esports secara menyeluruh.

Kelima prinsip di atas semuanya bertujuan untuk mencapai visi compLexity, yaitu kesuksesan jangka panjang dan sustainability di dunia esports. Secara praktis, penyelarasan brand ini kemungkinan akan berpengaruh pada popularitas compLexity Gaming. Mereka yang tadinya merupakan penggemar Dallas Cowboys bisa jadi akan tertarik untuk mendukung compLexity Gaming, begitu juga sebaliknya.

Ke depannya, compLexity Gaming ingin terus menjaga komitmen untuk memajukan industri esports menuju apa yang disebut “Esports 3.0”, di mana para atlet esports mendapat perlakuan setara dengan atlet olahraga tradisional. Termasuk dalam usaha tersebut yaitu pendirian markas baru yang disebut GameStop Performance Center, di mana terdapat beragam fasilitas pelatihan serta perawatan tercanggih untuk para atlet esports, di samping ruang publik, fasilitas untuk sponsor, dan lain sebagainya.

Sumber: compLexity Gaming

Capcom Dirikan Anak Perusahaan Baru, Khusus Tangani Urusan Esports dan Media

Kalau kita berbicara tentang esports di dunia fighting game, maka saat ini tak ada nama yang lebih besar dari Capcom. Meski penerimaan produk-produk fighting mereka (seperti Street Fighter V dan Marvel vs. Capcom Infinite) tidak baik secara universal, dukungan yang kuat dari Capcom terhadap ekosistem esports secara global adalah salah satu alasan mengapa game mereka bisa bertahan hingga waktu yang lama.

Mungkin karena begitu besar dan seriusnya bisnis esports itulah, kini Capcom merasa bahwa mereka perlu mendirikan anak perusahaan baru yang khusus menanganinya. Dilansir dari The Esports Observer, entitas baru ini bernama Capcom Media Ventures, dan resmi berdiri sejak tanggal 1 Maret 2019 kemarin.

Capcom Media Ventures akan menangani segala kegiatan esports Capcom di luar Jepang. Itu berarti termasuk (dan tidak terbatas pada) Capcom Pro Tour yang saat ini tengah berjalan, dan Street Fighter League Pro-US yang merupakan liga 3-lawan-3 baru khusus untuk wilayah Amerika. Selain itu Capcom juga akan meluncurkan liga baru di tingkat amatir serta universitas pada tahun 2019 ini. Capcom Media Ventures itu sendiri memiliki markas di kota Los Angeles, Amerika Serikat.

Street Fighter League Pro-US
Street Fighter League Pro-US 2019 saat ini sedang berjalan | Sumber: Capcom

“Los Angeles telah menjadi pusat besar produksi esports, dan merupakan salah satu pusat global fandom Street Fighter,” kata Midori Yuasa, CEO Capcom Media Ventures, dalam siaran pers. “Keberadaan kami di kota ini memberikan akses dekat kepada sumber daya tersebut dan para pemimpin pemikiran komunitas. Terlebih lagi, ada keuntungan-keuntungan jelas bila tim lisensi media kami bermarkas begitu dengan partner-partner Hollywood kami.”

Kaitan dengan Hollywood menjadi penting karena Capcom Media Ventures bukan hanya menangani bisnis esports, tapi sesuai namanya, juga menangani bisnis media atau entertainment. Esports, media, dan entertainment memang merupakan tiga sekawan yang tidak bisa dipisahkan, bahkan Newzoo pernah berkata bahwa esports adalah bisnis yang akan membentuk masa depan dunia media.

Beberapa program Capcom Media Ventures di bidang media dan entertainment antara lain yaitu pembuatan serta pelisensian film bioskop maupun acara televisi berbasiskan franchise populer milik Capcom. Salah satunya adalah film animasi 3D berjudul Monster Hunter: Legends of the Guild yang akan meluncur ke pasaran di tahun 2019 ini. Selain itu mereka bisa jadi juga akan merilis media hiburan berbasis seri lain, misalnya Resident Evil atau Mega Man.

Keseriusan Capcom dalam menumbuhkan ekosistem esports, terutama di Amerika Serikat, patut diacungi jempol. Bila Anda gemar mengikuti perkembangan industri esports Anda mungkin sudah tahu bahwa regenerasi atlet adalah salah satu tantangan terbesar untuk membuat industri ini dapat berjalan secara berkelanjutan. Program-program esports tingkat universitas dapat memicu kemunculan bibit-bibit atlet baru tersebut, sementara media hiburan dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat akan keberadaan produk-produk Capcom itu sendiri. Semoga saja langkah baru Capcom ini dapat membuat iklim esports Street Fighter tumbuh lebih pesat lagi, dan menjangkau negara-negara yang sebelumnya kurang dipandang termasuk Indonesia.

Sumber: The Esports Observer

Universitas Bina Nusantara Raih Gelar Ganda di IEL University Series 2019

IEL University Series 2019 adalah kompetisi esports tingkat universitas yang berada di bawah naungan MIX 360 ESPORTS, digagas oleh IESPA, serta didukung oleh berbagai elemen pemerintahan. Dalam kompetisi ini, 12 kampus ternama Indonesia mengirim tim perwakilannya dan saling beradu memperebutkan hadiah senilai total Rp1 miliar di cabang Dota 2 dan Mobile Legends: Bang Bang. Tujuannya, selain untuk mencari bibit-bibit atlet esports baru, juga untuk mewadahi kompetisi tingkat mahasiswa baik di dalam negeri maupun nantinya berkembang ke level internasional.

Dalam babak final yang berlangsung pada tanggal 27 – 28 April 2019 lalu, delapan tim dari 6 universitas telah saling beradu untuk mencari siapa jawara IEL University Series. Mereka berasal dari kampus-kampus yang namanya mungkin sudah tak asing lagi di tanah air, antara lain Universitas Bina Nusantara, Universitas Multimedia Nusantara, Universitas Kristen Maranatha, Universitas Ciputra, Universitas Kristen Petra, serta terakhir Universitas Dian Nuswantoro.

IEL University Series 2019 - Binus Dota 2
Tim Dota 2 Universitas Bina Nusantara

Acara final ini digelar di lokasi LigaGame Arena, pusat esports baru yang berlokasi di wilayah Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Acara final ini juga dimeriahkan oleh beberapa influencer ternama Indonesia, seperti Coki Pardede, Tretan Muslim, serta Lola Zieta. Meski IEL University Series 2019 merupakan turnamen amatir, Eddy Lim selaku Presiden IESPA melihat bahwa banyak bibit unggul muncul di sini.

“Sebagai bagian dari rangkaian liga universitas untuk tingkat amatir, IEL University Series 2019 telah berjalan dengan lancar sesuai dengan harapan. Dari kompetisi ini, bibit-bibit unggul telah tampak, namun perjalanan kita dalam mengembangkan ekosistem esports tidak berhenti sampai di sini. Kita perlu mempersiapkan para pemenang juara umum Liga IEL di pelatnas esports SEA Games 2019 yang akan diselenggarakan dalam beberapa bulan mendatang. IESPA bersama dengan Kemenpora dan KOI pun turut memberikan dukungan penuh kepada para atlet agar dapat meraih prestasi yang maksimal,” tuturnya dalam siaran pers.

IEL University Series 2019 - UMN MLBB
Tim MLBB Universitas Multimedia Nusantara

IEL University Series 2019 memang memiliki posisi spesial sebagai kompetisi esports resmi tingkat universitas pertama di Indonesia yang didukung penuh oleh berbagai elemen penting olahraga. Termasuk Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Komite Olimpiade Indonesia (KOI), Federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (FORMI), dan Indonesia Esports Association (IESPA). Selain itu kompetisi ini juga disahkan oleh Asian Electronic Sports Federation (AESF), dan nantinya akan menjadi bagian dari liga universitas resmi di bawah naungan IESPA.

Kampus yang berhasil menjadi juara di IEL University Series 2019 adalah Universitas Bina Nusantara. Hebatnya, kampus ini bukan hanya jadi juara di salah satu cabang pertandingan, tapi meraih gelar juara di keduanya, baik Dota 2 maupun Mobile Legends: Bang Bang. Mereka berhak mendapat hadiah senilai Rp374.000.000. Sementara itu Universitas Multimedia Nusantara meraih peringkat runner-up, juga di kedua cabang kompetisi. Mereka membawa pulang hadiah senilai total Rp243.000.000.

IEL University Series 2019 - UMN Dota 2
Tim Dota 2 Universitas Multimedia Nusantara

“IEL University Series 2019 resmi berakhir, kita semua patut berbangga karena kompetisi ini telah berlangsung secara sportif. Harapan kami di masa mendatang mereka dapat mewakili Indonesia pada kompetisi tingkat dunia. Di samping itu, ini juga membuktikan bahwa esports bukanlah olahraga elektronik yang dapat dipandang sebelah mata melalui banyaknya respon positif yang kami terima dari pihak universitas dan juga para orang tua,” ujar Harry Kartono, COO MIX 360 ESPORTS.

Selamat kepada Universitas Bina Nusantara dan Universitas Multimedia Nusantara atas prestasinya! Semoga di masa depan dapat meraih prestasi yang lebih tinggi lagi serta mengharumkan nama almamater maupun bangsa di dunia esports.

Fnatic Terima Investasi Senilai Rp270 Miliar, Lakukan Reshuffle Kepemimpinan

Salah satu tim esports terpopuler dunia, Fnatic, baru saja mengumumkan bahwa mereka telah memperoleh pendanaan Seri A dengan nilai US$19 juta (sekitar Rp270,7 miliar). Hal ini diumumkan Fnatic dalam artikel di situs resmi mereka pada hari Rabu, tanggal 1 Mei 2019 lalu. Menurut Fnatic, pendanaan ini sekaligus menjadi babak baru dari perjalanan organisasi tersebut yang telah berdiri selama 15 tahun.

Pendanaan tersebut dipimpin oleh Lev Leviev, entrepreneur teknologi sekaligus founder dari media sosial terbesar Rusia yang bernama VK. Selain itu partisipan lainnya termasuk para investor dari Beringea, BlackPine, Unbound, Raptor Group, dan Joi Ito.

Fnatic akan menggunakan dana segar tersebut untuk berbagai hal. Termasuk di antaranya ekspansi global lebih lanjut ke wilayah Asia dan Amerika Utara, memperkuat posisi Fnatic di liga-liga esports papan atas (misalnya League of Legends European Championship), menjalin kerja sama dengan berbagai brand global baru, serta meluncurkan jajaran produk-produk gaming baru di bawah bendera Fnatic Gear. Salah satu produk yang direncanakan adalah produk audio.

Fnatic Gear - DUEL
Fnatic Gear DUEL, salah satu produk gaming Fnatic | Sumber: Fnatic

Seiring dengan masuknya pendanaan baru, dalam Fnatic juga terjadi perubahan struktur kepemimpinan. Founder Fnatic, Sam Mathews, yang sebelumnya menjabat sebagai Chairman, kini kembali memegang posisi CEO. Sementara itu CEO sebelumnya yaitu Wouter Sleijffers telah mengundurkan diri dan berpisah dengan Fnatic.

Posisi Chairman kini dipegang oleh Nick Fry, mantan CEO Mercees AMG F1. Kemudian satu nama baru lagi masuk sebagai COO yaitu Glen Calvert, sebelumnya merupakan founder dari perusahaan media Affectv.

Fnatic - Leaders
Ki-ka: Glen Calvert, Nick Fry, dan Sam Mathews | Sumber: Fnatic

“Ini adalah momen yang sangat penting dalam evolusi Fnatic,” ujar Sam Mathews di situs resmi Fnatic, “Saya sangat bangga akan apa yang telah kami capai selama 15 tahun terakhir dan sekaranglah waktunya membangun di atas fondasi kokoh ini untuk merealisasikan visi kami sebagai brand esports global terdepan. Memiliki investor-investor dengan kaliber sedemikan hebat adalah bukti bahwa mereka melihat potensi yang dimiliki oleh Fnatic dan masa depan kami. Kami tidak akan sampai di titik ini tanpa kontribusi pending dari Wouter selama empat tahun terakhir, kami sangat berterima kasih dan berharap yang terbaik baginya.”

Sebelum menerima pendanaan ini, Fnatic juga pernah menerima pendanaan awal senilai US$7 juta (sekitar Rp99,7 miliar) di tahun 2017 lalu. Saat itu pendanaan tersebut digunakan untuk mendirikan markas organisasi di London, merekrut pelatih, analis, psikolog olahraga, dan banyak lagi. Kini Fnatic siap untuk menuju perkembangan tahap selanjutnya, di bawah kepemimpinan baru namun tetap di bawah visi yang ditanamkan oleh Sam Mathews sejak awal pendiriannya.

Sumber: Fnatic, The Esports Observer

Epic Games Akuisisi Perusahaan Developer Rocket League, Psyonix

Sebuah kabar yang bisa jadi kabar baik atau kabar buruk tergantung dari pandangan Anda, baru-baru Epic Games mengumumkan bahwa mereka telah mengakuisisi perusahaan developer Rocket League, Psyonix. Akuisisi ini diumumkan oleh Psyonix lewat situs resminya pada hari Rabu, tanggal 1 Mei 2019 kemarin. Namun Psyonix juga menjelaskan bahwa saat ini akuisisi tersebut masih dalam proses, yang akan berakhir sekitar akhir Mei hingga awal Juni 2019.

Anda mungkin bisa menebak apa dampak akuisisi ini terhadap Rocket League. Menurut Psyonix, di jangka pendek, Rocket League tidak akan mengalami perubahan. Mereka tetap akan memberi dukungan serta konten-konten baru di seluruh platform. Namun di jangka panjang, Psyonix ingin memboyong Rocket League ke Epic Games Store. Menurut pernyataan mereka, perpindahan platform ini akan membantu mereka “menumbuhkan game ini di cara-cara yang sebelumnya tidak memungkinkan”.

Rocket League - Screenshot
Sumber: Psyonix

Psyonix tidak menyebut soal eksklusivitas dalam situs resminya. Namun dalam laporan Kotaku yang bersumber dari siaran pers Epic Games, tampaknya hal itu akan terjadi. Hingga akhir 2019 Rocket League akan tetap dijual di Steam, tapi begitu Rocket League pindah ke Epic Store, penjualan versi Steam akan dihentikan. Mereka yang sudah memiliki Rocket League di Steam tetap akan mendapat dukungan update seperti versi lainnya.

Selain masalah perpindahan marketplace, Psyonix menyatakan bahwa pada dasarnya tidak akan ada yang berubah. Tim dalam Psyonix tetap sama, komitmen mereka untuk menghadirkan hiburan lewat Rocket League tetap sama. Bedanya, sekarang mereka memiliki pengalaman dan kekuatan dari Epic Games sebagai sokongan.

Sementara itu dari segi esports, Psyonix juga merasa bahwa langkah ini merupakan langkah tepat karena mereka kini jadi bisa memperoleh jangkauan audiens serta sumber daya yang jauh lebih besar. Mereka menjanjikan esports yang lebih menarik di masa depan, salah satunya adalah final Rocket League Championship Series (RLCS) Season 7 yang akan digelar pada tanggal 21 – 23 Juni di Prudential Center, Newark, New Jersey. Namun selain itu mereka tidak membeberkan rencana lebih jauh.

“Perang” antara Epic Games Store dan Steam hingga kini masih terus berlanjut, dan penambahan Rocket League ke dalam pustaka milik Epic Games merupakan langkah besar yang membuat persaingan tersebut kian memanas. Menurut CEO Epic Games, Tim Sweeney, Valve sebagai perusahaan induk Steam memiliki masalah besar dengan program mereka yang mengambil hingga 30% keuntungan dari para developer game.

Sweeney sempat berkata bahwa ia akan menghentikan perang eksklusivitas ini apabila Valve mau menurunkan potongan keuntungan. Epic Games Store sendiri hanya mengambil keuntungan sebesar 12% dari developer, menjadikannya lahan bisnis menjanjikan yang dengan cepat mendapat simpati dari banyak developer besar. Hingga kapan persaingan dua marketplace ini akan berlangsung, kita tunggu saja bagaimana langkah Valve ke depannya.

Sumber: Psyonix, Epic Games