Mobile Legends rilis Fitur MCL, Potensi Untuk Regenerasi Pemain?

Akhir pekan lalu (6 Juli 2019), menjadi ajang kickoff bagi fitur baru Mobile Legends: Bang Bang, yaitu fitur MCL atau MLBB Championsip League. Fitur? Betul, ini bukan jenis kompetisi official Moonton lain seperti MLBB Intercity Championship, melainkan sebuah fitur di dalam game yang memungkinkan para pemain berkompetisi dalam bentuk liga online.

Bermain rank secara solo ataupun party mungkin sudah menjadi hal yang biasa, tapi tingkat pertaruhan dan pertarungannya tidak setinggi itu. Maka dari itu, lewat fitur dengan jargon Esports Mania ini, pemain dapat merasakan kompetisi yang sesungguhnya, hanya dengan turut mendaftar di dalam game MLBB itu sendiri.

Anda penggemar Dota mungkin lebih familiar dengan fitur ini. Sekilas, MLC mirip seperti fitur Battle Cup. Setiap pemain, dari rank apapun, dapat turut serta di dalam kompetisi MLC dengan cara membeli tiket. Setelah membeli tiket, pemain langsung bertanding pada waktu yang ditentukan, yaitu pada hari sabtu.

Kompetisi dilaksanakan dengan format bracket, dan pemenangnya akan mendapatkan berbagai macam hadiah; mulai dari Starlight Point, Emote, sampai Skin eksklusif.

“Jujur, gue seneng banget dengan kehadiran fitur ini. Secara nggak langsung, para player yang cuma main push rank jadi punya tujuan lebih. Karena ini official dari Moonton.” Fauzianska “Rangeremas” Ramadhan, shoutcaster kondang di kancah Mobile Legends, melontarkan komentarnya perihal fitur MLC.

Memang, fitur ini bisa dilihat sesederhana sebagai ruang bagi semua orang untuk berkompetisi dan menikmati manisnya kemenangan. Tapi fitur MCL sebenarnya punya potensi yang lebih besar, yaitu sebagai ruang pencarian bakat-bakat baru yang segar. Valve, lewat Dota 2 Battle Cup, melewatkan potensi besar ini. Alhasil, Battle Cup jadinya mungkin hanya dimanfaatkan menjadi ruang berkompetisi para pemain Dota veteran yang sudah bosan bermain mencari MMR.

Sumber: Dokumentasi MPL Indonesia
Sumber: Dokumentasi MPL Indonesia

“Cuma, gue sih berharap MCL bisa jadi cara bagi para pemain untuk menuju ke dalam scene kompetitif, apalagi mengingat sistem yang akan diterapkan dalam MPL. Kalau harapan muluk-muluk, pengennya MCL bisa terintegrasi sama MPL, jadi nantinya jagoan MCL punya kemungkinan untuk ditarik main ke dalam liga.” Kata sosok yang akrab disapa Oji kepada saya, saat menanggapi soal fitur ini dan kegunaannya untuk regenerasi pemain.

Mau tidak mau, rela tidak rela, Mobile Legends punya sumbangsih terhadap meledaknya industri esports di Indonesia. Tapi, menurut saya, pada momen ini Moonton sudah harus mulai memikirkan cara agar game buatannya bisa mengakar di Indonesia; seperti League of Legends mengakar di Korea Selatan sana.

Liga Franchise, mungkin terlihat seperti satu langkah mundur bagi para pemain MLBB yang punya mimpi besar menjadi bintang lewat liga MPL. Tapi jika ada inisiatif liga pencarian bakat pemain, yang memberi kesempatan kepada pemain biasa meraih mimpi mereka menjadi pro player, bukan tidak mungkin Mobile Legends bisa mencapai status yang sama seperti League of Legends di Korea Selatan.

 

Kolaborasi dengan RRQ Berakhir, Paris Saint-Germain Kini Gandeng Supercell

Pada awal tahun 2019 lalu, dunia esports Mobile Legends Indonesia sempat dihebohkan oleh tim Rex Regum Qeon alias RRQ. Tim yang merupakan juara MPL ID Season 2 tersebut menjalin kerja sama dengan salah satu tim sepak bola raksasa asal Perancis, Paris Saint-Germain atau dikenal dengan sebutan PSG. Salah satu bagian penting dari kerja sama ini adalah perubahan nama RRQ menjadi PSG.RRQ, mirip dengan tim Tiongkok PSG.LGD yang melakukan kerja sama serupa.

Fast forward ke 8 Juli 2019, RRQ mengumumkan secara resmi bahwa kerja sama kedua pihak tersebut telah berakhir. Dalam pernyataan di situs RRQ yang berjudul “Thank You PSG”, RRQ menyampaikan rasa terima kasih serta penghormatan mereka kepada PSG, yang telah memberi banyak pengalaman berharga dan berbagi visi untuk membuat esports di Indonesia lebih baik lagi. Meski dua organisasi ini tidak melakukan perpanjangan, hal ini menunjukkan bahwa kolaborasi PSG dan RRQ berakhir dengan baik.

Lepas dari RRQ, belum lama ini PSG rupanya juga baru menjalin kolaborasi dengan pihak lain, yaitu Supercell. Perusahaan developer di balik Clash of Clans, Clash Royale, serta Brawl Stars itu kini menjadi partner resmi PSG untuk mempromosikan game bikinan mereka kepada audiens penggemar PSG. Tentunya sebagai salah satu klub terbesar Eropa, jumlah audiens yang dimaksud itu besar sekali.

Wujud awal kerja sama antara PSG dan Supercell adalah sebuah video iklan dengan judul “Brawl with the Stars”. Di video ini, para bintang PSG seperti Kylian Mbappe, Angel Di Maria, serta Neymar Jr mempromosikan Brawl Stars yang merupakan judul terbaru milik Supercell. Mereka juga berkata bahwa kita akan bisa “menonton para bintang favorit bermain Brawl”, tapi belum mengumumkan seperti apa program konkretnya.

“Kami gembira menyambut Supercell ke dalam keluarga Paris Saint-Germain. Kedua brand kami sama-sama memiliki ambisi global serta identitas muda dan dinamis yang menarik bagi audiens muda. Dengan lebih dari 75 juta penggemar di media sosial, hampir seperempatnya ada di Asia, klub ini akan membantu Supercell memperkuat popularitasnya di seluruh dunia,” kata Marc Armstrong, Chief Partnership Officer PSG, dilansir dari Esports Insider.

Bagi PSG sendiri, ini bukan pertama kalinya mereka bersentuhan dengan dunia Brawl Stars. PSG memiliki divisi esports yang bernama PSG Esports, dan salah satu timnya berkecimpung di bidang Brawl Stars. Selain itu mereka juga bertanding di cabang FIFA, Rocket League, juga Dota 2 dan FIFA Online yang keduanya bekerja sama dengan LGD.

“Kami bangga bisa bergabung dengan klub yang mengerti dan memiliki passion yang sama terhadap game, dalam rangka belajar dari keahlian serta pengalaman dari satu sama lain. Kami memiliki tujuan yang sama untuk menghibur audiens global dengan menciptakan konten inovatif dan berkualitas tinggi. Kami gembira bisa mengasosiasikan brand kami dengan Paris Saint-Germain, yang terdepan di dunia olahraga dan inovator di dunia esports. Klub ini sudah membentuk tim esports di sekitar game Brawl Stars yang mana kami sangat gembira karenanya,” papar Manuel Langegger, Marketing Manager Supercell di Eropa.

PSG adalah klub terkenal yang penuh dengan pemain kelas dunia, jadi kerja sama ini bisa dipastikan akan mendongkrak nama Brawl Stars. Akan tetapi tentu akan lebih menarik bila bentuk kolaborasinya lebih dari sekadar video iklan. Mungkinkah ada konten-konten bertema PSG di dalam game Brawl Stars dalam waktu dekat?

Sumber: Esports Insider, Rex Regum Qeon

PUBG Corporation Ikat Kontrak Eksklusif dengan Lagardère Sports untuk Dua Kompetisi

PUBG Corporation, studio pengembang dan penerbit PlayerUnknown’s Battlegrounds (PUBG), baru-baru ini telah mengikat kerja sama dengan organisasi Lagardère Sports. Dengan ikatan tersebut, Lagardère Sports sekarang menjadi agen eksklusif untuk memasarkan hak-hak komersial di kompetisi PUBG Nations Cup 2019 dan PUBG Lobal Championship 2019. Kabar ini disampaikan oleh Lagardère Sports melalui siaran pers pada tanggal 8 Juli 2019.

Lagardère Sports adalah sebuah agensi pemasaran olahraga dan esports berjangkauan global yang berbasis di Perancis. Merupakan bagian dari perusahaan Lagardère Sports and Entertainment yang memiliki lebih dari 1.700 karyawan di seluruh dunia serta pengalaman selama 50 tahun, agensi ini sebelumnya juga sudah berkolaborasi dengan PUBG Corporation untuk memasarkan hak-hak komersial kompetisi PUBG Global Invitational 2018. Kini Lagardère Sports bertugas menciptakan oportunitas bisnis baru serta mengkomersilkan properti PUBG Esports yang sudah ada.

PUBG Global Invitational 2018
PUBG Global Invitational 2018 | Sumber: Red Bull

“PUBG adalah salah satu game paling banyak dimainkan sepanjang sejarah dan kami telah bekerja keras untuk meluncurkan ekosistem esports global tahun ini bersama para pemain profesional terbaik di seluruh dunia. Kami ingin menciptakan sesuatu yang layak bagi para penggemar dan pemain kami, sesuatu yang akan mereka cintai seumur hidup. Karena itulah penting bagi kami memilih agensi top sebagai partner untuk acara-acara esports global flagship kami. Lagardère Sports adalah pilihan yang jelas karena sejarah mereka di dunia olahraga tradisional serta rekam jejak yang sudah terbukti di esports. Mereka paham cara menumbuhkan value aset-aset premium kami dan menyampaikan kisah kami untuk mendapatkan partnership pilihan yang sesuai dengan misi dan identitas brand kami,” papar Julian Schwartz, Central Esports Business Development Manager di PUBG Corporation.

“Dalam setahun terakhir, kami telah melihat peningkatan minat di antara developer game untuk bekerja sama dengan brand besar yang mampu menciptakan value nyata bagi para penggemar melalui produk, konten, dan pengalaman mereka. Pendekatan fan-centric ini sesuai dengan banyak brand besar yang ingin melepaskan tradisi lama dan merangkul kultur kuat yang benar-benar dapat dirasakan penggemar. Skala dan jangkauan PUBG yang begitu besar memberikan kami platform kuat untuk membantu brand baik endemic maupun non-endemic untuk mencapai marketing objective mereka,” ujar Malcolm Thorpe, Vice President of Business Development di Lagardère Sports Asia.

PUBG Nations Cup
PUBG Nations Cup 2019 | Sumber: PUBG Corporation

PUBG Nations Cup 2019 adalah turnamen invitational global yang mempertandingkan pemain-pemain perwakilan berbagai negara di satu tempat. Turnamen ini akan berlangsung pada tanggal 9 – 11 Agustus, dan para pemenangnya berhak membawa pulang hadiah senilai total US$500.000. Total terdapat 16 negara peserta kompetisi ini, sedangkan lokasi turnamennya akan diadakan di Seoul, Korea Selatan.

Sementara PUBG Global Championship 2019 merupakan puncak kompetisi PUBG Esports yang meliputi sejumlah kompetisi sepanjang tahun 2019. PUBG Esports itu sendiri dibagi menjadi tiga fase dan sembilan wilayah, yaitu Amerika Utara (NPL), Eropa (PEL), Korea (PKL), Tiongkok (PCL), Jepang (PJS), Tiongkok Taipei (PML), Asia Tenggara, Amerika Latin (LPPS), dan Oseania. Tim-tim terbaik dari tiap wilayah nantinya akan bertanding di PUBG Global Championship 2019 pada bulan November.

Sistem Siaran Pay-Per-View, Masa Depan Model Bisnis Turnamen Esports?

Esports dewasa ini telah berkembang menjadi salah satu bagian industri hiburan yang menjanjikan. Akan tetapi dibandingkan cabang-cabang hiburan yang sudah ada sebelumnya, esports punya berbagai karakteristik cukup unik. Misalnya keberadaan faktor interaktif dengan penggemar, platform siaran lebih beragam (bahkan dimungkinkan siaran in-game), hingga cara monetisasi baru yang mungkin tak bisa diterapkan di hiburan lain.

Banyaknya hal baru seperti ini menjadikan industri esports sebuah ekosistem yang terus berevolusi secara cepat. Terkadang evolusi itu membuat para penggemar gembira, tapi tak jarang ada perubahan yang membuat sinis banyak pihak. Terutama bila sudah berkaitan dengan monetisasi.

Baru-baru ini, konsultan esports Paul “Redeye” Chaloner dan jurnalis senior Richard Lewis mendiskusikan salah satu arah perubahan industri ini yang menurutnya tak dapat dielakkan, yakni model bisnis pay-per-view. Apa yang kurang dari model bisnis esports saat ini, mengapa harus pay-per-view, dan apa saja keuntungan serta risikonya?

Berkaca dari sejarah bisnis olahraga

Esports, pada akhirnya, adalah sebuah bisnis, dan bisnis tidak bisa berjalan tanpa adanya perputaran uang. Pertanyaannya sekarang, berapa banyak uang yang dibutuhkan untuk menjalankan bisnis ini? Berapa banyak modal harus digelontorkan untuk menggelar liga, untuk mengadakan turnamen offline dengan panggung yang megah serta membayar para pemain-pemain terkenal?

Tentu banyak sekali. Dan model bisnis esports saat ini yang banyak mengandalkan ad revenue hanya bisa menopang kebutuhan itu sampai batas tertentu. “Hak siar adalah masa depan esports,” kata Chaloner, “Harus seperti itu, karena bila tidak, kita tidak bisa tumbuh lebih besar dari sekarang. Mungkin bisa tumbuh sedikit, tapi tidak bisa tumbuh banyak.” Sebagai konsultan esports, Chaloner sudah mendorong penggunaan model bisnis ini kepada berbagai perusahaan bahkan sejak dua tahun lalu.

Chaloner menganalogikan hak siar di esports seperti hak siar di bisnis olahraga tradisional. Liga-liga olahraga yang mendunia, seperti Formula 1, NFL, atau Premier League, semuanya mendatangkan uang dengan cara menjual hak siar. Premier League yang dipegang oleh FA bahkan merupakan pemilik hak siar paling besar dan paling menguntungkan di dunia.

Manchester City
Esports harus belajar dari bisnis olahraga tradisional | Sumber: Premier League

Sebelum FA menjual hak siar Premier League ke stasiun-stasiun televisi, liga ini masih merupakan liga yang biasa-biasa saja, mungkin kalah populer dari La Liga atau Serie A. Tapi begitu uang dari penjualan hak siar masuk, Premier League berubah jadi liga yang sangat besar, tim-tim bisa membangun stadion lebih megah, dan seterusnya hingga jadi seperti sekarang. “Jadi kita tahu berdasarkan sejarah bahwa hak siar adalah sesuatu yang besar bagi olahraga apa pun. Ini tidak berbeda dengan bagaimana esports harus bergerak ke depannya,” ujar Chaloner.

Event adalah sesuatu yang sangat mahal

Chaloner tidak bisa mengungkap nilai pastinya, tapi ia dengan tegas menyatakan bahwa penyelenggaraan event adalah sesuatu yang sangat mahal. Biayanya mencapai berjuta-juta dolar. Jelas para pebisnis butuh cara agar modal itu bisa kembali, kalau tidak maka bisnis mereka akan merugi dan bangkrut.

Organizer turnamen, seperti ESL misalnya, menjual slot sponsorship untuk menutup biaya yang diperlukan. Tapi sponsorship punya keterbatasan. Semakin banyak dana yang dibutuhkan untuk menggelar event artinya organizer harus mencari semakin banyak pengiklan, dan ini bisa berujung merusak kenyamanan menonton turnamen itu sendiri. Sebuah siaran turnamen bisa memiliki jeda pariwara dengan durasi hingga 30 menit karena mereka perlu menjual slot iklan.

Layanan streaming seperti Twitch adalah layanan yang hebat karena platform tersebut membuat kita bisa menonton turnamen dari mana saja, secara gratis, dengan kualitas HD pula. Dunia olahraga tradisional tidak memiliki platform seperti ini. Bila kita ingin menonton Premier League (secara legal), maka kita harus menyetel televisi di channel yang memiliki hak siar terhadap Premier League, dan umumnya hak siar ini bersifat eksklusif. Nilai yang harus dibayar stasiun televisi untuk mendapatkan hak siar itu pun besar sekali.

Para konsumen penggemar esports diuntungkan dengan adanya platform live streaming gratis seperti Twitch. Tapi imbasnya, para pelaku bisnis esports jadi kesulitan mencari uang. “(Twitch) adalah layanan yang luar biasa, yang sering kali lupa kita hargai. Kita tidak bisa melakukan ini terus-menerus. Pay-per-view cepat atau lambat akan datang. Tidak sedikit pun keraguan di pikiran saya akan hal ini,” kata Chaloner.

Super Evil Megacorp x Twitch
Twitch masih jadi tujuan utama penonton esports, tapi ada usaha demonopolisasi | Sumber: Twitch

Harus siap dengan reaksi negatif

Perubahan model bisnis, terutama dalam siaran esports, adalah sesuatu yang diperlukan agar industri ini bisa berkembang. Sebetulnya penjualan tiket untuk menonton turnamen secara online bukan barang baru, karena game seperti Dota 2 pun sudah melakukannya untuk beberapa siaran turnamen in-game. Tapi tetap saja ketika terjadi perubahan, apalagi secara besar-besaran, pasti akan ada pihak yang pro dan kontra.

Para penggemar akan kecewa karena tayangan yang dulunya gratis kini harus ditonton dengan membayar. Mungkin akan ada yang menganggap ini keputusan buruk karena jumlah jumlah penonton pertandingan menurun drastis. “Kemudian Anda berargumen, ‘Nah, sekarang mereka hanya punya 10.000 penonton.’ Tapi poinnya adalah, mereka mendapatkan 10.000 penonton yang membayar. Dan mereka (organizer) lebih suka mendapat 10.000 penonton yang membayar daripada 500.000 yang tidak membayar. Yang satu memberi nol, yang satu lagi memberi sejumlah uang,” jelas Chaloner.

Saat ini Twitch masih merupakan channel utama bagi para penggemar esports untuk menikmati tayangan, namun sudah muncul usaha-usaha melakukan demonopolisasi dari berbagai pihak. Contohnya Facebook yang menjalin kerja sama dengan ESL. Hanya saja Chaloner berpendapat bahwa Facebook meluncurkan produk yang belum siap. Akhirnya konsumen kembali ke platform yang lebih nyaman, yaitu Twitch.

Mungkin di masa depan Twitch tetap akan jadi platform paling dominan dalam hal tayangan esports, tapi platform-platform lain pasti akan berusaha mengambil bagian juga dalam bisnis ini. Dengan terus meningkatnya kualitas turnamen esports serta jumlah penonton di rumah, model pay-per-view adalah perkembangan yang logis. Tinggal masalah kapan dan siapa yang akan memulai.

Sumber: Dexerto

Dyandra Group Luncurkan Inisiatif Esports Lewat Brand DGaming

Seiring dengan pesatnya perkembangan ekosistem esports di Indonesia, tak heran jika banyak pihak melirik industri dan punya keinginan untuk turut terjun ke dalamnya. Hal tersebut tak terkecuali dengan Dyandra Global Edutainment, salah satu pemain besar dalam bisnis event organizer di Indonesia.

Terjun ke dalam ekosistem esports, mereka meluncurkan brand yang bernama DGaming atau Dyandra Gaming. DGaming akan bergerak di bidang penyelenggaraan event esports dalam bentuk kompetisi. Dalam acara media gathering yang diselenggarakan pada jumat (5 Juli 2019) lalu, Percy Gorat, Sales Manager Dyandra Global Edutainment yang merupakan Project Manager untuk inisiatif DGaming, menjelaskan beberapa hal seputar DGaming.

Sumber: dyandragaming.com
Sumber: dyandragaming.com

“Kami akan menyelenggarakan kompetisi-kompetisi, namun fokus kami kepada segmentasi grassroot atau komunitas. Sebagai percobaan pertama, kami menyelenggarakan kompetisi PUBG Mobile secara berseri, yang berlangsung setiap akhir pekan.” Percy Gorat dalam sesi presentasi menjelaskan.

Percobaan pertama DGaming untuk terjun ke dalam ekosistem esports adalah lewat gelaran kompetisi PUBG Mobile yang diberi nama Lone Wolf Chicken Battle. Konsep kompetisi ini yang disajikan oleh DGaming terbilang cukup baru.

Kalau biasanya kompetisi diselenggarakan dengan format squad, Lone Wolf Chicken Battle hadir dengan format kompetisi solo. Tetapi menariknya, kendati merupakan kompetisi solo, Lone Wol f Chicken Battle dilangsungkan dengan format seri. Satu seri kompetisi Lone Wolf Chicken Battle diselenggarakan selama satu bulan lamanya.

Pada pekan-pekan awal, kurang lebih ada 4000 pemain disaring untuk mendapatkan tempat bertanding di babak final. Setelah melalui proses penyaringan, tersisa 80 pemain untuk bertanding memperebutkan hadiah utama. Karena pertandingan ini menggunakan format solo, maka hanya ada satu pemenang di dalam kompetisi ini.

“Sejauh ini antusiasme komunitas terhadap event ini terbilang cukup besar. Total target peserta kompetisi Lone Wolf Chicken Battle adalah 4000 pemain, dan sejauh ini sudah ada sekitar 1500 pemain terdaftar. Menariknya, kebanyakan peserta malah datang dari daerah, bukannya kota-kota besar.” Percy menjelaskan.

Sumber: Instagram @dgaming.esports
Sumber: Instagram @dgaming.esports

“Untuk rencana ke depan tentunya event organizer masuk ke dalam salah satunya. Namun untuk rencana jangka panjang, kita juga ada rencana dalam pembuatan platform yang bisa membantuk para gamers lebih mudah untuk bergabung ke dalam kompetisi.” Jawab Percy menjelaskan soal rencana DGaming.

Dyandra Global Edutainment merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang event organizer. Merupakan bagian dari Kompas Gramedia, Dyandra Group terkenal lewat beberapa gelaran acara eksibisi besar di Indonesia; yang mungkin sudah pernah Anda dengar atau hadiri. Beberapa portfolio event yang pernah digelar oleh Dyandra adalah, Indonesia International Motor Show, gelaran musik Synchronize Fest, atau acara eksibisi seperti Garuda Travel Fair.

Kehadiran DGaming dari Dyandra Global Edutainment tentu akan menambah keras persaingan esports event organizer di Indonesia. Sejauh ini, sebenarnya sudah ada cukup banyak penyelenggara event esports di Indonesia.

MET Events atau ESL Indonesia, masih menjadi dua nama yang disegani dalam hal persaingain EO esports di Indonesia. Belum lagi nama Revival TV, yang terkenal kuat dalam hal komunitas, yang juga tak bisa diremehkan dan tetap harus diperhitungkan di dalam persaingan ini. Akankah nantinya Dyandra Global Edutainment lewat DGaming dapat menyaingi nama nama besar tersebut?

 

 

BOOM.ID CS:GO Tambahkan Roseau dan Flipzjdr ke dalam Roster

BOOM.ID mengumumkan roster CS:GO terbarunya. Sebelumnya, tim berjulukan #HungryBeast ini ditinggal dua pemainnya, Harry “6fingers” Tjahjadi dan Iqbal “Kyloo” Mauldhan, kini mereka menemukan sosok yang cocok sebagai pengganti mereka.

Lewat sebuah video yang diposting lewat facebook page resmi, BOOM.ID mengungkap sosok Agil “Roseau” Baskoro dan Saibani “fl1pzjder” Rahmad untuk mengisi kekosongan di dua posisi yang ditinggal tersebut. Dua pemain ini terkenal sebagai salah satu dari beberapa pentolan di kancah CS:GO Indonesia.

Sosok Roseau pertama kali muncul ke permukaan pada tahun 2014, saat ia bermain bersama tim NXL>. Sejak saat itu, Roseau menunjukkan talentanya yang sangat luar biasa, sehingga menjadi sorotan di kancah CS:GO lokal. Ojan selaku general manager BOOM.ID, bahkan menyebut Roseau sebagai “Salah satu pemain terbaik Indonesia untuk saat ini”.

Sumber: hltv.org
Sumber: hltv.org

Sempat singgah dengan tim Recca Esports untuk beberapa saat, Roseau sudah mengumpulkan berbagai macam prestasi sepanjang karirnya. Ia pernah menjuarai ZEN Esports Network Season 1 di tahun 2017, masuk 8 besar di kompetisi Zowie eXTREMESLAND, dan hampir menjadi juara di dalam gelaran ROG Masters 2017.

“Gue merasa BOOM.ID adalah tim paling berpotensi buat makin berkembang sih. Mereka emang lagi rising juga sejak tahun kemarin.” Ucap sosok yang akrab disapa Agil, mengomentari soal tim BOOM.ID. “Harapannya, semoga bisa menghasilkan achievment dengan teammate baru gua dan kita bisa tetap mewakili INdnoesia lagi di kancah internasional atau tetap juara di ranah scene CS:GO lokal.” kata Roseau, mengutip dari rilis resmi BOOM.ID.

Soal alasan kepindahannya dari Recca Esports ke BOOM.ID, Agil terbilang tidak bicara banyak. “Kenapa gue pindah? Karena pengen coba sesuatu yang baru dan coba suasana baru aja sih.” jawab Agil kepada tim redaksi Hybrid.

Dua pemain ini mungkin bisa dibilang sebagai dua talenta terbaik CS:GO Indonesia untuk saat ini. Lewat rilis resmi, Ojan juga menjelaskan alasan kenapa mereka berdua yang direkrut. “Meski masih muda, Bani memiliki kemampuan yang dibutuhkan BOOM.ID untuk menjadi Sniper, menggantikan Kyloo. Sementara Roseau, saya rasa kita semua tahu kalau Roseau adalah salah satu pemain terbaik Indonesia untuk saat ini.”

Sumber: boomid.gg
Sumber: boomid.gg

Dengan roster terbarunya, divisi CS:GO BOOM.ID, akan bersiap untuk bertanding di dalam gelaran kualifikasi MSI MGA 2019 Qualifiers. Berikut roster lengkap CS:GO BOOM.ID:

  • Aaron ‘Mindfreak‘ Leonhart
  • Dwi ‘Gruvee‘ Prasetyo
  • Jason ‘f0rsakeN‘ Susanto
  • Agil ‘Roseau‘ Baskoro
  • Saibani ‘fl1pzjder‘ Rahmad

Akankah penambahan Roseau dan Flipzjdr ke dalam divisi CS:GO BOOM.ID membuahkan prestasi yang baik? Akankah divisi CS:GO dapat mengikuti jejak divisi Dota 2, yang kini sedang bertarung memberebutkan kursi di The International 2019? Mari kita doakan yang terbaik untuk BOOM.ID, agar CS:GO Indonesia bisa menunjukkan taringnya di komunitas internasional.

[Guest Post] Cerita Dibalik EVOS Esports yang Hampir Tamat | Evolving EVOS #2

Editorial: Artikel ini adalah artikel kedua, tentang perjalanan EVOS Esports. Anda bisa membaca artikel pertama di tautan ini

Semua berjalan secara baik dan sampai titik ini, saya dan partner masih menjalankan EVOS sebagai proyek sampingan dan hobi saja. Tim EVOS berkembang secara baik di tingkat lokal namun stagnan. Dan saya ingin mencari peluang baru untuk bertumbuh, karena saat itu pasar di Indonesia masih baru. 

Melebarkan Sayap

Waktu itu saya sedang melakukan riset tentang judul game apa yang bisa dipilih untuk EVOS sebagai perkembangan selanjutnya dan akhirnya saya berkesempatan untuk mempelajari Vietnam, lebih spesifik, game League of Legends di negara tersebut. Vietnam menjadi menarik karena memiliki 1 x-faktor, angka. 

The VCSA in Vietnam Was Getting A Lot of Viewership & Had High Potential

Tahun 2017, Vietnam memiliki basis pemain ke dua/tiga terbesar untuk LoL di dunia, hanya tertinggal dari Tiongkok dan setara dengan pemain besar seperti Korea. Secara natural, ketika basis pemain sangat besar, maka penonton dari liga profesional lokal juga akan besar. VSCA rata-rata memiliki 60 ribu CCU (concurrent viewers) di tahun 2017, sedangkan di Indonesia hanya bisa mencapai kurang lebih 10 ribu saja. Potensinya ada, EVOS hanya perlu memuikikan bagaimana caranya masuk pasar Vietnam.

Kemitraan Baru

Seperti yang saya sebutkan di artikel pertama, EVOS didirikan bersama oleh 4 orang. Michael, Hartman, saya sendiri – yang kesemuanya adalah teman satu SMA – dan satu lagi Wesley. Orang yang saya sebutkan terakhir ini adalah alasan kenapa EVOS bisa punya kesempatna untuk masuk pasar Vietnam. 

Fortius was the champions of Indonesia but couldn't beat the rest of the SEA teams.

Wesley memiliki tim di Indonesia dengan nama Fortius. Untuk berkompetisi di skena LoL di Indonesia. Wesley menggunakan pemain asing dari Vietnam di timnya, namun hasil dari tim tersebut tidak berjalan baik. Kami berdua bertemu dan akhirnya muncul rencana untuk menggabungkan kekuatan dan memindahkan divisi LoL ke Vietnam uagar bisa bermain di liga profesional di sana, VSCA. Kami membahas ide tersebut dengan partner lainnya di EVOS dan mereka setuju. Dalam waktu cepat, Vietnam menjadi target EVOS

Persiapan di Vietnam

Langkah pertama dalam proses ekpansi ke negara Vietnam adalah mendirikan tim yang kuat. Seperti halnya sebuah negosiasi umum, Anda harus memiliki pengaruh tertentu untuk mendapatkan deal terbaik. Untuk membuat roster yang kuat, kami membutuhkan pemain yang berpengaruh sebagai daya tarik bagi pemain-pemain bagus agar mau bergabung.

No alt text provided for this image

Untungnya, ketika Fortius bergabung ke EVOS Esports, kami bisa mempertahankan Beyond. Ia adalah salah satu pemain terkenal di Vietnam waktu itu, jadi kami mimiliki pondasi yang solid untuk membangin roster yang bagus. Selanjutnya, kami ingin mendapatkan YiJin di tim, salah satu pemain yang paling terkenal di skena LoL. Kami sadar, jika kami bisa mendapatkan dua pemain ini di tim, maka kami bisa memiliki pengaruh yang cukup untuk menarik pemain bagus lain untuk ikut bergabung. 

Kami telah memiliki rencana, menjalankannya dengan seksama dan akhirnya tim LoL bintang kami terbentuk, tim ini diisi oleh pemain dengan potensi yang sangat baik. Beberapa minggu berikutnya, saya dan partner super sibuk menyiapkan infrastruktur di Vietnam. Membangun gaming house dari nol. Merekrut manajer untuk memenej pemain, dan merekrut pekatih untuk membantu tim berlatih. Kami ingin memastikan bahwa kami memiliki peluang yang baik untuk lolos ke VCSA. 

The First EVOS Esports Roster

Banyak orang tidak menyadari bahwa tugas perusahaan/pemberi kerja untuk menyiapkan infrastruktur yang kuat bagi para karyawan mereka untuk tumbuh. Jika Anda gagal menyiapkan pondasi yang kuat, maka karyawan tidak akan melihat adanya peluang untuk tumbuh, mereka akan pergi. Demikianlah halnya dengan mendirikan tim esports, Anda harus menyediakan dukungan terbaik yang bisa Anda berikan agar pemain bisa berkembang. 

Rintangan Pertama

Kami telah mengatur semuanya dengan baik dan hasilnya juga mulai muncul. Kurang labih hanya satu bulan waktu yang kami miliki sebelum bermain di babak kualifikasi, dan tim dalam kondisi kompak serta percaya diri. Tim kami bisa bermain dengan standar yang sangat tinggi dan tidak pernah satu kali pun kalah dalam masa latihan, dengan skor pertandingan 25-0. Angka fantastis ini didapatkan dengan berlatih melawan tim terbaik di Vietnam. Kami menjadi tim yang ditakuti di Vietnam

No alt text provided for this image

Namun seiring perjalanan waktu, pemain kami menjadi terlalu percaya diri. Anda bisa melihat bahwa EVOS Esports yang sekarang memiliki banyak sekali staff manajemen yang menjaga agar para pemain sehat secara mental dan menjaga kondisi pemain dalam performa yang baik, namun tidak pada waktu itu. Kami tidak tau apa-apa, kami kira pemain yang percaya diri adalah sebuah keuntungan, namun kami sangat salah. 

No alt text provided for this image

Satu hari sebelum pertandingan kualifikasi, mulai muncul masalah. Pemain mulai saling komplain satu dengan yang lain, saling menyalahkan untuk kesalahan kecil dan saling klain bahwa ia paling layak diberi predikat pemain paling jago di tim. Ego mulai muncul dan kami tidak tahu harus bagaimana mengatasinya. Namun, kami tetap yakin dengan kemampuan tim kami. Bgaimana tidak? Menang 25 kali vs kalah 0 dalam pertandingan latihan. 

Karena kualifikasi VSCA akan berjalan seharian, saya dan partner saya, Harman beranggapan bahwa kami tidak perlu hadir di turnamen sejak awal, lebih baik menambah waktu tidur dan istirahat, anggapan kami, tim setidaknya bisa bertahan sampai setelah makan siang. Mengingat kualitas bermain mereka, sepertinya tidak akan mengalami kendala berarti. 

Namun, kami salah. Tim kami kalah di ronder pertama. The. First, Round. 

Di tepi jurang 

Bagaimana caranya kemabli pulih dari keadaan seperti itu? Kami telah memberikan semua usaha kami dengan harapan bisa masuk VSCA. Ini harusnya menjadi langkah awal untuk EVOS agar bisa berada di peta esports dunia. Namun kenyataannya, kami malah menjadi 

Saya ingin menyerah dan menutup secara keseluruhan EVOS Esports.

Saat itu saya masih menjalankan 3 bisnis secara bersamaan, dan kondisi ini mulai memberikan dampak pada diri saya. Mulai muncul masalah kesehatan, khususnya punggung saya, mulai tidak nyaman. Selain itu, kondisi keuangan EVOS Esports juga mulai memburuk. Saya berpikir ini waktu yang tepat untuk menyerah dan fokus ke bisnis saya yang lain. 

Perubahan Nasib

Untungnya, tidak tidak semua hasil buruk menimpa EVOS Esports. Di Indonesia, strategi kami untuk membuat tim terkenal dengan memberikan porsi yang cukup besar di media sosial mulai mendapatkan hasil. Pemilik merek di Indonesia mulai melirik potensi tim esports dan ingin menjadi sponsor di EVOS Esports. 

No alt text provided for this image

Brand pertama yang bekerjasama dengan EVOS adalah Lenovo, mereka menawarkan deal pada kami dengan angka kurang lebih 7 ribu USD perbulan untuk kontrak satu tahun. Ini adalah salah satu kesepakatan sponsor terbesar di Indonesia pada tahun 2017. Selain itu, kami juga berhasil mendapatkan kontrak dari Traveloka dengan angka 8 ribu USD perbulan untuk satu tahun. Menjadi  kesepatakan sponsor terbesar ntuk merek non-endemic di Indonesia pada waktu itu. Tiba-tiba saja, kami memecahkan beberapa rekor. 

Dua kesepatakan ini saja membuat EVOS Esports bisa berjalan dan memberikan keuntungan untuk organisasi EVOS. Namun yang lebih penting, hal ini memberikan sebuah gambaran bagi saya dan partner, bahwa kerja keras kami mulai membuahkan hasil. 

Perubahan Strategi 

Kesepakatan dengan dua brand tersebut juga membuat kami mengubah strategi dalam mendirikan tim, alih-alih membangun tim secara kuat langsung, kami mencoba untuk membuat tim yang populer dan disukai oleh orang. Dengan cara ini, para penggemar memiliki tim populer yang bisa didukung, di sisi lain, brand bisa melihat pengikut yang besar yang bisa kami kumpulkan dari tim dan tertarik untuk menjadi keluarga EVOS. Menciptakan pengaruh.  

Jadi sekarang, daripada mencoba untuk menemukan pemain besar untuk meningkatkan performa tim, saya ingin mencari cara untuk membangun brand menjadi nama utama kami. Langkah selanjutnya adalah mencari brand ambassador, tim lain telah memiliki relasi dengan pemain game umum, EVOS membutuhkan keunggulan lain. 

Well, kami menemukannya secara cukup harafiah dalam seorang ‘angel’.

No alt text provided for this image

Di salah satu turnamen DOTA, para pemain EVOS berfoto dengan para merek pendukung, dan mereka membicarakan salah satu perempuan cantik, namanya Angel. Di tidak terkenal atau istimewa, tetapi tim DOTA saya suka dengannya karena kerehamannya. Saya jadi berpikir, jika pemain saya saja suka, mungkin gamers yang lain juga akan menyukainya. Mengapa tidak mengajaknya untuk bergabung dan menjadi EVOS Esports ambassador, tujuannya untuk membantu mengembangkan brand EVOS. 

Kami  berkomunikasi dan sisanya adlaah sejarah. Ketika Angel bergabung dengan EVOS, ia adalah seorang model untuk acara-acara dengan hanya 200 follower di IG. Kini, ia adalah seorang ikon gaming dnegan lebih dari 200 ribu follower dan menjadi muka dari EVOS Esports. 

Itulah strateginya: Menemukan talen potensial, bantu mereka berkembang. 

Titik paling rendah hidup saya

Semua berjalan baik, performa tim kami berjalan baik, bahkan tim LoL Vietnam kami juga bisa bermain di babak kualifikasi VSCA setelah saya membeli slot dari tim lain. Semuanya seperti memberikan harapan untuk keberhasilan. 

Well, tidak juga. 

Suatu hari di bulan Agustus tahun 2017, ketika saya ingin pergi mengunjungi para pemain di tim, saya menyadari bahwa tiba-tiba saya kehilangan tenaga. Saya merasa untuk berjalan menaiki tangga saja terasa sulit. Saya tidak ambil pusing, lalu pergi ke dokter untuk cek ringan karena saya pikir ini hanya masalah punggung biasa. Ternyata bukan. Saya didiagnosis dengan Kennedy Disease, sebuah penyakit genetik yang tidak tersembuhkan. 

Untuk yang tidak mengerti apa penyakit tersebut, tenang saja, saya juga tidak. Ini sebuah tutan untuk Anda mempelajari sendiri jika tertarik: https://rarediseases.info.nih.gov/diseases/6818/kennedy-disease

No alt text provided for this image

Saat itu, saya tidak akan pernah melupakan apa yang dokter katakan pada saya. 

“Anda hanya punya 5 tahun lagi untuk bisa berjalan, makan atau berbicara secara normal”. Saya terhenyak. 

Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Saya merasa tidak mau melakukan apapun. Sepertinya hidup saya jadi tidak punya tujuan lagi karena toh pada akhirnya itu akan pergi dari saya juga. Saya mengurung ini d irumah sendirian, berusaha untuk menemukan makna apa yang harus saya lakukan. 

Ketika itulah saya menyadari bahwa saya merasa paling bahagia ketika saya menonton EVOS Esports berkompetisi dan bertanding. Akhirnya, saya menemukan alasan untuk bangkit. 

One Last Stand

Anda bisa lihat, bahwa saya mengatakan pada diri saya untuk tidak menjadi orang yang munafik. Ketika tim LoL Vietnam saya gagal lolos ke VCSA, para pemain ingin menyerah dan berhenti. Hanya saya sendiri yang meyakinkan mereka untuk terus bertahan, untuk terus berjuang, membuat mereka percaya bahwa akan ada jalan terang di ujung sana. 

Saya tidak bisa menjadi seorang yang munafik. Saya tidak bisa menyerah. 

Saya mengerti bahwa di titik ini saya tidak rugi satu apapun, waktu adalah esensinya. Saya berhenti mengurus semua bisnis saya untuk mengurus EVOS Esports secara penuh dan menentukan tujuan saya. membangun kerajaan media dan hiburan terbesar di Asia Tenggara dalam waktu 5 tahun.

Sekarang waktunya bekerja. 

Bersambung ke tulisan berkutnya.

Tulisan berseri ini adalah tulisan tamu dan ditulis oleh Ivan Yeo – Chief Executive Officer dan co-founder EVOS Esports. Tulisan asli dalam bahasa Inggris pertama kali dimuat di laman LinkedIn Ivan Yeo. Publikasi dan terjemahan dilakukan tim Hybrid dan telah mendapatkan izin penulis.

TI9 Dimulai, Dendi Kembali ke Kancah Dota 2 Bersama Tim The Pango

Babak penyisihan (Open Qualifier) untuk The International 2019 telah dimulai! Ratusan tim dari berbagai penjuru dunia saling beradu untuk merebut slot partisipasi di puncak kompetisi Dota 2 tersebut. Open Qualifier ini berlangsung pada tanggal 3 – 7 Juli 2019, kemudian dilanjutkan dengan Regional Qualifier di minggu berikutnya. Di Indonesia pun ada beberapa tim mencoba peruntungan, contohnya EVOS Esports yang sudah lolos ke babak Regional Qualifier.

Ada yang menarik dari wilayah Persemakmuran Negara-Negara Merdeka (CIS). Anda mungkin beberapa waktu lalu sudah mendengar tentang hengkangnya Dendi alias Danil Ishutin dari tim Tigers, tapi setelah itu nasib Dendi belum diketahui, terutama ke tim mana dia pindah. Kini akhirnya misteri itu terkuak. Dendi rupanya juga mendaftarkan diri ke The International 2019 bersama tim baru, The Pango.

Tigers - Dendi Join
Dendi ketika bergabung dengan Tigers | Sumber: Tigers

The Pango adalah tim yang usianya masih cukup baru, tapi tidak benar-benar baru. Mereka terbentuk di tahun 2018, berdekatan dengan dirilisnya hero Pangolier di Dota 2. Dulunya tim ini bernama NoPangolier, sebagai candaan karena Pangolier dinilai sebagai hero yang sangat imba. Kemudian di awal 2019 ini mereka mengubah nama menjadi The Pango ketika hendak mengikuti Chongqing Major.

Dendi sendiri, meskipun sudah tidak bermain dengan tim Dota 2 NaVi, sebetulnya masih merupakan bagian dari organisasi tersebut. Jadi statusnya di The Pango hanyalah pemain pinjaman (loan). Ketika bermain bersama Tigers pun Dendi sebenarnya juga berstatus loan.

Berikut ini daftar roster The Pango sekarang:

  • Posisi 1: Chappie (Vladimir Kuzmenko)
  • Posisi 2: Dendi (Danil Ishutin)
  • Posisi 3: Ghostik (Andrey Kadyk)
  • Posisi 4/5: yamich (Daniyal Lazebny)
  • Posisi 4/5 + Kapten: Misha (Mikhail Agatov)
  • Cadangan: Naive- (Aybek Tokaev)

https://twitter.com/dota2mc_ru/status/1145390773132832771

Lalu bagaimana performa The Pango di The International 2019? Cukup disayangkan, mereka gagal di Open Qualifier pertama pada tanggal 4 Juli kemarin, kalah oleh tim FlyToMoon. Tapi masih ada kesempatan berikutnya di Open Qualifier kedua. Kebetulan kualifikasi kedua itu berjalan pada hari yang sama dengan hari ketika artikel ini ditulis.

Bila mereka berhasil lolos, apalagi sampai ke babak utama, ini akan menjadi pembuktian bagi Dendi bahwa dirinya masih layak dipandang sebagai pemain top tier. Dendi memang pernah meraih gelar juara dunia, tapi belakangan ini banyak pemain lain—terutama midlaner—yang bisa menunjukkan permainan lebih baik. Meski demikian saya tetap berharap The Pango bisa maju hingga ke babak utama, karena esports Dota 2 rasanya kurang lengkap bila tanpa Dendi.

Sumber: VPEsports, The Pango, Dota 2 Maincast

Perjuangan Brolylegs Sebagai Atlet Street Fighter Profesional dengan Difabilitas

Salah satu kelebihan esports dibandingkan dengan olahraga konvensional adalah asas egaliter yang dikandungnya. Di sini, setiap pemain boleh bertanding dengan siapa saja, asal punya skill untuk membawanya jadi juara. Orang dengan kebutuhan khusus atau difabilitas pun bisa berkompetisi sejajar dengan para atlet profesional lainnya. Esports memberi ruang di mana hanya kerja keras dan kemauan kuat yang menjadi penentu kesuksesan seseorang.

Di dunia Street Fighter pun ada kisah-kisah seperti itu. Contohnya seperti Brolylegs, atlet Street Fighter difabel yang dikenal sebagai salah satu pemain Chun-Li terbaik di dunia. Tergabung dengan tim AbleGamers, pria 31 tahun ini punya ambisi besar yang tak terkungkung oleh kondisi fisiknya. Seperti apa karier Brolylegs dan bagaimana perjuangannya meraih ambisi tersebut?

Grand Master yang jarang bertanding

Brolylegs yang memiliki nama asli Michael Begum ini lahir dengan kondisi arthrogryposis multiplex congenita (AMC). Otot-otot tangan dan kakinya tidak berkembang, sehingga tidak dapat digunakan dengan sempurna. Dalam kasus Brolylegs, kondisinya tergolong parah sehingga jangankan berjalan, memegang controller dengan kedua tangan pun ia tidak bisa. Untuk bermain Street Fighter, Brolylegs harus menekan tombol-tombol dengan menggunakan mulutnya.

Brolylegs - Photo 1
Michael “Brolylegs” Begum | Sumber: Capcom

Brolylegs sudah bermain Street Fighter cukup lama, dan namanya mulai mencuat ketika ia tercatat sebagai pemain top global Chun-Li di Street Fighter IV. Ketika beralih ke Street Fighter V pun ia tampil mengagumkan, dan kini menyandang peringkat Grand Master di Capcom Fighters Network. Namun meski berbekal keahlian mumpuni, ada satu kendala besar yang membuat kariernya sebagai atlet profesional sulit dijalani: menghadiri turnamen.

Memiliki kondisi AMC artinya Brolylegs tidak bisa melakukan banyak hal sendirian. Ia perlu bantuan dari adiknya, Jonathan Begum, yang selalu setia menemani ke mana pun. “Perjuangannya adalah perjuangan saya. Saya memberinya makan. Saya mengganti pakaiannya. Saya menggendongnya. Kami melakukan semuanya bersama. Saya melakukan ini karena saya menyayanginya dan dia adalah manusia terbaik yang saya kenal. Terkadang dia merasa menjadi beban dan saya tidak ingin dia berpikiran seperti itu,” cerita Jonathan dalam wawancara dengan Capcom.

Bepergian dengan kendaraan umum seperti bus atau pesawat adalah kegiatan yang sulit bagi Brolylegs. Pernah suatu hari ia terjebak di salah satu terminal Texas selama 12 jam karena di sana tidak ada bus dengan fasilitas lift. Ia bisa menghabiskan waktu hingga 40 jam di jalan untuk menghadiri EVO, karena tempat tinggalnya di Brownsville, Texas, berjarak kurang lebih 2.500 kilometer dari venue EVO di Mandalay Bay. Sementara ia tidak bisa naik pesawat dengan kursi roda khusus yang digunakannya sehari-hari.

Melepaskan label difabel

Karena kesulitan bepergian, Brolylegs jadi sering melewatkan turnamen. Ia dan Jonathan sekarang lebih memilih melakukan perjalanan dengan mobil pribadi daripada kendaraan umum, tapi itu pun kadang terkendala, misalnya bila mobil mereka mengalami kerusakan. Jadi ketika Brolylegs bisa datang di turnamen, sering kali para pengunjung cukup heboh melihatnya. Apalagi nama Brolylegs sudah sangat terkenal di komunitas fighting game.

Tapi Brolylegs sebenarnya tidak ingin disambut seperti itu. Ia tidak ingin dikenal hanya sebagai ‘orang yang memainkan Street Fighter dengan mulutnya’. Brolylegs lebih ingin dikelan sebagai seorang atlet profesional. “Karena saya tidak selalu hadir (di turnamen), selalu saja muncul pandangan, ‘Oh, itu si pemain difabel.’ ‘Itu orang yang bermain dengan wajahnya.’ Saya tidak ingin lagi ada pembicaraan seperti itu. Bukan berarti saya marah. Fokus saya adalah untuk menunjukkan progres dan menang. Menjadi pemain yang lebih baik… yang terbaik,” paparnya.

https://twitter.com/CapcomFighters/status/1124112749003460608

Brolylegs tidak hanya menonjol dari kondisi fisik dan keahlian bermainnya. Ia juga memiliki kepribadian yang, menurut Jonathan, rendah hati namun agresif. Ia tidak takut tampil di muka umum, berinteraksi dengan audiens, bahkan melakukan trash talk. Menurut Jonathan, andai kakaknya itu tidak difabel pun, ia pasti akan tetap terkenal. “Jika Anda tidak mengenal Brolylegs, Anda akan mengenalnya,” kata Jonathan.

Ajang Street Fighter League Pro-US yang beberapa waktu lalu diluncurkan oleh Capcom jadi kesempatan besar bagi Brolylegs untuk menyelami dunia kompetisi lebih mendalam. Dari 12 nama dalam Draft Pool, ia terpilih jadi salah satu pemain yang direkrut pemain profesional sebagai anggota tim. Ia masuk ke dalam Team Inferno, dengan Victor “Punk” Woodley sebagai kapten. Tim ini menunjukkan performa terbaik di SFL Pro-US Season 1, dan menjadi juara SFL Mid-Season Championship yang digelar di acara CEO 2019 lalu.

Ingin mengembangkan komunitas lokal

Menurut Brolylegs, pelajaran terbesar dari SFL adalah bagaimana para anggota tim saling mendukung. Kebanyakan pemain di liga ini tidak pernah bertemu satu sama lain, dan proses saling mengenal, mempelajari skill tiap anggota, serta merancang strategi bersama adalah kunci yang mengantar mereka meraih prestasi.

Kebersamaan memang sudah lama jadi ciri khas dunia komunitas fighting game. Brolylegs pun, di luar kesibukannya menghadiri dan mempersiapkan diri untuk turnamen, juga aktif sebagai pelatih Street Fighter. Ia banyak melihat bagaimana para pemain lain melakukan latihan, mengeksekusi gerakan, serta bersikap di turnamen, dan semua pengalaman itu ia manfaatkan untuk mendidik murid-muridnya secara individual.

“Rasa gugup adalah hal nomor satu yang ‘membunuh’ banyak pemain, bahkan di level tinggi,” ujar Brolylegs, “Hal itu tidak ada obatnya. Anda harus menemukan sebuah comfort zone. Ketika saya ingin mengalahkan rasa gugup… saya berkata bahwa panggung ini tidak terlalu besar untuk saya. Jika orang di sebelah saya layak tampil di sini, saya juga layak tampil di sini.” Menurutnya, definisi sukses itu tidak selalu harus memenangkan turnamen. Bisa saja sukses itu sekadar ‘tidak kalah dengan skor 0-2’. Dan untuk meraih sukses itu, teknik serta latihan yang dibutuhkan tiap orang bisa berbeda.

Fighting game saat ini sudah jauh lebih populer daripada, misalkan, sepuluh tahun lalu. Tapi sebetulnya komunitas fighting game perlu berkembang lebih banyak lagi. Masih banyak pemain yang ingin belajar tapi kesulitan karena tidak ada mentor yang bisa mengajari mereka dari dekat.

“Saya ingin membantu para pemain yang tidak punya siapa-siapa untuk ditanyai, atau terlalu malu atau takut untuk meminta bantuan. Melihat kemajuan para pemain itu adalah motivasi untuk saya,” cerita Brolylegs, “Ini bukan tentang menjadikan mereka juara, atau the next Justin Wong atau Punk. Ini tentang melihat mereka meraih potensi yang tak mereka sadari ada dalam diri mereka.”

Sumber: Capcom, Michael Martin

Logitech Jalin Kontrak Dua Tahun dengan Tim Veteran CS:GO, Astralis

Perusahaan gaming peripheral ternama Logitech G baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka telah menjalin kerja sama dengan organisasi esports asal Denmark, Astralis. Mulai sekarang, tim yang dikenal sebagai salah satu kompetitor Counter-Strike: Global Offensive (CS:GO) terbaik dunia itu akan menggunakan peripheral keluaran Logitech selama menjalani pertandingan. Kontrak ini dikabarkan akan bertahan selama dua tahun.

Dilansir dari The Esports Observer, kabar ini diungkap oleh RFRSH Entertainment, perusahaan esports komersial yang membawahi Astralis. Selain Astralis, RFRSH Entertainment juga menaungi Origen, tim League of Legends yang saat ini berkompetisi di League of Legends European Championship (LEC). RFRSH juga merupakan operator dari turnamen CS:GO global BLAST Pro Series yang telah berjalan sejak tahun 2017.

“Kami telah berinvestasi secara signifikan dalam penguatan tim, fasilitas, dan organisasi kami, dan kami terus mencari area untuk meningkatkan kondisi Astralis dan Origen,” kata Jakob Lund Kristensen, co-founder RFRSH Entertainment dalam sebuah siaran pers, “Kami ingin berkerja bersama para partner yang memiliki ambisi serupa, dan kerja sama dengan Logitech G akan menunjukkan hal ini.”

Astralis - Jersey 2019
Jersey Astralis sudah mengandung logo Logitech G | Sumber: Astralis

Nama Origen disebut karena memang tak lama sebelumnya Logitech G juga mengikat kontrak yang mirip dengan tim ‘saudara’ Astralis itu. Uniknya, para anggota tim Astralis dan Origen tidak hanya menjadi pengguna, tapi juga akan terlibat dalam pengembangan serta uji coba produk-produk Logitech G di masa depan.

Dalam video baru berjudul “Split Seconds Matter”, Astralis menunjukkan bagaimana karier mereka telah melalui masa pasang dan surut, namun tidak pernah berkompromi dalam hal performa. Mereka juga menuntut hal yang sama dari gaming peripheral yang mereka gunakan, sebab ketika berada di panggung terbesar, keputusan cepat bisa menjadi penentu kemenangan atau kekalahan.

Astralis, yang musim lalu menjadi juara dunia CS:GO dalam ESL Pro League Season 8 dan meraih titel Intel Grand Slam, merupakan salah satu bukti kesuksesan program sustainable esports yang dicanangkan oleh pemerintah Denmark. Sayangnya di ESL Pro League Season 9 bulan Juni 2019 lalu mereka harus melepas gelar juara dan puas di peringkat Top 6. Sementara juaranya sendiri diraih oleh Team Liquid.

Saat ini Astralis sedang menjalani kompetisi ESL One Cologne sebagai salah satu tim undangan, bersama tim-tim besar lainnya seperti Fnatic, FaZe Clan, NRG Esports, dan juga Team Liquid. Akankah dukungan baru dari Logitech ini mendongkrak prestasi mereka, atau malah sama saja? Kita tunggu aksi Astralis di masa depan.

Sumber: The Esports Observer, Logitech G UK