IOC Sepakat Esports Tidak Akan Muncul di Olimpiade Paris 2024

Wacana tentang diikutsertakannya esports dalam ajang olahraga internasional selalu menarik untuk diikuti. Tampilnya di Asian Games 2018 sudah merupakan “kemenangan besar”, walau sifatnya hanya percobaan. Namun untuk menuju ke tahap selanjutnya, yaitu mengikutsertakan esports sebagai cabang olahraga resmi, butuh perjuangan yang lebih keras.

Komite IOC (International Olympic Committee) telah cukup lama menyatakan rasa pesimisnya terhadap pengikutsertaan esports di Olimpiade. Salah satu alasannya yaitu karena berbagai video game atau “egames” itu mengandung unsur kekerasan serta diskriminasi, bertentangan dengan nilai-nilai yang dijunjung di Olimpiade. Kemudian baru-baru ini, dalam konferensi di kota Lausanne, Perancis, IOC menyatakan kesepakatan mereka untuk tidak menampilkan esports sebagai cabang resmi atau peraihan medali dalam Olimpiade Paris 2024.

7th Olympic Summit, Lausanne
7th Olympic Summit, Lausanne | Sumber: IOC

IOC mengakui bahwa esports saat ini merupakan industri yang besar, dan mereka juga tidak menyangkal bahwa video game kompetitif layak untuk disebut “olahraga”. Pada praktiknya, esports memang membutuhkan kebugaran badan serta ketangkasan yang dapat disejajarkan dengan olahraga tradisional. Akan tetapi masih banyak ketidakpastian yang membuat IOC berpendapat bahwa masih terlalu dini untuk mengikutsertakan esports di Olimpiade.

Selain itu IOC juga mengakui bahwa cepatnya pertumbuhan teknologi, terutama augmented reality dan virtual reality, juga akan membuat wujud industri esports terus berubah. Mereka tidak menutup kemungkinan esports bisa masuk ke Olimpiade suatu saat nanti. Tapi setidaknya, untuk Olimpiade Paris 2024, hal itu dinilai masih belum waktunya.

Thomas Bach
Thomas Bach, ketua IOC yang menolak esports | Sumber: Sporting News

Di samping unsur kekerasan yang tadi sudah disebut di atas, IOC juga merasa bahwa perkembangan industri esports sangat didorong oleh motif komersial. Ini berbeda dengan gerakan olahraga konvensional, di mana perkembangannya didorong oleh motivasi untuk mencapai nilai tertentu.

Kita yang mengikuti dunia olahraga profesional tentu merasa pernyataan ini agak aneh, karena bagaimana pun juga cabang-cabang olahraga terpopuler di dunia tak bisa lepas dari perputaran uang yang besar juga. Di sepak bola misalnya, perpindahan pemain dari satu klub ke klub lain bisa melibatkan transaksi senilai ratusan juta dolar. Ini baru transfer pemain, belum soal sponsorship, hak siar, merchandise, dan sebagainya. Justru karena adanya komersialisasi itulah suatu cabang olahraga bisa berkembang, menyebar, serta menghasilkan talenta-talenta hebat yang memang menjadikan olahraga tersebut sebagai mata pencaharian.

Cristiano Ronaldo
Olahraga tradisional bebas motif komersial? Rasanya tidak juga | Sumber: AS

Berbicara tentang kekerasan pun, Olimpiade sendiri saat ini sudah berisi beberapa olahraga yang mengandung kekerasan. Contohnya tinju, anggar, atau gulat. Bila yang dipermasalahkan adalah tampilan visual kekerasannya (seperti darah, gore, dsb), maka solusinya adalah cukup dengan mengganti game dengan judul lain yang lebih layak ditonton. Misalnya mengganti PUBG dengan Fortnite, atau mengganti CS:GO dengan Splatoon.

Keputusan IOC untuk menolak esports (setidaknya untuk saat ini) tentu cukup mengecewakan. Apalagi SEA Games 2019 saja sudah resmi mengumumkan bahwa Mobile Legends akan jadi bagian kompetisi. Tapi IOC berjanji akan terus memantau perkembangan industri esports, serta mengadakan diskusi dengan para stakeholder industri esports untuk mencari jalan tengah. Ini tantangan yang cukup besar, baik bagi pihak yang pro maupun kontra. Tahun 2024 masih lama. IOC pun masih punya banyak waktu untuk mengubah keputusan mereka.

Sumber: IOC, Fortune, CG Esports

Mineski Siapkan Rp30 Miliar untuk Garap Esports Indonesia

Hari Kamis, 13 Desember 2018 kemarin, Mineski Event Team (unit usaha dari Mineski yang bergerak di bidang event organizer) menggelar peluncuran mereka di Indonesia.

Mineski Event Team sendiri sebenarnya sudah cukup lama punya kantor di Indonesia, menurut cerita Agustian Hwang, Country Manager MET Indonesia pada presentasi di acara yang sama, yakni dari 2017. Namun kala itu, timnya masih belum sebesar sekarang.

Dari kiri ke kanan:Danny Chang - General Manager MET Indonesia. Agustian Hwang - Country Manager MET Indonesia. Ronald Robins - President of Mineski Corporation. Auliya Ilman Fadli - General Manager Games and Apps Telkomsel. Rezaly Surya Afhany - Manager Local Developer Telkomsel. Dokumentasi: MET Indonesia
Dari kiri ke kanan: Danny Chang – General Manager MET Indonesia, Agustian Hwang – Country Manager MET Indonesia, Ronald Robins – President of Mineski Corporation, Auliya Ilman Fadli – General Manager Games and Apps Telkomsel, Rezaly Surya Afhany – Manager Local Developer Telkomsel. Dokumentasi: MET Indonesia

Seiring waktu, Mineski Event Team (MET) berkembang begitu cepat. Saat ini, buat yang tahu dengan orang-orang di belakang layar ekosistem esports Indonesia, MET boleh dibilang berisikan ‘all-star‘ dari para penggiat esports tanah air. Salah satunya adalah Tribekti Nasima yang kami wawancarai beberapa waktu lalu soal event esports.

MET juga mengaku telah menyiapkan investasi sebesar Rp30 miliar untuk menggarap esports Indonesia di tahun 2019.

“Dengan melihat potensi industri esports di Indonesia, kami akan melakukan investasi yang agresif dalam beberapa tahun ke depan untuk mempercepat pertumbuhan esports di tanah air dan mengejar negara-negara lain yang telah mapan. Dengan berbekal pengetahuan dan 14 tahun pengalaman Mineski di ekosistem esports, besar harapan kami dapat meningkatkan standar industri esports di Indonesia,” ujar Agustian Hwang, Country Manager MET Indonesia.

Di tahun 2018 ini, MET Indonesia juga telah menggelar berbagai kompetisi besar berskala besar. Event-event garapan MET Indonesia di 2018 termasuk Grand Final PINC 2018, berbagai liga milik Telkomsel, Tokopedia Garuda Cup 2018, dan yang lainnya. Di tahun 2019 nanti, MET Indonesia juga akan kembali menggelar event esports berskala besar seperti Garuda Cup, Indonesia Professional Gaming League (IPGL), dan Jakarta Masters. Jakarta Masters sendiri akan termasuk dalam serangkaian kompetisi The Masters yang diadopsi dari event Manila Masters di Filipina.

Dokumentasi: Hybrid
Dokumentasi: Hybrid

Selain MET, Mineski di Indonesia juga punya unit usaha lain yang berkecimpung di industri warnet alias, bahasa kerennya, cyber cafe. Dalam peluncuran kemarin, Mineski juga memperkenalkan divisi baru mereka yang berkutat soal talent management. Lalu, apakah mereka juga nantinya akan membuat divisi tim profesional juga di Indonesia mengingat Mineski mulai menanjak namanya berkat tim Dota 2 mereka di Filipina?

Agustian menjawab Mineski berencana untuk memiliki tim gamer profesionalnya sendiri di Indonesia nanti, saat kami tanyakan di sesi tanya jawab acara ini.

Mineski mungkin memang boleh dibilang sebagai organisasi esports profesional terbesar di Asia Tenggara. Selain Indonesia, Mineski juga sudah punya kantor di Malaysia, Thailand, dan Filipina. Selain itu, sampai hari ini mereka juga sudah punya partner office di Vietnam, Hongkong, Taiwan, Myanmar, Kamboja, dan India.

JD High School League Sudah Temukan Para Juaranya

JD High School League 2018 sudah merampungkan babak grand final mereka dan menemukan 2 tim yang jadi juara untuk 2 game yang dipertandingkan (MLBB dan Dota 2).

SMA Negeri 7 Bandung menjadi tim Dota 2 terbaik di tingkat pelajar. Sedangkan SMK Telkom Makassar menjadi tim MLBB terbaik di tingkat yang sama. Babak grand final ini digelar kemarin (13 Desember 2018) di Britama Arena, Kelapa Gading.

Selain kedua tim tersebut, berikut ini adalah daftar lengkap para juaranya:

JD HSL 2018 Dota 2:

  • Juara 1: SMAN 7 Bandung
  • Juara 2: SMAN 23 Bandung
  • Juara 3: SMA MARSUDIRINI Bekasi

JD HSL 2018 MLBB:

  • Juara 1: SMK TELKOM Makassar
  • Juara 2: SMAK 1 PETRA Surabaya
  • Juara 3: SMAN 1 Purwodadi

“Jalan masih panjang untuk mencapai (tingkat) profesional. Namun turnamen ini bisa jadi landasan yang bagus dan dapat menunjukkan nilai-nilai positif esports ke orang tua dan guru.” ungkap Gisma Priayudha Assyidiq, Project Director dari JD HSL.

Kompetisi yang ditujukan untuk para pelajar ini juga memiliki standar nilai akademik buat para pemainnya untuk tetap dapat berpartisipasi namun standar nilai tersebut ditentukan oleh sekolahnya masing-masing.

20 tim terbaik yang berlaga di JD HSL 2018 ini akan kembali lagi bertanding dalam bentuk liga yang rencananya akan digelar dari bulan Maret 2019.

Turnamen yang disponsori oleh JD.ID, Lenovo, dan Corsair ini memperebutkan total hadiah sampai dengan Rp1,2 miliar dengan pembagian hadiah sebagai berikut:

Sumber: IHSL
Sumber: IHSL

Kira-kira bagaimana kelanjutan para pelajar dalam berkompetisi di sini? Apakah SMAN 7 Bandung berhasil mempertahankan gelar juaranya nanti? Bagaimana dengan tim MLBB? Apakah para pelajar ini nantinya dapat terus melanjutkan karirnya sebagai para gamer profesional?

Digelar Minggu Ini, Simak Segala Hal yang Perlu Anda Ketahui Mengenai Capcom Cup 2018

Capcom Cup ialah turnamen game fighting tahunan yang diselenggarakan oleh Capcom sejak 2013. Di ajang esports tersebut, sang publisher/developer Jepang itu mempersilakan para jawara Street Fighter untuk saling menguji kemampuan satu sama lain. Acara tahun ini rencananya akan dilangsungkan di HyperX Esports Arena Las Vegas selama tiga hari, dari tanggal 14 sampai 16 Desember 2018.

Mendekati digelarnya event puncak dari Capcom Pro Tour 2018 tersebut, Capcom menyingkap sejumlah detail yang perlu diketahui mengenai Capcom Cup 2018. Di sana, para peserta akan memperebutkan porsi terbesar dari total hadiah sebesar US$ 400 ribu. Penyelenggara masih mempersilakan penonton dan komunitas untuk berkontribusi menambah total prize pool dengan membeli DLC CPT 2018 buat permainan Street Fighter V: Arcade Edition.

Capcom Cup 2018 dimulai pada hari Jumat besok melalui penyisihan ‘Last Chance Qualifier’. Babak ini akan menjadi sesi yang paling ketat kompetitif karena Capcom membuka kesempatan bagi 200 pemain untuk memperebutkan kursi ke-32. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, sangat sulit memprediksi siapa yang akan keluar jadi delapan besar, dan Last Chance Qualifier membuat perhitungannya bertambah rumit lagi.

Ambil contohnya Capcom Cup 2017. Saat itu, Liquid Nemo berhasil memenangkan sesi LCQ dan ternyata pro gamer asal Jepang ini juga keluar sebagai juara ketiga.

Selanjutnya, pertarungan ronde pertama akan dilaksanakan hari Sabtu 15 Desember, pukul 10:00 pagi waktu Pasifik. Babak ini akan mempertandingkan 32 pemain – termasuk pemenang Last Chance Qualifier 2018. Daftar peserta lengkapnya bisa Anda simak di bawah, tapi penyelenggara juga mengingatkan bahwa susunan bracket sewaktu-waktu dapat berubah.

Capcom Cup 2018 2

Hari minggu tanggal 16 Desember akan menjadi momen puncaknya. Tapi sebelum babak perempat final berlangsung, Capcom terlebih dulu menggelar pertandingan ekshibisi Street Fighter 30th Anniversary Collection: Champions Collide yang memperlombakan game Super Street Fighter II Turbo dan diikuti oleh Alex Valle, John Choi, Afrolegends, serta Damdai.

Capcom Cup 2018 1

Lalu tepat jam 13:00, barulah pertarungan memperebutkan Top 8 dimulai. Dengan total hadiah mendekati US$ 400 ribu, pemenang pertama berkesempatan membawa pulang sebesar US$ 250 ribu – atau lebih dari Rp 3,6 miliar.

Capcom Cup 2018 3

Capcom Cup 2018 di HyperX Esports Arena Las Vegas baru akan terbuka untuk publik pada hari Sabtu dan Minggu. Selain menonton pertandingan dan pertunjukan dari Super Cr3w serta DJ Qbert, Capcom mempersilakan para pengunjung buat mencicipi demo game yang tengah developer garap, yaitu remake dari Resident Evil 2 serta Devil May Cry 5.

Sumber: CapcomProTour.com.

Rekap Rainbow 6 Siege Indonesia Series League 4 Week 3

Rainbow Six Siege Indonesia Series League (ISL) 4 sudah menyelesaikan semua pertandingan pekan ketiganya. Turnamen yang digarap oleh komunitas Rainbow Six Siege (R6S) Indonesia dan didukung langsung oleh Ubisoft ini telah menemukan juara untuk Lower Division-nya.

Gacha Esprot berhasil menjadi juara setelah mengalahkan TOS Team di partai final. Pertandingan Grand Final Lower Division antara Gacha Esprot dan TOS Team memang berjalan cukup sengit namun sang juara berhasil memenangkan pertandingan dengan skor akhir 2-0.

Hasil akhir Lower Division Playoffs. Credits: R6 IDN
Hasil akhir Lower Division Playoffs. Credits: R6 IDN

Selain pertandingan penghujung tadi, ada beberapa pertandingan lain yang cukup menarik untuk dibahas. Di pertandingan pertama Gacha Esprot di Lower Division – Playoffs, sang juara ini nyaris kehilangan kesempatan untuk melaju ke babak final gara-gara Mesin Tempoer yang merupakan tim pendatang baru.

Sang Runner-Up, TOS Team juga nyaris tersandung saat melawan Eternal Flame di babak Semifinal namun mereka berhasil membuktikan diri dan memenangkan 2 game sekaligus. Sedangkan Gacha Esprot, di Semifinal, berhasil mengalahkan INVADERS yang kabarnya salah satu pemainnya adalah wanita…

Dengan semua hasil pertandingan di pekan ketiga, berikut ini adalah urutan para juara di Lower Division beserta hadiah yang mereka dapatkan:

  1. Juara 1: Gacha Esprot – Rp1 juta
  2. Juara 2: TOS Team – Rp700 ribu
  3. Juara 3: INVADERS – Rp300 ribu

Di pekan keempat nanti (15-16 Desember 2018), ISL4 akan menggelar babak terakhir yaitu Upper Division – Playoffs. Di babak penentuan juara Upper Division ini, ada 2 tim yang sudah cukup ternama, yaitu Ferox e-Sports dan iNation. Keduanya merupakan 2 dari 4 tim perwakilan Indonesia di Run ‘N’ Gun 4 Nations yang mempertarungkan tim-tim R6S dari 4 negara Asia Tenggara (Indonesia, Thailand, Singapura, dan Filipina). Meski demikian, tim-tim lain di Upper Division yang lebih baru juga diprediksi mampu mengimbangi permainan 2 tim tadi.

Jadwal Upper Division Playoffs. Credits: R6 IDN
Jadwal Upper Division Playoffs. Credits: R6 IDN

Untuk Upper Division sendiri, ISL4 akan memberikan hadiah buat para juaranya dengan pembagian seperti berikut ini:

  1. Juara 1: Rp2,5 juta
  2. Juara 2: Rp1,5 juta
  3. Juara 3: Rp1 juta

Kira-kira tim manakah yang berhasil menyandang gelar tim R6S terbaik di Indonesia nanti ya? Untuk menonton babak terakhir ISL4 nanti ataupun semua pertandingan gelaran komunitas R6S Indonesia, Anda bisa langsung mengunjungi kanal YouTube R6 IDN.

Disclosure: Hybrid adalah media partner dari Rainbow Six Indonesia Community

Liga Esports Magic: The Gathering Dibuka Tahun 2019, Janjikan Hadiah US$10 Juta

Magic: The Gathering dan permainan kompetitif adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan. Mirip dengan fighting game, trading card game yang pertama kali terbit di tahun 1993 ini berbasis pertandingan satu lawan satu, jadi akar kompetitifnya sudah sangat kuat dari desain game itu sendiri. Paduan antara perjuangan menyusun deck terkuat, strategi di tengah permainan, serta keberuntungan menjadikan pertandingan Magic: The Gathering seru dan dicintai banyak penggemar setia di seluruh dunia.

Magic: The Gathering juga telah banyak diadaptasi ke dalam wujud video game. Tapi kebanyakan adaptasi itu adalah adaptasi yang tidak sempurna. Sebagian di antaranya merombak sistem permainan Magic: The Gathering tradisional untuk fokus ke cerita. Sementara sebagian lainnya hanya memperboleh pemain untuk menggunakan preset deck, tidak bisa menciptakan deck sendiri dari nol.

Baru tahun 2017 kemarin Wizards of the Coast akhirnya merilis adaptasi video game terbaru yang mempertahankan kemurnian Magic: The Gathering sambil memberi fitur-fitur modern bagi para pemain. Mengusung judul Magic: The Gathering Arena (MTG Arena), game yang baru tersedia untuk Windows PC ini ditargetkan untuk mendapat update bersamaan dengan ekspansi Magic: The Gathering versi kartu fisik. MTG Arena masih ada dalam fase open beta, dengan tanggal peluncuran resmi pada tahun 2019.

MTG Arena - Screenshot
Tampilan MTG Arena | Sumber: TCGplayer

Akan tetapi tahun 2019 adalah tahun yang lebih penting dari sekadar peluncuran MTG Arena versi penuh. Wizards of the Coast baru saja mengumumkan bahwa pada tahun tersebut, Magic: The Gathering untuk pertama kalinya akan masuk ke ranah esports. Setelah 25 tahun bertanding dengan kartu fisik, kini para pemain MTG juga akan bisa beradu strategi secara digital dan memperebutkan hadiah senilai total US$10.000.000.

Sebagaimana diumumkan dalam situs resmi Magic: The Gathering, Wizards of the Coast memiliki lima program untuk memastikan permainan ini sukses sebagai sebuah esports di tahun 2019. Berikut program-program tersebut.

Menyatukan MTG Arena dengan MTG tradisional

Ekosistem kompetitif Magic: The Gathering sudah lama berlangsung di bawah arahan DCI. Sejumlah orang juga telah lama memainkan MTG secara profesional. Dalam waktu dekat, Wizards of the Coast akan mengintegrasikan dunia kompetisi tradisional ini dengan kompetisi MTG Arena.

Harapannya sistem baru tersebut dapat membuka lebih banyak kesempatan bagi para pemain, sponsor, serta partner esports. Sepanjang 2019, Wizards of the Coast menyediakan hadiah sebesar US$10.000.000 untuk seluruh kompetisi Magic: The Gathering, baik MTG tradisional maupun MTG Arena.

Mendirikan Magic Pro League

Magic Pro League (MPL) akan digelar untuk pertama kalinya di tahun 2019. Liga ini bersifat tertutup, dan hanya beranggotakan 32 pemain MTG paling top di dunia. Mereka akan bertanding setiap minggu di MTG Arena, dan pertandingan itu akan disiarkan secara live streaming.

Turnamen MTG Arena Mythic Invitational

Sebuah turnamen bernama MTG Arena Mythic Invitational akan digelar pada acara PAX East di Boston, tanggal 28 – 31 Maret 2019. Turnamen ini bertujuan mempertandingkan para pemain Magic Pro League melawan para penantang dari komunitas MTG. Para kontestan akan memperebutkan hadiah senilai US$1.000.000.

MTG Grand Prix Sao Paulo
Suasana MTG Grand Prix Sao Paulo 2018 | Sumber: Wizards of the Coast

2019 Mythic Championships

Pemain MTG Arena yang cukup piawai dapat memasuki kualifikasi kompetisi Mythic Championships. Kompetisi ini digelar beberapa kali sepanjang tahun 2019, masing-masing dengan hadiah yang besar (US$500.000). Para pemain profesional Magic Pro League juga akan bertanding di Mythic Championships. Wizards of the Coast berkata bahwa Mythic Championships tidak hanya berisi pertandingan MTG Arena, namun juga MTG tradisional.

Mythic Championships sebetulnya sudah ada sejak lama, namun dulunya bernama Magic: The Gathering Pro Tours. Selain perubahan nama, Wizards of the Coast juga meningkatkan jumlah hadiah, dan kini akan lebih banyak mengusung nuansa esports. Berikut ini jadwal Mythic Championships yang telah diumumkan:

  • Cleveland: 22 – 24 Februari 2019
  • London: 26 – 28 April 2019
  • Barcelona: 26 – 28 Juli 2019
  • Richmond: 8 – 10 Juli 2019

Turnamen independen

Wizards of the Coast menyediakan jatah uang hadiah besar untuk partner atau organizer independen yang ingin menggelar kompetisi MTG Arena dan MTG tradisional. Salah satu turnamen itu adalah Magic Fest Grand Prix yang menawarkan hadiah sebesar US$2.500.000. Lebih banyak turnamen independen akan dimumumkan di masa depan.

Seiring perubahan iklim kompetitif Magic: The Gathering yang kini mengadopsi esports, Wizards of the Coast juga harus menghilangkan program-program kompetisi lama yang sudah tak relevan. Berikut ini beberapa perubahan yang akan berjalan mulai 2019:

  • Tidak ada lagi kompetisi Magic: The Gathering Nationals
  • Tidak ada lagi kompetisi World Magic Cup
  • Tidak ada lagi kompetisi Magic: The Gathering Team Series
  • Tidak ada lagi sistem Pro Club, semua pemain berpindah ke Magic Pro League

Tahun 2019 tampaknya akan menjadi tahun yang sangat besar dalam sejarah Magic: The Gathering, bahkan mungkin yang terbesar. Tidak hanya MTG, esports secara umum pun masih akan tumbuh pesat di tahun tersebut. Wizards of the Coast ingin mengingatkan semua orang, bahwa Magic: The Gathering adalah game kompetitif terbaik yang ada di dunia. Benarkah pernyataan itu? Kita lihat saja tahun depan.

Sumber: Wizards of the Coast 1, 2

Astralis Menangkan Rp18 Miliar dari Final ESL Pro League S8

Tim CS:GO papan atas asal Denmark, Astralis, baru saja mendapatkan ‘uang saku’ terbesar dalam sejarah CS:GO berkat kemenangan mereka di final ESL Pro League Season 8 dan, dengan kemenangan itu juga, Intel Grand Slam.

Intel Grand Slam merupakan gelar (sekaligus hadiah uang sebesar US$1 juta) bagi tim yang berhasil memenangkan 4 kejuaraan bergengsi yang diorganisir oleh ESL atau DreamHack Masters dalam kurun waktu 10 event yang berurutan.

Jadi, misalnya satu tim berhasil memenangkan salah satu kejuaraan ESL atau DreamHack Masters, tim tersebut harus memenangkan 3 turnamen dari 9 event yang berlangsung setelah kemenangan pertama tadi.

Astralis sendiri berhasil memperoleh Intel Grand Slam berkat kemenangan mereka di DreamHack Masters Marseille, ESL Pro League Season 7, Intel Extreme Masters Chicago, dan ESL Pro League Season 8.

Di ESL Pro League Season 8 sendiri, Astralis memang menang cukup dramatis dengan skor 3-1 atas Team Liquid di partai final. Tim yang disponsori oleh Audi ini memang berhasil membukukan 11 kemenangan tanpa kalah sebelum final melawan Liquid namun mereka sempat dibuat kewalahan oleh tim asal Amerika tadi.

Device
Nicolai “dev1ce” Reedtz. Sumber: ESL

Namun untungnya, Astralis hanya kecolongan di game pertama, di Mirage. Selepas kekalahan tadi, Astralis bermain lebih stabil meski Liquid memberikan perlawanan yang begitu alot.

Selama 2018, tim ini berhasil mendapatkan 9 piala, dengan tingkat kemenangan sampai dengan 50% dari semua event yang mereka ikuti. Total hadiah yang mereka dapatkan tahun ini bahkan mencapai US$3,5 juta (silakan hitung sendiri kalau jadi Rupiah), termasuk hadiah dari ESL Pro League dan Intel Grand Slam.

Dengan ini, Astralis seolah menegaskan bahwa mereka memang layak disebut sebagai tim CS:GO nomor 1 di dunia.

Intel Grand Slam sendiri akan memulai musim barunya di 2019 dengan segala capaian tim sebelumnya dihapuskan. Event pertama yang akan masuk dalam Intel Grand Slam musim kedua adalah IEM Katowice (Major).

Roster pemain Astralis saat memenangkan Intel Grand Slam tadi adalah:

  • Nicolai “dev1ce” Reedtz
  • Peter “dupreeh” Rasmussen
  • Andreas “Xyp9x” Højsleth
  • Lukas “gla1ve” Rossander
  • Emil “Magisk” Reif

Daftar Peserta The Bucharest Minor yang Akan Melawan BOOM ID

The Bucharest Minor akan menjadi salah satu turnamen Dota 2 Pro Circuit yang akan mengawali tahun 2019.

Tim Dota 2 terbaik asal Indonesia, BOOM ID juga akan turut berlaga di sini berkat kemenangan mereka di kualifikasi regional Asia Tenggara.

Selain BOOM ID, ada 7 tim lain yang juga telah lolos dari kualifikasi regionalnya masing-masing. Berikut ini adalah 8 tim peserta yang siap berlaga di The Bucharest Minor.

  • OG (dari kualifikasi Eropa)
  • Ninjas in Pyjamas (dari kualifikasi Eropa)
  • TeamTeam (dari kualifikasi Amerika Utara)
  • Playmakers Esports (dari kualifikasi Amerika Latin)
  • Gambit Esports (dari kualifikasi CIS)
  • BOOM ID (dari kualifikasi Asia Tenggara)
  • Keen Gaming (dari kualifikasi Tiongkok)
  • EHOME (dari kualifikasi Tiongkok)

Dari nama-nama di atas, ada 2 nama yang mungkin asing buat para fans esports Dota 2 yaitu 2 tim dari kawasan Amerika. Untuk Playmakers Esports, tim ini memang baru saja dibentuk di bulan November 2018. Tim asal Peru ini secara mengejutkan berhasil mengalahkan Infamous, yang mungkin lebih diunggulkan.

Sedangkan TeamTeam adalah tim Amerika Utara yang berhasil menundukkan compLexity Gaming di partai final kualifikasi Amerika Utara. Sama seperti Infamous di Amerika Latin, compLexity Gaming juga sebenarnya lebih dijagokan untuk lolos ke main event namun takdir rupanya berkata lain.

Buat yang belum tahu, The Bucharest Minor akan memperebutkan total hadiah sebesar US$300 ribu dan 500 DPC point. Selain itu, juaranya turnamen ini juga akan mendapatkan kursi untuk bertanding di kasta yang lebih tinggi, Chongqing Major.

Lalu siapa yang berpeluang besar untuk jadi juara?

Di atas kertas, 2 tim dari Eropa, OG dan NiP memiliki peluang terbesar untuk jadi juara. Pasalnya, perwakilan dari regional lainnya memang boleh dibilang bukan tim andalannya masing-masing (karena mereka sudah memastikan kursi untuk bertanding di Chongqing Major).

Regional CIS misalnya, Virtus.pro dan Team Secret sudah menanti di Chongqing Major. Sedangkan dari Amerika Utara, Evil Geniuses dan Forward Gaming juga sama. Demikian juga dengan wilayah Asia Tenggara. Faktanya, BOOM ID belum bisa dibilang sebagai tim terkuat di sini karena masih ada TNC Predator dan Fnatic.

Kira-kira sampai mana ya BOOM ID di The Bucharest Minor? Bagaimana mental Fervian dan kawan-kawannya di turnamen setingkat Minor pertama mereka?

CS:GO Jadi Free-to-Play dan Pengaruhnya terhadap Esports

6 Desember 2018, Valve mengumumkan bahwa Counter Strike: Global Offensive (CS:GO) berubah jadi game Free-to-Play (FTP). Kabar ini memang menggemparkan dunia persilatan meski memang bukan yang pertama kali dilakukan oleh Valve. Sebelumnya, Team Fortress 2 (TF2) juga menerapkan sistem bisnis yang serupa. 23 Juni 2011, TF2 berubah menjadi FTP setelah sebelumnya berbayar.

Lalu bagaimana dengan para pemain yang telah membeli CS:GO sebelumnya? Buat mereka yang telah membeli, para pemain tersebut akan secara otomatis mendapatkan Upgrade Prime Status. Para pemain dengan Prime Status akan ditandingkan (matchmaking) dengan pemain yang sama berstatus Prime. Mereka juga berhak untuk menerima in-game items yang eksklusif.

Keputusan CS:GO jadi FTP tentu mengundang perdebatan di antara komunitasnya karena memang ada dampak positif dan negatifnya. Lalu bagaimanakah perubahan sistem bisnis ini akan berpengaruh terhadap scene esports CS:GO?

Richard Permana (kanan). Sumber: Richard "nxl> frgd[ibtJ]" Permana
Richard Permana (kanan). Sumber: Richard “nxl> frgd[ibtJ]” Permana
Saya pun menghubungi 2 orang yang termasuk dalam ikon esports CS:GO Indonesia untuk menanyakan pendapatnya. Pertama adalah Richard Permana, yang mungkin bisa dibilang sebagai salah satu orang paling berjasa dalam perkembangan esports CS:GO Indonesia ataupun esports secara luas. Ia adalah pemain sekaligus CEO dari TEAMnxl> yang merupakan salah satu organisasi esports Indonesia yang masih eksis dari 2006 sampai sekarang.

Sedangkan yang kedua adalah Kevin “xccurate” Susanto yang merupakan satu dari 2 pemain CS:GO profesional kebanggaan Indonesia yang bermain di tim luar negeri. Ia bersama Hansel “BnTeT” Ferdinand bermain untuk tim Tiongkok bernama TyLoo. Keduanya tak hanya bisa dibilang pemain CS:GO terbaik asal Indonesia, tapi juga Asia Tenggara.

Kevin Susanto. Sumber: HLTV
Kevin Susanto. Sumber: HLTV

Dampak Positif dan Negatif Free-to-Play

Baik Richard dan Kevin sama-sama setuju bahwa berubahnya CS:GO jadi FTP merupakan kabar baik buat game FPS yang dirilis di 22 Agustus 2012. “Lebih bagus soalnya jadi lebih banyak orang yang tertarik untuk bermain CS:GO.” Ujar Kevin.

Richard juga menambahkan bahwa Valve sebenarnya tidak butuh pendapatan dari user yang membeli game ini karena mereka bisa mencari revenue dari in-game item. Dengan jadi gratis, CS:GO juga mungkin akan lebih menarik bagi pasar Indonesia yang suka game-game gratisan.

“Harusnya dari dulu (jadi gratis)… Hahaha.” Kata Richard sambil tertawa.

Penambahan jumlah pemain ini juga terbukti dengan data yang kami lihat di SteamCharts ataupun SteamDB. Dari SteamCharts, jumlah pemain tertinggi di November 2018 mencapai 546.031 sedangkan, di Desember 2018, angka tersebut naik ke 692.891 pemain. Sedangkan di SteamDB, terlihat tren yang serupa. Ada kenaikan jumlah pemain di bulan Desember 2018.

Namun begitu, kenaikan jumlah pemainnya memang tidak signifikan (setidaknya sampai artikel ini ditulis). Bahkan di kedua situs tadi, data dari 7 hari terakhir bukan merupakan periode dengan jumlah pemain tertinggi. Namun demikian, angka ini masih bisa saja berubah mengingat baru satu hari CS:GO digratiskan.

Fluktuasi pemain CS:GO. Sumber: SteamCharts
Fluktuasi pemain CS:GO. Sumber: SteamCharts

Kevin berharap bahwa dengan perubahan sistem bisnis ini, CS:GO bisa booming kembali seperti saat CS:GO jadi satu-satunya game FPS kompetitif. “Saya sih berharap seperti itu (booming lagi). Apalagi ada mode baru juga, Battle Royale Danger Zone. Sebenarnya, CS:GO itu seru banget (tapi) mungkin karena dulu berbayar orang-orang jadi malas untuk bermain. Apalagi CS:GO itu tidak terlalu mudah jadi harus benar-benar sering bermain untuk jadi pro (player).” Ungkap Kevin.

Sedangkan Richard sendiri sedikit pesimis bahwa CS:GO akan kembali ke puncak kejayaannya. Ia beranggapan bahwa, di Indonesia, CS:GO tetap tidak akan seramai game mobile karena bermain CS:GO butuh perangkat yang tidak murah – setidaknya dibandingkan perangkat mobile.

Penambahan jumlah pemain memang bisa dibilang sebagai dampak positif dari gratisnya CS:GO yang mungkin kehilangan popularitasnya gara-gara Fortnite ataupun PUBG di PC ataupun maraknya game-game kompetitif di platform mobile.

Namun demikian, dengan berubah jadi gratis, jumlah cheaters ataupun trolls (orang-orang yang sekadar ingin mengganggu jalannya permainan) di CS:GO juga kemungkinan besar akan bertambah besar. “Yup! Bener (cheater dan trolls akan semakin banyak). Siap-siap aja.” Kata Richard.

Patch CS:GO 7 Desember 2018. Sumber: Counter-Strike.net
Patch CS:GO 7 Desember 2018. Sumber: Counter-Strike.net

Ia juga menambahkan semoga Valve terus meningkatkan sistem keamanan game mereka (VAC) untuk menekan hal tersebut. Jumlah orang-orang yang tidak serius bermain memang tak dapat dihindari dan komunitas CS:GO di Reddit sendiri sudah merasakannya. Mereka pun meminta sebuah fitur dari Valve agar para pemain gratisan bisa diblok di Community Server dan Valve mengabulkan fitur tersebut (di patch 7 Desember 2018).

Saya pribadi, yang telah berkecimpung di industri game dari 2008, memang tak melihat CS:GO akan kembali ke puncak kejayaannya jika tak ada peningkatan dari dukungan ekosistemnya, seperti esports-nya.

Dampaknya terhadap Esports Scenes?

Dampak kenaikan jumlah pemain mungkin memang juga akan berdampak positif terhadap dunia esports CS:GO. Sampai hari ini, ajang kompetitif CS:GO memang bisa dibilang lebih buruk dari pada saudaranya, Dota 2 yang sama-sama besutan Valve.

Kenapa? Karena para pemain profesional Dota 2 punya tujuan akhir The International (TI) yang merupakan piala dunianya game tersebut. Sedangkan CS:GO tak punya kompetisi semacam itu. Baik Dota 2 dan CS:GO sama-sama punya jenjang kompetisi Major dan Minor namun hanya Dota 2 yang punya jenjang di atas Major.

Sumber: Counter-Strike.net
Sumber: Counter-Strike.net

Apakah dengan naiknya popularitas CS:GO yang jadi gratis ini akan membuka peluang agar Valve membuat turnamen yang setara TI? Richard dan Kevin setuju bahwa bertambahnya jumlah pemain bisa berpengaruh pada munculnya turnamen CS:GO setingkat TI. Sayangnya, keduanya juga mengaku belum mendapatkan kepastian soal hal tersebut.

Di satu sisi, munculnya ajang kompetitif berskala besar memang dipengaruhi oleh jumlah pemain di game tersebut mengingat butuh dana yang tidak kecil juga untuk menggelar turnamen berskala internasional. Namun demikian, jumlah pemain juga bukan jadi satu-satunya faktor penentu. Keseriusan developer atau publisher game menggarap esports scene game itu juga berpengaruh besar terhadap ekosistemnya.

Coba saja kita bandingkan dengan TF2 yang saya sebutkan di awal artikel. TF2 yang berubah dari berbayar jadi gratis tidak serta merta membuat ekosistem esports-nya hidup. Jika memang Valve ataupun stakeholders lainnya tak ada keinginan untuk membesarkan ekosistem esports CS:GO, jumlah pemain yang bertambah tak akan berdampak apapun.

Hubungan antara ekosistem esports dan popularitas sebuah game memang saling terkait erat. Ajang esports memang dapat berfungsi sebagai alat pemasaran bagi game tersebut namun para stakeholders esports juga kecil kemungkinannya akan menggelontorkan dana besar jika game tersebut tak punya angka pemain yang masif. Perdebatan ini memang seperti perdebatan mana yang lebih dulu antara ayam dan telur.

C9. Sumber: VPEsports
C9. Sumber: VPEsports

Selain soal skala, ada perbedaan besar juga antara dunia persilatan ajang kompetitif CS:GO dan Dota 2. Juara-juara TI berasal dari regional yang berbeda-beda, dari mulai Amerika Utara, Eropa, ataupun Asia (Tiongkok). Namun pemerataan juara ini tak terjadi di CS:GO. Sampai artikel ini ditulis, Amerika Utara baru 1x menang kejuaraan setingkat Major. Selebihnya, kejuaraan setingkat Major hanya dimenangkan oleh tim-tim Eropa.

Apakah hal ini akan berubah dengan berubahnya CS:GO jadi FTP, mengingat pemainnya sekarang bisa berasal dari berbagai kalangan seperti Dota 2? Richard beranggapan CS:GO masih akan didominasi oleh para pemain Eropa meski sudah jadi FTP. “Region lain benar-benar harus jadi sebuah tim yang benar-benar bisa perform, dengan work rate yang tinggi.”

Soal dominasi ini, menurut saya, bisa jadi akan sedikit merata setelah CS:GO berubah jadi FTP. Namun, berhubung butuh waktu yang lama untuk benar-benar berada di puncak ajang kompetitif, mungkin tim-tim baru tidak akan serta merta tampil memukau dalam waktu dekat.

Lain waktu, mungkin kita akan berbincang-bincang lebih detail dengan Kevin untuk cari tahu kenapa dominasi tim-tim Eropa begitu kuat di CS:GO karena ia bersama timnya yang benar-benar sudah merasakan panasnya panggung CS:GO kelas internasional.

Danger Zone: Battle Royale CS:GO

Selain perubahan sistem bisnisnya, ada satu update lagi yang tak kalah penting kemarin yaitu mode Battle Royale di CS:GO. Genre Battle Royale sendiri memang sedang berada di puncak popularitasnya berkat Fortnite dan PUBG. Valve nampaknya benar-benar ingin menaikkan popularitas CS:GO di kalangan yang lebih luas dengan update kali ini.

Namun bagaimana pendapat Richard dan Kevin soal mode ini? Richard mengaku cukup positif dengan mode tersebut karena ia melihat Valve berani mengikuti tren dan keinginan komunitas tertentu. Hal ini ia anggap positif karena, menurutnya, CS sudah seperti mother of FPS esports.

Sedangkan Kevin juga setuju bahwa mode ini memang positif namun ia berharap ke depannya ada patch-patch baru untuk membuat Battle Royal CS:GO lebih mantab.

Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda setuju dengan semua pendapat yang ada di sini? Apakah sistem FTP dan mode BR akan membuat CS:GO kembali ke puncak kejayaannya lagi? Kita tunggu saja ya!

NASCAR Luncurkan Liga Esports Balap Mobil, eNASCAR Heat Pro League

Organisasi balap mobil Amerika Serikat NASCAR baru saja mengumumkan peluncuran liga esports NASCAR pertama di dunia. Mengusung game NASCAR terbaru terbitan 704Games yang berjudul NASCAR Heat 3, liga esports ini dinamai eNASCAR Heat Pro League. Kompetisi dibuka untuk console PS4 serta Xbox One dan akan berlangsung pada awal tahun 2019 nanti.

Mirip seperti lige esports sepak bola ePremier League, dalam eNASCAR Heat Pro League para kontestan akan tampil mewakili tim-tim balap resmi NASCAR seperti Germain Racing, Hendrick Motorsports, dan lain-lain. Tentunya agar bisa direkrut sebagai wakil tim-tim tersebut perlu ada seleksi lebih dulu. Seleksi itu dimulai sejak bulan ini, dengan beberapa tahapan di dalamnya.

Setiap pemain PS4 atau Xbox One yang sudah membeli game NASCAR Heat 3 bisa mendaftarkan diri untuk kualifikasi di situs nascarheat.com. Terhitung mulai tanggal 6 Desember 2018, kontestan memiliki waktu 5 minggu untuk bermain sebanyak-banyaknya. Tim-tim NASCAR akan mencatat data-data pembalap selama 5 minggu tersebut, kemudian mencari para pembalap terbaik untuk direkrut.

eNASCAR Heat Pro League - Drivers
Tim-tim NASCAR akan mencatat data kontestan secara online | Sumber: NASCAR

Pencatatan data kualifikasi ditutup pada 15 Januari 2019, sementara penentuan driver akan dilakukan pada bulan Februari. Ada 16 tim yang berpartisipasi dalam liga esports ini, masing-masing dengan dua slot driver sebagai perwakilannya. Mereka akan bertanding dalam eNASCAR Heat Pro League Draft, yaitu musim kompetisi balap virtual yang terdiri dari 16 kali balapan.

Pembukaan eNASCAR Heat Pro League Draft dilaksanakan bersamaan dengan acara NASCAR All-Star Race Weekend di Charlotte Motor Speedway, Amerika Serikat. Balap eNASCAR perdana di live event tersebut juga ditayangkan secara global dengan format seperti tayangan balap NASCAR sungguhan. Kemudian liga ini akan terus berlanjut hingga pertengahan 2019, dan diakhiri dengan ajang pada NASCAR Playoffs 2019.

eNASCAR Heat Pro League
NASCAR mendapat investasi dari Motorsport Network untuk liga ini | Sumber: NASCAR

“Seluruh tim berpartisipasi dalam liga baru ini dengan sangat serius dan akan mencari kompetitor-kompetitor terbaik di seluruh negeri untuk mewakili tim masing-masing. Kami harap tingkat kompetisinya akan tinggi, dan kami menantang para driver esports baru ini untuk menjadi yang terbaik,” demikian kata Jonathan S. Marshall, Executive Director Race Team Alliance, dilansir dari Variety Gaming.

eNASCAR Heat Pro League memang merupakan hasil kerja sama antara tiga pihak, yaitu NASCAR, 704Games, dan organisasi Race Team Alliance. NASCAR juga didukung dengan investasi dari Motorsport Network untuk menyelenggarakan liga esports terbaru ini. Bisakah NASCAR membuat jejak yang bermakna di dunia esports balap mobil, menyaingi Gran Turismo dan Forza?

Sumber: NASCAR, Variety Gaming