[Rumor] Overwatch 2 Akan Hadir di BlizzCon 2019, Fokus pada Mode PvE?

Para penggemar Blizzard Entertainment pasti sudah tak asing dengan BlizzCon, festival gaming tahunan yang biasa digelar Blizzard untuk mengumumkan berita-berita terbaru seputar game mereka. Tahun 2018 kemarin acara tersebut sempat menimbulkan kontroversi karena menjadi ajang diungkapnya Diablo Immortal untuk mobile. Lalu bagaimana dengan tahun ini?

BlizzCon 2019 akan digelar pada tanggal 1 – 2 November di Anaheim Convention Center, California. Para penggemar tampaknya punya alasan untuk menyambut acara ini dengan antusias, sebab baru saja ada kabar beredar bahwa Blizzard akan mengumumkan Overwatch 2 di dalamnya. Kabar tersebut datang dari Rod “Slasher” Breslau, konsultan esports ternama yang juga merupakan penulis untuk situs ESPN.

Sumber: Dexerto
Suasana BlizzCon | Sumber: Trending All Day

Slasher berkata bahwa kabar tersebut datang dari sumber terpercaya, dan sejalan dengan laporan Kotaku di tengah tahun bahwa Blizzard memang sedang mengembangkan Overwatch 2. Saat itu Kotaku mengabarkan bahwa Blizzard telah membatalkan sebuah proyek first person shooter bertema StarCraft lalu mengalihkan sumber daya mereka untuk mengembangkan dua game, yaitu Overwatch 2 dan Diablo IV. Namun tentu saja Blizzard belum memberikan konfirmasi resmi.

Slasher juga melaporkan bahwa Overwatch 2 akan memiliki fokus pada elemen PvE (player versus enemy), berbeda dari Overwatch pertama yang sepenuhnya PvP (player versus player). Akan tetapi belum jelas sebesar apa perbedaan porsi PvE tersebut dibandingkan PvP di dalamnya. Mode PvE ini akan memiliki fitur talent dan in-game item, dan bisa dimainkan bersama oleh 4 pemain sekaligus. Rasanya terdengar seperti seri Borderlands, tapi jelasnya kita tunggu saja pengumuman resminya nanti.

Di samping Overwatch 2 yang fokus pada PvE, Overwatch juga akan memperoleh mode baru yang disebut Push. Selama ini Overwatch hanya memiliki empat mode permainan, yaitu Assault, Control, Escort, dan Hybrid. Push akan menjadi mode baru pertama sejak Overwatch dirilis di tahun 2015, dan akan menggunakan map baru dengan basis kota Toronto, Kanada.

Blizzard juga digosipkan akan merilis satu hero baru bernama Echo. Bocoran lain dari seorang pengguna Twitter bernama WeakAuras juga menyebutkan bahwa Blizzard akan mengungkap Diablo IV serta ekspansi baru World of Warcraft berjudul Shadowlands.

Satu hal yang agak membingungkan adalah apakah Overwatch 2 ini akan menjadi game yang benar-benar terpisah ataukah merupakan ekspansi dari Overwatch orisinal. Bukan hal baru bila ada game yang bersifat live service meluncurkan perombakan besar kemudian menyebutnya sebagai sebuah “sekuel”. Dulu Valve pernah melakukannya dengan Dota 2 Reborn, begitu juga Epic Games dengan Fortnite Chapter 2 baru-baru ini. Capcom juga sudah melakukan hal serupa ketika meluncurkan Street Fighter V: Arcade Edition.

Yang jelas, sudah banyak penggemar Overwatch yang menyuarakan perlunya perombakan besar di game ini. Meta yang stagnan, ditambah viewership Overwatch League yang kurang berkembang, adalah beberapa alasan mengapa sebagian orang menganggap bahwa Overwatch sedang “sekarat”. Semoga saja proyek Overwatch 2 ini bisa kembali membuat komunitas bergairah dan mengangkat pamor game tersebut.

Buat Anda yang ingin menonton langsung Live Streaming Blizzcon 2019, HYBRID bekerja sama dengan AKG Games mengadakan giveaway 4 virtual ticket Blizzcon 2019 yang aturan mainnya bisa dilihat di postingan Instagram berikut ini:

Sumber: ESPN, Slasher, Nmia Gaming

Phael “Zenith” Maia Jadi Wakil Wilayah LATAM di Capcom Cup 2019

Masih dalam suasana menjelang akhir Capcom Pro Tour alias CPT 2019, beberapa waktu lalu kita telah melihat dua kompetisi Regional Finals selesai digelar. Pertama adalah Asia Regional Finals dalam acara SEA Major 2019, kompetisi tersebut dimenangkan oleh Fujimura dari Jepang. Kedua yaitu Europe Regional Finals dalam acara EGX 2019, dimenangkan oleh Big Bird dari Algeria.

Dua pemain tersebut langsung lolos ke Capcom Cup yang akan digelar bulan Desember nanti, tapi masih ada dua ajang Regional Finals tersisa. Salah satunya, Latin America (LATAM) Regional Finals, baru saja digelar pada tanggal 26 – 27 Oktober kemarin. Kompetisi CPT 2019 LATAM Regional Finals merupakan bagian dari event First Attack 2019, salah satu festival video game terbesar di Brasil yang sudah masuk ke dalam CPT sejak tahun 2015.

Mengambil lokasi di Puerto Rico Convention Center, San Juan, First Attack 2019 mempertandingkan 10 game dalam turnamennya. Street Fighter V: Arcade Edition sudah jelas masuk, ditemani oleh sederet judul populer seperti Fortnite, Super Smash Bros. Ultimate, Tekken 7, hingga Dance Dance Revolution Extreme.

https://twitter.com/CapcomFighters/status/1188594010807365632

Sama seperti turnamen yang sudah-sudah, LATAM Regional Finals diikuti oleh 8 pemain dengan posisi tertinggi di CPT Regional Leaderboard. Kali ini yang berhasil menjadi juara adalah Phael “Zenith” Maia, pemain Street Fighter asal Brasil dengan karakter jagoannya yaitu Menat. Ia mengalahkan Gonzalo “Pikoro” Buleje dari Peru yang memainkan M. Bison di Grand Final, dengan skor cukup tipis 3-2.

Hasil turnamen CPT 2019 LATAM Regional Finals:

  • Juara 1: Zenith
  • Juara 2: RES | Pikoro
  • Juara 3: BANDITS | MenaRD
  • Juara 4: EF | ElTigre
  • Juara 5: Kusanagi
  • Juara 5: F3 | Lilo
  • Juara 7: SONICBOXX | Doomsnake507
  • Juara 7: Keoma

First Attack 2019 juga mewadahi satu turnamen terbuka kelas CPT Premier. Cukup banyak nama besar yang hadir di sini, termasuk di antaranya NuckleDu, Fuudo, Xian, Oil King, Smug, PR Balrog, dan lain-lain. Akan tetapi pemain yang jadi juara dan berhasil menggondol 700 CPT Global Point ternyata bukan berasal dari wilayah LATAM, melainkan dari Amerika Utara. Dia adalah Punk yang hadir mengusung karakter Karin dan G.

Peringkat Top 8 First Attack 2019 CPT Premier:

  • Juara 1: RECIPROCITY | Punk
  • Juara 2: GO RB | Luffy
  • Juara 3: NuckleDu
  • Juara 4: iDom
  • Juara 5: CYG BST | Fuudo
  • Juara 5: UYU | JB
  • Juara 7: DETONATION | Itabashi Zangief
  • Juara 7: CYG BST | Daigo “The Beast”

Bila Anda berminat menonton lebih banyak pertandingan di First Attack 2019, seluruh videonya telah diunggah di channel YouTube resmi Capcom Fighters.

Dari hasil di atas, satu hal yang cukup tak terduga menurut saya adalah performa salah satu pemain hebat asal Republik Dominika, MenaRD. Pria bernama asli Saul Leonardo Mena Segundo itu menduduki peringkat 1 di LATAM Regional Leaderboard, tapi ternyata ia tidak berhasil keluar sebagai juara Regional Finals.

Sementara untuk turnamen CPT Premier, mengingat Punk sudah memegang peringkat 1 Global Leaderboard dengan 4.655 poin, sebetulnya ia bisa saja santai-santai dan tinggal menunggu panggilan ke Capcom Cup. Tapi Punk masih rajin menghadiri turnamen luar negeri seperti ini, bahkan meraih gelar juara lagi. Hal ini menunjukkan bahwa ia memiliki dedikasi yang tinggi dan layak mendapat total respect. Saya merasa Punk akan jadi ancaman besar di Capcom Cup nanti, dan punya peluang besar untuk jadi juara.

Masih ada dua “jalan pintas” lagi untuk menuju Capcom Cup 2019. Pertama adalah North America Regional Finals yang akan dilaksanakan di tanggal 16 – 17 November. Terakhir adalah turnamen Last Chance Qualifier yang akan digelar tepat sehari sebelum Capcom Cup, yaitu tanggal 13 Desember. Saatnya kita bersiap-siap melihat persaingan antar jagoan Street Fighter dunia yang sangat panas di akhir tahun nanti.

Sumber: Capcom Pro Tour

Misi Besar Nike untuk Memperpanjang Masa Karier Para Atlet di Dunia Esports

Ketika Nike masuk menjadi sponsor eksklusif League of Legends Pro League (LPL) di Tiongkok, banyak pihak yang bertanya-tanya, akan seperti apa perang Nike di dunia esports. Ada yang merasa bahwa Nike hanya mengejar keuntungan, ada juga yang menebak bahwa Nike akan menyediakan perlengkapan seperti jersey atau sepatu tim. Tapi kenyataannya, Nike punya rencana yang lebih besar dari semua itu.

Nike merilis sebuah video dokumenter di bulan September 2019 lalu, dengan judul “Unlock the Legends”. Di sana mereka buka-bukaan terkait kerja sama yang mereka lakukan dengan LPL, dan seperti apa kontribusi yang bisa mereka berikan ketika masuk ke dalamnya. Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan itu, Nike melakukan apa yang pernah mereka lakukan ketika baru didirikan dulu: berbicara dengan para atlet.

Unlock the Legends - Sleeping
Atlet esports sangat rawan terjerumus ke gaya hidup tak sehat | Sumber: Nike

Nike mengidentifikasi satu masalah yang jadi momok utama banyak gamer profesional, yaitu masalah kesehatan. Di Tiongkok, para atlet esports biasa duduk di depan komputer dari bangun tidur hingga akan tidur lagi. Dalam sehari mereka bisa menghabiskan lebih 10 jam untuk berlatih, dan ini pada akhirnya memunculkan masalah tersendiri.

Mengapa mereka harus berlatih sekeras itu? Manajer Top Esports (TES), Hao Guo, berkata, “Rasio jumlah pro gamer dengan orang-orang yang ingin menjadi pro itu kurang lebih 1:10.000, atau mungkin lebih dramatis lagi, 1:100.000, saya tidak akan kaget.” Persaingan ketat menuntut para atlet bekerja keras, dan ini sangat membebani kondisi fisik maupun mental mereka.

Unlock the Legends - Tired
Meski secara fisik low impact, jam latihan yang panjang tetap melelahkan | Sumber: Nike

Statistik LPL menunjukkan bahwa rata-rata masa karier seorang atlet esports di sana adalah sekitar 2,6 tahun, dengan puncak karier di usia awal 20an. Ini angka yang luar biasa singkat dan sangat mengkhawatirkan. Bayangkan bila atlet olahraga konvensional, seperti Cristiano Ronaldo atau LeBron James, hanya bisa bermain di liga profesional selama 2,6 tahun sepanjang hidupnya. Tak hanya buruk bagi sang atlet, tapi ini juga buruk bagi liga keseluruhan sebab mereka jadi tidak bisa membangun citra superstar di dalamnya. Padahal pemain-pemain bintang itu adalah daya tarik penting untuk membangun ekosistem profesional yang berkelanjutan dan terus diminati banyak orang.

Eric Wei, VP of Category Marketing di Nike Greater China, bercerita, “Saya terkejut sekali. Karena bila kita pikir-pikir, apa yang mereka lakukan adalah aktivitas sangat low impact, dibandingkan dengan olahraga yang biasa kita tonton di TV. Kalau itu bola basket, American football, lari, semua yang mereka lakukan adalah kegiatan olahraga high impact. Dan bahwa para atlet esports ini, umur mereka, karier mereka di olahraga dan aktivitas mereka lebih pendek dari atlet yang lain (olahraga konvensional), itu mengejutkan!”

Nike kemudian mengundang beberapa atlet esports untuk hadir di fasilitas riset olahraga mereka di Amerika Serikat. Di sana mereka melakukan sejumlah tes untuk melihat seperti apa kondisi fisik para atlet ini, serta hal apa yang bisa mereka lakukan untuk memperbaikinya. Hasilnya ditemukan bahwa atlet-atlet ini buruk bahkan di tes-tes fisik dasar, dan itu artinya mereka rawan terkena cidera.

Unlock the Legends - Uzi
Uzi (Zi Hao Jian), pemain RNG yang turut menjalani tes di fasilitas riset Nike | Sumber: Nike

Mayoritas kegiatan para atlet esports dikerjakan sambil duduk, jadi mereka umumnya lemah di tubuh bagian bawah (kaki). Sakit punggung, leher, serta pergelangan tangan juga merupakan keluhan-keluhan yang kerap muncul di kalangan mereka. Tapi ketika mereka menjalani tes reaksi visual, atau koordinasi mata, hasilnya luar biasa bagus.

Kondisi fisik atlet yang demikian timpang merupakan tantangan baru bagi Nike. Mereka kini mengembangkan program-program perbaikan kondisi fisik atlet esports yang melibatkan para master trainer di Nike. Masalahnya, di olahraga konvensional, ketika atlet berlatih maka mereka otomatis berolahraga juga. Sementara untuk atlet esports, olahraga harus dilakukan di luar jam latihan dan itu berarti mereka harus mengeluarkan waktu serta tenaga ekstra. Di tengah kegiatan yang begitu padat, tidak semua atlet punya waktu dan tenaga itu.

Melihat kendala tersebut, Nike memasang target yang tidak terlalu muluk: membuat para atlet menguasai tubuhnya sendiri. “Saya rasa yang bisa kita lakukan dalam waktu cepat adalah meningkatkan kesehatan dan kebugaran para atlet secara keseluruhan. Jika mereka lebih selaras dengan tubuh mereka, mereka akan lebih selaras dan bisa bermain di level yang lebih tinggi,” kata Ian Muir, Director of Sport Performance Insights di Nike Sport Research Lab.

Unlock the Legends - Training
Latihan fisik disesuaikan dengan kondisi tubuh serta rutinitas atlet | Sumber: Nike

Para master trainer Nike langsung turun ke markas tim-tim LPL, seperti Royal Never GiveUp (RNG) dan Dominus Esports (DMO), untuk memberikan pelatihan pada atlet-atletnya. Pelatihan ini disesuaikan dengan kondisi tubuh para atlet, serta rutinitas yang biasa mereka lakukan.

Bagi atlet esports yang tak terbiasa berolahraga, latihan-latihan ini sangat berat. Hasilnya pun mungkin tak instan, bisa jadi baru terlihat setelah beberapa bulan atau bahkan setahun kemudian. Tapi bila ingin menjadi profesional yang lebih baik lagi, memang harus ada yang dikorbankan. Tujuan akhirnya, lewat program peningkatan kesehatan seperti ini, Nike berharap para atlet esports bisa berkarier di dunia profesional untuk waktu yang lebih lama.

Sumber: Nike, Adweek

Owner Dallas Mavericks: Uang Esports Adanya di Eropa dan Asia, Bukan Amerika

Sebagai salah satu investor dan pebisnis yang sudah malang-melintang di dunia olahraga, akan sangat wajar apabila Mark Cuban juga turut terjun ke dunia esports. Apalagi ia merupakan pemilik tim NBA Dallas Mavericks, dan NBA memiliki keterkaitan yang kuat dengan esports. Beberapa atlet/mantan atlet NBA seperti Kevin Garnett dan Rudy Gobert pun sudah berinvestasi di esports.

Tapi dalam acara talk show berjudul Fair Game baru-baru ini, Cuban ternyata berpendapat bahwa esports adalah investasi yang buruk. Secara spesifik, ia berpendapat bahwa menjadi pemilik tim esports di Amerika Serikat adalah sebuah kesalahan besar, dan ia tidak tertarik berinvestasi, setidaknya untuk sekarang.

Mengapa demikian? Ada beberapa alasan yang ia kemukakan. Pertama, Cuban berkata bahwa esports adalah dunia persaingan yang brutal. Dalam esports, meta permainan sering sekali berganti. Dan ketika meta berganti, maka game itu akan berubah seolah menjadi sebuah game yang benar-benar baru.

https://twitter.com/FairGameonFS1/status/1187051530614034432

“Anda tahu, (esports) sangat kompetitif, dan sangat menyiksa secara fisik maupun mental, sangat brutal,” ujar Cuban. Memang benar, jika dibandingkan dengan olahraga konvensional seperti sepak bola atau basket, olahraga-olahraga ini punya aturan yang jarang sekali berubah. Seorang pemain sepak bola yang sekarang hebat, kemungkinan akan tetap hebat juga dalam waktu relatif lama. Tapi di dunia esports, pemain bintang hari ini bisa jadi payah esok harinya hanya gara-gara sebuah patch.

Alasan kedua, Cuban berpendapat bahwa banyak orang yang berinvestasi ke dalam tim esports tidak paham bahwa kondisi bisnisnya sebetulnya sedang jelek. “Secara agregat, ini bisnis yang bagus. Apakah sedang tumbuh? Ya. Tapi secara domestik di Amerika Serikat, ini adalah bisnis yang parah. Memiliki sebuah tim (esports) adalah bisnis yang parah,” paparnya.

Cuban melanjutkan, “Anda melihat banyak konsolidasi, orang-orang berusaha keluar dan menjual (timnya), Anda lihat banyak orang berusaha meraih lebih banyak pendanaan dan Anda lihat valuasi menurun. Dan saya pikir banyak orang yang membeli (tim esports) tidak paham perbedaan antara stream dan viewer di Eropa, di Asia, dengan stream dan viewer di sini.”

Menurut Cuban, jumlah penonton siaran esports di Amerika Serikat terbilang kecil. Bahkan untuk liga franchise besar seperti Overwatch League, jumlah viewer terbanyaknya pun hanya sekitar 300.000 viewer secara global, dan itu sebetulnya angka yang kecil.

Bukan berarti secara keseluruhan investasi di esports adalah hal buruk. Cuban berkata bahwa “ada uang” di Eropa dan Asia. “Jika Anda di Korea, ada banyak uang di sana, itu nyata. Jika Anda di Tiongkok, ada uang di sana. Di sini? Tidak begitu banyak,” kata Cuban.

Ia kemudian mencontohkan betapa susahnya menjadi streamer di Amerika Serikat. Ninja misalnya, memang sukses dan kaya raya dari streaming di Twitch. Tapi untuk bisa menjadi sukses seperti itu, ia harus melakukan streaming selama 10 jam setiap harinya dan “tidak punya kehidupan”. Karena itulah akhirnya Ninja hijrah ke Mixer.

Andy Miller
Andy Miller, Co-CEO NRG Esports yang baru menjual tim CS:GO mereka | Sumber: Robert Paul via Esportz Network

Buruknya kondisi esports Amerika Serikat juga pernah diungkapkan oleh Co-CEO NRG Esports, Andy Miller. Miller membahas secara spesifik kondisi esports Counter-Strike: Global Offensive, di mana standar gaji pemain telah melambung begitu tinggi sehingga menimbulkan kerugian bagi organisasi. “Para pemain ingin mendapat (keuntungan) sebanyak mungkin sekarang, itu sudah seharusnya, karena memang itulah cara mereka mencari nafkah. Tapi sebagai sebuah organisasi itu membuat segalanya sangat sulit,” kata Miller dalam wawancara bersama Dexerto.

Berkaca dari pandangan Mark Cuban, tidak heran jika akhir-akhir ini pasar esports Asia semakin banyak diminati. NBA 2K League misalnya, baru saja melebarkan franchise mereka ke negara Tiongkok. Di kompetisi The International 2019 kemarin pun jumlah sponsor tim-tim Tiongkok tercatat naik, baik itu sponsor endemic maupun non-endemic.

Sumber: DSResearch
Platform penonton esports di Indonesia | Sumber: DSResearch

Akan tetapi para investor juga harus jeli dalam mengambil langkah di sini, karena pasar Asia terbukti punya perilaku konsumen yang berbeda jauh dari pasar barat. Di Indonesia misalnya, angka Twitch nyaris tidak ada artinya karena mayoritas penonton esports ada di platform lain. Setiap wilayah punya tantangan tersendiri, oleh karena itu investor butuh riset yang mendalam sebelum memutuskan untuk menggelontorkan dana di tim esports tertentu.

Sumber: Dexerto

Konami Luncurkan Program Esports eFootball PES 2020 Mulai Desember

Para penggemar game sepak bola tentu sudah tahu bahwa seri Pro Evolution Soccer (PES) tahun ini mengalami perubahan judul menjadi eFootball PES. Kabarnya, perubahan judul merupakan cerminan dari strategi baru Konami untuk lebih mempopulerkan seri PES. Kata “eFootball” bermakna bahwa Konami ingin lebih fokus pada esports, tapi mereka tetap tidak melupakan hal-hal lain yang diinginkan oleh penggemar bola, seperti lisensi tim dan gameplay yang realistis.

Kini Konami telah mengungkap seperti apa wujud konkret dari strategi esports yang dimaksud. Dalam sebuah siaran pers, Konami menjelaskan bahwa mulai bulan Desember 2019 nanti mereka akan membuka dua kompetisi besar, bernama eFootball.Open dan eFootball.Pro. Apa perbedaannya?

eFootball.Open adalah turnamen esports yang terbuka untuk semua kalangan. Turnamen ini memiliki format pertandingan 1v1, dan merupakan pengganti dari kompetisi yang dulu dikenal dengan nama PES League.

Pemain akan menggunakan mode baru eFootball PES 2020 yang disebut mode Matchday untuk berkompetisi, dengan jadwal pertandingan setiap dua minggu sekali. Uniknya, kali ini setiap pemain hanya boleh memilih satu klub bola untuk digunakan sepanjang turnamen. Klub ini harus dipilih di awal musim, dan klub yang tersedia pun terbatas, hanya klub-klub bola yang hadir di turnamen eFootball.Pro. Daftar klubnya akan diumumkan oleh Konami di kemudian hari.

Konami ingin agar turnamen ini aksesibel untuk segala level keahlian, karena itu mereka membagi eFootball.Open menjadi tiga kategori yaitu Basic, Intermediate, dan Expert, berdasarkan rating pemain di Online Division.

Dari setiap klub bola, dipilih 50 pemain terbaik dari tiap region di tiap platform (PS4, Xbox One, PC) untuk maju ke babak Online Finals. Region yang dimaksud terbagi menjadi tiga yaitu Eropa, Amerika, dan Asia. Namun khusus untuk Asia dibagi lagi menjadi tiga server: server Jepang, server Asia, dan server Eropa (untuk beberapa negara Asia).

Kemudian, 3 pemain dari tiap klub di tiap region akan maju ke pertandingan Regional Finals untuk menentukan siapa yang jadi wakil wilayah Eropa, Amerika, dan Asia. Babak puncak yang disebut World Finals nantinya mempertandingkan 3 pemain per klub untuk memperebutkan gelar juara dunia.

eFootball.Open - Structure
Struktur kompetisi eFootball.Open

Berikut ini jadwal tentatif untuk rangkaian kompetisi eFootball.Open:

  • Online Registration: Pertengahan November 2019
  • Online Qualifiers: Desember 2019 – Februari 2020
  • Online Finals: Februari – Maret 2020
  • Regional Finals: Mei 2020
  • World Finals: Juli 2020

Untuk aturan lengkap tentang turnamen eFootball.Open, Anda bisa langsung mengunjungi situs resmi eFootball PES 2020.

eFootball.Pro, di sisi lain, merupakan kompetisi tertutup. Konami akan melibatkan klub-klub sepak bola sungguhan di Eropa di dalamnya, dan mereka pun akan bermain dengan skuad profesional sungguhan. Sayangnya belum ada informasi detail tentang turnamen yang ini, namun yang jelas eFootball Pro menggunakan format kompetisi 3v3 co-op.

Konami menyediakan hadiah total untuk seluruh program esports eFootball sebesar US$2.000.000 (sekitar Rp28 miliar). Sebagian besar dari prize pool itu akan digunakan untuk hadiah eFootball.Pro. Penyelenggaraan program esports eFootball ini juga berkolaborasi dengan sejumlah asosiasi sepak bola lain, seperti eJ.League Winning Eleven 2019 Season dan Toyota E-League.

eFootball Esports - Structure
Kalender esports tentatif eFootball PES 2020

Dari informasi-informasi di atas, dapat kita simpulkan bahwa Konami memfasilitasi esports dari dua sisi: mereka yang ingin ikut berkompetisi dan mereka yang hanya ingin menonton. Mirip seperti sepak bola sungguhan, ada kesenangan yang berbeda antara bertanding di kompetisi amatir dengan menyaksikan bintang-bintang kelas dunia di layar kaca. Kompetisinya pun harus dipisahkan, karena menyaksikan Lionel Messi bertanding melawan pemain bola level RT/RW jelas tidak akan seru.

Menurut Valentinus Sanusi, founder Liga1PES dan ketua komunitas PES Indonesia, strategi Konami ini merupakan pukulan telak bagi FIFA karena mereka berhasil membuat ekosistem sepak bola elit dunia dengan format esports.

“Strategi yang benar menarik dan patut ditunggu hasilnya, apakah ini akan menjadi trendsetter baru tidak hanya di industri esports, tapi juga sepak bola sendiri. Komunitas Indonesia yang tahun lalu meraih prestasi gemilang dan membuat kita semua bangga, harus kembali menunjukkan konsistensi dan komitmen mereka sebagai pecinta PES, dikarenakan kemasan yang berbeda dari Konami di musim ini akan menjadi kebanggaan sendiri jika musim ini, pemain Indonesia bisa menjadi salah satu perwakilan klub-klub sepak bola elit dunia,” papar Valent.

Untuk pengumuman lebih lanjut, Anda bisa memantau kanal-kanal media sosial eFootball PES lewat Facebook atau Twitter.

Update: Penjelasan lebih detail tentang sistem turnamen dan tambahan keterangan dari founder Liga1PES.

NuckleDu dan Punk Jadi Penantang Terkuat CPT 2019 North America Regional Finals

Sirkuit kompetisi Capcom Pro Tour 2019 memiliki tiga turnamen akbar yang disebut sebagai turnamen tingkat Super Premier. Pertama yaitu Evolution Championship Series (EVO) 2019, kedua ialah CPT 2019 Asia Premier, dan ketiga CPT 2019 North America Regional Finals. Dari tiga turnamen Super Premier itu, dua di antaranya sudah selesai digelar, menyisakan satu yang terakhir yaitu CPT 2019 North America Regional Finals (NARF).

Seperti halnya ajang SEA Major 2019 dan EGX 2019, CPT 2019 NARF juga terdiri dari dua turnamen terpisah. Pertama yaitu turnamen Regional Finals yang diikuti oleh 8 pemain Street Fighter terbaik di wilayah Amerika Utara. Kedua adalah turnamen CPT yang terbuka untuk semua orang (open tournament). Di ajang Regional Finals lain biasanya turnamen terbuka ini memiliki tingkatan Premier, tapi khusus untuk NARF turnamennya berkasta Super Premier.

Capcom telah mengumumkan tanggal pasti serta lokasi ajang CPT 2019 NARF, yaitu tanggal 16 – 17 November 2019 di Las Vegas HyperX Esports Arena. Ajang ini menawarkan prize pool sebesar US$80.000 (sekitar Rp1,1 miliar), serta tentu saja, kesempatan untuk langsung lolos ke Capcom Cup 2019 lewat jalur Regional.

Berikut ini adalah 8 pemain Street Fighter yang akan mengikuti kompetisi CPT 2019 NARF, sesuai urutan klasemen mereka di Regional Leaderboard wilayah Amerika Utara:

  1. NuckleDu (Du Dang)
  2. RECIPROCITY | Punk (Victor Woodley)
  3. iDom (Derek Ruffin)
  4. SONICBOXX | 801 Strider (Gustavo Romero)
  5. UYU | JB (Jonathan Bautista)
  6. END | Shine (Sean Simpson)
  7. El Chakotay (Chakotay Andrich)
  8. Terrence (Terrence Mikell)

Dari delapan pemain di atas, nama NuckleDu dan Punk jelas akan jadi kontestan paling diwaspadai. Akan tetapi sebetulnya Punk sudah otomatis lolos ke Capcom Cup 2019 karena ia menduduki peringkat 1 di Global Leaderboard. NuckleDu dan iDom saat ini masuk dalam Top 26 Global Leaderboard, tapi masih ada kemungkinan terdepak dari Capcom Cup, tergantung pada penampilan mereka di NARF Super Premier nanti. Semakin Capcom Pro Tour mendekati akhir, persaingan poin semakin menegangkan karena kita tidak tahu siapa saja yang mampu mempertahankan klasemen.

Capcom Cup 2019
Sumber: Yoshinori Ono

Sementara itu, Capcom Cup 2019 sendiri akan digelar pada tanggal 13 – 15 Desember 2019 di The Novo Theater, Los Angeles. Capcom menyediakan hadiah senilai minimal US$250.000 (sekitar Rp3,5 miliar), ditambah dengan prize pool dari hasil penjualan DLC bertema Capcom Cup nantinya.

Acara yang berlangsung selama tiga hari ini punya agenda cukup padat, terdiri dari:

  • Jumat, 13 Desember: Last Chance Qualifier, turnamen kualifikasi terakhir untuk maju ke Capcom Cup
  • Sabtu, 14 Desember: Pertandingan Capcom Cup Top 32 dan Street Fighter League World Finals
  • Minggu, 15 Desember: Pertandingan Capcom Cup Top 16

Sebanyak 32 pemain Street Fighter terbaik dunia akan berkumpul untuk memperebutkan juara dunia dan menumbangkan Gachikun sang juara bertahan. Ajang ini sekaligus merupakan pertama kalinya digelar Street Fighter League World Finals, yang mempertemukan juara Street Fighter League dari Amerika Serikat melawan juara Street Fighter League dari Jepang. Catat tanggalnya, dan jangan sampai lewatkan momen fighting game yang pastinya akan sangat heboh ini!

Sumber: Capcom Pro Tour, Yoshinori Ono

Tempuh Jalur Damai, Rick Fox Akhirnya Putuskan Pergi dari Echo Fox

Perseteruan antara Rick Fox sang founder organisasi Echo Fox dengan para partnernya akhirnya selesai sudah. Dilansir dari Newsweek, pria yang merupakan mantan pemain profesional NBA itu telah menyepakati perjanjian damai di luar pengadilan dan menarik tuntutan masing-masing. Rick Fox juga akan keluar dari Echo Fox maupun dari perusahaan shareholder organisasi tersebut, Vision Esports.

Bila Anda tidak familier dengan kasus ini, konflik antara Rick Fox dengan partner-partnernya telah berjalan selama berbulan-bulan sejak pertengahan 2019 lalu, sekitar bulan April. Rick Fox menuduh bahwa partnernya yaitu Amit Raizada telah memperlakukan dirinya secara rasis. Sebagai hukuman, Riot Games menyuruh Echo Fox untuk mengeluarkan Raizada organisasi, namun mereka menolak. Akhirnya Riot Games melepas keanggotaan Echo Fox dari League of Legends Championship Series (LCS), dan menyuruh mereka menjual slot franchise ke pihak lain.

Slot LCS itu akhirnya dibeli oleh tim Evil Geniuses. Perseteruan kemudian berlanjut ke meja hijau, di mana Raizada dan partner lainnya yaitu Stratton Sclavos menuduh Rick Fox memiliki hutang sebesar US$5,1 juta pada investor, dan telah melakukan tindakan-tindakan yang merugikan perusahaan. Rick Fox lalu balik menuntut Raizada dan Sclavos atas tuduhan penipuan dan penggelapan dana.

Kini, kedua belah pihak telah mencabut tuntutan mereka setelah menjalin kesepakatan damai yang dirahasiakan. Namun belum jelas bagaimana nasib Echo Fox ke depannya, terutama di dunia esports League of Legends.

https://twitter.com/IAmAsarch/status/1186671115294380033

“Saya telah memilih untuk meninggalkan Echo Fox, perusahaan esports yang saya dirikan, sebagai cara untuk mengakhiri perkelahian yang bergolak dan sebagai gantinya akan terus melanjutkan minat visioner saya untuk terlibat dalam sejumlah oportunitas berpikiran maju di dunia video game bersama partner-partner lain yang kuat, kredibel, dan memiliki value yang sama dengan saya,” ujar Rick Fox dalam pernyataan resminya.

Rick Fox lanjut bercerita bahwa dunia bisnis tak ubahnya pertandingan di atas lapangan, perlu ada kesatuan tujuan dengan anggota tim untuk meraih kesuksesan. Menurutnya, di dalam Echo Fox terdapat perbedaan besar soal value, etika, komitmen, hingga integritas. Rick Fox menyebut pengalamannya di organisasi tersebut sebagai “pelajaran yang menyakitkan”, namun semangatnya terhadap esports tidak berkurang dan ia akan terus melanjutkan kiprahnya.

Rick Fox - Bahamas Relief Foundation
Rick Fox kini aktif di badan amal Bahamas Relief Foundation | Sumber: Rick Fox

Kabarnya, setelah ini Rick Fox akan mendirikan organisasi baru bersama mantan presiden Echo Fox, Jace Hall. Organisasi tersebut bernama Twin Galaxies International. Rick Fox juga sedang mengembangkan serial TV komedi yang mengangkat kisah hidupnya ke layar kaca. Ia bekerja sama dengan penulis skenario berpengalaman Dan Kopelman, serta studio produksi Warner Bros. Television untuk pembuatannya.

Di luar esports, Rick Fox aktif dalam kegiatan-kegiatan kemanusiaan, dan telah mendirikan lembaga amal Bahamas Relief Foundation. Lembaga ini juga melibatkan sejumlah atlet atau mantan atlet olahraga ternama, seperti Shaquille O’Neal dan Serena Williams.

Sumber: Newsweek, The Esports Observer

eNASCAR Heat Pro League Temukan Juaranya, Langsung Siapkan Musim Kedua

Liga esports perdana NASCAR, eNASCAR Heat Pro League, akhirnya telah menyelesaikan fase puncaknya. Setelah babak kualifikasi yang dimulai sejak Desember 2018 lalu, dan musim reguler yang mengandung sebanyak 11 kali balapan, eNASCAR Heat Pro League akhirnya menggelar balapan finalnya pada hari Rabu, tanggal 23 Oktober 2019 kemarin.

eNASCAR Heat Pro League diikuti oleh 14 tim NASCAR. Masing-masing tim mengusung dua perwakilan, satu driver bertanding di platform PS4 dan satu lagi bertanding di Xbox One. Di babak final, para driver harus bersaing dalam balapan yang terdiri dari 70 lap. Pertandingannya digelar secara live di Studio 43 NASCAR Plaza, kota Charlotte, Amerika Serikat.

Dua tim yang bersaing ketat memperebutkan posisi puncak klasemen adalah Stewart-Haas Gaming (dari tim NASCAR Stewart-Haas Racing) dan Leavine Family Gaming (dari tim NASCAR Leavine Family Racing). Brandyn Gritton dari Stewart-Haas Gaming menduduki puncak klasemen PS4, sementara Josh Harbin dari Leavine Family Gaming menduduki peringkat dua. Di platform Xbox One, Nick Vroman dari Leavine Family Gaming berada di puncak klasemen, sementara Josh Shoemaker dari Stewart-Haas Gaming di peringkat dua.

Perolehan poin kedua tim di final liga ternyata seri, yaitu sama-sama 4.079 poin. Akhirnya, pemilihan juara akhirnya dilakukan dengan melihat berapa banyak lap yang mereka pimpin sepanjang pertandingan. Melihat bahwa Brandyn Gritton mampu memimpin sebanyak 58 lap dari total 70 lap, akhirnya tim Stewart-Haas Gaming ditetapkan sebagai juara liga.

https://twitter.com/StewartHaasRcng/status/1187180200607604736

“Kita berhasil mewujudkannya. Kita juara lagi, sayang,” kata Jake Morris, juru bicara Stewart-Haas Gaming setelah pertandingan. Stewart-Haas Racing sendiri di liga NASCAR nyata merupakan salah satu tim langganan juara, dengan driver andalannya Kevin Harvick yang telah menjuarai sejumlah event di tahun 2019 ini.

Scott Warfield, Managing Director of Gaming di NASCAR, sudah bersiap-siap untuk menggelar liga esports musim berikutnya. Menurut laporan dari Front Office Sports, eNASCAR Heat Pro League perdana ini merupakan liga yang dirancang tanpa ekspektasi revenue, karena tujuannya adalah untuk menjalin hubungan dengan penggemar balap generasi baru lewat esports. Akan tetapi melihat penerimaan yang begitu baik, Warfield optimis liga ini bisa berkembang lebih besar.

Stewart-Haas Gaming - Champions
Para driver Stewart-Haas Gaming | Sumber: Stewart-Haas Gaming

“Tim sales kami di New York tidak pernah menerima telepon tanpa adanya pertanyaan seputar liga esports kami, yang mana merupakan pembuktian bagi RTA, 704Games, dan NASCAR,” kata Warfield, “Minat terhadap (musim) 2020 sangat signifikan.” Secara angka, eNASCAR Heat Pro League perdana ini telah berhasil menggaet rata-rata 50.000 – 70.000 view per stream. Mereka juga menarik minat Coca-Cola untuk masuk sebagai sponsor di babak playoffs.

Ke depannya, NASCAR ingin menggaet lebih banyak tim dan lebih banyak mempromosikan balapan tiap minggunya. Mereka juga akan mempromosikan para gamer atau personality yang terlibat supaya terjalin ikatan dengan penggemar. NASCAR punya target revenue untuk musim berikutnya, namun mereka tidak menyebutkan berapa. Setelah musim perdana yang sukses dan berbagai pelajaran yang didapat di dalamnya, wajar bila NASCAR optimis bisa membawa eNASCAR Heat Pro League menjadi liga yang lebih serius lagi.

Sumber: NASCAR, Front Office Sports

Kolaborasi Gen.G dan University of Kentucky Perkuat Esports di Dunia Akademik

Organisasi esports asal Korea Selatan, Gen.G, belakangan ini tampaknya sedang aktif sekali melebarkan sayap ke berbagai bidang. Dari kolaborasi bersama aplikasi kencan, hingga pembukaan franchise NBA 2K League pertama di luar Amerika, jangkauan Gen.G seolah tak ada batasnya. Belum lama ini mereka kembali menjalin kerja sama dengan pihak lain, yaitu University of Kentucky.

CEO Gen.G, Chris Park, berkata, “Meskipun esports tingkat perguruan tinggi sudah tumbuh pesat, kekuatan penuh gaming untuk mempengaruhi kehidupan para pelajar lebih banyak datang dari komunitas internasional daripada rivalitas antarkampus. Kami percaya universitas-universitas terbaik harus berinvestasi dalam visi ini di seluruh dunia. University of Kentucky, dengan penawaran akademik nasional yang elit dan program atlet yang diakui secara internasional, secara khusus memiliki kelengkapan untuk memimpin jalannya.”

Menurut laporan dari Esports Insider, kolaborasi ini bertujuan membuka jalan baru untuk rekrutmen siswa, serta pengembangan oportunitas di dalam kelas dan internship. Gen.G dan University of Kentucky akan meluncurkan sejumlah program di bidang pengembangan akademik, komunitas, serta profesional. Selain itu Gen.G juga bertindak sebagai konsultan untuk pendirian fasilitas esports, dan membantu mengembangkan tim esports di dalam kampus.

https://twitter.com/universityofky/status/1186311218794881026

Di samping itu, mereka juga akan bekerja sama dalam pengembangan riset berbagai topik seputar esports, misalnya soal cedera akibat perilaku gaming, serta isu-isu sosial seputar gaming dan kekerasan.

Eric N. Monday, Executive Vice President of Finance and Administration di University of Kentucky, memberi keterangan lebih lanjut, “Kerja sama ini akan memberikan jalan lebih jauh untuk para siswa mengeksplorasi tujuan-tujuan tersebut, menggunakan teknologi—dan gaming—sebagai alat. Di University of Kentucky dan Gen.G, kami memandang gaming, esports, dan teknologi sebagai sebuah lensa di mana para siswa Inggris Raya yang sekarang, yang baru, dan yang akan datang melihat kehidupan mereka dan melihat kesempatan pertumbuhan serta perkembangan seumur hidup.”

Dari wujud-wujud kolaborasi di atas, pengembangan riset berbagai topik adalah hal unik yang bisa menghasilkan berbagai kontribusi berharga terhadap industri esports secara keseluruhan. Risiko kesehatan para atlet, baik kesehatan fisik maupun kesehatan mental, sudah mulai menjadi perhatian beberapa organisasi belakangan ini, termasuk di Indonesia. Sudah terbukti juga bahwa tim yang memperhatikan masalah tersebut bisa meraih performa yang lebih baik.

Seiring industri esports berkembang menjadi semakin matang dan sustainable, alangkah baiknya bila urusan kesehatan atlet esports menjadi cabang ilmu yang ditangani secara serius dan terstandar. Tidak hanya dalam segelintir organisasi besar saja, tapi untuk seluruh tim yang bergerak di dunia video game kompetitif. Dunia olahraga sudah melakukannya, jadi mungkin, untuk esports, sekarang sudah waktunya.

Sumber: Esports Insider

Turnamen CS:GO EPICENTER 2019 Digelar Desember, Hadiah Tembus Rp7 Miliar

Salah satu turnamen Counter-Strike: Global Offensive (CS:GO) bergengsi dunia, EPICENTER, baru-baru ini diumumkan akan meluncur untuk mengisi tahun 2019. Digelar pada tanggal 17 – 22 Desember, turnamen yang digawangi oleh organizer Epic Esports Event ini akan memiliki jumlah hadiah nyaris dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Bila EPICENTER 2018 menawarkan prize pool senilai US$295.000 (sekitar Rp4,1 miliar), maka EPICENTER 2019 akan mengusung prize pool sebesar US$500.000 (sekitar Rp7 miliar).

Sama seperti yang sudah-sudah, EPICENTER 2019 diikuti oleh 8 tim yang terdiri dari sebagian tim undangan dan sebagian tim dari kualifikasi. Kali ini Epic Esports Event mengundang lima tim CS:GO ternama, namun baru empat yang diumumkan, yaitu:

  • Natus Vincere, juara 2 EPICENTER 2018 dan Juara 1 StarSeries & i-League CS:GO Season 7
  • Evil Geniuses, yang baru-baru ini mengakuisisi roster NRG Esports dan menjuarai ESL One New York 2019
  • AVANGAR, tim populer dari wilayah Kazakhstan, juara 1 BLAST Pro Series: Moscow 2019 dan Top 4 di EPICENTER 2018
  • Team Vitality, tim Perancis yang meraih juara 2 DreamHack Masters Malmo 2019, dan salah satu pemainnya menjadi MVP

Satu tim lagi akan diumumkan kemudian, ditambah dengan tiga tim dari kualifikasi terbuka di Eropa, Persemakmuran Negara-Negara Merdeka (CIS), dan Tiongkok.

https://twitter.com/epicentergg/status/1186583095476183040

Kualifikasi wilayah Eropa akan berlangsung di tanggal 28 – 29 Oktober, sementara wilayah CIS digelar tanggal 21 – 22 November. Kemudian dilanjutkan dengan babak closed qualifiers, tanggal 30 – 31 Oktober untuk wilayah Eropa dan 23 – 24 November untuk CIS. Untuk wilayah Tiongkok, informasi masih akan menyusul.

Acara ini akan digelar di venue Crocus Expo, kota Moskow, Rusia. Fase Group Stage diadakan secara tertutup di tanggal 17 – 19 Desember, kemudian para penggemar bisa menghadiri babak final terbuka di tanggal 21 – 22.

Satu hal yang cukup aneh dari EPICENTER 2019 adalah bahwa tim juara tahun lalu, FaZe Clan, tidak atau belum diundang. Prestasi mereka sepanjang 2019 memang cenderung kalah dibandingkan tim lain seperti NAVI atau AVANGAR, tapi mereka juga punya trofi juara di ELEAGUE CS:GO Invitational 2019 dan BLAST Pro Series: Miami 2019. Apalagi mengingat mereka juara bertahan, tentu EPICENTER 2019 akan terasa kurang lengkap tanpa mereka.

Team Liquid yang meraih Top 4 di EPICENTER 2018 juga belum diundang, tapi mungkin alasannya berhubungan dengan kelelahan yang mereka alami. Belum lama ini Team Liquid menyatakan pengunduran diri dari salah satu turnamen besar, yaitu Intel Extreme Masters Beijing. Dalam sebuah video di Twitter, Team Liquid berkata bahwa mereka tahun ini sudah bepergian selama hampir 200 hari, dan butuh istirahat agar bisa kembali tampil prima.

“Kami hampir mencapai total waktu perjalanan 200 hari tahun ini, jadi rasanya bagi kami sangat sulit secara mental. Kami merasa sangat lelah, sangat terkuras, kami selama ini bepergian dari satu zona waktu ke zona waktu lainnya, setiap penerbangan makan waktu 12 jam, dan begitu Anda terbiasa dengan satu zona waktu Anda sudah harus mencoba beradaptasi dengan zona waktu lainnya, dan Anda harus bangun tidur jam 3 pagi,” kata salah satu member Team Liquid, Jonathan “EliGE” Jablonowski.

Sebagai hiburan dengan skala global, perjalanan memang salah satu faktor besar yang kerap jadi masalah di industri esports. Apalagi untuk game populer seperti CS:GO, jadwal pertandingan bisa sangat padat setiap tahunnya. Semoga saja Team Liquid bisa mengatasi masalah tersebut, dan menjadi salah satu penantang di EPICENTER 2019.

Sumber: Epic Esports Event, VPEsports