Samsung Luncurkan Galaxy Note20, Note20 Ultra, dan Z Fold2

Seperti yang sudah diprediksi, Samsung akhirnya menyingkap secara resmi Galaxy Note versi baru, yakni Note20 dan Note20 Ultra. Juga seperti yang sudah diperkirakan, keduanya sama-sama mengusung spesifikasi kelas wahid.

Kita mulai dari Note20 Ultra terlebih dulu, sebab inilah model yang benar-benar tanpa kompromi. Di Amerika Serikat, banderol harganya dipatok mulai $1.299, dan di rentang harga itu tentu konsumen mendambakan yang terbaik dari Samsung.

Benar saja, dari segi fisik saja, Note20 Ultra sudah kelihatan lebih premium ketimbang seri Note10, terutama berkat bezel layar yang bahkan lebih tipis lagi. Bezel yang nyaris tidak ada ini mengapit layar AMOLED 6,9 inci beresolusi 3088 x 1440 pixel, dan tentu saja Samsung tidak lupa menyematkan dukungan refresh rate 120 Hz di sini. Layar ini juga luar biasa terang dengan tingkat kecerahan maksimum 1.500 nit.

Sepintas layarnya terdengar identik dengan milik S20 Ultra, namun kalau soal performa, Note20 Ultra lebih unggul berkat chipset Qualcomm Snapdragon 865+. Saya belum tahu apakah versi yang dijual di Indonesia bakal membawa spesifikasi yang berbeda; apakah akan ditenagai chipset Exynos 990 yang sama seperti milik S20 Ultra, atau ada chipset lain yang lebih baru lagi.

Melengkapi prosesornya adalah pilihan RAM 8 GB atau 12 GB, storage internal berkapasitas 128 GB, 256 GB atau 512 GB (plus slot microSD), dan baterai 4.500 mAh. Sekali lagi kalau soal spesifikasi, ada baiknya kita menunggu pengumuman resmi dari Samsung Indonesia.

Untuk kameranya, tonjolan masif di belakang itu dihuni oleh tiga modul: kamera utama 108 megapixel f/1.8, kamera ultra-wide 12 megapixel f/2.2, dan kamera periskop 12 megapixel yang menawarkan 5x optical zoom atau 50x digital zoom. Tepat di bawah LED flash-nya, kita juga bisa melihat sebuah sensor laser autofocus. Beralih ke depan, ada kamera selfie 10 megapixel dengan Dual Pixel AF.

Lalu kalau ditanya apa alasan terkuat untuk membeli Note20 Ultra ketimbang S20 Ultra, maka jawabannya tentu saja adalah S Pen. Stylus milik Note20 Ultra ini punya dimensi yang sama persis seperti milik Note10, akan tetapi latency-nya sudah dipangkas hingga menjadi 9 milidetik saja, atau hampir lima kali lebih rendah daripada sebelumnya.

Berkat latency serendah itu, tentu saja pengguna bakal mendapat pengalaman menulis atau menggambar yang lebih baik lagi, yang nyaris tidak berbeda dari mencorat-coret di atas kertas. Satu hal yang agak disayangkan adalah, Samsung memindah slot untuk menyimpan S Pen ke sebelah kiri pada duo Note20 ini.

Note20 non-Ultra tapi juga bukan Lite

Oke, saatnya beralih ke Note20 biasa. Jujur saya agak bingung dengan perangkat yang satu ini. Pasalnya, meski dihargai paling murah $999, perangkat ini terkesan terlalu banyak kompromi. Di beberapa aspek, bahkan Galaxy S20 biasa saja kedengaran jauh lebih menarik ketimbang Note20, kecuali Anda benar-benar melihat S Pen sebagai prioritas.

Lihat saja layarnya, yang merupakan panel AMOLED 6,7 inci beresolusi 2400 x 1080 pixel, dengan refresh rate 60 Hz. Bukan salah ketik, tapi memang kenyataannya cuma 60 Hz. Aneh memang, apalagi mengingat semua seri S20 datang membawa layar 120 Hz, dan seandainya ini Note20 Lite yang dibicarakan, saya sih tidak akan terkejut. Desain layarnya pun berbeda dari Note20 Ultra; ujung-ujungnya lebih membulat, dan sisi sampingnya tidak melengkung mengikuti kontur bodi.

Terkait spesifikasi, Note20 turut ditenagai oleh chipset Snapdragon 865+ untuk versi yang dijual di Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya. RAM-nya cuma tersedia dalam kapasitas 8 GB, sedangkan pilihan storage internalnya mencakup 128 GB atau 256 GB (tanpa slot microSD). Kapasitas baterainya sedikit lebih kecil ketimbang kakaknya di angka 4.300 mAh.

Lanjut mengenai kamera, tonjolan milik Note20 rupanya tidak sebengkak pada Note20 Ultra, tapi spesifikasinya memang juga berbeda: kamera utama 12 megapixel f/1.8 dengan Dual Pixel AF, kamera ultra-wide 12 megapixel f/2.2, dan kamera telephoto 64 megapixel f/2.0 dengan 3x hybrid zoom. Kamera depannya sama persis meski ukurannya kelihatan lebih besar di layarnya yang lebih kecil.

Kolaborasi dengan Microsoft

Samsung Galaxy Note20 Ultra Link to Windows

Hardware baru sebagian dari cerita lengkap seputar seri Note20, sebab Samsung turut mengumumkan sejumlah hasil kolaborasinya dengan Microsoft yang sangat menarik. Yang pertama berkaitan dengan fitur unggulan seri Note sendiri, yakni S Pen. Semua coretan-coretan yang pengguna buat di aplikasi Samsung Notes nantinya dapat tersinkronisasi secara otomatis ke Microsoft OneNote maupun Outlook versi web.

Ini berarti semua catatan yang pengguna buat di smartphone bisa langsung muncul di laptop dengan menggunakan layanan-layanan dari Microsoft tersebut. Fitur sinkronisasi yang sama juga berlaku untuk aplikasi Samsung Reminders, yang kontennya bisa pengguna lihat langsung di Microsoft To Do, Teams, maupun Outlook.

Juga menarik adalah pembaruan yang diterapkan pada fitur Link to Windows beserta aplikasi Your Phone di Windows 10. Pada seri Note20, kombinasi keduanya tidak cuma menghadirkan akses ke notifikasi maupun galeri foto saja di laptop yang terhubung, melainkan juga akses ke seluruh aplikasi yang terdapat di ponsel.

Multitasking pun turut didukung, yang berarti lebih dari satu aplikasi di Note20 bisa pengguna buka di laptop secara bersamaan. Kalau memang sering dibuka, aplikasinya bahkan bisa di-pin ke taskbar atau Start Menu Windows 10.

Terakhir, Samsung juga akan menyediakan bundel khusus Note20 yang meliputi akses gratis layanan Xbox Game Pass Ultimate selama tiga bulan di negara-negara tempat layanan itu tersedia, plus controller inovatif buatan PowerA. Seperti yang sudah saya tuliskan sebelumnya, per 15 September nanti, layanan cloud gaming Project xCloud akan resmi meluncur sebagai bagian dari Xbox Game Pass Ultimate, dan itu berarti konsumen Note20 bisa langsung memainkan 100 lebih game Xbox mulai pertengahan September.

Galaxy Z Fold2

Di samping Note20 dan Note20 Ultra, Samsung turut mengungkap Galaxy Z Fold2 yang membawa banyak sekali penyempurnaan jika dibandingkan dengan pendahulunya. Dalam posisi terlipat pun, Z Fold2 sudah terlihat jauh lebih menarik berkat layar bagian luar yang membentang dari ujung ke ujung dengan ukuran 6,2 inci.

Saat dibuka, giliran layar 7,6 inci yang menyambut pengguna. Baik di luar maupun dalam, pengguna tak akan menjumpai poni. Sayangnya Samsung belum membeberkan spesifikasinya secara lengkap, tapi mereka sempat menyebut refresh rate 120 Hz untuk layar bagian dalamnya, serta konstruksi layar keseluruhan yang lebih kokoh.

Bukan cuma layarnya, engselnya pun juga ikut dimatangkan lebih jauh lagi. Semua pembaruannya tentu didasari oleh berbagai masukan dari pengguna Fold generasi pertama dan pengguna Z Flip. Alhasil, engsel milik Z Fold2 sekarang bisa menahan posisi di berbagai sudut seperti Z Flip, dan ini tentunya bisa mewujudkan lebih banyak skenario penggunaan.

Di titik ini mungkin konsumen Galaxy Fold dan Z Flip terdengar seperti kelinci percobaan, tapi yang namanya produk generasi pertama memang seperti itu, dan sekarang semestinya Z Fold2 sudah jauh lebih matang dan tak lagi terkesan eksperimental.

Seperti yang bisa kita lihat, fisik Z Fold2 juga terlihat jauh lebih elegan berkat tebal bodi yang menyusut menjadi 6 mm (dalam posisi terbuka). Meski menipis, Z Fold2 rupanya mengusung kapasitas baterai yang sedikit lebih besar daripada pendahulunya di angka 4.500 mAh. Lebih lengkapnya soal Z Fold2 baru akan Samsung umumkan pada tanggal 1 September.

Sumber: Samsung.

Fitur Baru WhatsApp Dirancang untuk Mempermudah Mengecek Kebenaran Suatu Pesan Viral

Sebagai aplikasi chatting paling populer sejagat raya, WhatsApp merupakan salah satu medium digital yang paling efektif untuk menyebarkan informasi. Tentu saja ini bisa berarti baik sekaligus buruk; baik ketika yang disebarkan adalah fakta, buruk ketika yang diterima orang banyak adalah hoaks.

Problemnya adalah, pengguna WhatsApp tak punya cara untuk mengetahui benar-tidaknya suatu pesan viral yang mereka terima kecuali dengan berkonsultasi ke Google. Tidak semua orang terbiasa langsung melakukan pencarian di Google, dan buat mereka ini, WhatsApp punya satu fitur baru yang semestinya sangat berguna.

Jadi ketika menerima suatu pesan viral yang sudah diteruskan berkali-kali (yang ditandai dengan adanya sepasang panah plus label “Forwarded”), pengguna juga akan menjumpai sebuah ikon baru bergambar kaca pembesar di samping pesan tersebut. Klik ikon tersebut, maka akan muncul notifikasi pop-up yang menanyakan apakah pengguna ingin melakukan pencarian mengenai pesan tersebut di Google.

Setelahnya, pengguna akan langsung dibawa ke browser, dan Google akan langsung menampilkan sejumlah hasil pencarian terkait kebenaran dari pesan viral yang dimaksud (apabila ada). WhatsApp sejauh ini tidak bilang apakah ikon kaca pembesar ini ada di semua pesan viral, atau khusus di pesan viral yang sudah terkonfirmasi benar atau salahnya di jagat internet.

Menyangkut topik privasi, WhatsApp memastikan bahwa mereka tidak akan menerima informasi seputar pesan yang dicek kebenarannya di Google. Pesan yang bersangkutan akan langsung diunggah ke Google melalui browser dan tanpa mampir ke server WhatsApp terlebih dulu.

Sayangnya fitur yang WhatsApp namai dengan istilah “search the web” ini belum tersedia di seluruh negara. Untuk sementara, baru pengguna WhatsApp di Amerika Serikat, Brasil, Inggris, Italia, Irlandia, Meksiko, dan Spanyol saja yang bisa mengakses fitur ini di WhatsApp versi Android, iOS maupun web.

Semoga saja WhatsApp bisa segera menghadirkan fitur ini di lebih banyak negara, sebab saya sudah tidak sabar melihat banyaknya ikon kaca pembesar di grup keluarga atau grup alumni.

Sumber: WhatsApp.

Black Shark 3S Hadir Membawa Layar 120 Hz dan Sedikit Lonjakan Performa

Baru beberapa bulan setelah Black Shark 3 tersedia secara resmi di Indonesia, di Tiongkok sekarang sudah ada Black Shark 3S yang membawa sejumlah peningkatan. Namun kalau Anda mengira peningkatannya berupa upgrade chipset dari Snapdragon 865 ke 865+ seperti milik Asus ROG Phone 3 maupun Lenovo Legion Phone Duel, Anda salah besar.

Entah kenapa alasannya, Black Shark 3S tetap menggunakan Snapdragon 865 biasa. Meski demikian, konsumen tetap akan menjumpai peningkatan performa berkat pembaruan di sektor RAM dan storage, sebab Black Shark 3S hadir membawa RAM LPDDR5 pada seluruh varian, tidak ketinggalan pula storage UFS 3.1.

Namun perubahan terbesarnya bisa kita temukan di layarnya. Panelnya tetap AMOLED dengan bentang diagonal 6,67 inci dan resolusi 1080p+, akan tetapi refresh rate-nya kini tercatat di angka 120 Hz. Memang belum 144 Hz seperti sejumlah kompetitornya, tapi setidaknya bukan lagi 90 Hz, yang sebenarnya sudah bisa kita dapatkan bahkan dari smartphone berharga 3 jutaan rupiah.

Touch sampling rate layarnya tidak berubah dan masih 270 Hz. Tingkat kecerahan maksimumnya berada di angka 500 nit. Lalu perihal akurasi warna, layarnya punya coverage 105% color gamut DCI-P3.

Perubahan lain yang tak kalah menarik datang dari segi software. Sistem operasi JOYUI 12 yang menenagai Black Shark 3S dilengkapi dengan fitur screen mirroring. Jadi dengan menyambungkan smartphone ke PC via kabel USB-C, pengguna dapat memainkan game dengan keyboard dan mouse. Prosesnya dipastikan mulus, karena fitur ini mendukung frame rate 60 fps dan latency 40 milidetik.

Selebihnya, Black Shark 3S identik dengan Black Shark 3. Tiga kamera belakangnya tidak berubah sedikit pun – kamera utama 64 megapixel, kamera ultra-wide 13 megapixel, dan depth sensor 5 megapixel – demikian pula kamera depan 20 megapixel-nya. Kapasitas baterainya juga sama persis: 4.729 mAh, dengan dukungan fast charging 65 W yang mampu mengisi penuh dalam waktu 38 menit saja.

Lalu di mana Black Shark 3S Pro? Entahlah, namun yang pasti Black Shark 3S sekarang sudah dipasarkan di Tiongkok dengan rincian RAM dan storage sebagai berikut:

  • 12 GB + 128 GB = 4.000 yuan (± Rp 8,4 juta)
  • 12 GB + 256 GB = 4.300 yuan (± Rp 9,1 juta)
  • 12 GB + 512 GB = 4.800 yuan (± Rp 10,1 juta)

Sumber: GSM Arena.

Jelang Peluncuran Resminya, Spesifikasi Lengkap OPPO Reno4 dan OPPO Watch Disingkap

OPPO Reno4 akan diluncurkan secara resmi pada tanggal 6 Agustus nanti. Desainnya sudah sempat kita bahas secara cukup mendalam, demikian pula kemampuan fotografi dan videografinya, tidak ketinggalan juga sejumlah keunggulannya dari segi hardware dan software.

Lewat artikel ini, saya bermaksud untuk merangkum semuanya, serta menambahkan beberapa info yang mungkin terlewatkan sebelumnya. Namun sebelum timbul kesalahpahaman, OPPO hingga kini belum memberikan informasi soal harga jualnya di Indonesia. Jadi kalau untuk harganya, kita masih harus sabar menunggu beberapa hari lagi.

OPPO sendiri bilang bahwa target pasar Reno4 adalah kalangan muda-mudi (20 – 30 tahun) dengan upper middle income, jadi mungkin untuk sekarang kita bisa mengira-ngira sendiri banderolnya seberapa.

Dari segi desain, kita sudah tahu bahwa Reno4 boleh dibilang bakal menjadi Reno yang paling trendi. Ia paling tipis (7,7 mm) dan paling ringan (165 gram) dari semua seri Reno selama ini, dan dua pilihan warna yang tersedia mempunyai daya tariknya sendiri-sendiri; Galactic Blue dengan tekstur matte yang tetap kelihatan mengkilap, Space Black dengan monogram ala brandbrand fashion.

Namun seperti yang sudah menjadi ciri khas seri Reno sejak generasi pertamanya, fitur fotografi dan videografi-lah yang selalu menjadi suguhan utama. Reno 10x Zoom mengandalkan, well, 10x hybrid zoom. Lalu Reno2 hadir memperkenalkan fitur Ultra Steady Video, disusul oleh Reno3 dengan 108MP Ultra Clear Image.

Untuk Reno4, beberapa fitur pendahulunya seperti Ultra Dark Mode dan Ultra Clear Image itu tadi tentu tetap tersedia, sedangkan yang lain seperti Ultra Steady Video malah semakin disempurnakan (yang kini kompatibel dengan kamera depan sekaligus). Fitur-fitur barunya sendiri meliputi AI Color Portrait, Monochrome Video, 960 fps Smart Slow-Motion, dan Night Flare Portrait, yang semuanya sempat saya bahas berdasarkan pengalaman para kreator konten.

Spesifikasi kameranya sendiri adalah sebagai berikut: kamera utama 48 megapixel f/1.7, kamera ultra-wide 8 megapixel f/2.2, kamera macro 2 megapixel, dan kamera monokrom 2 megapixel yang lensanya kecil sendiri di ujung kanan atas. Beralih ke depan, kita akan melihat layar AMOLED 6,4 inci beresolusi FHD+ (1080p), dan lubang kamera berbentuk kapsulnya itu dihuni oleh kamera selfie 32 megapixel dan kamera ekstra yang bertindak sebagai sensor khusus bernama AON Smart Sensor.

Komponen ini menawarkan empat fitur yang berbeda: Smart Spying Prevention, Smart Air Control, Smart Rotation, dan Smart Always On. Beberapa fungsinya sudah sempat dijelaskan oleh rekan saya Lukman, namun satu yang paling mencuri perhatian saya adalah Smart Rotation.

Fitur ini pada dasarnya memungkinkan perangkat untuk menyesuaikan sendiri orientasi layar dengan wajah. Jadi meski perangkat sedang kita pakai selagi tidur miring, orientasi layar akan tetap dikunci supaya tidak berubah menjadi landscape. Barulah saat ponsel kita miringkan selagi berdiri, orientasi layarnya berubah jadi landscape seperti yang sudah seharusnya.

Fitur-fitur pintar semacam ini tentu tak akan lengkap tanpa sederet penyempurnaan yang ditawarkan ColorOS 7.2. Salah satu fitur ColorOS 7.2 yang paling menarik kalau menurut saya adalah Quick Return Bubble, yang sejatinya dirancang untuk mereka yang gemar bermain game – sekali lagi tentu ini disesuaikan dengan target market Reno4.

Berkat Quick Return Bubble, proses menunggu (matchmaking) di game seperti PUBG, Mobile Legends, maupun Arena of Valor bisa dibuat jadi lebih tidak membosankan. Pasalnya, selama menunggu, tampilan game dapat kita perkecil hingga membentuk semacam bulatan kecil di samping layar, lalu kita bisa memanfaatkan waktu menunggu tersebut untuk membalas pesan maupun membuka aplikasi-aplikasi lainnya. Saat match sudah siap, tentu saja pengguna bakal menerima notifikasi.

Fitur lain, seperti AI App Preloading misalnya, dirancang untuk semakin memuluskan pengalaman penggunaan. Namun selain via software, tentu saja peningkatan performa itu juga datang dari sisi hardware. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, Reno4 datang membawa chipset Qualcomm Snapdragon 720G yang punya performa CPU sekaligus GPU lebih baik bahkan dari milik Reno3 Pro sekalipun. Melengkapi chipset baru tersebut adalah RAM LPDDR4x berkapasitas 8 GB dan storage internal 128 GB (plus slot microSD).

Yang bertambah gegas pun bukan cuma kinerjanya, tapi juga proses pengisian dayanya. Reno4 datang membawa dukungan VOOC Flash Charge 4.0 dengan output maksimum 30W, dan pada prakteknya ia cuma memerlukan waktu 20 menit untuk mengisi 50% baterainya yang berkapasitas total 4.015 mAh, atau 57 menit hingga benar-benar penuh. Sebagai perbandingan, Reno3 dengan VOOC 3.0 (20W) memerlukan 1 jam lebih sedikit untuk charging sampai penuh.

Sekali lagi, info selengkapnya mengenai Reno4 baru bisa kita pelajari lebih lanjut pada tanggal 6 Agustus mendatang. Selain Reno4, OPPO Indonesia juga akan memanfaatkan kesempatan tersebut untuk meluncurkan smartwatch perdananya, OPPO Watch.

Spesifikasi OPPO Watch

Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, OPPO Watch akan hadir dalam dua varian ukuran: 41 mm dan 46 mm. Varian 41 mm-nya ini mengemas layar 1,6 inci beresolusi 320 x 360 pixel, sedangkan varian 46 mm-nya dengan layar 1,91 inci beresolusi 402 x 476 pixel. Panel yang digunakan pada keduanya sama-sama AMOLED, dan OPPO juga telah melapisi keduanya dengan kaca Gorilla Glass 3.

Layar dengan bezel yang amat tipis ini kelihatan premium, dan kesan itu semakin disempurnakan oleh sasis perangkat yang terbuat dari aluminium. Khusus varian 41 mm, ada dua pilihan warna yang tersedia, yaitu hitam dan rose gold, sedangkan varian 46 mm hanya tersedia dalam balutan warna hitam saja. Masih seputar fisiknya, satu perbedaan kecil lainnya adalah perihal ketahanan air; varian 41 mm tahan hingga kedalaman 30 meter, sedangkan varian 46 mm hingga 50 meter.

Seperti halnya Reno4, OPPO Watch yang dirilis di Indonesia mempunyai spesifikasi yang agak berbeda jika dibandingkan dengan yang dipasarkan di Tiongkok. Yang paling utama adalah chipset yang digunakan, yakni Qualcomm Snapdragon Wear 3100, dibantu oleh Ambiq Apollo3 yang bertindak sebagai co-processor untuk menjalankan tugas-tugas ringan saat perangkat berada dalam mode Power Saver, serta RAM 1 GB dan storage 8 GB.

Perbedaan besar selanjutnya tentu adalah sistem operasi yang dijalankan. OPPO Watch versi Indonesia sepenuhnya menjalankan Wear OS demi memaksimalkan kompatibilitasnya, dan itu berarti ia juga mendukung tracking lebih dari 90 macam aktivitas fisik via Google Fit.

Tanpa perlu terkejut, OPPO Watch juga hadir dengan dukungan VOOC flash charging versinya sendiri, yang diklaim hanya membutuhkan waktu 75 menit saja untuk mengisi baterai perangkat hingga penuh. Kalau sedang buru-buru, charging selama 15 menit diyakini sudah bisa memberikan daya yang cukup untuk penggunaan selama sekitar 18 jam.

Lalu berapa harganya? Lagi-lagi kita harus menunggu sampai peluncuran resminya tidak lama lagi.

Kemampuan Fotografi dan Videografi OPPO Reno4 di Mata Kreator Konten

Sejak generasi pertamanya, seri OPPO Reno selalu mengedepankan fitur fotografi dan videografi. Prinsip yang sama terus OPPO pertahankan sampai Reno4. Meski spesifikasi lengkap versi yang akan dijual di Indonesia belum diumumkan, OPPO tidak segan memamerkan beberapa keunggulannya perihal foto dan video.

Seperti yang kita tahu, spesifikasi dan angka-angka tidak akan bisa menggambarkan secara penuh kapabilitas fotografi dan videografi suatu perangkat. Fitur-fitur pendukung berbasis artificial intelligence juga tidak kalah penting di era computational photography seperti sekarang, dan tentu saja yang paling krusial adalah hasil akhirnya.

Pada Reno4, salah satu fitur kamera unggulannya adalah AI Color Portrait Mode. Kalau pada Portrait Mode biasa subjek foto akan diisolasi dan latar belakangnya dibuat blur, di sini warna background juga akan dibuat monokrom, sehingga subjek bisa kelihatan lebih menonjol lagi pada hasil akhir fotonya.

Yang amat istimewa adalah bagaimana fitur ini juga dapat kita terapkan selama pengambilan video. Hasil akhirnya bisa Anda nilai sendiri dari video Daniel Schiffer di bawah ini, yang di YouTube cukup dikenal akan koleksi video B-roll sinematiknya.

Seperti yang Daniel jelaskan, memisahkan warna subjek dan background seperti ini sebenarnya bisa saja dilakukan dalam tahap penyuntingan video, akan tetapi prosesnya tidak mudah dan memakan waktu. Reno4 dan AI Color Portrait Mode di sisi lain menawarkan proses yang instan, dan itu sejalan dengan konsep praktis yang ditawarkan kamera smartphone.

Daniel tidak lupa menyinggung soal kemampuan Reno4 merekam video slow motion 960 fps. Awalnya dia ragu hasilnya bisa bagus, apalagi mengingat resolusinya terbatas di 720p saja kalau ingin mengaktifkan mode ini. Namun ternyata, hasilnya tetap sangat usable untuk menyisipkan momen-momen dramatis. Bahkan di saat matahari mulai terbenam pun, hasilnya tetap terlihat cukup jernih dan tidak langsung banjir noise.

Fitur Ultra Steady Video 3.0 juga terbukti efektif meredam guncangan selama video direkam. Dalam beberapa kesempatan, Daniel bahkan sempat merekam sembari berjalan mundur, akan tetapi videonya tetap terlihat mulus meski ia sama sekali tidak menggunakan gimbal.

Masih seputar video, Reno4 juga hadir membawa fitur Monochrome Video. Jadi ketimbang memisahkan warna subjek dan background, fungsi fitur ini adalah untuk menyoroti warna-warna tertentu saja. Jadi misalnya pengguna ingin menonjolkan warna merah, maka semua warna lain yang ada di dalam frame akan dijadikan hitam-putih. Selain di video Daniel Schiffer tadi, demonstrasinya juga bisa kita lihat pada video Mango Street di bawah.

Mango Street sendiri lumayan naik popularitasnya salah satunya karena mereka membuat sejumlah tips fotografi selama masa WFH. Maka dari itu, mereka tidak lupa mendemonstrasikan salah satu fitur fotografi paling mutakhir milik Reno4, yakni Night Flare Portrait.

Anggap saja fitur ini sebagai Portrait Mode khusus malam hari, sebab seperti yang bisa kita lihat pada video di atas, foto-foto yang diambil ketika matahari mulai terbenam kelihatan menawan berkat efek bokeh yang sangat memuaskan, terutama pada bagian-bagian kelap-kelip lampunya.

Kalau dulu smartphone kesulitan mengambil foto yang terang dan jernih di malam hari, sekarang Reno4 malah bisa menghasilkan foto portrait yang tajam dan memukau meski kondisi pencahayaan di sekitar subjek sudah masuk kategori minimal. Semua ini sudah terdengar mengesankan, padahal kita belum tahu persis spesifikasi dan fitur lengkap Reno4 seperti apa.

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial yang didukung oleh OPPO.

Realme C15 Unggulkan Baterai 6.000 mAh dan 18W Quick Charge di Rentang Harga 2 Jutaan

Baru sebulan yang lalu, Realme C11 resmi diluncurkan di pasar tanah air dengan harga 1,5 jutaan rupiah. Buat yang belum kebagian ponsel tersebut, tidak perlu berkecil hati. Bukan karena ponselnya jelek, tapi karena sekarang sudah ada yang lebih bagus lagi, meski memang harganya sedikit lebih mahal. Ponsel yang saya maksud adalah Realme C15.

Indonesia cukup beruntung menjadi negara pertama yang dihampiri C15. Perangkat ini tidak bermaksud menggantikan Realme C11, tapi di saat yang sama ia sudah membenahi sejumlah kekurangannya. Sensor sidik jari adalah salah satunya, yang di C15 bisa kita jumpai pada bagian punggungnya yang berwarna biru atau silver setelah sepenuhnya absen di C11.

Soal performa, C15 semestinya tidak akan menawarkan peningkatan yang signifikan dibanding C11 mengingat chipset yang digunakan sama persis, yaitu MediaTek Helio G35. Kendati demikian, RAM-nya sudah ditambah, demikian pula kapasitas penyimpanan internalnya. Di Indonesia, Realme C15 akan hadir dalam tiga varian. Berikut rincian sekaligus harganya:

  • RAM 3 GB + storage 64 GB seharga Rp 1.999.000
  • RAM 4 GB + storage 64 GB seharga Rp 2.199.000
  • RAM 4 GB + storage 128 GB seharga Rp 2.499.000

Selisih harganya cukup lumayan kalau dibandingkan dengan C11 (Rp 1.599.000). Banderolnya ternyata juga lebih mahal ketimbang Realme C3 (Rp 1.899.000), padahal chipset milik C3 (Helio G70) justru lebih kencang. Untuk varian dengan RAM 4 GB, harga C15 malah sudah menyentuh segmen Realme 5i (Rp 2.199.000) yang jelas sudah beda kelas, dan yang sayangnya sudah tidak diproduksi lagi (tinggal menghabiskan stok) sejak C15 ini dirilis.

Justifikasinya, kalau menurut Realme, adalah baterai berkapasitas besar dan pengisian daya yang cepat. Dua hal inilah yang Realme jadikan nilai jual utama C15: baterai 6.000 mAh dan dukungan fast charging 18 W. Begitu besarnya baterai yang C15 usung, Realme tidak keberatan seandainya konsumen menggunakannya sebagai power bank darurat untuk gadget lain.

Angka 6.000 mAh mungkin belum bisa menggambarkan seawet apa daya tahan C15. Realme bilang kapasitas sebesar ini siap untuk menemani 30 ronde PUBG secara nonstop, atau streaming film selama 18 jam lebih. Saat baterai tersisa 5% pun, Realme mengklaim C15 masih bisa dipakai untuk streaming YouTube selama 1,73 jam atau bercengkerama di WhatsApp selama 1,79 jam, tapi ini dengan mengaktifkan fitur Super Power Saving Mode yang akan membatasi akses ke 6 aplikasi saja selama aktif.

Proses charging-nya pun tergolong cukup cepat: 30 menit cukup untuk mengisi sekitar 25% kapasitasnya, sedangkan kalau sampai benar-benar penuh membutuhkan waktu hampir 3 jam. Bandingkan dengan Realme C3 yang bisa membutuhkan waktu hingga 3,5 jam untuk mengisi penuh baterai 5.000 mAh-nya karena cuma mendukung output 10 W.

Perihal desain, C15 tidak jauh berbeda dari C11, hanya motif gradiennya yang agak diubah. Modul kameranya sama-sama mengotak, tapi seperti yang bisa kita lihat, C15 punya dua lensa tambahan. Jadi selain kamera utama 13 megapixel dan ultra-wide 8 megapixel, C15 juga mengemas kamera monokrom 2 megapixel dan “kamera retro” 2 megapixel.

Realme cukup bangga menyebut C15 sebagai ponsel pertama di C Series dengan setup quad camera. Meski demikian, buat saya yang lebih penting adalah keberadaan kamera ultra-wide, yang sebelumnya absen pada C11. Fitur Super Nightscape Mode semestinya juga bisa menghasilkan foto malam hari yang lebih baik ketimbang milik C11. Untuk kamera depannya, C15 juga menyimpan sensor beresolusi lebih tinggi, yakni 8 megapixel.

Layarnya sendiri masih memiliki poni kecil dan resolusi 720p (HD+). Namun tidak seperti C11, layar dengan bentang diagonal 6,5 inci milik C15 ini sudah diproteksi menggunakan kaca Gorilla Glass 3 sehingga lapisan anti-gores semestinya bukanlah suatu keharusan di sini.

Buat yang merasa baterai 5.000 mAh masih kurang besar, Realme C15 bakal dipasarkan secara online maupun offline mulai tanggal 1 Agustus mendatang. Realme juga bakal mengadakan flash sale khusus hari ini (28/7) saja mulai pukul 18.00 WIB, dan konsumen bisa mendapatkan potongan harga sebesar Rp 100 ribu untuk varian 3GB/64GB dan 4GB/64GB.

Qualcomm Umumkan Quick Charge 5, Mampu Mengisi Penuh Perangkat dalam Waktu 15 Menit

Teknologi pengisian daya cepat terus berkembang pesat setiap tahunnya. Dari kubu OPPO, kita telah melihat 125W SuperVOOC flash charge inovasi terbaru mereka yang diyakini cuma butuh waktu 20 menit saja untuk mengisi baterai 4.000 mAh dari kosong hingga penuh.

Sekarang, giliran Qualcomm yang unjuk gigi dengan teknologi serupa. Mereka secara resmi memperkenalkan Quick Charge 5, dan kinerjanya pun tak kalah mengesankan dibanding penawaran OPPO tadi.

Secara teknis, Quick Charge 5 mendukung output 100W atau bahkan lebih, dan berdasarkan hasil pengujian internal Qualcomm, teknologi ini diklaim sanggup mengisi baterai 4.500 mAh dari 0 – 100% dalam waktu 15 menit. Kalau cuma 0 – 50%, waktu yang diperlukan malah cuma sekitar 5 menit saja.

Bisa dibayangkan betapa praktisnya teknologi pengisian daya cepat semacam ini. Andai perangkat kita charge di pagi hari lalu kita tinggal mandi dan menyeduh kopi, setelahnya baterai perangkat mungkin sudah hampir penuh saat kita mulai menyeruput kopinya.

Dibandingkan dengan generasi sebelumnya, kinerja Quick Charge 5 dipercaya empat kali lebih kencang dan 70% lebih efisien. Yang istimewa, semua ini dicapai selagi mencatatkan suhu 10° C lebih dingin, dan ukuran fisik adaptor Quick Charge 5 kurang lebih sama seperti charger Quick Charge 4/4+.

Tabel kompatibilitas Quick Charge 5 / Qualcomm
Tabel kompatibilitas Quick Charge 5 / Qualcomm

Satu hal yang perlu dicatat adalah, performa Quick Charge 5 baru bisa maksimal apabila smartphone yang mendukung dibekali dua modul baterai yang identik, yang keduanya dapat di-charge secara simultan dengan output yang sama besarnya. Kalau modul baterainya cuma satu, maka Quick Charge 5 cuma bisa menghasilkan output sebesar 45W.

Terkait backwards compatibility, Qualcomm bilang adaptor Quick Charge 5 masih bisa dipakai untuk mengisi ulang perangkat yang hanya mendukung Quick Charge 2, tapi tentu kecepatannya jadi menyesuaikan dengan standar Quick Charge 2, begitu juga sebaliknya. Untuk perangkat yang mendukung standar USB Power Delivery (PD) seperti iPhone misalnya (mulai iPhone 8), adaptor Quick Charge 5 tetap bisa digunakan, tapi output-nya cuma terbatas di kisaran 20 – 30W.

Pada kenyataannya, Qualcomm merancang Quick Charge 5 ini menggunakan standar USB Power Delivery Programmable Power Supply (PD-PPS) sebagai basisnya. Jadi kalau menurut AnandTech, secara teori ini berarti konsumen bisa saja menggunakan adaptor USB PD-PPS untuk mengisi ulang perangkat yang mendukung Quick Charge 5 di kecepatan maksimumnya.

Quick Charge 5 dapat diaplikasikan ke perangkat yang menggunakan chipset Snapdragon 865 atau 865+, dan Qualcomm memprediksi perangkat yang mendukung Quick Charge 5 bakal mulai dipasarkan pada kuartal ketiga tahun ini juga.

Sumber: Android Central dan Qualcomm.

Lenovo Luncurkan Smartphone Gaming Perdananya, Legion Phone Duel

Tren smartphone gaming belum menunjukkan tanda-tanda bakal meredup dalam waktu dekat. Malahan, sekarang Lenovo juga ikut-ikutan. Mereka baru saja mengungkap smartphone gaming pertamanya: Legion Phone Duel.

Sebagai sebuah smartphone gaming, layar dengan refresh rate di atas rata-rata tentu merupakan suatu keharusan. Berhubung 120 Hz sudah cukup menjamur di ranah ponsel flagship, pilihan Lenovo pun jatuh pada 144 Hz, sama seperti Nubia Red Magic 5G belum lama ini. Touch sampling rate 240 Hz turut melengkapi spesifikasi panel AMOLED 6,65 inci beresolusi 1080p tersebut.

Seperti yang bisa kita lihat, layarnya tidak dinodai notch atau lubang kamera sedikit pun. Lenovo memilih untuk mengadopsi kamera pop-up, dan ketimbang menanamkannya di sisi atas perangkat, Lenovo justru menyematkannya ke samping. Tujuannya? Supaya pengguna bisa merekam atau menyiarkan sesi gaming-nya dalam orientasi landscape secara maksimal.

Kamera depannya sendiri dibekali sensor 20 megapixel dan mampu merekam video dengan resolusi maksimum 4K 30 fps, atau 1080p jika dipakai untuk live streaming. Lenovo juga tidak lupa untuk membekalinya dengan empat mikrofon noise cancelling supaya suara sang streamer bisa tertangkap dengan jelas.

Gaming sekaligus streaming tentu menuntut kinerja yang gegas, dan di sini Legion Phone Duel telah ditenagai oleh chipset paling premium saat ini, yaitu Qualcomm Snapdragon 865+ yang baru diumumkan belum lama ini. Kapasitas RAM yang ditawarkan ada dua, yakni 12 GB dan 16 GB, semuanya tipe LPDDR5. Pada varian termahalnya, Lenovo telah membenamkan storage UFS 3.1 berkapasitas 512 GB.

Guna mencegah perangkat menghasilkan panas yang berlebih selagi dipakai untuk bermain sekaligus streaming, tentu saja Lenovo sudah mengimplementasikan sistem liquid cooling. Namun upaya mereka tidak berhenti sampai di situ saja; baterai Legion Phone Duel rupanya sudah dibagi menjadi dua, masing-masing dengan kapasitas 2.500 mAh (total 5.000 mAh), demi mencegah overheating.

Juga unik adalah fakta bahwa ponsel ini mengemas dua port USB-C sekaligus – satu di bawah seperti biasa, dan satu di samping kiri supaya kabel yang menancap tidak mengganggu saat perangkat dipakai bermain dalam posisi horizontal – dan dua-duanya bisa dipakai untuk charging secara simultan.

Lenovo bilang Legion Phone Duel mendukung charging dengan output maksimum 90 W. Pengisian dari 0 – 50% cuma membutuhkan waktu sekitar 10 menit, sedangkan 30 menit charging sudah cukup untuk mengisi baterainya hingga penuh.

Mengingat ini merupakan smartphone gaming, jangan heran kalau kamera belakangnya cuma dua. Meski Lenovo terkesan menyepelekan perkara ini, setidaknya mereka masih menanamkan kamera utama 64 megapixel dan kamera ultra-wide 16 megapixel. Kameranya pun tidak punya tonjolan yang berlebihan, sebab memang perangkat ini cukup tebal di angka 9,9 mm, dan bobotnya pun lumayan berat di angka 239 gram.

Melengkapi itu semua adalah fitur-fitur spesifik untuk gaming macam sepasang tombol trigger ultrasonik, speaker stereo dengan dukungan software Dirac Audio untuk menyajikan efek audio 3D yang maksimal, serta tentu saja lampu RGB programmable di sisi belakangnya.

Juga menarik adalah fitur untuk melihat sekaligus merekam replay sesi gaming beberapa detik sebelumnya dengan mengusap salah satu tombol trigger-nya. Saya tidak tahu cara kerja persisnya bagaimana, tapi yang pasti fitur ini sangat berguna seandainya pengguna kelupaan merekam manuver kerennya dalam game.

Rencananya, Lenovo Legion Phone Duel akan segera dipasarkan di Tiongkok dan di beberapa negara lain, termasuk sejumlah negara di kawasan Asia Pasifik. Di Tiongkok, ponsel ini dinamai Lenovo Legion Phone Pro dan dibanderol 4.199 yuan (± Rp 8,8 juta) untuk varian 12GB/256GB, atau 5.999 yuan (± Rp 12,5 juta) untuk varian tertinggi 16GB/512GB.

Sumber: Lenovo via Android Central.

Melihat Lebih Dekat Desain OPPO Reno4

Peluncuran OPPO Reno4 di Indonesia sudah hampir di depan mata. Hari ini, OPPO untuk pertama kalinya mengungkap penampakan Reno4 di hadapan awak media, menjelaskan secara detail arahan desain yang mereka ambil selama mengembangkan perangkat tersebut.

Setidaknya ada tiga poin terpenting yang ingin OPPO angkat melalui Reno4: bodi yang ramping, warna yang trendi, dan layar high-end. Kita mulai dari poin yang pertama dulu. Reno4 hadir dengan tebal cuma 7,7 milimeter dan bobot 165 gram, menjadikannya sebagai yang paling tipis dan paling ringan dari semua seri Reno selama ini. Sebagai perbandingan, Reno3 sebelumnya punya tebal 7,9 milimeter dan bobot 170 gram.

Optimalisasi dimensi perangkat yang OPPO lakukan mencakup beberapa aspek, seperti misalnya penggunaan lembaran baja yang tahan panas sehingga ketebalannya bisa menyusut 0,15 mm. Selain itu, seri Reno4 juga memiliki komponen tertentu pada mainboard untuk mengurangi ketebalan perangkat sampai sebesar 0,3 mm. Terakhir, Reno4 juga mengemas Hidden Fingerprint Unlock yang memiliki ketebalan hanya 0,27 mm, yang sepertinya bakal diposisikan di balik layarnya.

Dalam presentasinya, Aryo Meidianto selaku PR Manager OPPO Indonesia juga sempat menyinggung bagaimana Reno4 terasa begitu nyaman digenggam menggunakan satu tangan. Bukan cuma karena bodinya sangat tipis dan ringan, tapi juga karena bagian samping kiri dan kanan punggungnya yang melandai.

Bicara soal punggung, tibalah kita pada poin yang kedua. Reno4 hadir dalam dua varian warna yang unik di balik kaca Gorilla Glass 3 yang melapisinya. Warna pertamanya adalah Galactic Blue dengan motif gradasi yang terinspirasi pancaran berlian, mengindikasikan target pasar utama Reno4, yaitu kalangan muda berpendapatan tinggi.

Keistimewaan varian warna ini terletak pada tekstur matte-nya yang tetap kelihatan berkilau saat terkena cahaya, menyajikan nuansa yang lebih premium selagi masih mempertahankan sisi ergonomisnya. OPPO mengaku harus menerapkan teknik khusus yang mereka juluki “Reno Glow” untuk bisa mendapatkan efek ini, dan ini merupakan pertama kalinya di seri Reno.

Varian warna selanjutnya adalah Space Black. Hitam di Reno4 rupanya agak tidak umum, sebab ia juga dapat memantulkan kilauan-kilauan kecil saat terkena biasan cahaya. Tidak seperti varian Galactic Blue yang motif gradasinya dari tengah ke luar, di varian Space Black gradasinya dari atas ke bawah, dan di porsi bawahnya ini OPPO turut menyematkan monogram logonya yang berulang-ulang.

Inspirasinya sudah jelas, yakni brand fashion, dan ini sengaja OPPO rancang demi memperkuat kesan bahwa Reno4 bukan sebatas smartphone untuk kebutuhan sehari-hari saja, melainkan juga bagian dari fashion sang empunya. Kebetulan logo baru OPPO yang didesain oleh Pentagram cukup luwes untuk diperlakukan seperti ini.

Beralih ke poin yang ketiga sekaligus terakhir, layar Reno4 tak lagi ‘dinodai’ oleh notch. Sepasang kamera depannya berada persis di ujung kiri atas layaknya Reno3 Pro sebelumnya. Dual punch-hole display seperti ini pastinya terlihat jauh lebih premium, dan OPPO pun tak lupa memproteksinya dengan kaca Gorilla Glass 5.

Layarnya sendiri merupakan panel AMOLED 6,5 inci dengan sertifikasi Eye Care Display dari SGS. Resolusi dan refresh rate layarnya ini belum bisa dikonfirmasi, sama halnya dengan spesifikasi lengkap Reno4 yang belum dibeberkan mengingat perangkat lunak yang digunakan saat ini masih belum dalam tahap final. Kita nantikan saja pengumuman selanjutnya dari OPPO Indonesia, yang semestinya tidak akan lama dari sekarang.

Kilas Balik Edisi-Edisi Spesial OPPO Reno yang Pernah Hadir di Indonesia

Meski usianya baru sekitar satu tahun, seri Reno merupakan salah satu seri smartphone terpenting dan yang paling berpengaruh dalam portofolio OPPO. Ini terbukti dari banyaknya model yang diluncurkan dalam setahun terakhir yang terbagi menjadi tiga generasi, dan yang tidak lama lagi disusul oleh generasi keempatnya.

Dari tiga generasi Reno itu pun OPPO juga sudah menawarkan banyak edisi spesial yang berkenang di hati para konsumennya, mulai dari edisi khusus FC Barcelona, sampai bundling eksklusif hasil kolaborasi langsung OPPO bersama Disney. Selagi menunggu kehadiran Reno4, ada baiknya kita meninjau kembali edisi-edisi spesial OPPO Reno yang pernah hadir di Indonesia.

OPPO Reno FC Barcelona Edition

OPPO Reno FC Barcelona Edition

Ponsel ini memang bukan hasil kolaborasi pertama OPPO dengan salah satu klub sepak bola terkaya di dunia tersebut. Titel “pertama” itu dipegang oleh OPPO R7 Plus FC Barcelona Edition, akan tetapi tidak bisa dipungkiri, Reno FC Barcelona Edition adalah yang paling istimewa sekaligus menawan.

Warna merah dan biru khas FC Barcelona benar-benar terpancarkan secara apik melalui efek gradasi unik di punggung ponsel ini, dan untuk bisa mewujudkannya, OPPO harus menggunakan teknik heat-press yang kala itu baru pertama kali diterapkan di industri smartphone. Bukan cuma di luar, tema merah-biru ini pun juga ikut diterapkan sampai ke tampilan antarmukanya.

Pada akhirnya, tidak berlebihan apabila Reno FC Barcelona Edition ini mengusung tagline “The Color of Miracles”, dan ini semakin dimatangkan oleh logo klub berwarna emas yang menggambarkan sejarah panjang FC Barcelona hingga tiba di titik ini. Perangkat ini OPPO jual dengan harga Rp 12.999.000.

OPPO Reno 10x Zoom Indonesian Artist Edition

OPPO Reno 10x Zoom Indonesian Artist Edition

Pada tanggal 31 Juli 2019, sekitar seminggu setelah OPPO Reno FC Barcelona Edition mendarat di tanah air, giliran kolaborasi dengan trio seniman lokal yang OPPO pamerkan di hadapan publik. Ketiga orang tersebut adalah Darbotz, Arkiv Vilmasa, dan Ronald Aprian.

Kolaborasi ini dimaksudkan untuk mengilustrasikan makna inovasi kreatif bagi para seniman. Masing-masing seniman mengangkat tema yang berbeda: Darbotz dengan tema “Berbeda Tapi Tetap Satu” untuk menggambarkan keberagaman sekaligus kesatuan bangsa Indonesia, Arkiv dengan tema “Crown of Creation” yang terinspirasi dari kompleksitas dan modernitas di kehidupan sehari-hari, dan Ronald mengimajinasikan skenario masa depan yang memungkinkan kita untuk menikmati Nasi Padang di luar angkasa berkat kemajuan teknologi yang pesat.

Tiga edisi spesial ini ditawarkan dalam jumlah yang sangat terbatas, masing-masing sebanyak 30 unit saja, dengan banderol Rp 12.999.000.

OPPO Reno 10x Zoom Eko Nugroho Edition

OPPO Reno 10x Zoom Eko Nugroho Edition

Namun ternyata OPPO masih belum puas dengan kolaborasinya bersama ketiga seniman tadi. Sekitar sebulan setelahnya, bertepatan dengan gelaran Art Jakarta 2019, OPPO memperkenalkan edisi spesial yang lain lagi, kali ini menampilkan karya seniman asal Yogyakarta, Eko Nugroho.

Kerja sama ini dilandasi oleh komitmen OPPO dalam mendukung industri kreatif di Indonesia, dan itu sekaligus mereka tunjukkan dengan menjadi sponsor utama dari acara Art Jakarta tersebut. Tema yang diangkat Eko sendiri adalah “Bermimpi dan Menghidupkan Mimpi”, menggambarkan kekagumannya yang sangat mendalam terhadap mereka yang terus bermimpi dan bertekad memenuhi impiannya.

Sama seperti sebelumnya, OPPO hanya menjual 30 unit edisi spesial Eko Nugroho ini dengan harga Rp 12.999.000.

OPPO Reno 10x Zoom 12GB Edition

OPPO Reno 10x Zoom 12GB Edition

Menjelang akhir 2019, OPPO Indonesia sempat memasarkan edisi khusus Reno 10x Zoom yang dibekali RAM berkapasitas 12 GB. Perangkat seharga Rp 8.999.000 ini hadir menyasar kalangan profesional yang umumnya memiliki waktu yang terbatas dan harus mengerjakan berbagai hal secara bersamaan. Multitasking, itulah kata kuncinya, dan edisi ini benar-benar dirancang untuk menjawab tuntutan pengguna yang tergolong heavy user.

OPPO Reno2 F Disney Special Bundling

OPPO Reno2 F Disney Special Bundling

Tepat satu hari setelah perayaan Natal 2019, OPPO memperkenalkan Reno2 F Disney Special Bundling yang tak hanya hadir membawa warna baru Nebula Green saja, tapi juga menyertakan merchandise eksklusif dari Disney berupa tumbler dan tote bag.

Pemilihan karakter Mickey Mouse sendiri bukanlah suatu kebetulan, sebab OPPO dan Disney memilihnya dalam rangka menyambut perayaan “The Year of the Mouse” di tahun 2020. Mickey bisa dibilang merupakan karakter tikus terpopuler sejagat raya, jadi wajar apabila ia dijadikan ikon dari program kerja sama ini.

Bundling ini dijual melalui program flash sale dengan banderol Rp 5.199.000.

OPPO Reno2 Year of the Mouse Limited Edition

OPPO Reno2 Year of the Mouse Edition

Mendekati perayaaan Imlek 2020, OPPO merilis Reno2 Year of the Mouse Limited Edition yang jauh lebih istimewa ketimbang bundling Reno2 F sebelumnya, sebab maskot Disney itu tampil istimewa dalam bentuk grafir pada lapisan kaca belakang perangkat. Proses grafirnya tentu tidak mudah dan membutuhkan waktu yang cukup lama demi memastikan hasil yang presisi.

Packaging-nya pun tak kalah eksklusif, dan OPPO tak lupa menyertakan earphone Bluetooth Enco Q1 sebagai bonus bagi para konsumennya. Harganya kala itu dipatok Rp 8.999.000.

OPPO Reno3 Pro

OPPO-Reno3-Pro-K1

Untuk Reno3 dan Reno3 Pro, sampai sejauh ini belum ada edisi spesial yang OPPO tawarkan. Kemungkinan besar alasannya terkait pandemi COVID-19 mengingat perangkat ini diluncurkan bertepatan dengan Hari Kartini, tapi bisa jadi juga karena Reno3 Pro sudah cukup spesial untuk menggaet hati konsumen.

Di saat produk sekelas masih bingung antara pemakaian notch atau punch-hole, Reno3 Pro yang dibanderol seharga Rp 8.999.000 ini dengan percaya diri tampil membawa dua kamera depan punch-hole sekaligus; satu beresolusi 44 megapixel, satu lagi bertindak untuk meningkatkan kualitas bokeh dari setiap selfie yang pengguna ambil.

Kamera belakangnya pun tidak kalah istimewa: 64 megapixel ultra-clear sebagai kamera utama, ultra-wide 8 megapixel, telephoto 13 megapixel, dan monokrom 2 megapixel. Secara keseluruhan, Reno3 Pro datang dengan sederet fitur fotografi mobile terkini macam 108MP Ultra Clear Image maupun Ultra Dark Mode. Jadi jangan kaget kalau Reno4 nantinya semakin mematangkan konsep “Clear in Every Shot” yang Reno3 Pro perkenalkan.

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial yang didukung oleh OPPO.