[Review] Canon EOS M200, Mirrorless Ringkas dan Mudah Digunakan

Setelah sebelumnya me-review Canon EOS M6 Mark II dan Canon PowerShot G7 X Mark III, kali ini saya akan me-review Canon EOS M200. Kamera mirrorless entry-level penerus EOS M100 ini dibanderol seharga Rp7.975.000.

Dibanding pendahulunya, Canon EOS M200 sanggup merekam video hingga resolusi 4K dan mendukung perekaman video secara vertikal. EOS M200 masih mengandalkan sensor APS-C CMOS 24,1MP, namun kinerja sistem AF Dual Pixel-nya meningkat, punya titik fokus lebih banyak (143 area AF), dilengkapi Eye Detection AF, dan ditenagai prosesor gambar terbaru Digic 8. Berikut cerita review Canon EOS M200 selengkapnya.

Desain dan Build Quality

Desain Canon EOS M200
Desain Canon EOS M200 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Wujud dari Canon EOS M200 serupa dengan pendahulunya, dengan layar 3 inci yang bisa dilipat 180 derajat ke atas dan flash dengan mekanisme pop up. Sangat simpel dengan body ringkas dan kontrol yang mudah.

Kamera ini masih tanpa viewfinder, tak punya hot shoe, maupun port microphone eksternal. Canon hanya sedikit melakukan perubahan, yaitu menata ulang tombol perekam video. Pada M100, tadinya terletak di bagian atas dan kini dipindahkan ke belakang kamera menggantikan tombol WiFi yang berada persis di samping tombol menu.

Bagian Belakang Canon EOS M200
Bagian Belakang Canon EOS M200 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Body-nya yang sangat ringkas dengan dimensi 108x67x35 mm dan berbobot 299 gram, bahkan berpasangan dengan lensa kit 15-45mm F3.5-6.3, tampilan EOS M200 masih terlihat agak ‘kebanting’. Mungkin akan cocok bila dipasangkan dengan lensa pancake EF-M 22mm f/2 STM.

Build quality-nya sendiri sangat baik, kontruksi body utamanya dari logam dengan plastik polikarbonat di beberapa bagian dan terasa sangat solid di genggaman tangan. Sayangnya, EOS M200 ini memang tak memiliki grip sama sekali untuk tangan kita mencengkram kamera.

Untuk atributnya, di sisi atas ada tombol rana bersama satu-satunya dial atau roda kontrol. Lalu, ada tombol power bersama tombol mode pengambilan gambar yang opsinya cuma ada tiga, yaitu mode auto, mode foto, dan video. Serta, flash dengan mekanisme pop up di kiri atas.

Bagian belakang, layar 3 incinya hanya bisa ditarik ke atas sampai 180 derajat yang berguna untuk pemoretan low-angle dan vlogging. Lalu, terdapat tombol menu, tombol perekam video, navigasi empat arah di mana tombol atas untuk exposure compensation atau hapus, bawah untuk info, sisi kanan untuk pengaturan flash, dan kiri untuk AE lock atau FE lock. Di tengahnya ada tombol Quick Controll dan di bawahnya lagi ada tombol playback.

Bagian kanan kosong, port microUSB belum Type-C, micro HDMI, dan sebuah slot SD card berada di sisi kiri. Slot baterai di area bawah, menggunakan jenis LP-E12 yang menurut rating CIPA sanggup menyuguhkan 315 jepretan. Pengisian dayanya masih menggunakan adaptor charger khusus bawaannya.

Sistem Kontrol

Sistem Kontrol Canon EOS M200
Sistem Kontrol Canon EOS M200 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Ya, Canon EOS M200 hanya memiliki satu roda kontrol putar yang secara default berfungsi untuk mengatur shutter speed. Roda ini juga bisa digunakan untuk menyesuaikan aperture dan ISO, opsi tersebut harus dipilih dulu lewat layar sentuhnya.

Di pojok kiri atas, tersedia beragam mode foto. Dari yang standar seperti manual exposure, aperture priority AE, shutter priority AE, dan program AE. Serta, opsi mode otomatis sesuai kondisi tertentu seperti self portrait, smooth skin, landscape, sports, close-up, food, night portrait, dan banyak lagi.

Sistem menu kameranya memang agak ramai, namun Canon telah melengkapi quick menu yang bisa diakses di pojok kanan atas. Di sini kita bisa mendapatkan akses cepat ke sejumlah fitur penting seperti white balance, picture style, creative filters, aspect ratio, AF method, AF operation, metering mode, drive mode, image quality, dan movie rec. size.

Kemampuan Foto

Sensor Kamera Canon EOS M200
Sensor Kamera Canon EOS M200 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Canon EOS M200 mengusung sensor CMOS APS-C 24MP dengan sistem autofocus Dual Pixel dan memiliki titik fokus lebih banyak dari 49 menjadi 143. Lengkap dengan fitur face dan eye detection yang bekerja secara gesit dan konsisten mengunci objek bergerak.

Kamera ini mengandalkan prosesor gambar terbaru Digic 8 yang mengangkat kinerja kamera secara keseluruhan. Sanggup memotret beruntun 6.1fps (4fps dengan AF) dan mendukung perekaman video sampai resolusi 4K.

Terlepas dari desainnya yang simpel dan posisinya sebagai kamera entry-level, tetapi kualitas gambarnya tak perlu diragukan lagi. Hasil bidikan dapat disimpan dalam format JPEG, Raw, atau CRaw dalam pilihan aspek rasio 3:2, 4:3, 16:9, dan 1:1.

Lensa EF-M 55-200mm f/4.5-6.3 IS STM
Lensa EF-M 55-200mm f/4.5-6.3 IS STM | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Untuk awal penggunaan, menurut pengalaman saya lensa kit EF-M 15-45mm F3.5-6.3 IS STM yang setara dengan 24-72mm di 35mm ini sudah cukup mumpuni dan mencakup banyak skenario penggunaan. Pada kesempatan review Canon EOS M200 kali ini saya juga menggunakan lensa EF-M 55-200mm f/4.5-6.3 IS STM yang setara dengan 88-320mm di 35mm, perlu diingat sensor APS-C yang digunakan oleh Canon memiliki crop factor 1,6x.

Lensa zoom telephoto ini memungkinkan kita menangkap objek yang sangat jauh. Namun, saya lebih merekemendasikan Anda memiliki lensa kedua dengan focal lenght tetap (fix lens) seperti Canon EF-M 32mm F1.4 STM, Canon EF-M 28mm F3.5 Macro IS STM, atau trio lensa 16mm, 30mm, dan 56mm F1.4 dari Sigma untuk penggunaan di kondisi low light dan mendapat bokeh cantik.

Kamera ini sudah dilengkapi dengan konektivitas WiFi dan Bluetooth, jadi hasil jepretannya bisa dengan mudah ditransfer ke smartphone lewat aplikasi Canon Camera Connect. Uniknya koneksi Bluetooth pada EOS M200 ini dapat mempertahankan koneksi dengan smartphone bahkan saat kamera dimatikan. Jadi, tidak perlu menghubungkan ulang setiap kali membuka aplikasi.

Kemampuan Video

Kemampuan Video Canon EOS M200
Kemampuan Video Canon EOS M200 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Sistem autofocus Dual Pixel yang dapat diandalkan, lengkap dengan Eye Detection AF dan layar 3 inci yang bisa dilipat 180 derajat menghadap ke depan, tentunya kita bisa membuat setup vlogging yang ringkas dengan Canon EOS M200. Kamera ini juga sudah mendukung video dalam posisi vertikal.

Pasang tripod mini dan untuk audio-nya kita bisa menggunakan clip-on yang terhubung ke aplikasi recorder di smartphone. Apakah repot menggunakan audio terpisah? Tidak sama sekali, bila hasilnya video tersebut diedit menggunakan Adobe Premiere Pro, ada fitur synchronize yang akan otomatis menyamakan ritme suara.

Pada sistem NTSC, kamera dapat merekam video 4K 23,98fps, FHD 29,97fps, FHD 59,94fps, HD 59,94fps, dan slow motion HD 119,9fps. Sementara di sistem PAL, EOS M200 dapat merekam video 4K 25fps, FHD 25fps, FHD 50fps, HD 50fps, dan HD 100fps.

Sayangnya adalah kita harus kompromi dengan crop sebanyak 1,7x saat menggunakan video 4K. Sehingga sulit untuk mendapatkan wide-angle dengan lensa kit. Untuk A-Roll biasanya resolusi FHD memang sudah cukup, opsi lain bisa berinvestasi membeli lensa Canon EF-M 11-22mm f/4-5.6 IS STM.

Verdict

Kemudahan penggunaan merupakan salah satu elemen utama yang ditawarkan oleh Canon EOS M200. Kamera ini memiliki sistem kontrol yang user-friendly dan body ringkas yang sangat mudah untuk dibawa-bawa.

Kamera yang sederhana dan tampil low profile. Namun, sensor CMOS APS-C 24MP di dalamnya memastikan Anda dapat memperoleh foto berkualitas, lengkap dengan kemampuan perekama video 4K.

Kisaran harganya yang hampir mencapai Rp8 juta, membuat posisinya cukup sulit sebagai kamera entry-level. Canon EOS M200 cocok buat Anda yang benar-benar mencari kamera kecil dan kasual, bukan untuk dijadikan sebagai mesin utama untuk membuat konten.

Sparks

  • Sistem kontrol yang mudah
  • Peningkatan sistem AF Dual Pixel dengan Eye Detection 
  • Perekam video 4K
  • Mendukung video vertikal

Slacks

  • Video 4K dengan kompromi crop sebesar 1,7x
  • Belum memiliki port USB Type-C
  • Harga hampir Rp8 juta, posisinya yang sulit sebagai kamera entry-level

 

Kamera DSLR Full Frame Canon EOS 1D X Mark III Masuk Indonesia

Kamera DSLR flagship paling mutakhir dari Canon telah masuk Indonesia. PT Datascrip sebagai distributor tunggal produk pencitraan digital Canon di Tanah Air memasarkan Canon EOS 1D X Mark III (body only) dengan harga Rp110.000.000. Seperti apa kemampuannya?

PSX_20200223_064750

Hands-on Canon EOS 1D X Mark III

PSX_20200223_064947

Pertama ialah kapabilitas burst shooting-nya yang mencapai 20fps dengan autofocus dan auto exposure di live view. Serta, 16fps menggunakan OVF dengan buffer hingga 1.000 gambar lebih dalam format Raw atau Raw + JPEG.

Saat saya coba, suara rana yang dihasilkan sangat ‘mengerikan’ seperti memberondong menggunakan senjata berat (senapan mesin) yang ada di film action. Jadi, lupakan perhitungan shutter count, siklus kerja rana dan cerminnya sendiri sanggup bertahan hingga 500.000.

PSX_20200223_064855

Itu satu dan masih banyak fitur-fitur andalannya, sebelum itu mari berkenalan dulu. Canon EOS 1D X series adalah jajaran kamera DSLR flagship dengan sensor full frame yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan para fotografer profesional seperti fotografi olahraga, satwa liar, jurnalistik, hingga fotografi ekstrem. Generasi pertama dirilis tahun 2011 dan 2016 untuk generasi kedua.

Pada generasi ketiga, intinya adalah sensor CMOS full frame 20.1MP dengan sistem autofocus Dual Pixel dan didukung oleh prosesor Digic X. Prosesor baru ini diklaim mampu menawarkan pemrosesan gambar 3,1x lebih cepat dan kinerja komputasi 380x lebih cepat dibandingkan dengan prosesor dual Digic 6+ yang tertanam pada generasi sebelumnya.

Canon melapisi sensor tersebut dengan lowpass filter 16-point guna memerangi efek moiré, serta untuk latar belakang buram atau bokeh yang lebih alami, dan meningkatkan ketajaman pada area yang fokus. Nilai ISO native maksimumnya mencapai 102.400 dan bisa diperluas hingga 819.200.

PSX_20200223_064921

Saat peluncuran, fitur yang juga ditonjolkan oleh kamera ini ialah sistem tracking AF-nya. Selain ketersediaan face detection dan eye detection, Canon mempersembahkan head detection AF. Bila fitur ini aktif, bahkan bila subjek bergerak cepat, berpaling, dan bahkan mengenakan topi atau helm pun kamera tetap bisa mengunci bagian kepalanya.

Berikutnya kamera ini mendukung format penyimpanan gambar baru 10bit yaitu standar HDR PQ HEIF. Lalu, mendukung perekam video 5,5K Raw 60fps secara internal, video 4K 60fps tanpa crop, slow motion 1080p 120fps, dan dilengkapi Canon C-Log.

Body Tangguh

PSX_20200223_064917

Desain EOS 1D X Mark III ini memang terlihat masih identik dengan pendahulunya. Kamera ini punya double grip dan bobotnya cukup berat mencapai 1.530 gram. Kontruksi body-nya sendiri terbuat dari magnesium alloy yang didesain tahan terhadap debu dan cipratan air.

Baterai yang digunakan berjenis LP-E19 yang menurut rating CIPA mampu menyuguhkan 2.850 foto dengan viewfinder dan 610 dengan mode live view. Kemudian, kamera ini juga dilengkapi dengan dual slot kartu penyimpanan baru disebut CFexpress.

Lalu, terakhir yang tak kalah penting sebagai kamera modern ialah konektivitasnya sudah didukung teknologi SuperSpeed Plus USB (USB 3.1 Gen 2). Lengkap dengan WiFi dengan fungsi FTP untuk kemudahan mentransfer gambar dengan cepat.

Canon Sedang Kerjakan EOS R5, Mirrorless Full-Frame dengan Kemampuan Merekam Video 8K

Dua kelemahan terbesar Canon EOS R, kalau menurut rekan saya Lukman, adalah kemampuan perekaman videonya, serta absennya in-body image stabilization (IBIS). Dua hal itu sepertinya bakal dibenahi oleh penerusnya, EOS R5, yang sedang Canon garap saat ini.

Ya, Canon belum lama ini mengumumkan bahwa mereka tengah sibuk mengembangkan EOS R5. Bersamaan dengan pengumuman tersebut, Canon juga mengungkap sejumlah detail yang menarik. Berikut adalah rangkumannya.

Canon EOS R5 bakal mengusung sensor CMOS dan prosesor baru. Berdasarkan rumor yang beredar, sensor full-frame ini dikabarkan mengemas resolusi 45 megapixel dan sanggup merekam video 4K 120 fps. Canon masih enggan mengonfirmasinya, akan tetapi mereka menyebut EOS R5 bahkan mampu merekam video 8K.

Juga telah dikonfirmasi adalah, EOS R5 bakal menjadi kamera pertama Canon yang dilengkapi IBIS. Performanya pun tak kalah dari kamera DSLR, mampu menjepret tanpa henti dalam kecepatan 20 fps menggunakan shutter elektronik, atau 12 fps menggunakan shutter mekanik. Melengkapi semua itu adalah sepasang slot memory card.

Canon EOS R5

Tidak bisa dipungkiri, perekaman video 8K bakal menjadi nilai jual utama kamera ini. Namun berhubung 8K masih jauh dari kata mainstream, Canon melihat manfaat praktisnya saat ini adalah untuk menghasilkan video 4K yang berkualitas tinggi (oversampled), dan untuk mengekstrak foto beresolusi tinggi (minimal 33 megapixel) dari hasil rekamannya.

Aspek lain yang juga akan disempurnakan adalah ergonomi. Dari gambar di atas, tampak bahwa EOS R5 bakal mengemas kontrol yang lebih lengkap dan lebih menyerupai DSLR. Satu yang paling saya suka adalah joystick mini di sebelah kanan viewfinder, yang absen pada EOS R.

Bersamaan dengan EOS R5, Canon juga mengumumkan pengembangan tujuh lensa RF baru dan dua extender. Salah satu lensa yang dikerjakan rupanya cukup ekstrem, yakni RF 100-500mm f/4.5-7.1 L IS USM.

Sumber: PetaPixel dan DPReview.

[Review] Canon PowerShot G7 X Mark III, Usung Fitur Video Berlimpah

Harus diakui bahwa hasil foto dan video dari kamera smartphone kualitasnya cukup baik. Namun bagi yang butuh lebih dari kualitas smartphone, tapi juga keberatan dengan dimensi kamera mirrorless apalagi DSLR dan tak mau repot gonta-ganti lensa. Maka kamera compact premium ialah jawabannya, satu diantaranya Canon PowerShot G7 X Mark III.

Saya sudah memotret menggunakan Canon PowerShot G7 X III selama dua minggu. Kamera pocket dengan sensor tipe 1 inci ini juga dikenal luas sebagai kamera vlogging dan punya layar yang bisa di-flip 180 derajat ke atas.

Mengemas lensa zoom 24-100mm (equivalent full frame) dengan aperture lebar F1.8 – 2.8. Secara mengejutkan kamera ini mampu menghasilkan foto bokeh yang cantik dengan warna khas Canon yang cemerlang. Dijual seharga Rp9,9 juta, berikut cerita review Canon PowerShot G7 X Mark III selengkapnya.

Lensa 24-100mm F1.8 – 2.8

review-canon-powershot-g7-x-mark-iii-1
Lensa Canon PowerShot G7 X Mark III | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Canon PowerShot G7 X Mark III mengusung sensor CMOS stacked tipe 1 inci dengan resolusi 20MP. Berpadu dengan prosesor Digic 8 yang mengangkat kinerja kamera secara keseluruhan.

Seperti pendahulunya, G7 X Mark III mengemas lensa zoom 24-100mm. Satu lensa praktis yang mencakup focal length dari wide sampai tele untuk segala jenis fotografi.

Dengan aperture maksimum F1.8 pada focal length 24mm dan F2.8 di 100mm. Tak hanya membuatnya cukup dapat diandalkan dalam situasi kurang cahaya, tapi juga mampu menciptakan foto dengan latar belakang bokeh cantik.

Triknya dengan menggunakan focal length paling panjang (100mm), aperture paling besar (F2.8), dan ISO paling kecil (125). Meskipun bicara soal ketajaman tidak bisa dibandingkan dengan lensa fix pada kamera mirrorless, tapi untuk hasil kamera compact sungguh menyenangkan.

Canon PowerShot G7 X Mark III | Photo by Lukman Azis / Dailysocial
Canon PowerShot G7 X Mark III | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Ring kontrol pada lensa berfungsi untuk mengatur nilai aperture dan ‘clicky‘ saat diputar. Fungsi zoom bisa diakses melalui tuas khusus yang menempel pada tombol shutter di sisi atas kamera. Lalu, untuk metode manual fokus bisa diakses pada tombol navigasi sebelah kiri, akan muncul slider virtual untuk mengatur fokus dan tersedia juga mode macro.

Kamera Vlogging

Canon PowerShot G7 X series telah dikenal sebagai kamera vlogger, sebab memiliki layar 3 inci beresolusi 1.04 juta dot yang dapat ditarik ke atas sampai 180 derajat untuk vlogging atau sekedar selfie dan berguna saat pengambilan foto low angle. Layarnya juga bisa ditarik turun 45 derajat guna membantu framing saat pemotretan high angle.

Port microphone Canon PowerShot G7 X Mark III | Photo by Lukman Azis / Dailysocial
Port microphone Canon PowerShot G7 X Mark III | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Bedanya dengan generasi sebelumnya, kini Canon telah menyediakan port microphone 3.5mm. Namun karena tidak memiliki hot shoe, untuk menempatkan microphone eskternal Anda akan membutuhkan aksesori tambahan seperti cold shoe yang dipasang melalui soket tripod yang berada di bawah kamera.

Selain adanya port microphone, fitur video baru lainnya ialah perekaman video vertikal. Artinya kita bisa menghasilkan video vertikal berkualitas dan bisa langsung diedit di smartphone atau langsung share ke media sosial seperti platform IGTV.

Tidak semua kamera digital dan mirrorless memiliki fasilitas ini. Biasanya saat merekam video dalam posisi vertikal maka hasil videonya tetap horizontal dan dibutuhkan penanganan khusus dengan mengeditnya di software editing video PC seperti Adobe Premiere Pro.

Tombol WiFi Canon PowerShot G7 X Mark III | Photo by Lukman Azis / Dailysocial
Tombol WiFi Canon PowerShot G7 X Mark III | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Selain video vertikal, satu lagi yang akan memanjakan para vlogger ialah fitur live streaming YouTube dalam resolusi 1080p 30 fps. Caranya dengan menekan tombol WiFi yang berada di sebelah kanan body kamera dan hubungkan ke WiFi. Pastikan telah memiliki akun Canon Image Gateway (CIG), melakukan pengaturan di akun YouTube, dan tentu saja harus punya koneksi internet yang kencang.

Desain & Sistem Kontrol

Secara garis besar, tampilan Canon PowerShot G7 X Mark III masih identik seperti pendahulunya. Tanpa hot shoe, tanpa viewfinder electronic, tapi memiliki flash dengan mekanisme pop up.

Bila diperhatikan, di bawah tombol shutter dan roda kontrol mode pengambilan gambarnya (drive dial) ada aksen berwarna merah yang menandakan bahwa kamera ini punya kemampuan video cukup baik.

Sistem kontrol Canon PowerShot G7 X Mark III | Photo by Lukman Azis / Dailysocial
Sistem kontrol Canon PowerShot G7 X Mark III | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Sebagai kamera compact, sistem kontrol manual pada G7 X Mark III terbilang memadai untuk pemotretan cepat. Aperture bisa diatur melalui ring lensa, shutter speed diatur melalui ring tombol navigasi di depan. Untuk pengaturan ISO dan sisanya bisa mengandalkan quick menu di layar sentuh.

Untuk kelengkapan atributnya, bagian kanan terdapat port micro HDMI dan port USB 3.1 Gen 1 Type C yang dilengkapi dengan Power Delivery. Namun kebanyakan kabel USB Type-C bawaan smartphone mungkin tidak bekerja, jadi pastikan charger tersebut mendukung USB Power Delivery.

Lanjut ke sisi kiri ada port microphone eksternal 3.5mm dan tuas untuk memunculkan yang tersembunyi. Sisi atas ada flash, tombol on/off, tombol shutter bersama tuas zoom, serta roda exposure compensation dan roda mode pengambilan gambar.

Lalu, di depan selain layar sentuh 3 inci terdapat juga tombol AE lock, tombol perekaman video, roda putar navigasi yang di dalamnya termasuk untuk fungsi manual fokus, drive mode, flash, dan info.

Canon PowerShot G7 X Mark III | Photo by Lukman Azis / Dailysocial
Canon PowerShot G7 X Mark III | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Di bagian bawah ada soket tripod, slot baterai, dan slot SD card yang mendukung media UHS-I. G7 X III menggunakan jenis baterai NB-13L yang menurut CIPA mampu memberikan 235 jepretan sekali charge dan pengisian dayanya masih menggunakan charger eksternal bawaan.

Saat pengujian saya memotret dalam format Raw dan JPEG, serta sesekali menggunakan mode burst. Dalam hunting foto singkat yang saya lakukan dalam beberapa kesempatan, kamera masih menyisakan satu indikator baterai. Namun lain cerita bila digunakan untuk pengambilan video, sebaiknya memiliki baterai cadangan.

Kemampuan Foto & Video

Sensor 20MP baru dan prosesor Digic 8 menawarkan kinerja kamera yang serba cepat. Canon PowerShot G7 X Mark III ini mampu memotret dalam Raw berturut-turut (Raw burst mode) hingga 30fps dan mendukung perekaman video 4K 30fps.

Hasil membidik bisa disimpan dalam format JPEG, Raw, dan CRaw dalam pilihan aspek rasio 3:2, 4:3, 16:9, dan 1:1. Ada tiga mode area autofocus yang bisa dipilih yakni Face + Tracking, Spot, dan 1-point.

Untuk perekaman videonya, kamera saku ini mampu merekam video 4K UHD 30fps tanpa crop dengan batasan durasi 10 menit dan video high frame rate 1080p 120fps. Pemberlakuan batasan durasi tersebut sangat wajar, mengingat body kamera ini sangat kecil.

Benar saja, saat saya berburu footage 4K dan 1080p 120fps – kamera ini overheat. Padahal clip yang saya ambil rata-rata berdurasi sekitar 1 menit saja. Ketika body panas, akan muncul peringatan di menu kamera dan kita tidak bisa melakukan rekaman sementara waktu, matikan kamera dan tunggu beberapa menit.

Update 24 Februari 2020: Untuk merekam video 4K, kecepatan baca tulis SD card juga akan mempengaruhi kinerja kamera. Rekomendasinya gunakan SD card class 10 dengan video class 30 (V30). Bila kecepatan SD card yang digunakan kurang memadai, kamera akan bekerja ekstra yang berujung salah satunya overheat.

Selain opsi video 4K 30fps, resolusi rekaman video lainnya antara lain 1080p 30fps, 1080p 60fps, dan 720p 60fps. Untuk aktivitas vlogging, mungkin bila di reolusi 1080p – kamera bisa merekam video dalam durasi lama.

Satu lagi, ftur video menarik ialah kelengkapan ND filter 3-stop bawaan. Dengan ini, kita tetap bisa menggunakan aperture besar dengan shutter speed 2x frame rate di kondisi pencahayaan yang agak cerah. Sayangnya, tak ada fitur zebra maupun Log output.

Selain mengemas in-lens stabilization, Canon juga menyediakan mode IS digital dari level low, standard, dan high. Tidak ada crop bila kita menggunakan di level low, sementara untuk standard dan high masing-masing dikenakan crop sebesar 1,11x dan 1,43x. Berikut hasil foto dari Canon PowerShot G7 X Mark III:

Verdict

Canon PowerShot G7 X Mark III | Photo by Lukman Azis / Dailysocial
Canon PowerShot G7 X Mark III | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Awalnya saya agak skeptis, apakah kamera compact premium seperti Canon PowerShot G7 X Mark III ini masih mampu memenuhi kebutuhan para penggunanya seiring dengan perkembangan teknologi kamera smartphone dan kamera mirrorless. Secara mengejutkan kamera ini ternyata memang mampu menyuguhkan kualitas yang jauh lebih baik dari kamera smartphone flagship sekalipun.

Fleksibilitas lensa zoom dan aperture besar, membuatnya dapat diandalkan untuk memotret dalam berbagai skenario. Ciri khas warna Canon juga dapat kita jumpai, sangat sedap dipandang mata. Jelas bisa menjadi opsi bagi yang membutuhkan kamera yang lebih ringkas dari kamera mirrorless sebagai pendamping aktivitas sehari-hari.

Canon PowerShot G7 X Mark III | Photo by Lukman Azis / Dailysocial
Canon PowerShot G7 X Mark III | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Tentu saja, G7 X Mark II memang pantas membawa label kamera vlogging. Canon melengkapinya dengan sederet fitur yang memanjakan para content creator. Dari mulai keberadaan port microphone, fitur live streaming YouTube, video vertikal, resolusi mencapai 4K, hingga ND filter bawaan. Meski mungkin akan sedikit kewalahan bila menjadikannya sebagai alat utama produksi video.

Dibanderol mencapai Rp9,9 juta, memang tidak murah tapi bila melihat fitur-fitur yang ditawarkan saya yakin sepadan. Opsi lain, di rentang harga yang sama kita bisa dapat kamera mirrorless entry-level Canon EOS M50 atau EOS M6 Mark II di kelas menengah.

Sparks

  • Lensa zoom powerful 24-100mm F1.8-2.8
  • Raw burst mode 30 fps
  • Layar 3 inci yang bisa ditarik 180 derajat ke depan untuk vlog
  • Perekaman video 4K 30fps dan 1080p 120fps
  • Dilengkapi ND filter bawaan
  • Live streaming YouTube
  • Port microphone eksternal

Slacks

  • Batasan video 4K 10 menit
  • Isu overheat saat merekam video 4K
  • Daya tahan baterai sangat standar
  • Masih menggunakan charger bawaan khusus
  • Tanpa viewfinder elecronic

[Review] Canon EOS M6 Mark II, Pertama dengan Resolusi 32.5MP

Bentrokan kamera mirrorless full frame di segmen profesional dari sederet produsen kamera papan atas seperti Sony, Canon, Nikon, dan Panasonic menjadi topik yang paling banyak diperbincangkan pada tahun 2019.

Namun, persaingan kamera mirrorless dengan sensor berukuran APS-C juga tak kalah menarik. Tercatat pada tahun lalu, Sony meluncurkan trio A6100, A6400, dan A6600. Fujifilm dengan X-T30, X-A7, dan X-Pro 3. Serta, Canon dengan EOS M200 dan EOS M6 Mark II.

Jajaran mirrorless APS-C ini kini punya kemampuan perekaman video yang sangat baik, kinerja autofocus cepat, dan menawarkan resolusi lebih tinggi. Canon EOS M6 Mark II misalnya, ia mengusung sensor CMOS baru APS-C beresolusi mencapai 32.5MP, lengkap dengan sistem Dual Pixel autofocus yang cekatan, dan perekaman video 4K/30p tanpa crop.

Saya telah memotret dan syuting menggunakan kamera yang dibanderol Rp12.650.000 untuk body only ini selama beberapa pekan. Berikut kesan dan review Canon EOS M6 Mark II selengkapnya.

Desain

Sebelumnya saya ingin mengucapkan terima kasih kepada PT. Datascrip selaku distributor produk Canon di Indonesia yang telah meminjamkan Canon EOS M6 Mark II. Unit yang saya review berwarna silver yang berpadu dengan warna hitam, tampil klasik dalam desain modern.

Seperti pendahulunya, EOS M6 II tidak memiliki viewfinder bawaan. Bila membutuhkan jendela bidik, kita bisa memasang aksesori viewfinder opsional yakni Canon EVF-DC2 pada dudukan hot shoe. Sayang tak disertakan dalam paket penjualan dan bila membelinya sendiri harganya cukup mahal.

LCD 3 inci touchscreen yang dibawanya bisa dimiringkan ke atas hingga 180 derajat dan 45 derajat ke bawah. Membuatnya ideal sebagai kamera vlogging untuk para solo content creator yang berjuang membuat konten seorang diri.

Perlu dicatat, posisi hot shoe di tengah akan membuat layar tertutup oleh mikrofon eksternal. Salah satu solusinya bisa menggunakan aksesori cold shoe relocation plate, L plate, atau rig plate yang mungkin nanti bakal tersedia di pasaran.

Soal kontruksi body-nya cukup solid, terbuat dari paduan metal, serta plastik dan lapisan karet di beberapa bagian. Saat berpasangan dengan lensa kit EF-M 15-45mm, dimensi kamera ini terbilang compact. Namun, tetap nyaman saat digunakan berkat ukuran grip-nya yang agak besar.

Dalam pengujian, saya turut menggunakan lensa EF 50mm F1.4 USM (harga baru lensa ini sekitar Rp5 jutaan) dengan mount adapter Canon EF-EOS M ke EOS EF/EF-S. Hasil fotonya benar-benar sangat mengesankan, warnanya cantik dengan background bokeh yang creamy.

Meski begitu, bunyi suara autofocus lensa EF 50mm memang agak kasar dan bakal membuat kamera lebih bongsor. Terus terang saya jadi penasaran, bagaimana hasilnya bila dipasangkan dengan lensa ring merah Canon.

Karena sudah dibekali konektivitas WiFi dan Bluetooth, hasil tangkapan foto mapupun videonya bisa langsung dikirim secara instan ke smartphone melalui aplikasi Canon Camera Connect.

Mengenai daya tahan, baterai LP-E17 yang digunakan mampu melepaskan 305 jepretan sekali charge. Untuk pengisian daya, kita harus melepas baterai dari body kamera dan menggunakan adapter charger khusus. Meski kamera ini sudah dibekali port USB Type-C, tapi saya tidak bisa mengisi daya langsung ke kamera menggunakan charger smartphone.

Sistem Kontrol

Sistem kontrol kamera pada EOS M6 II sangat ramah bagi penggunanya, tombol kontrol fisik lengkap dan sangat intuitif. Untuk mengatur exposure secara manual, di sisi atas terdapat dua roda kontrol untuk menyesuaikan shutter speed dan aperture.

Lalu, kita bisa set roda kontrol navagasi yang berada di depan untuk ISO. Dengan kontrol segitiga exposure ini, bakal sangat memudahkan para penggunanya untuk mengontrol kamera dengan cepat dan tepat.

Selain itu, user interface layar sentuhnya juga mudah dimengerti. Canon melengkapinya dengan quick control yang bisa diakses di pojok kanan atas layar atau tombol kontrol Q Set. Di mana kita bisa dengan mudah mengakses fitur-fitur penting seperti mode autofocus, kualitas gambar, aspek rasio, resolusi video, white balance, hingga picture style.

Satu hal lagi yang sangat saya suka dari kamera Canon ialah mode foto dan videonya memiliki pengaturan terpisah. Bakal sangat berguna bagi yang sering membuat video sekaligus mengambil foto, sebab pengaturan kedua mode tersebut memang berbeda. Misalnya di mode video, saat kondisi cahaya kurang bersahabat kita tidak bisa menekan shutter speed lebih rendah – sebaliknya kita harus meningkatkan ISO untuk mendapatkan exposure yang pas.

Kemampuan Foto

Pengaturan kamera Canon EOS M6 Mark II. Photo by Lukman Azis / Dailysocial
Pengaturan kamera Canon EOS M6 Mark II. Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Canon EOS M6 Mark II dapat mengambil gambar dengan resolusi maksimal 32MP (6960×4640 piksel) dalam pilihan aspek rasio 3:2, 4:3, 16:9, dan 1:1. File foto bisa disimpan dalam format JPEG, Raw, dan CRaw. Sensor tersebut tetap menggunakan low pass filter yang lebih aman dari efek moire.

Dari banyak foto yang telah saya ambil, satu foto 32MP dalam format JPEG – paling kecil memakan ruang 4MB dan 12MB paling besar. Sementara dalam format Raw, paling kecil memakan ruang 21MB dan 41MB paling besar.

Raw burst mode Canon EOS M6 Mark II. Photo by Lukman Azis/Dailysocial
Raw burst mode Canon EOS M6 Mark II. Photo by Lukman Azis/Dailysocial

Ditenagai prosesor DIGIC 8, kamera ini dapat memotret beruntun 14fps, 30 fps dengan crop pada lebarnya menjadi 88 persen, dan mode Raw burst 30fps hingga 70 frame dengan crop 75 persen yang menghasilkan foto 18MP.

Sejauh ini, sistem Dual Pixel autofocus bekerja cepat meskipun bukan yang tercepat di kelasnya. Ada empat mode area fokus otomatis yang dapat dipilih, Face + Tracking, Spot AF, 1-point AF, dan Zone AF. Fitur face detection dan eye detection juga bekerja cukup baik, terutama untuk foto portrait.

Lensa kit Canon EOS M6 Mark II. Photo by Lukman Azis/Dailysocial
Lensa kit Canon EOS M6 Mark II. Photo by Lukman Azis/Dailysocial

Untuk pilian lensanya, jajaran lensa native EF-M dari Canon memang jumlahnya tidak banyak. Meski sebetulnya sudah cukup lengkap, dari yang terbaru berikut daftarnya:

  • 32mm F1.4 STM
  • 18-150mm F3.5-6.3 IS STM
  • 28mm F3.5 Macro IS STM
  • 15-45mm F3.5-6.3 IS STM
  • 55-200mm f/4.5-6.3 IS STM
  • 11-22mm f/4-5.6 IS STM
  • 18-55mm f/3.5-5.6 IS STM
  • 22mm f/2 STM

Dengan mount adapter Canon EF-EOS M, kita bisa memasangkannya dengan lensa Conon EF/EF-S yang tak hanya variasinya banyak tapi juga dari sisi kualitas optiknya. Opsi lain datang dari Sigma, lensa fix buatannya dari 16mm, 30mm, dan 56mm F1.4 juga tersedia di sistem EOS-M dan harganya cukup terjangkau. Berikut hasil foto dari Canon EOS M6 Mark II:

Perekam Video

Canon EOS M6 Mark II ideal untuk vlogging. Photo by Lukman Azis/Dailysocial
Canon EOS M6 Mark II ideal untuk vlogging. Photo by Lukman Azis/Dailysocial

Selain resolusi kameranya yang meningkat, aspek perekaman video juga mendapatkan update signifikan. Kamera ini mampu merekam video hingga 4K/30p (3840×2160 piksel) full tanpa crop dan sistem Dual Pixel autofocus-nya juga masih bekerja.

Kita memiliki pilihan mode area AF yang sama seperti mode foto dan saat merekam video, kita bisa mengganti titik fokus dengan menyentuh layar dan ada juga opsi untuk beralih dari autofocus ke manual focus atau sebaliknya. Lalu, ada dua opsi electronic image stabilization dua tingkat, tentunya dengan sedikit crop sebagai gantinya.

Pengaturan video Canon EOS M6 Mark II. Photo by Lukman Azis/Dailysocial
Pengaturan video Canon EOS M6 Mark II. Photo by Lukman Azis/Dailysocial

Hal menarik lainnya ialah ketersediaan mode high frame rate 1080p 120fps, di samping opsi 1080p 60fps dan 1080p 30fps. Saat ini belum tersedia 1080p pada 24fps tapi dari yang saya baca-baca bakal tersedia dalam update firmware mendatang.

Fitur video penting lainnya ialah ketersediaan port mikrofon eksternal dan mode HDR video yang sepenuhnya otomatis. Sayangnya dibanding para kompetitor direntang harga yang sama, kamera ini belum dibekali dengan dukungan picture profile untuk fleksibilitas color grading dan tidak memiliki fitur peringatan zebra.

Verdict

Sensor APS-C 32.5MP Canon EOS M6 Mark II. Photo by Lukman Azis/Dailysocial
Sensor APS-C 32.5MP Canon EOS M6 Mark II. Photo by Lukman Azis/Dailysocial

Menurut saya, persaingan kamera mirrorless APS-C pada rentang harga Rp10-20 juta tak kalah panas dengan mirrorless full frame di segmen atas. Sebab, full frame masih bukan untuk semua kalangan karena harga body kamera dan lensanya relatif sangat mahal.

Melihat fitur dan harganya, Canon EOS M6 Mark II bakal bertempur secara kompetitif melawan Sony A6400, Fujifilm X-T30, dan Panasonic Lumix G95 dengan sensor MFT. Meski dalam hal kemampuan perekaman video dan sistem autofocus bukan yang terbaik, tapi unggul pada resolusi sensornya yang mencapai 32.5MP – di mana para pesaingnya masih menawarkan 24MP.

Sparks

  • Kamera mirrorless APS-C Canon pertama dengan 32.5MP
  • Fitur dan harga sangat kompetitif dengan kompetitornya
  • Punya LCD 3 inci touchscreen 180 derajat dan port microphone eksternal yang idal untuk content creator
  • Sistem kontrol fisik intuitif dan lengkap
  • Mampu merekam 4K 30fps tanpa crop dan sistem Dual Pixel AF tetap bekerja
  • Punya mode high frame rate 1080p 120fps

Slacks

  • Tanpa dukungan picture profile
  • Tanpa port headphone untuk memonitor audio
  • Belum punya IBIS
  • Isi daya baterai harus menggunakan adapter khusus

 

Canon Ungkap EOS Ra, Kamera Mirrorless Full-Frame Spesialis Astrophotography

Canon diam-diam menyingkap kamera mirrorless full-frame baru. Dinamai EOS Ra, ia merupakan versi khusus dari EOS R yang didedikasikan untuk para pencinta astrophotography. Ya, sama seperti DSLR Nikon D810a yang dirilis tiga tahun silam, kamera ini punya spesialisasi untuk menangkap gambar objek-objek astronomi yang tidak kelihatan secara kasat mata.

Untuk mewujudkannya, Canon harus memodifikasi filter inframerah yang terpasang di depan sensor kamera. Modifikasi tersebut memungkinkan EOS Ra untuk menangkap hingga empat kali lebih banyak garis spektrum H-alfa dengan panjang gelombang 656 nm dibandingkan EOS R. Alhasil, warna merah yang dihasilkan objek luar angkasa seperti nebula jadi lebih mudah direkam oleh EOS Ra.

Perubahan lain yang diterapkan secara spesifik untuk keperluan astrophotography adalah tingkat perbesaran yang lebih tinggi pada viewfinder elektronik (EVF) maupun layar sentuhnya, masing-masing di angka 30x dan 10x. Harapannya, penguncian fokus pada objek-objek astronomi bisa lebih dimudahkan.

Canon EOS Ra

Selebihnya, EOS Ra identik dengan EOS R. Sensor full-frame yang digunakan tidak berubah, masih dengan resolusi 30 megapixel, demikian pula komponen-komponen lain yang tertanam di balik bodi magnesiumnya. Ini berarti pengoperasiannya juga sama intuitifnya seperti EOS R.

Canon berencana melepas EOS Ra ke pasaran seharga $2.500 (body only). Halaman pre-order-nya sempat muncul di Adorama sebelum akhirnya dihapus tidak lama kemudian. Canon sepertinya masih belum menentukan jadwal rilis yang pasti untuk kamera niche ini.

Sumber: DPReview.

Canon EOS M200 Ramaikan Pasar Mirrorless Entry-Level dengan Perekaman Video 4K dan Eye Autofocus

Canon baru saja meluncurkan kamera mirrorless baru, EOS M200, suksesor dari EOS M100 yang dirilis dua tahun silam. Dari luar penampilannya nyaris tidak berubah, dan pembaruan yang dihadirkan memang tergolong minor, meski tentu saja ada beberapa yang cukup signifikan.

Saya bilang minor karena sensor yang digunakan masih sama persis seperti milik EOS M100, yakni sensor APS-C 24,1 megapixel. Yang berubah adalah prosesornya; EOS M200 sudah ditenagai oleh prosesor Digic 8, dan jumlah titik autofocus-nya pun juga naik dari 49 menjadi 123.

Di samping itu, EOS M200 juga lebih cocok untuk fotografi portrait ketimbang pendahulunya berkat kehadiran sistem eye detection autofocus di samping Dual Pixel AF. Kapabilitas perekaman videonya pun ikut meningkat, kini dengan batasan resolusi maksimum 4K 24 fps ketimbang cuma 1080p 60 fps.

Canon EOS M200

Sayang sekali kekurangan EOS M50 perihal video juga ada di sini, yakni cropping hingga 1,6x saat merekam dalam resolusi 4K. Sederhananya, pengguna bakal lebih terbatas mengatur komposisi selagi merekam, sebab tampilan frame-nya jadi lebih sempit dibanding aslinya yang tanpa crop.

Merujuk pada segmentasinya, yakni konsumen yang sebelumnya cuma mengandalkan smartphone untuk keperluan fotografi dan videografi, EOS M200 juga datang dengan fitur yang sesuai, yakni kemampuan merekam video vertikal. Sebelumnya fitur ini hanya bisa dijumpai di Canon G7 X Mark III yang memang diprioritaskan untuk vlogging.

Canon EOS M200

Vlogging menggunakan EOS M200 pun sebenarnya juga memungkinkan, apalagi berkat layar sentuhnya yang dapat dilipat sampai menghadap ke depan seperti sebelumnya. Satu hal yang perlu diperhatikan, tombol untuk mengaktifkan fungsi perekaman videonya telah dipindah posisinya ke panel belakang, bukan lagi di sebelah tombol shutter seperti pada EOS M100, kemungkinan besar untuk mencegah aktivasi yang tidak disengaja.

Kabar baiknya, Canon EOS M200 dijual sedikit lebih terjangkau daripada pendahulunya, tepatnya seharga $549 saat mulai dipasarkan pada bulan Oktober nanti. Harga tersebut tentu sudah termasuk lensa kit 15-45mm f/3.5-6.3 IS STM. Juga menarik adalah kompatibilitas EOS M200 dengan lensa-lensa Canon EF dan EF-S tanpa harus mengandalkan bantuan adaptor, seperti kendalanya pada EOS M100.

Sumber: DPReview dan Engadget.

[Review] Canon EOS 200D II, Era Kamera DSRL Belum Berakhir

Lewat sistem EOS R (full frame) dan EOS M (APS-C), Canon tengah fokus menggarap lini kamera mirrorless mereka sambil terus merawat lini DSLR-nya. Transisi dari DSLR ke mirrorless ini memang diperlukan, sejalan dengan perkembangan teknologi.

Belum lama ini, Canon telah me-refresh lini DSLR entry-level mereka dengan EOS 200D mark II. DSLR dengan wujud ringkas nan ringan ini dibanderol dengan harga Rp10 juta di Indonesia.

Ya, pada rentang harga yang sama telah bertengger dengan kokoh kamera mirrorless EOS M50. Di mana dimensinya lebih ringkas dan berpenampilan modern, lalu apa yang ditawarkan dari oleh EOS 200D II ini? Berikut review Canon EOS 200D II selengkapnya.

Desain Canon EOS 200D II

Tampang jadul dengan grip besar dan ‘punuk’ yang menonjol justru memberikan kesan yang mendalam bagi kalangan tertentu. Saya termasuk di dalamnya dan merasakan sensasi nostalgia, saya pun cenderung memotret menggunakan optical viewfinder daripada layar-nya.

EOS 200D II mengemas fitur Live View dengan layar sentuh mekanisme fully articulated, layarnya bisa ditarik keluar dan diputar 180 derajat menghadap ke depan. Lebih leluasa untuk menyusun komposisi dan sangat berguna saat nge-vlog.

Berat kamera ini 654 gram, dengan lensa kit EF-S 18-55mm f/4-5.6 IS STM. Aperture-nya tidak konstan, bukaan maksimalnya f/4 pada panjang fokal 18mm dan f/5.6 pada 55mm.

Untuk build quality-nya, EOS 200D II memilki body dari material yang hampir semua konstruksinya terbuat dari plastik. Harus diakui memang terasa kurang premium, tapi sisi baiknya bobotnya cukup ringan.

Unit yang saya review berwarna silver yang tampil cukup mencolok, dengan grip berwarna coklat. Grip-nya berlapis karet untuk mempererat cengkraman tangan.

Sistem Kontrol Canon EOS 200D II

Dibanding kamera mirrorless seperti EOS M50, desain EOS 200D II memang terkesan ‘ketinggalan zaman’. Menurut saya, hal tersebut justru menjadi keunikan tersendiri.

Bentukan EOS 200D II dengan ukuran grip-nya yang besar membuatnya lebih nyaman dipakai untuk aktivitas memotret dalam durasi lama. Serta, aman bahkan bila memotret menggunakan satu tangan.

Kamera DSLR ini memiliki mode pengambilan foto dan video yang terpisah, bersama tuas untuk menonaktifkan kamera yang terletak pada sisi atas sebelah kanan. Hanya ada satu roda kontrol putar (dial), fungsinya untuk mengatur shutter speed. Namun dengan menekan kombinasi tombol Av, Anda dapat mengatur nilai aperture dengan roda tersebut.

Masih pada sisi atas sebelah kanan, terdapat juga tombol ISO dan DISP yang ukurannya kecil – saya telat menyadari keberadaan mereka. Pada punuk kamera, dihuni oleh hot shoe dan LED flash.

Pada sisi samping kamera dapat ditemui port mikrofon 3.5mm dan mini HDMI. Sayangnya, kamera ini tidak mendukung pengisian daya lewat USB. Jelas hal ini cukup merepotkan karena kita harus bawa-bawa adaptor charger khusus bawaannya.

Pengalaman Menggunakan Canon EOS 200D II

Review-Canon-EOS-200D-II
Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Kamera ini memiliki antarmuka layar sentuh yang simpel dan berbagai mode yang sangat mudah dimengerti. Sangat ideal buat belajar fotografi, Anda bisa mempelajari dari dasar-dasarnya. Terdapat juga mode Full Auto, di mana Anda hanya perlu fokus mengatur komposisi dan menekan tombol rana.

Setelah kamera dihidupkan, optical viewfinder adalah metode standar pemotretan pada EOS 200D II. Anda bisa beralih ke Live View dengan menekan tombol switch yang berada persis disamping kanan viewfinder.

Buat saya, memotret menggunakan optical viewfinder menyuguhkan experience ‘real camera‘ dan juga memakan sedikit daya. Sebagai pembanding, EOS 200D II mampu bertahan hingga 1.070 jepretan per charge menggunakan jendela bidik optik dan hanya 300 jepretan menggunakan Live View.

Kedua pemotretan ini memiliki sistem autofocus yang berbeda. Optical viewfinder memiliki 9 titik yang bekerja sangat cepat, sementara Live View memiliki 3.975 titik fokus.

Kemampuan Foto Canon EOS 200D II

Canon EOS 200D II juga disebut EOS 250D di sejumlah negara, kamera ini mengusung sensor CMOS APS-C beresolusi 24,1MP dengan sistem autofocus Dual Pixel CMOS AF dan prosesor DIGIC 8 baru.

Prosesor DIGIC 8 merupakan pembaruan yang sangat penting di sini. Selain memastikan performa kamera berjalan lancar, ia juga berkontribusi besar atas fitur-fitur yang ditawarkan.

Sebut saja, Eye Detection AF di Live View, kemampuan memotret beruntun 5 fps, perekaman video 4K 25fps, dan battery life yang sangat mengesankan. Rentang ISO yang bisa digunakan cukup luas, dari 100 hingga 25.600 (dapat diperluas hingga 51.200) yang memungkinkan untuk memotret dalam berbagai kondisi pencahayaan.

Saya cukup terkesan dengan fleksibilitas lensa kit Canon EF-S 18-55mm f/4-5.6 IS STM, sudah mencukupi untuk berbagai kegiatan fotografi. Ukuran lensa ini cukup compact, dilengkapi tuas stabilizer dan focus mode. Dukungan image stabilization tentunya sangat berguna saat menggunakan shutter speed rendah untuk menekan nilai ISO agar hasilnya tetap tajam.

Hasil foto JPG-nya sangat mengesankan, ciri khas warna Canon terlihat menyenangkan dipandang. Untuk kualitas optimal, Anda bisa menyimpan foto dalam format Craw untuk fleksibel dalam editing tapi tetap hemat memori.

Untuk pertama kalinya, fitur seperti Creative Assist dan Smooth Skin terbenam dalam EOS DSLR guna membantu menghasilkan efek yang diinginkan. Berkat koneksi nirkabel, kita bisa mengakses hasil foto EOS 200D II dan mengirimkannya secara mudah ke smartphone.

Kamera ini sudah dilengkapi konektivitas Bluetooth dan WiFi, kita bisa menghubungkan kamera dan smartphone lewat aplikasi Canon Camera Connect. Bila perlu, kita bisa mengaturnya agar setiap bidikan langsung di-transfer ke smartphone.

Bagaimana dengan kemampuan perekam videonya? Lumayan, kamera ini mampu merekam video 4K pada 30fps dengan crop 1,7x dan 1080p hingga 60fps. Sudah mencukupi untuk keperluan pembuatan video di YouTube, meski tanpa dukungan picture profile.

Berikut hasil jepretan dari Canon EOS 200D II:

Verdict

Kita telah memasuki era kamera mirrorless, DSLR mulai ditinggalkan. Bukan hanya perkara soal dimensi yang lebih ringkas, tampilan lebih modern, tapi teknologi itu sendiri. Meski begitu, kalau bicara soal kualitas – kamera DSLR masih sangat solid.

Pada segmen entry-level, kamera DSLR mungkin akan sedikit kewalahan menghadapi kamera mirrorless. EOS 200D II sendiri harus berhadapan langsung dengan saudaranya EOS M50, belum lagi sejumlah kompetitor di kelasnya.

Menurut saya, kamera ini sangat ideal buat kalian yang memiliki minat untuk belajar fotografi. EOS 200D II mampu memberikan kualitas foto yang bagus dan lensa bawaannya mencakup banyak kebutuhan fotografi. Soal perekaman video, kualitas video 4K dan port mikrofon 3.5mm juga dimiliki meskipun tanpa dukungan picture profile.

Sparks

  • Prosesor DIGIC 8, kinerja cepat
  • Eye Detection AF di Live View
  • Perekaman video 4K 25fps
  • Layar sentuh dengan mekanisme fully articulated
  • Grip besar dan sistem kontrol mudah
  • Daya tahan baterai panjang menggunakan optical viewfinder
  • Konektivitas nirkabel

Slacks

  • Desain DSLR dengan Punuk besar yang terlihat jadul
  • Body dari material plastik, terasa kurang premium
  • Tidak ada pengisian USB

Canon Luncurkan iNSPiC S dan C, Kamera Printer Instan dengan Output Sticker Foto

Fotografi tak lepas dari aktivitas sehari-hari, pastinya ada banyak sekali hasil jepretan yang tersimpan di smartphone Anda. Pertanyaannya ialah seberapa sering Anda mencetak foto-foto tersebut?

Selain tentunya di-posting ke media sosial seperti Instagram atau di-share lewat aplikasi chatting ke teman atau keluarga, namun sebagian besar foto-foto kita mungkin hanya akan tertimbun di kartu memori atau berakhir di hardisk eksternal. Padahal foto yang tercetak, apalagi momen spesial akan memberikan kenangan kesan yang lebih mendalam.

Canon-iNSPiC-10

Canon melalui pt. Datascrip menawarkan cara yang lebih praktis dan cepat untuk mendapatkan versi cetak dari bidikan kamera Anda melalui dua produk terbarunya. Adalah Canon iNSPiC [S] dan iNSPiC [C], kamera printer instan dengan dimensi ringkas dan berdesain stylish.

“Berbagi foto dalam bentuk cetakan akan jauh lebih mengikatkan kita secara personal dibanding hanya dengan memperlihatkan foto-foto tersebut melalui smartphone. Canon iNSPiC [S] dan iNSPiC [C] kami hadirkan bagi kaula muda untuk menambah dan melengkapi keseruan dari momen-momen mereka agar bisa secara instan mencetak dan berbagi foto.” Ujar Sintra Wong, Canon Division Director pt. Datasrip.

Canon iNSPiC [S]

Canon-iNSPiC-6

Perangkat ini dijual dengan harga Rp2.585.000 dan tersedia dalam warna pearl white, matte black, dan rose gold. Dimensinya memang terbilang ringkas 121×80,3×22,5mm dengan bobot 188 gram. Bisa masuk kantong celana meskipun saya tidak akan melakukannya, karena perangkat ini tentunya membutuhkan penanganan khusus dalam menyimpannya – terutama agar bagian lensa tidak tergores.

Canon iNSPiC [S] dilengkapi kamera beresolusi 8MP, memiliki built-in ring light LED lengkap dengan kaca yang melingkari lensa, fungsinya untuk memudahkan framing saat selfie dan memberikan efek cahaya agar wajah terlihat glowing.

Canon-iNSPiC-9

Keunggulan iNSPiC [S] dibanding iNSPiC [C] ialah perangkat ini memiliki konektivitas Bluetooth 4.0 dan dapat terhubung dengan smartphone lewat aplikasi Canon Mini Printer. Uniknya lewat aplikasi ini kita dapat mengambil foto menggunakan kamera smartphone atau mencetak koleksi foto yang tersimpan, tentu saja berbagai alat editing tersedia untuk membuat foto tampak lebih ceria.

Canon iNSPiC [C]

Canon-iNSPiC-4

Canon iNSPiC [C] ini dibanderol dengan harga yang lebih terjangkau; Rp1.914.000 dan tersedia dalam warna bubble gum pink, bumple bee yellow, dan seaside blue. Bedanya dengan iNSPiC [S] ialah perangkat ini tidak dilengkapi konektivitas Bluetooth, artinya tidak bisa disambungkan ke smartphone.

Kita akan benar-benar mengandalkan kamera pada iNSPiC [C], sayangnya resolusi lebih rendah hanya 5MP. Ukuran cermin selfienya juga lebih kecil dan tanpa ring light LED melainkan hanya LED flash biasa.

Teknologi Cetak dan Media

Canon iNSPiC [S] dan iNSPiC [C] dibekali dengan teknologi cetak ZING Zero Ink, pencetakan tanpa menggunakan kartrid tinta. Keduanya akan mencetak foto glossy berukuran 2×3 inci, istimewanya ialah kertas fotonya ini berupa sticker yang mana sisi belakangnya dapat dikletek dan kita bisa menempelnya ke smartphone, laptop, dinding, dan lainnya.

Perangkat ini juga memiliki slot microSD card yang mampu menampung hingga kapasitas 256GB. Bila kita sisipkan microSD, hasil jepretan akan otomatis tersimpan ke kartu memori.

Nah yang perlu diperhatikan juga ialah setiap memotret, kamera juga akan otomatis mencetak langsung. Kita tidak bisa preview dan memilih hasil foto yang ingin dicetak. Tentu saja, kamera ini tidak dapat digunakan untuk merekam video.

Satu lagi fitur yang cukup menarik, yaitu adanya tombol quick reprint. Jadi, kita bisa mencetak ulang foto yang sama untuk dibagikan tanpa perlu harus mengambil gambar ulang.

Canon G7 X Mark III dan G5 X Mark II Bawa Peningkatan Pesat Berkat Teknologi Stacked Sensor

Segmen kamera compact premium baru saja kedatangan dua pemain anyar dari kubu Canon, yakni G7 X Mark III dan G5 X Mark II. Dibandingkan pendahulunya, masing-masing kamera membawa peningkatan yang amat signifikan, utamanya berkat teknologi stacked sensor.

Teknologi ini sejatinya memungkinkan chip DRAM untuk ditambatkan langsung ke belakang sensor gambar. Sony sudah cukup lama menggunakannya, dan itulah mengapa kamera-kameranya yang mengandalkan sensor semacam ini sanggup menjepret tanpa henti dalam kecepatan yang mengesankan.

Canon G7 X Mark III

Dalam kasus Canon, G7 X Mark III dan G5 X Mark II memiliki kapabilitas burst shooting dalam format RAW + JPEG masing-masing di angka 8,3 dan 8 fps, dan itu dengan continuous autofocus menyala. Ini merupakan peningkatan yang sangat pesat; G5 X generasi pertama hanya bisa mencatatkan kecepatan burst 1,1 fps saja dalam format RAW.

Sensornya sendiri memiliki ukuran penampang 1 inci dengan resolusi 20 megapixel, baik pada G7 X Mark III maupun G5 X Mark II. Perpaduannya dengan prosesor Digic 8 memungkinkan kedua kamera untuk merekam video dalam resolusi 4K 30 fps, atau 1080p 120 fps, sekali lagi meningkat jauh dibanding masing-masing pendahulunya yang terbatas di 1080p 60 fps.

Canon G7 X Mark III

Lalu apa yang membedakan kedua kamera ini? Untuk G7 X Mark III, fokusnya masih sama seperti sebelumnya, yakni untuk keperluan vlogging, utamanya berkat layar sentuh yang dapat dilipat hingga menghadap ke depan. Ini semakin dimatangkan berkat fitur live streaming ke YouTube, yang hanya tersedia pada G7 X Mark III.

Bukankah live streaming akan semakin menguras baterai G7 X Mark III yang sudah pasti berkapasitas kecil? Betul, itulah mengapa Canon telah merancang agar kamera ini bisa beroperasi dengan mengandalkan saluran energi dari sambungan USB, sangat berguna seandainya pengguna menyambungkannya ke handheld gimbal atau stabilizer.

Canon G5 X Mark II

G5 X Mark II di sisi lain juga mengemas layar sentuh yang dapat dilipat 180°, namun yang menjadi fitur unggulannya adalah sebuah pop-up electronic viewfinder (EVF) berpanel OLED macam yang selama ini menjadi andalan seri Sony RX100 sejak generasi ketiganya. Ini sangat berbeda dari G5 X generasi pertama yang wujudnya menyerupai DSLR, dengan tonjolan di tengah panel atasnya sebagai rumah dari viewfinder.

G5 X Mark II kini terkesan jauh lebih ringkas dan lebih mirip seperti G7 X. Namun masih ada lagi satu hal lain yang membedakannya: lensanya mampu melakukan zooming lebih jauh, dengan spesifikasi 24-120mm f/1.8-2.8. G7 X Mark III di sisi lain mengusung lensa 24-100mm f/1.8-2.8.

Canon G5 X Mark II

Kedua kamera compact premium ini bakal dipasarkan mulai bulan Agustus mendatang. Canon G7 X Mark III dibanderol $749, sedangkan Canon G5 X Mark II seharga $899.

Sumber: DPReview.