SEACA 2019 Ingin Menjadi Gerbang Pemain Amatir Untuk Menjadi Profesional

Tanggal 8 November 2019 telah menjadi momen pembukaan dari salah satu gelaran esports terbesar di Indonesia, Southeast Asia Cyber Arena. Para peserta dari berbagai daerah di Indonesia datang untuk berkompetisi dan beradu gengsi mulai dari 8 sampai 10 November 2019 di Kartika Expo, Balai Kartini, Jakarta.

Mengusung sistem kompetisi terbuka, kompetisi ini berhasil menjaring 10.000 tim peserta dari berbagai daerah di Indonesia. Semua peserta memberikan usaha terbaiknya demi mendapat tempatnya bertanding di Grand Final UniPin SEACA 2019. Kualifikasi dibagi jadi dua bagian kualifikasi, yang dimulai sejak April 2019 lalu. Untuk kualifikasi Indonesia ada UniPin Indomaret Championship dan UniPin City League. Begitu juga dengan kualifikas tingkat Asia Tenggara yang dibagi menjadi, Unipin KK Mart Championship (UKK Championship yang diselenggarakan di Malaysia dan UniPin SEACA 2019 Phillippine Qualifer.

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Setelah pertandingan demi pertandingan berlangsung, kini tersisa 464 peserta saja, yang terbaik ke dalam 66 tim. Total peserta tersebut bertanding terbagi ke dalam 3 cabang game yang dipertandingkan oleh SEACA 2019, yaitu Dota 2, Free Fire, dan PUBG Mobile. Mereka akan memberikan jerih payah terbaiknya untuk memperebutkan total hadiah sebesar Rp2,4 Miliar.

Advokasi Sistem Terbuka dan SEACA 2019 Sebagai Wadah Berkompetisi Amatir/Semi-Pro

Sebelum ini, Hybrid sudah sempat membahas soal sistem liga kompetisi yang umum digunakan di dunia olahraga. Dua sistem ini adalah sistem kompetisi tertutup atau dikenal juga sebagai franchise model, satu lagi sistem terbuka atau dikenal sebagai european sports system.

Keduanya punya kelebihannya masing-masing. Sistem tertutup mungkin lebih untung bagi pemodal besar, karena memastikan sustanability ekosistem bisnis suatu liga. Di Indonesia sistem ini pertama kali dicoba untuk MPL ID Season 4. Sementara sistem terbuka cenderung lebih menguntungkan komunitas, karena semua orang punya kesempatan yang sama untuk bertanding di panggung utama.

Ashadi Ang, CEO dan CoFounder UniPin menekankan bahwa dirinya ingin mendorong sistem kompetisi terbuka yang bisa memunculkan bibit-bibit unggul untuk ekosistem esports, lewat SEACA. “Kami ini menerbangkan juara-juara dari kotanya masing-masing ke Jakarta, dan mereka yang kami terbangkan tersebut adalah pemain tingkat amatir atau semi-pro. Lewat SEACA para pemain jadi bisa menunjukkan bakatnya, dan harapannya mereka nantinya bisa direkrut oleh organisasi esports profesional.”

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Saat diwawancarai dalam sesi doorstop oleh awak Media, Ashadi juga mengemukakan sedikit pendapatnya terhadap sistem kompetisi tertutup. “Balik lagi, visi saya adalah agar SEACA bisa menjadi wadah bagi pemain dari berbagai kalangan yang ingin menunjukkan bakatnya, dan membuat kompetisi ini sebagai gerbang menuju tingkat profesional. Contohnya seperti SEACA tahun lalu saat juara SEACA 2018 direkrut oleh tim profesional. Dari saya, SEACA tujuannya adalah untuk mencari bibit-bibit baru di ekosistem esports. Hal ini tentunya tidak mungkin dilakukan jika saya langsung meminta biaya investasi sebesar US$1 juta kepada para peserta. Tapi kalau soal sistem terbuka atau tertutup, nantinya mungkin tergantung dari regulasi PB (Pengurus Bersama) Esports saja. Saya sebagai swasta akan mengikuti regulasi yang ada nantinya.”

Satu kekhawatiran dari sistem kompetisi seperti SEACA mungkin adalah soal para pemain yang nantinya jadi terlalu cepat matang atau ibarat matang dikarbit.  Namun demikian, inisiatif seperti tetap menjadi salah satu yang dibutuhkan, sebagai wadah putra daerah untuk unjuk kemampuan mereka di tingkat nasional.

Jumlah Pemain Dota 2 Menurun, Dapatkah Kompetisi Berjenjang Menjadi Jawaban?

Baru-baru ini Dotabuff, penyedia jasa statistik game Dota 2, meluncurkan sebuah program yang mereka sebut Dotabuff Reach (REACH). Mengutip dari rilisan resmi Dotabuff, REACH disebut sebagai sebuah platform untuk pemain yang ingin merasakan pengalaman permainan tingkat tinggi, memenangkan hadiah yang besar, dan mendapat perhatian dari klub esports untuk melanjutkan karir menjadi pemain profesional.

Menariknya, Dotabuff bukan hanya sembarang bicara ketika mengatakan bahwa REACH adalah jalur untuk menjadi pemain profesional. Untuk mencapai hal tersebut, mereka bekerja sama dengan ESL Academy, program milik ESL yang diciptakan sebagai wadah pencarian bakat esports, terutama Dota 2.

Jalur untuk menjadi profesional dari REACH dan ESL Academy terbilang cukup sederhana. Pemain bisa berkompetisi secara individu dengan menggunakan platform REACH. Setelah itu pemain yang mencapai peringkat top 40 akan berlanjut ke proses team draft, yang mana hanya akan dipilih 2 tim alias 10 orang saja untuk berlanjut ke fase berikutnya. Sepuluh pemain terpilih akan dilatih secara online dan offline di DHL Bootcamp. Terakhir, pemain-pemain tersebut akan mendapat kesempatan untuk bertanding di gelaran kompetisi Dota 2 besutan ESL, yaitu ESL One salah satunya.

Sumber: ESL Academy Official Sites
Sumber: ESL Academy Official Sites

Di atas kertas, kolaborasi REACH dengan ESL Academy mungkin bisa menjadi solusi atas jenjang karir pemain profesional yang kerap menjadi masalah di ekosistem esports. Hybrid sempat membahas ini, yang mana dengan meledaknya industri esports kini, maka regenerasi talenta di dunia esports menjadi satu hal yang perlu segera dicari solusinya.

Bersamaan dengan ini, belakangan Dota 2 juga sedang dilanda penurunan jumlah pemain secara terus menerus. Mengutip dari SteamCharts, jumlah rata-rata pemain Dota 2 menurun sampai berada di jumlah 398.566 pada bulan Oktober ini. Jumlah ini bisa dibilang cukup mengkhawatirkan, karena dahulu tren Dota 2 dimulai ketika jumlah rata-rata pemain bulanan melebihi angka 400 ribu pada tahun 2014. Tetapi memang memang jumlah pemain terbanyak dalam satu waktu masih cukup normal, yaitu 739.924 pemain.

Mungkin ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini. Konten yang mulai membosankan bisa jadi salah satunya. Kehadiran The Outlanders Update diharapkan bisa mengkatrol jumlah pemain, mengingat jumlah pemain Dota 2 pernah mencapai angka 1 juta pemain dalam satu waktu setelah menghadirkan hero Mars di bulan Maret lalu.

Mengutip dari Dotesports, faktor lainnya mungkin karena keseruan bermain Dota 2 tidak lagi sama, kini banyak pemain kesulitan mencari MMR game yang menantang. Melihat hal ini, apakah kehadiran program kolaborasi REACH dengan ESL Academy bisa menjadi salah satu solusi akan tren penurunan pemain tersebut?

Sumber: Dota 2 Official Media
Apakah esports menciptakan pemain, atau pemain menciptakan esports? Sumber: Dota 2 Official Media

Dimas “Dejet” Surya Rizki sempat memberikan komentarnya terkait hal ini. Menurutnya hal ini pasti akan ada pengaruhnya, tetapi bukan dalam penambahan pemain. “Memang kalau menurut gue, dari komunitas dan developer harus saling menunjukkan kalau ada jenjang yang jelas di bidang ini (esports). Bukan dari komunitas saja yang mengharapkan ada jenjang karir.” Inisiatif yang dilakukan Dotabuff dan ESL ini sendiri bisa dibilang sebagai bentuk dari inisiatif komunitas.

Di masa depan sendiri, mungkin akan jadi lebih baik jika Dota 2 punya beberapa jenjang selain dari Dotabuff REACH. Mengingat Dotabuff REACH dan ESL Academy hanya tersedia untuk regional Amerika dan Eropa saja, mungkin Valve bisa menunjuk pihak ketiga dalam menyelenggarakan inisiatif serupa untuk regional lain yang juga punya banyak pemain Dota. Lalu kalau soal penambahan pemain, menurutnya kehadiran program seperti ini terbilang beda aspek. “Menurut gue, Dota 2 malah jadi lebih mengundang pemain jika mereka menghadirkan konten-konten baru.” Dejet menjelaskan.

Polygon dalam artikelnya yang berjudul The Esports Pipeline Problem, membahas empat bagian piramida dalam jenjang zero to hero di esports. Menurutnya empat bagian tersebut adalah, dimulai dari bagian paling bawah, jutaan casual players, ribuan pemain kompetitif, ratusan pemain elit, dan sedikit pemain bintang yang terpilih. Dari bagian-bagian tersebut, satu celah yang paling terasa di esports adalah pada bagian tengah, di posisi ribuan pemain kompetitif. Alasannya adalah, karena para pemain kompetitif (yang sudah cukup jago di antara para casual, namun belum sehebat pemain elit yang sudah dilirik tim esports profesional) belum punya wadah yang jelas untuk menunjukkan kemampuannya, selain dari ranked matchmaking.

Program kolaborasi Dotabuff REACH dengan ESL Academy bisa menjadi salah satu kepingan puzzle yang melengkapi bagian tengah tersebut. REACH bisa menjadi wadah bagi pemain kompetitif yang sudah cukup jago agar naik level menjadi lebih baik. Mereka akan bertemu dengan pemain pada level yang sama, mereka juga jadi punya tujuan untuk terus bermain; karena yang paling berbakat punya kesempatan untuk menjadi profesional.

Jika dilihat dari kacamata pengembang, ini juga jadi opsi yang sama sama untung. Valve untung karena pemain jadi betah bermain Dota 2, pemain-pemain kompetitif juga jadi punya jalur untuk menjadi profesional, penyelenggara (Dotabuff dan ESL) dapat keuntungan dari pemain yang bermain di wadah yang mereka buat, tim esports juga jadi lebih mudah mencari talenta baru.

Kalau liga berjenjang hanya dapat mempertahankan pemain, lalu hal apa yang bisa membantu Dota 2 mengundang pemain baru? Soal hal ini, saya cukup setuju dengan apa yang dikatakan Dejet, konten bisa jadi jawaban atas masalah ini. Selama ini, Dota 2 memang rutin meluncurkan update, namun tujuannya seringkali hanya sekadar balancing Hero saja. Penambahan konten? Dalam satu tahun, mungkin hanya dua kali saja Valve memberikan asupan konten baru yang bisa menarik perhatian; Battle Pass jelang The International dan update besar pasca-TI yang hadir akhir atau awal tahun. Tak heran para pemain Dota 2 masih sesekali memunculkan meme “Giff Diretide”, sebagai salah satu bentuk ekspresi kehausan mereka atas konten.

Memang sejauh ini, tantangan bagi game tua seperti Dota 2 adalah mempertahankan para penggemar setianya agar tetap tertarik untuk bermain, serta mengundang pemain lama yang sudah pensiun untuk main lagi. Kita belum bisa langsung lompat kepada kesimpulan bahwa Dota 2 adalah dead game, tapi tren penurunan pemain adalah pertanda bahwa game ini sudah mulai kurang menarik untuk terus dimainkan.

Menurut saya pribadi, jenjang kompetisi yang jelas seperti inisiatif Dotabuff dan ESL ini bisa jadi jawaban untuk mempertahankan jumlah pemain. Sementara di sisi lain, asupan konten-konten baru yang menarik dari Valve bisa jadi cara bagi mereka untuk mengundang pemain baru atau pemain pensiun untuk main lagi.

[VIDEO] Brando Oloan Bicara Soal Perjuangan Divisi Dota 2 BOOM Esports dan Perjalanan Karirnya

Bicara soal kancah Dota 2 di Indonesia, satu nama tim yang paling muncul tentunya adalah BOOM Esports. Menjadi salah satu tim dengan catatan kemenangan beruntun di kancah lokal, perjuangan BOOM Esports kini berlanjut untuk mengejar kancah internasional.

Sejauh ini, mereka sudah berhasil tembus di beberapa kompetisi yang menjadi bagian dari Dota Pro Circuit di Eropa. Walau belum berhasil mendapatkan titel juara, tetapi mereka memberikan permainan terbaiknya dalam kompetisi-kompetisi tingkat internasional seperti OGA Dota PIT Minor 2019, The Bucharest Minor, dan StarLadder ImbaTV Dota 2 Minor Season 1.

Di balik segala perjuangan tersebut, tak hanya sosok pemain saja yang berperan besar, tetapi juga ada sosok Brando Oloan, Manajer Divisi Dota 2 BOOM Esports, yang memiliki perannya tersendiri.

Dalam sesi #HybridTalk kali ini, kami berbincang dengan Brando Oloan. Perbincangan ini membicarakan mulai dari karir Brando ketika masih menjadi seorang pemain esports, perjuangan BOOM Esports, sampai cita-cita seorang Brando yang ingin menjadi penyanyi. Lebih lanjut soal hal tersebut, Anda bisa langsung menonton sesi perbincangan saya dengan Brando, dalam video Hybrid Talk episode ke-13 di bawah ini.

Geek Fam Umumkan Roster Terbaru Untuk DPC 2019-2020

Tempo hari (18 September 2019) Geek Fam mengumumkan roster terbarunya. Selain dari kehadiran pemain Indonesia, Kenny “Xepher” Deo, roster baru Geek Fam ini menghadirkan pemain berasal dari kebangsaan yang bervariatif. Roster baru tersebut berisikan Eric “Ryoya” Dong (asal Amerika Serikat), Marc Polo Luis “Raven” Fausto (asal Filipina), Carlo “Kuku” Palad (asal Filipina), dan Kenny “Xepher” Deo (asal Indonesia) dan Kim “DuBu” Doo-young (asal Korea Selatan).

Roster baru ini sendiri akan menjdai pasukan bagi Geek Fam untuk menghadapi DPC musim 2019-2020. Jajaran nama yang dihadirkan sebenarnya bisa dibilang cukup menjanjikan. Kuku dan Raven sudah punya banyak pengalaman bermain saat masih bersama di tim TNC Predator. Bahkan mereka berdua juga sudah beberapa kali turut bertanding di The International.

Sumber: Facebook Geek Fam
Sumber: Facebook Geek Fam

Lalu selanjutnya ada DuBu, pemain asal Korea Selatan yang merupakan pecahan dari roster tim MVP Phoenix. Walau DuBu belum pernah sekalipun memegang trofi Aegis of Champion, namun prestasinya di tingkat lokal regional sudah cukup terbukti.

Lalu ada Ryoya. Pemain yang satu ini mungkin kalah pamor jika dibanding dengan ketiga kawan-kawannya. Namun ia sendiri sebenarnya sudah cukup banyak mengantongi prestasi lokal, bahkan sempat mewakili Amerika Serikat dalam gelaran WESG 2018.

Sementara Xepher, bisa dibilang sebagai salah satu pemain support terbaik Indonesia. Saat ia berpisah dari tim Tigers, Dawei Teng selaku manajer tim Tigers mengatakan bahwa Xepher mengalami perkembangan yang pesat baik sebagai player atau individu.

Tantangan terakhir dari roster ini mungkin adalah menyatukan kebangsaan yang beragam tersebut. “Secara pemain sebetulnya menarik, karena 4 pemainnya sudah cukup berpengalaman. Kalau soal kebangsaan justru menurut saya akan memperkuat roster ini, karena masing-masing mereka punya pandangan gameplay masing-masing, yang akan memperkaya gameplay dari tim kami sendiri” Kenny mengatakan kepada Hybrid.

Sumber: Dreamhack Official Media
Sumber: Dreamhack Official Media

Tetapi masalah selanjutnya yang mungkin muncul adalah soal kendala bahasa. Soal ini Kenny menjawab dengan cukup santai. “Untuk kendala bahasa belum tahu nih, soalnya kami belum sempat latihan satu bootcamp…hehe. Tapi yang pasti kalau semua bisa adaptasi dan menjadi 1 visi, ini tentunya akan menjadi roster yang kuat.” Kenny “Xepher” menjawab.

Manajer tim Tigers juga sempat bercerita bagaimana awal-awal Xepher bermain bersama di tim Tigers. Ia menceritakan bagaimana Xepher juga mengalami kendala bahasa, namun tak menyerah terhadap hal itu. Melihat roster dengan ragam kebangsaan seperti, kemampuan beradaptasi masing-masing pemain tentu akan sangat diuji.

Akankah roster ini menjadi salah satu penantang kuat di regional Asia Tenggara? Yang pasti mari kita doakan agar Xepher bisa mendapatkan hasil yang terbaik di DPC musim 2019-2020.

Rekap Grand Final ESL Indonesia Championship S2: Usaha Keras BOOM Esports Mempertahankan Gelar

Akhir pekan lalu (15 September 2019) menjadi konklusi dari perjalanan panjang perjuangan tim Dota terbaik di ESL Indonesia Championship Season 2. Setelah fase grup sepanjang 6 pekan lamanya, kini hanya tinggal tersisa empat tim saja yang bertanding di Tennis Indoor Senayan.

Empat tim yang tersisa tersebut adalah BOOM Esports, EVOS Esports, dan PG. Barracx, Alter Ego. Dari hasil klasemen di pekan terakhir kemarin, hasil dari pertarungan yang terjadi mungkin bisa ditebak. Namun nyatanya, pemain-pemain yang bertarung di panggung mega ESL Indonesia Season 2 mengusahakan segalanya agar dapat merebut gelar tersebut dari BOOM Esports.

Semi-final 1 – EVOS Esports vs PG.Barracx

Pertandingan yang mempertemukan antara si muda dengan para senior di kancah Dota Indonesia. PG.Barracx sendiri sebenarnya menjadi salah satu tim muda yang diwaspadai di Indonesia. Terakhir kali, mereka berhasil menjadi wakil Indonesia untuk cabang Esports Dota 2 di SEA Games 2019.

Awal-awal permainan antara EVOS melawan PG.Barracx terbilang cukup imbang. Saling bertukar kill satu sama lain yang tidak banyak mengubah keunggulan net-worth. Semua itu berubah ketika EVOS melakukan invasi ke tower tier 2 PG.Barracx di lane bawah.

Sand King dari Adit “Aville” Rosenda menginisiasi serangan kepada Fahmi “Huppey” Choirul yang sedang lengah. Kawan-kawan PG.Barracx langsung teleport (TP) ke arah bawah, tapi mereka melakukan satu kesalahan yang cukup fatal.

Mereka TP dengan posisi yang terlalu saling berdekatan. Alhasil Sand Storm dari Sand King milik Aville, ditambah Calldown Gyrocopter dari Drew, menggerus HP para pemain PG.Barracx dengan cepat. Felix “Ifr1t” Deardo dan kawan-kawan terpaksa tersapu bersih dalam pertarungan ini. EVOS langsung menikmati kereta momentum ini untuk mempertahankan dan meningkatkan keunggulan sampai ke fase late-game.

Masuk menit 35, keunggulan EVOS secara net-worth sudah mencapai angka 20k. Ingin menyelesaikan pertandingan, EVOS mengambil Roshan. PG.Barracx mencoba melakukan perlawanan terakhirnya. Karena keunggulan item dan level yang sangat jauh, PG.Barracx tentu jadi kesulitan melawan Matthew “Whitemon” Filemon dan kawan-kawan. Terkena sapu bersih lagi, PG.Barracx terpaksa mengetik GG di game pertama.

Sumber:: Facebook ESL Indonesia
Sumber: Facebook ESL Indonesia

Pertarungan berlanjut pada game kedua. PG.Barracx kembali keteteran di pertengahan permainan, sempat kembali terkena wipe oleh EVOS. Namun mereka bertahan, bahkan sempat membalas, dan membuat EVOS terkena teamwipe di menit 27.

Tapi ternyata, teamwipe tersebut berdampak besar. PG.Barracx menikmati keunggulan net-worth sebesar 9k, mereka jadi lebih leluasa menekan EVOS. Keunggulan tersebut bahkan terus bertambah sampai jadi 18k bagi PG.Barracx di menit 40.

Memanfaatkan hal tersebut, mereka melakukan push di lane atas milik EVOS, demi mendapatkan kemenangan. EVOS yang sudah ketinggalan jauh mencoba sekuat tenaga menahan, namun mereka tak mampu lagi. Satu demi satu pemain EVOS tumbang, yang akhirnya memaksa mereka memberikan game kedua pada PG.Barracx.

Masuk game terakhir, EVOS tak mau memberi ruang bagi PG.Barracx untuk berkembang. Mereka menerapkan permainan agresif, mengungguli skor kill 15-4, dan net-worth sebesar 3k Gold.

Walau keunggulan sudah cukup besar, PG.Barracx sebenarnya masih punya kesempatan. Ifr1t dan kawan-kawan bahkan sempat berhasil membunuh 3 pemain EVOS dalam satu pertarungan, yang memberi mereka keuntungan berupa 1,8k Gold dan 3,5 XP.

Tetapi itu saja ternyata tidak cukup. EVOS masih tetap kuat, langsung membalasnya dengan sebuah teamwipe untuk PG.Barracx pada menit 20. EVOS yang sudah sangat kuat untuk menutup permainan, langsung melakukan serangan terakhirnya di menit 40.

Usep “FACEHUGGER” Setiawan melakukan Dream Coil yang langsung menusuk ke tengah jantung pertahanan PG.Barracx. Kehilangan dua pemain dengan tanpa buyback PG.Barracx akhirnya harus pasrah. EVOS menjadi finalis pertama ESL Indonesia Championship Season 2.

Semi-final 2 – BOOM Esports vs Alter Ego

Semi-final kedua ini sebenarnya cukup menarik. Ini mengingat kedua tim sama-sama punya merupakan pemain yang sudah cukup senior di kancah Dota 2 Indonesia. Alter Ego punya beberapa pemain kawakan yang sebenarnya potensial untuk kalahkan BOOM Esports seperti Farand “Koala” Kowara, Ramzi “Ramz” Bayhaki, ataupun Michael “KelThuzard” Samsir.

Kendati demikian, BOOM Esports layaknya masih terlalu kuat. Mencoba bermain lebih aktif, BOOM Esports berhasil amankan keunggulan skor kill 10-5 di menit 15. Pertarungan terus berjalan dengan cukup seimbang sampai menit 20an, tetapi Alter Ego beberapa kali kalah bertarung dan mengalami kerugian yang lumayan; kehilangan dua sampai hero inti.

Masuk menit 30, BOOM Esports sudah unggul cukup besar, skor kill 23-12 dan 8k net-worth. Tak mau terlalu berlama-lama mereka langsung saja menyerang mid-lane dengan gagah berani. Alter Ego dengan kekuatan seadanya tak kuat lagi menahan gempuran BOOM Esports. Game pertama dimenangkan oleh BOOM Esports.

Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Alter Ego kembali mencoba memberi perlawanan terbaiknya di game kedua. Kini mereka mencoba bermain late-game dengan mengamankan Alchemist untuk Rudy “MyDearest” Lucky Thutang. Namun BOOM Esports cukup tanggap dengan mengamankan hero-hero yang kuat di pertengahan game, seperti Legion Commander, ditambah dengan kombinasi apik Phantom Assassin dan Magnus.

Sama-sama butuh waktu untuk memperkuat diri, permainan berjalan adem pada 15 menit pertama. Namun BOOM tetap melakukan rotasi secara aktif, menculik satu demi satu pemain Alter Ego, yang semakin menumpuk pundi-pundi keunggulan BOOM Esports.

Pundi-pundi bagi BOOM Esports terus bertambah sampai tak terbendung lagi oleh Alter Ego. Pada menit 22, BOOM Esports sudah punya keunggulan skor kill 26-10 dan 13k Gold. BOOM Esports sudah bersiap di Lane bawah. Alter Ego setengah mati berjuang menahan gempuran, tapi semua jadi bencana ketika Invoker tertangkap, diikuti Alchemist, dan seluruh anggota tim.

Tak lagi punya buyback Alter Ego langsung saja mengetik GG. BOOM Esports lolos ke Grand Final.

Grand Final – BOOM Esports vs EVOS Esports

Akhirnya babak Grand Final mempertemukan peringkat satu dan dua dari klasemen terakhir di fase grup. Secara peringkat dan perbedaan poin, beda kemampuan BOOM dengan EVOS mungkin terasa beda tipis. Tapi nyatanya beda kemampuan BOOM dengan EVOS tetaplah jauh, baik dari secara pengalaman, ataupun mental pertandingan.

Kendati demikian, Vlaicu, Whitemon dan kawan-kawan tak pernah gentar, siapapun yang mereka lawan. EVOS Esports tetap mengusahakan yang terbaik melawan tim yang masih mengemban titel tim Dota terbaik di Indonesia.

Game pertama EVOS Esports sebenarnya masih bisa cukup mengimbangi fase early-game. Walaupun Omniknight dari Adit “Aville” Rosenda berkali-kali diberi tekanan, namun ia juga berkali-kali masih bisa kabur. Namun memasuki fase pertengahan, rotasi aktif yang dilakukan BOOM Esports terbukti bikin EVOS kesulitan mengikutinya.

Apalagi Earthshaker dari Dreamocel, yang bermain sebagai semi-support, berkali-kali bikin EVOS kerepotan karena Fissure yang tepat sasaran.  Mulai mengarah ke late-game EVOS jadi makin kesulitan. Kekurangan hard-carry bisa dibilang jadi salah satu yang membuat EVOS berat menghadapi BOOM Esports di late-game. EVOS menggunakan Lifestealer sebagai carry. Ditambah lagi mereka juga tidak punya hero inisiator yang biasanya jadi kombinasi dengan skill Infest milik Lifestealer.

Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Pada sisi lain, BOOM Esports punya Juggernaut. Ditambah dengan kehadiran skill Empower dari Magnus, membuat Juggernaut jadi semakin cepat farming. Benar saja, Lifestealer kesulitan mencari target saat masuk late-game. Walau mereka punya Repel Omniknight, namun Reverse Polarity yang tembus Spell Immunity berhasil membuat mereka keok.

Akhirnya momentum kekuatan BOOM Esports terus bergulir seperti bola salju yang terus dan terus semakin besar. InYourDream dan kawan-kawan hanya tinggal menutup keunggulan ini dengan kemenangan saja. Pertarungan di midlane pada menit 34 jadi momen tersebut.

Drew dari EVOS yang terlalu overextend langsung di-Hex oleh Fbz. Tak berkutik tanpa sang carry, EVOS jadi kekurangan damage. Satu per satu pemain EVOS mulai berjatuhan, mereka pun tak punya buyback. Sadar tak mampu lagi menahan, EVOS langsung saja mengetik “GG” sebagai tanda menyerah.

Masuk game kedua, EVOS Esports mencoba pertaruhannya dengan memberikan Morphling kepada Drew. Melihat hal ini, BOOM Esports tentu saja langsung bereaksi. Mereka pun mempersiapkan pertahanan dengan mengambil Omniknight di sisi mereka, dan sebagai pelengkap tentu saja; Earthshaker untuk Dreamocel.

Memainkan Morphling, wajar kalau fase awal EVOS Esports terbilang cukup pasif. Untungnya mereka juga mempersiapkan pertahanannya dengan mengambil Clockwerk, yang merupakan salah satu hero kuat untuk fase-fase awal. Keadaan sebenarnya cukup berimbang, tapi mimpi buruk bagi tim EVOS terjadi di menit 20.

Sedang berusaha mempertahankan top-lane, Morphling dari Drew sedikit terlambat merespon agresi BOOM Esports. Akhirnya, 4 punggawa EVOS tercerai berai gara-gara Flak Cannon Gyrocopter dengan kemampuan merusak yang sangat tinggi. Akhirnya semua pemain EVOS rata di momen tersebut, yang memberi keuntungan sebesar 2k Gold dan 6k XP pada BOOM.

Melihat kesempatan, BOOM mencoba menggedor midlane milik EVOS. Berusaha bertahan dengan segala daya dan upaya, Drew berhasil membayar kesalahan yang ia buat sebelumnya. Melakukan Morph ia berubah menjadi Earthshaker dan mengacak-acak formasi serangan BOOM Esports.

Peperangan tersebut berhasil membuat cukup kesulitan, tapi keunggulan net-worth masih tetap dipegang oleh BOOM. Setelahnya, BOOM kembali mengambil pundi-pundi kill dari momen ke momen, yang membuat keunggulan Fbz dan kawan-kawan jadi semakin besar.

Walau tinggal menutup keunggulan ini dengan kemenangan, namun pertandingan berjalan dengan cukup alot, membuat durasi pertarungan bahkan molor sampai 40 menit lebih. Saking alotnya, InYourDream bahkan sampai harus membuat Divine Rapier untuk Gyrocopter.

Dengan satu item mematikan tersebut, kemenangan bagi BOOM jadi semakin tak terhindarkan. EVOS Esports, kehilangan barrack di atas dan tengah, harus bertahan setengah mati di bawah. Tak kuat lagi menahan, EVOS Esports akhirnya terpaksa merelakan Ancient. BOOM Esports pun kembali menjadi pemenang dari ESL Indonesia Championship.

BOOM Esports soal Dominasinya di Kancah Lokal dan Persiapan Major

Kemenangan ini menjadi lanjutan koleks trofi kompetisi lokal bagi BOOM Esports. Ini juga jadi kemenangan kedua BOOM Esports, setelah mereka juga berhasil jadi juara di ESL Indonesia Championship Season 1.

“Ini salah satunya karena sistem yang ada di divisi Dota BOOM Esports sudah terbentuk dengan matang.” Ujar Alfi “Khezcute” Syahrin. “Ini juga mungkin karena BOOM Esports selalu berusaha sebisanya untuk menyelesaikan masalah internal tim dengan tanpa harus emosional, entah itu membahas soal mentalitas tim ataupun teknis permainan.” Khezcute membahas soal hal yang jadi alasan dominasi panjang BOOM Esports di kancah Dota lokal.

Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Kehadiran Analis dan Psikolog tim juga bisa dibilang jadi salah satu alasan lain tim Dota BOOM Esports yang makin kuat. “Analis sangat membantu dalam memberikan insight after game. Karena dia nggak main, jadi dia bisa melihat dan memberikan gambaran lebih luas atas apa yang terjadi di dalam permainan.” jawab Randy “Fervian” Muhammad Sapoetra.

“Kalau psikolog tim, kebetulan nggak tinggal bareng di GH. Biasanya dipanggil jelang kompetisi besar.” Fervian menceritakan cara kerja Psikolog tim yang mendampingi BOOM Esports.

Bertarung sengit dengan EVOS di babak final, Muhammad “InYourDream” Rizky juga memberikan sedikit komentarnya terhadap permainan EVOS. “Menurut gue EVOS mainnya kurang stabil sih. Mungkin karena pemain carry-nya bukan merupakan pemain awal roster Dota EVOS Esports.” IYD menjelaskan pendapatnya.

Kemenangan ini memberikan BOOM Esports total hadiah sebesar $6500 (sekitar Rp91 juta). Mereka juga mendapat kesempatan bertanding di kancah yang lebih tinggi, ESL Clash of Nations Bangkok 2019 (25-27 Oktober 2019) yang masuk dalam rangkaian acara Thailand Game Show. Ada 8 tim terbaik dari negara-negara Asia Pasifik (Indonesia, Malaysia-Singapura, Thailand, Vietnam, Australia-New Zeland, Filipina, dan India) yang akan memperebutkan total hadiah sebesar US$50 ribu pada turnamen tersebut.

Dapatkah BOOM Esports membuktikan dirinya di ESL Clash of Nation Bangkok 2019 nanti? Mari kita doakan saja agar mereka bisa mendapatkan hasil yang terbaik!

Rekap ESL Indonesia Championship S2 – Week 6 dan 7: Hancurnya Rekor Sapu Bersih BOOM.ID oleh PG.Orca

Setelah enam pekan panjangnya, fase grup ESL Indonesia Championship Season 2 akhirnya selesai pada akhir pekan lalu setelah Matchday 11 (3-4 September 2019) dan Matchday 14 (5-6 September 2019) selesai dijalankan. Menariknya pertandingan fase grup sendiri berakhir dengan kejutan besar yang mungkin tidak bisa Anda duga.

Tetapi sebelum menuju kepada hal tersebut, mari kita bahas satu per satu mulai dari matchday 11. Agar Anda tidak kebingungan dengan keseluruhan jadwal super week pekan lalu, berikut hasil dari semua pertandingan yang ada di pertandingan tanggal 3-6 September 2019.

MATCHDAY #11

Antrohphy 1 vs 0 The Prime
The Prime 0 vs 1 Antrohphy

Hans Pro Gaming 0 vs 1 BOOM ID
BOOM ID 1 vs 0 Hans Pro Gaming

MATCHDAY #12

PG.Orca 0 vs 1 Alter Ego
Alter Ego 1 vs 0 PG.Orca

EVOS Esports 1 vs 0 The Prime
The Prime 0 vs 1 EVOS Esports

MATCHDAY #13

PG.Barracx 1 vs 0 Antrohphy
Antrohphy 0 vs 1 PG.Barracx

EVOS Esports 1 vs 0 Alter Ego
Alter Ego 0 vs 1 EVOS Esports

MATCHDAY #14

Hans Pro Gaming 0 vs 1 PG.Barracx
PG.Barracx 1 vs 0 Hans Pro Gaming

PG.Orca 0 vs 1 BOOM ID
BOOM ID 0 vs 1 PG.Orca

Hari Pertama – 3 September 2019

Pertandingan pertama di hari pertama adalah antara Anthrophy dengan The Prime, yang terjadi dengan sangat sengit.  Pasalnya pada game pertama, Rizki “Varizh” Varizh bisa mengungguli permainan sampai ke fase late-game. Sayang, The Prime kesulitan untuk menutup keunggulan tersebt dengan kemenangan. Akhirnya Anthrophy dengan satu momentum berhasil membalik keadaan dan menangkan game.

Lanjut di pertandingan kedua, ada Hans Pro Gaming yang berada di papan bawah berhadapan dengan BOOM.ID. Walau sebenarnya BOOM.ID belum pernah kalau satu kalipun selama babak grup, menariknya HPG sempat mengungguli BOOM.ID dari segi net-worth. Sayangnya keunggulan tersebut tidak berarti apapun di hadapan Rafli “_Mikoto_” Fathurrahman dan kawan-kawan BOOM.ID. Mereka tetap berhasil meraih dua kemenangan berturut-turut tanpa balas.

 

Hari Kedua – 4 September 2019

Lanjut hari kedua kini giliran Alter Ego, si tim ambisius, tampil dan bertanding. Melawan PG.Orca, senioritas pemain seperti Farand “Koala” Kowara bicara banyak di pertandingan ini. Hal tersebut terlihat jelas pada game kedua, ketika Alter Ego berhasil mencundangi PG.Orca dengan skor kill 33-7 dan menutup permainan di menit 21.

Lalu pada pertandingan kedua, giliran EVOS Esports harus bertanding melawan The Prime. Menariknya, kali ini The Prime berhasil mengimbangi permainan EVOS Esports pada game kedua. Walau pada akhirnya permainan tetap berakhir dengan kemenangan EVOS Esports 2-0, tapi The Prime segitu menyulitkan di game kedua yang berakhir dengan skor kill 30-31 di menit 44.

 

Hari Ketiga – 5 September 2019

Masuk hari selanjutnya, kini giliran PG.Barracx yang digawangi oleh Felix “Ifr1t” Deardo unjuk gigi. Kali ini mereka menghadapi para senior, Anthropy, yang sepertinya masih membangun dan mencari pola permainan mereka tersendiri. PG.Barracx yang lebih solid akhirnya berhasil memukul telak para senior dengan skor 2-0.

Pertarungan selanjutnya jadi sangat menarik, ada EVOS Esports melawan Alter Ego. Dua tim ini sebenarnya merupakan dua tim papan atas, yang setidaknya selalu mempertahankan posisi 4 besar. Pertandingan ini sebenarnya diprediksi akan berimbang, tapi Alter Ego terpaksa harus menanggung malu di game kedua saat melawan EVOS di Matchday #13. Alter Ego ditekuk dengan cukup cepat, lebih tepatnya dengan skor kill 23-0 di menit 17.

 

Hari Keempat – 6 September 2019

Hari selanjutnya ada matchup yang juga cukup menarik, ada dua tim yang berangkat dari warnet saling bertemu, yaitu HPG bertemu dengan PGB. Tetapi PGB yang sudah membuktikan diri untuk menjadi wakil Indonesia untuk SEA Games 2019 cabang Dota 2 terbukti lebih berpengalaman. Akhirnya HPG harus puas mengakhiri perjalanan panjang mereka di fase grup ESL Indonesia Championship Season 2 – Dota 2 dengan catatan 3 kali kemenangan dan 11 kali kekalahan.

Sementara itu di sisi lain, PGB berhasil mengamankan tiket mereka untuk bertanding di babak Grand Final ESL Indonesia Championship Season 2. Mereka mencatatkan poin yang sama dengan EVOS Esports yaitu 10 kali menang, 4 kali kalah. Alter Ego jadi tim selanjutnya yang berhasil lolos ke babak Grand Final. Namun mereka harus puas di peringkat 4 karena kekalahan yang mereka alami.

Berlanjut ke pertandingan, pekan keempat ini adalah pertandingan yang tadi di awal artikel saya sebut sebagai kejutan besar. Pertandingan tersebut adalah pertemuan antara BOOM.ID melawan PG.Orca. Di atas kertas, Anda mungkin bisa langsung saja bilang bahwa BOOM.ID akan menang dengan mudahnya di pertandingan ini.

Nyatanya daya juang anak-anak muda punggawa PG.Orca ternyata berhasil menghentikan rekor kemenangan BOOM.ID. Padahal, game pertama berjalan seperti apa yang diprediksi. BOOM.ID menang mulus dengan skor kill 32-10 di menit 23.

Masuk game kedua, PG.Orca seperti mendapat kereta momentum yang membawa mereka kepada kemenangan, bahkan sejak early game. MEngawali permainan dengan First Blood atas Mikoto, PG.Orca berhasil mencuri kill sampai tiga kali sampai pada menit 1:05.

BOOM.ID hampir mengembalikan harapan saat menuju mid-game, ketika mereka mendapat perolehan net-worth yang berimbang. Tetapi, secara skor kill, PG.ORca ternyata masih cukup mendominasi dengan skor 24-11 di menit 20.

Daya “MamangDaya” Pamungkas dari PG.Orca menjadi pemain paling cemerlang di pertandingan ini. BOOM.ID berkali-kali memberi perlawanan, namun tekanan dari PG.Orca sepertinya masih terlalu kuat. Dengan permainan sold, PG.Orca sungguh tak terbendung saat masuk late-game.

Mereka berhasil menutup keunggulan dengan kemenangan fantastis di menit 51, dengan skor akhir 57-26. Meski masih bertengger di puncak klasemen, tapi BOOM.ID akhirnya gagal mengamankan rekor clean sheet sepanjang fase grup ESL Indonesia Championship Season 2 ini.

Sementara pada sisi PG.Orca, walau berhasil tahan imbang BOOM.ID, sayangnya perjuangan mereka harus tetap terhenti di pekan terakhir ini. Kendati demikian, bisa mencuri kemenangan atas BOOM.ID tetap menjadi penutup musim yang manis bagi tim yang berisikan pemain-pemain muda ini.

Dengan seluruh hasil tersebut, maka berikut 4 tim yang berhak berlaga di babak Grand Final:

Sumber: ESL Indonesia Instagram
Sumber: ESL Indonesia Instagram
  1. BOOM ID
  2. EVOS Esports
  3. PG.Barracx
  4. Alter Ego

ESL Indonesia Championship Season 2 – Dota 2 yang dipersembahkan oleh Indofood dengan Chitato, Good to Go, Pop Mie, dan Mercedez sebagai Premium Sponsor serta didukung oleh Acer Predator dan Logitech sebagai Official Partner ini akan menggelar babak Grand Finalnya pada tanggal 15 September 2019 di Tennis Indoor Senayan, satu rangkaian dengan Grand Final ASL S3 by ESL yang digelar sehari sebelumnya (14 September 2019). 

Selain memperebutkan total hadiah sebesar US$20 ribu, sang jawara dari turnamen Dota 2 kali ini akan mendapatkan kesempatan untuk bertanding kembali di jenjang yang lebih tinggi yaitu ESL Clash of Nations Bangkok 2019 (25-27 Oktober 2019) yang masuk dalam rangkaian acara Thailand Game Show. Ada 8 tim terbaik dari negara-negara Asia Pasifik (Indonesia, Malaysia-Singapura, Thailand, Vietnam, Australia-New Zeland, Filipina, dan India) yang akan memperebutkan total hadiah sebesar US$50 ribu pada turnamen tersebut.

Sumber: Instagram ESL Indonesia
Sumber: Instagram ESL Indonesia

Saksikan langsung Grand Final ESL Indonesia Championship Season 2 – Dota 2 karena ada Special Performance dari JKT48 Acoustic serta sejumlah Door Prize untuk para pengunjung (Arcana dan Steam Wallet). 

Apakah BOOM ID mampu mempertahankan gelar juara bertahan mereka? Atau apakah tim-tim lain mampu menemukan kelemahannya dari kekalahan mereka di hari terakhir melawan Orca tadi?

Rekap ESL Indonesia Championship S2 – Week 5: Daya Juang tim Palembang dan Penampilan Eksplosif Pemain Asal Laos

Pertandingan ESL indonesia Championship S2 – Dota 2 berlanjut. 29 Agustus 2019 kemarin menjadi pekan kelima pertandingan antar tim Dota 2 terbaik di Indonesia. Pertarungan di pekan ini jadi cukup menarik, karena ada matchup yang cukup seimbang.

Week 5 menjadi ajang pertarungan dari tim yang sama-sama sedang berjuang keras untuk naik pangkat. Selain itu, pemain baru EVOS Esports, yang berasal dari Laos, juga unjuk kemampuan di pekan ini.

Week 5 – Hari Pertama

Ajang adu otot dari tim yang sama-sama sedang berjuang di klasemen terjadi di Hari pertama. Kedua tim tersebut adalah Hans Pro Gaming (HPG) dengan PG.Orca. Matchup ini menarik karena di satu sisi HPG sedang berusaha keras untuk merangkak ke papan tengah. Sementara pada sisi lain PG.Orca juga berjuang mati-matian merebut posisi 4 besar, atau setidaknya mempertahankan peringkatnya saat ini.

Game satu, Orca sebenarnya hampir mendominasi sebagian besar durasi permainan. Tapi HPG menunjukkan mental ngotot yang luar biasa, bertahan sekuat tenaga meski ditekan habis-habisan. Orca berhasil menang dengan skor 21-41, namun dengan durasi permainan yang cukup panjang, yaitu 49:36.

Game dua, Orca kembali unjuk gigi. Lewat permainan Daya “MamangDaya” Pamungkas yang tampil memukau di awal permainan, ditambah Haikal “DEADFOX^” Hadzik yang mengacak-acak lawan dengan Phantom Lancer. Sayangnya permainan mereka berdua tidak berhasil menutup kemenangan PG.Orca di Game kedua.

HPG kembali bermain dengan ketangguhan mental yang luar biasa dan membalikkan keadaan. Akhirnya pada menit 40 keadaan berbalik, dan HPG berhasil tahan imbang tim PG.Orca 1-1.

Pertandingan kedua juga hadirkan matchup yang tak kalah menarik. Ada dua tim kawakan saling bertemu, EVOS Esports dengan PG.Baraccx (PGB). Mirip seperti pertandingan pertama, keunggulan antar kedua tim sebenarnya saling tarik-menarik di awal, namun EVOS mendapat momentum yang dapat memutarbalik keadaan.

Kejadian ini terjadi berkat permainan cemerlang dari salah satu pemain baru EVOS, Souliya “Jaccky” Khoomphetsavong. Jaccky adalah pemain asal kota Louangprabang, Laos, yang berhasil mencuri perhatian khalayak sejak beberapa pertandingan kemarin. Berduet dengan Adit “AVILLE” Rosenda, mereka pun jadi pemain kunci kemenangan Game satu antara EVOS melawan PGB.

Masuk Game dua, PGB tampil lebih konsisten. Mereka kembali menguasai awal permainan, namun akhirnya berhasil ditutup dengan sebuah kemenangan yang nyaris sempurna (30-8) di menit 36:40. Andil terbesar bisa dibilang datang dari Muhammad “Azur4” Luthfi dan Hidayat “lawlesshy” Narwawan, membuat PGB dapat mencuri 1 kemenangan dari EVOS yang berada di peringkat kedua klasemen sementara ESL Indonesia Championship S2.

Week 5 Hari Kedua

Saking serunya pertandingan di hari pertama Week 5, membuat keseruan di hari kedua jadi kurang terasa. Memang ada kasus Anthropy yang terpaksa dianggap Walk Out (WO) di pertandingan pertama karena mengalami masalah teknis. Alhasil BOOM.ID menang 2-0 secara otomatis.

Namun di pertandingan kedua, hari kedua adalahpertarungan antara Alter Ego, pengisi peringkat 3 klasemen sementara, melawan The Prime, pengisi peringkat bontot di klasemen.

Game pertama, pertandingan berjalan terlalu mulus bagi Alter Ego. memimpin sejak awal permainan, The Prime tidak menemukan satupun momentum untuk bangkit kembali. Permainan selesai di menit 28:24 dengan skor 39-19.

Ternyata di Game kedua The Prime juga masih belum bisa menemukan pola permainannya sendiri. Alter Ego yang kini diperkuat dengan pemain kelas kakap seperti, Farand “Koala” Kowara, Ramzi “Ramz” Bayhaki, dan Michael “KelThuzard” Samsir, bisa menang dengan cukup mudah. The Prime kalah telak dengan skor 30-9 dalam waktu 23 menit permainan saja.

Bagaimana kelanjutan ESL Indonesia Championship S2 pada pekan selanjutnya? Lolosnya BOOM.ID sudah dapat dipastikan, namun 3 slot yang tersisa masih ada untuk diperebutkan!

Sumber: ESL Indonesia Official Page
Sumber: ESL Indonesia Official Page

Nantinya pemenang turnamen ini akan mendapatkan kesempatan bertanding di jenjang yang lebih tinggi, yaitu ESL Clash of Nations Bangkok 2019 (25-27 Oktober 2019) yang masuk dalam rangkaian acara Thailand Game Show.

Ada 8 tim terbaik dari negara-negara Asia Pasifik (Indonesia, Malaysia-Singapura, Thailand, Vietnam, Australia-New Zeland, Filipina, dan India) yang akan memperebutkan total hadiah sebesar US$50 ribu (Sekitar Rp700 juta).

Saksikan terus ESL Indonesia Championship S2 – Dota 2 yang dipersembahkan oleh Indofood dengan Chitato, Good to Go, Pop Mie, dan Mercedez sebagai Premium Sponsor serta didukung oleh Acer Predator dan Logitech sebagai Official Partner ini di kanal YouTube ESL Indonesia ataupun Facebook Fanpage ESL Indonesia.

Perjalanan Panjang OG Memenangkan The International Dua Kali Berturut-turut

OG telah menjadi juara Dota 2 The International 2019 (TI 9). Mereka menjadi juara setelah berhasil mengalahkan Team Liquid, dalam gelaran Grand Final yang diselenggarakan pada akhir pekan kemarin (25 Agustus 2019), di Shanghai, Tiongkok.

Tapi ini bukan kemenangan biasa. OG mencatatkan dirinya di dalam sejarah esports Dota, sebagai tim pertama yang berhasil memecahkan “kutukan”. OG adalah tim Dota 2 pertama dalam sejarah yang bisa memenangkan The International dua kali berturut-turut. Mereka juga tim asal Barat pertama yang berhasil memenangkan Dota 2 TI di tahun genap.

Tapi, kesuksesan OG yang kita lihat hari ini, merupakan sebuah jalan panjang berliku yang telah dipahat dengan susah payah oleh Johann “N0tail” Sundstein. Bagaimana OG bisa mencapai titik kesuksesan seperti ini?

Pemain Heroes of Newerth yang Berganti Haluan

Pertama kali mencoba pertaruhan di kancah kompetitif Dota 2, N0tail terhitung sebagai anak baru jika dibanding lawan-lawannya. Hal ini karena ia sebenarnya adalah pemain Heroes of Newerth untuk tim Fnatic yang berubah haluan ke Dota 2.

Rostern Fnatic ketika itu adalah, N0tail, Tal “Fly” Aizik, Adrian “Era” Kryeziu, Kai “H4nn1” Hanbückers, dan Kalle “Trixi” Saarinen. Mereka pertama kali melakukan debutnya di The International 2013.

Ketika itu ia dianggap sebagai pemain muda yang punya potensi. Namun ia tak sebersinar layaknya Sumail “SumaiL” Hassan, yang langsung menjadi juara The International pada debut pertamanya.

Sumber: Red Bull Media
Sumber: Red Bull Media

N0tail tak bisa bicara banyak saat menghadapi musuh-musuhnya. N0tail bersama Fnatic harus menerima kekalahannya saat melawan Orange Esports, tim kuat asal Malaysia yang dipimpin oleh pemain veteran, Chai “Mushi” Yee Fung.

Kegagalan demi kegagalan ia dapatkan. Ia berpindah dari satu tim ke tim lain demi mendapatkan hasil yang lebih maksimal. N0tail pernah mencoba bermain untuk Team Secret, tapi tidak berhasil. Sempat bermain untuk Cloud9 juga, tapi lagi-lagi ia kembali gagal mendapatkan Aegis of Champion. Sampai akhirnya ia memutuskan membuat tim sendiri, tim yang menurutnya ideal.

Membangun OG dengan Berbagai Momen Jatuh Bangun

Akhirnya N0tail memutuskan untuk membuat tim sendiri bersama dengan kawan bermainnya sejak dari zaman ia masih berkompetisi di kancah Heroes of Newerth bersama Fnatic, Tal “Fly” Aizik. Ia membuat tim bernama Monkey Business, yang setelah mendapatkan sponsor berganti nama menjadi OG.

N0tail bersama Fly membangun tim OG dengan membawa mindset mengutamakan pertemanan. Fly mengatakan hal ini dalam dokumenter Against the Odds“Ide besar di balik OG adalah pola pikir mengutamakan pertemanan, namun tetap dengan semangat kompetitif untuk juara.”

Maka dari itu, OG tidak mengambil pemain papan atas, melainkan mengambil pemain dengan skill yang mumpuni, namun punya mindset serupa. Roster awal OG ketika itu adalah Andreas “Cr1t” Franck Nielsen, David “MoonMeander” Tan, dan sang pub star Amer “Miracle-” Al-Barkawi.

Tak ada yang menduga dengan kekuatan tim yang satu ini pada awalnya. Namun mereka berhasil mendobrak kancah kompetitif Dota ketika itu. Saat Valve membuat satu rangkaian kompetisi bernama Major, OG merajalela hampir di semua kompetisi tersebut.

Dari tahun 2015 sampai awal tahun 2017, mereka hampir memenangkan semua Major yang diselenggarakan oleh Valve. Mulai dari Frankfurt Major 2015Manila Major 2016Boston Major 2016, sampai Kiev major 2017.

Tapi sayangnya ada satu prestasi yang tak bisa dilengkapi oleh N0tail, Fly dan kawan-kawan OG, yaitu The International. Pada The International 2016 mereka gagal dengan cukup pedih, gugur pada awal-awal fase main stage.

Pasca kejadian tersebut Fly bertahan dengan visi yang ia bawa ketika membangun OG. Fly mengungkapkan hal tersebut dalam salah satu wawancara bersama dengan Red Bull Media.

Sumber: Red Bull Media
Sumber: Red Bull Media

“Banyak tim tidak selamat dari masalah tersebut (pergantian roster). Namun demikian, beberapa dapat menyelesaikan isu tersebut, dengan saling bicara dan pada akhirnya bisa bergerak maju sebagai tim. Bagi kami, menyelesaikan masalah-masalah tersebut terbukti telah membawa kami menang di Manilla Major.” Ungkap Fly.

Tahun 2017, N0tail dan Fly kembali mencoba memperjuangkan TI, tetapi dengan roster yang berbeda, yaitu Anathan “Ana” Pham, Gustav “s4” Magnusson, Jesse “JeRax” Vainika. Sayang, lagi-lagi mereka mengalami kegagalan.

Momen TI 7 ini yang memunculkan rivalitas antara N0tail dengan Fly. Setelah berkali-kali gagal, Fly akhirnya memutuskan untuk pindah ke tim Evil Geniuses bersama dengan s4 beberapa saat jelang The International 2018.

Dengan keadaan tim yang tercerai berai, OG harus mengulang kembali kisah perjuangan menjadi tim kuda hitam di TI 8.

Gabungan Talenta, Strategi, dan Kepercayaan Sesama Tim

N0tail agaknya masih mempertahankan nilai kepercayaan di dalam membangun sebuah tim. Ia lebih mengutamakan kesamaan mindset ketimbang sekadar mengambil pemain yang sudah terbukti kemampuannya.

Ini mungkin bisa dibilang jadi salah satu alasan terbentuknya roster OG untuk TI 8 yang dipertahankan sampai TI 9. Mereka mengambil Topias Mikka “Topson” Taavitsainen, menarik kembali Ana, dan memainkan sang pelatih, Sebastien “Ceb” Debs.

Banyak yang tidak percaya dengan roster ini, tapi N0tail percaya. Soal memainkan Ceb, N0tail sempat membicarakannya dalam sebuah wawancara dengan VPEsports. Ketika itu tak hanya mengakui Ceb sebagai pelatih yang luar biasa, dan tapi juga sebagai salah satu pemain dengan kemampuan mekanik yang sangat baik.

Sumber: Twitter @dota2ti
Sumber: Twitter @dota2ti

Begitu juga dengan Topson. Ia sempat malang melintang di berbagai kompetisi online, yang daftarnya mungkin akan terlalu panjang jika harus semuuanya dituliskan di sini. Pengalaman terbesarnya main di panggung adalah saat ia beratnding di WESG Global Grand Finals dengan tim Finlandia. Meski TI tetap belum masuk dalam pengalamannya, namun N0tail tetap percaya.

Dengan roster “seadanya” mereka secara mengejutkan berhasil memenangkan TI 8. Tetapi itu tidak serta-merta hanya karena mereka jago bermain. Ini yang sebenarnya menarik untuk dibahas, yang mana unsur coaching dan mental menjadi faktor terpenting atas kemenangan OG di The International 2018, dan mengulangnya di The International 2019.

Ketika Aspek Psikologis Membawa OG Menang The International Dua Kali

Sebagai tim yang percaya untuk menyelesaikan masalah ketimbang mengganti roster, OG benar-benar menempatkan jerih-payahnya untuk mencapai hal tersebut. Buktinya sudah jelas, OG bisa menang dua kali TI dengan roster yang sama persis.

Sebastien “Ceb” Deb sempat membicarakan ini tahun 2018 lalu dalam wawancara yang cukup panjang dengan VPEsports. Mengingat Ceb juga sempat melatih OG untuk beberapa saat, ia cerita juga soal proses coaching yang ia lakukan.

Menariknya Ceb mengatakan, bahwa menganalisis game sebenarnya hanya satu hal kecil yang bisa dilakukan coach di dalam sebuah pertandingan. “Lebih soal bagaimana Anda menyampaikan informasi ini kepada rekan satu tim.” Ceb melanjutkan.

Sumber: Twitter @dota2ti
Sumber: Twitter @dota2ti

“Bagian mental adalah hal yang sangat penting sekali, karena ketika pemain tertekan di antara permainan, mereka sebenarnya berada di bawah tekanan yang sangat berat. Anggaplah kita membicarakan pertandingan winner bracket di antara game satu dengan game dua di The International. Saat itu anda hanya punya waktu 30 detik. Dengan waktu tersebut, Anda bisa membuat rekan satu tim Anda jadi dua kali lebih kuat atau Anda bisa membuat mereka jadi hancur ketika akan memasuki permainan” Ceb memperjelas.

Ceb sebenarnya punya kemampuan memahami permainan, tapi seperti yang dijelaskan, itu saja tidak cukup. Melatih tim selama kurang lebih dua tahun, akhirnya memaksa Ceb belajar memahami mood dan aspek psikologis kawan-kawannya; walau pada TI 8  Ceb akhirnya turun ke pertarungan dan menjadi pemain.

“Namun jika harus jujur, sebuah tim sebenarnya butuh setidaknya dua orang coach. Satu adalah technical coach, satunya adalah pelatih yang bisa dibilang psychological coach. Menjadikan satu orang untuk melakukan keduanya adalah hal yang menurut saya sangat merugikan.” Ceb menjelaskan.

Pada TI 8 bisa dibilang peran technical coach dijalankan oleh Ppasarel, seorang pemain Dota veteran sejak zaman Defense of the Ancient. Sementara peran pshychological coach, mungkin bisa dibilang dijalankan oleh Ceb dan N0tail sebagai sosok yang lebih dewasa di banding dengan rekan satu tim lainnya.

Formula tersebut berhasil membuat OG berubah total, dari tim yang tercerai berai sesaat sebelum Dota TI, menjadi tim yang menjuarai kompetisi esports dengan hadiah terbesar di dunia. Bagaimana dengan tahun ini?

Akhirnya OG bisa mewujudkan apa yang dikatakan Ceb, menghadirkan technical coach dan psychological coach. Dari sisi technical coach, ada Titouan “Sockshka” Merloz, pemain Dota asal Perancis yang juga punya pengalaman panjang di kancah kompetitif Dota.

Dari sisi psychological coach yang sebenarnya membuat OG jadi menarik. Ada Mia Stellberg, seorang psikolog yang punya banyak pengalaman melatih mental atlet maupun atlet esports.

Sebagai sports psychologist, Mia sempat menjadi pelatih dalam mempersiapkan atlet untuk Olimpiade. Sebagai esports psychologist, bisa dibilang pelatih ini punya kemampuan menghancurkan “kutukan” di esports, sebagai salah satu keahlian dalam portfolionya.

Ia menjadi bagian dari sejarah saat tim Astralis berhasil mematahkan “kutukan” kancah CS:GO di tahun 2017. Pada masa itu Astralis terkenal sebagai tim yang bermain dengan baik di fase grup, namun jadi hancur berantakan saat menghadapi tekanan mental, dan selalu berakhir gagal menjadi juara.

Dengan bantuan Mia, Astralis keluar sebagai juara ELEAGUE Major: Atlanta 2017. Mereka berhasil mematahkan “kutukan” bahkan melanjutkan tradisi juara mereka sampai tahun ini.

Bersama OG, Mia seakan kembali menjadi penawar atas kutukan-kutukan yang selama ini terjadi di esports, termasuk Dota 2. Dalam sebuah wawancara bersama VPEsports, Mia sedikit bercerita soal perannya dalam membantu OG.

Ia kembali menekankan soal bagaimana masing-masing pemain memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, yang dapat berubah dan berevolusi. “Menurut saya, sebagai seorang esports psychologist, tugas saya adalah menstabilkan hasil yang akan mereka dapatkan dan membuat aksi mereka jadi lebih bisa diprediksi.” Mia menjelaskan perannya.

Topson juga menceritakan perjuangan dari sisinya. Walau semua terlihat sangat mudah bagi OG untuk The International 2019, namun nyatanya perjuangan tidak semudah itu bagi mereka. “Perjuangan kami sulit, jujur ada masalah motivasi yang kami alami dan itu menjadi sangat berat. Performa kami tidak maksimal pada beberapa kompetisi, tetapi semakin dekat dengan TI, motivasi kami kembali, dan ya inilah kami.” ucap Topson.

Dia juga menceritakan bagaimana kehadiran Mia benar-benar sangat membantu perjuangan OG selama perjuangannya di TI 9. Tapi Mia juga kembali menambahkan, bahwa sebagian besar kemenangan OG di The International 2019 adalah karena mereka sendiri.

“Orang-orang bisa saja mengatakan sesuatu hal soal apa yang bisa atau tidak bisa Anda lakukan. Tetapi tergantung kepada Anda untuk mendengarkannya atau tidak. Pemain-pemain OG tidak mendengarkan komentar orang lain tentang mereka. Mereka melakukan apapun yang mereka mau, mereka independen, pintar, dan tidak terkena dampak dari hal-hal klise (kutukan memenangkan TI dua kali berturut-turut) dunia esports yang diucapkan oleh orang-orang.” Mia menjelaskan.

Perjuangan OG menjadi juara The International sebanyak dua kali berturut-turut tak hanya menorehkan sejarah, tapi juga meninggalkan banyak hal yang bisa kita pelajari.

Apapun sudut pandang kita terhadap jalan yang ditempuh seseorang menjadi sukses, nyatanya proses seseorang atau suatu tim untuk menjadi juara itu tak pernah mudah dan tak boleh sekalipun diremehkan.

Team Secret Juarai Major Kedua di MDL Disneyland Paris Major 2019!

Setelah perjalanan panjang selama kurang lebih satu pekan, 12 Mei 2019 kemarin menjadi puncak gelaran MDL Disneyland Paris Major 2019. Penuh dengan berbagai pertarungan sengit, babak Grand Final akhirnya mempertemukan dua legenda Dota, Clement “Puppey” Ivanov dari Team Secret melawan Kuro “Kuroky” Salehi dari Team Liquid.

Pertandingan antar keduanya berlangsung dengan cukup sengit. Pertandingan dibuka dengan permainan Dark Seer yang sangat brilian dari Ivan “Mind_Control” Borislavov. Berkali kali berhasil membuat Secret kelimpungan, bahkan juga berhasil mendaratkan Vacuum yang membuat Secret berada dalam posisi yang buruk. Morphling Amer “Miracle-” Al-Barkawi berhasil melakukan tugasnya sebagai carry pembersih dengan sangat baik, bahkan sampai mendapat quad-rampage ketika sedang berusaha meruntuhkan pertahanan Team Liquid.

Sumber: Twitter @MarsMedia
Sumber: Twitter @MarsMedia

Tetapi kemenangan game pembuka bukan jaminan kemenangan bagi Team Liquid. Michat “Nisha” Jankowski dan kawan-kawan justru mengamuk di game-game selanjutnya. Pada game-game selanjutnya Liquid jadi semakin kesulitan. Akhirnya Secret melakukan reverse sweep, menjadi juara MDL Disneyland setelah kalahkan Liquid 3-1.

Membahas soal kemenangan Team Secret dalam pertandingan ini, kami berdiskusi dengan salah satu sosok shoutcaster tersohor di kancah Dota Indonesia, Gisma “Melondoto” Priayudha. Menurut sosok yang kerap disapa Melon ini, kunci kemenangan Secret sebenarnya terletak pada permainan mereka di early game.

“Mereka rotasi 3 orang bersama-sama untuk culik musuh di berbagai tempat. Lalu sampai menit 15an mereka baru mulai coba menyebar membantu atau menjaga Nisha. Alhasil networth Nisha sama Midone jadi tak beda jauh. Dua carry jadi, kemenangan jadi cukup  mudah bagi Team Secret” jawab Melon mengomentari match antara Secret melawan Liquid di Grand Final MDL Disneyland Paris Major 2019.

Lebih lanjut bicara soal game terakhir, kami membicarakan soal draft Team Liquid yang cukup bisa dipertanyakan. “Salahnya Liquid mengira bisa menghentikan Sven dan Templar Assassin cuma dengan bermodal Earthshaker saja. Nyatanya, butuh timing yang tepat agar strategi ini berhasil. Pada prakteknya, Secret main berani di game ini, terutama Nisha. Liquid kaget merespon hal ini, akhirnya mereka tidak sempat bereaksi, sehingga membuat permainan bisa selesai dengan cukup cepat.” jawab Melondoto.

Kemenangan ini memberikan Team Secret total hadiah sebesar US$350 ribu atau sekitar Rp5 miliar dan juga Poin DPC sebesar 4950 poin. Dengan ini maka Team Secret masih tetap menjadi pemuncak klasemen di Dota 2 Pro Circuit musim 2018-2019 dengan perolehan sebesar 14250 poin.

Dota 2 MDL Paris Major 2019 Sejauh Ini, Barat Mendominasi, Tiongkok Kembali Lesu?

Saat ini sedang berjalan kompetisi Major dari Dota 2 Pro Circuit musim 2018-2019. Kompetisi tersebut adalah Mars Dota 2 League Disneyland Paris Major. Kompetisi yang jadi unik karena bertanding di taman hiburan Disneyland ini, memperebutkan total hadiah sebesar US$1 juta dan poin DPC sebesar 15.000 poin.

Saat ini, turnamen yang berlangsung sampai 12 Mei 2019 mendatang ini sudah memasuki fase bracket. Apa saja yang sudah terjadi? Berikut rekap singkat dari Hybrid.co.id

Tim Barat yang Masih Dominan

Sumber: Twitter @MarsMedia
Sumber: Twitter @MarsMedia

Kalau mengikuti TI Curse, tahun ganjil memang tahun milik tim-tim asal Barat di kancah kompetisi Dota 2. Ternyata, kutukan tersebut masih belum terpatahkan sampai sekarang. Tim Barat masih mendominasi di tahun ganjil, setidaknya jika berdasarkan bracket MDL Paris Major. Sekarang tersisa empat tim di upper bracket, dan semuanya adalah tim Barat, Team Secret, EG, NiP, dan OG.

Belakangan, tim asal Barat memang cenderung sedang dominan. Dari 5 besar peringkat DPC saja, ada tiga tim asal Barat yaitu Virtus Pro, Team Secret, dan Evil Geniuses. Apalagi Team Secret yang belakangan sempat menang beruntun di dua turnamen, Chongqing Major 2019 dan ESL One Katowice.

Membahas soal tim Barat, memang menarik membahas Team Secret pada musim ini. Selain performa mereka yang mendadak jadi sangat kuat, sosok wonderkid Michat “Nisha” Jankowski juga jadi hal lain yang menarik untuk di simak. Selama MDL Team Secret kembali menunjukkan permainannya dengan sangat baik.

Tercatat mereka berhasil sapu bersih fase grup. Mereka sempat tersandung satu kali saat melawan PSG.LGD di babak bracket, namun tetap berhasil memenangkan permainan berkat draft Pudge yang unik yang dimainkan oleh Ludwig “Zai” Wahlberg. Menariknya, walau bicara soal dominasi Barat, Virtus Pro malah terjungkal pada awal-awal bracket.

Mereka melawan juara TI tahun lalu, OG. Pertandingan sebenarnya berjalan cukup sengit di awal-awal, tapi entah kenapa VP malah goyah setelah rentetan kesalahan yang dilakukan. Pertandingan selesai dengan cukup cepat, VP tergelincir ke lower bracket setelah kalah 2-0 dari OG. Padahal performa VP terbilang sedang cukup konsisten belakangan. Berhasil menangkan satu major dan menjadi runner-up di dua major lainnya.

Pada sisi lain, Ninja in Pyjamas, juga menjadi tim Barat lain yang menjadi algojo tim Dota Tiongkok selain dari Team Secret. Melawan Vici Gaming, dua game berjalan dengan cukup cepat, kedua tim saling bertukar poin dengan sttrategi permainan agresif. Game terakhir, Phantom Lancer dari Marcus “Ace” Hoelgaard berhasil meng-carry tim dengan sangat baik. Mendominasi sepanjang permainan, amankan 10 ribu net-worth dalam 16 menit, Ace membuat VG jadi kelimpungan. Tak terhentikan, permainan selesai dalam 32 menit, kemenangan bagi NiP.

Performa Tim Tiongkok yang Masih Dipertanyakan

Sumber: Twitter @MarsMedia
Sumber: Twitter @MarsMedia

Kerangka narasi kancah kompetitif Dota internasional secara umum berkutat di sekitar tim Dota Barat melawan tim Dota Tiongkok. Sayangnya beberapa musim belakangan bukanlah musim yang baik bagi tim Dota asal Tiongkok. Bermula dari kegagalan PSG.LGD merengkuh tahta juara dunia di tahun genap, The International 2018, kini performa permainan Tiongkok di kancah Dota internasional semakin berangsur menurun.

Pada MDL Paris Major 2019, Tiongkok diwakili oleh tiga tim, PSG.LGD, Keen Gaming, dan Vici Gaming. Ketiganya bisa dibilang cukup kuat, masih masuk 10 besar peringkat DPC 2019. Terakhir kali Vici Gaming yang jadi ujung tombak kebanggaan Tiongkok, berhasil jadi juara di DreamLeague Stockholm Major setelah mengalahkan Virtus Pro.

Namun demikian, kini keadaan benar-benar sedang sangat tidak baik bagi wakil-wakil Tiongkok dalam kompetisi MDL Paris Major 2019. Entah apa yang terjadi pada tim-tim Tiongkok, ketiganya kini terhempas ke lower bracket setelah kalah melawan tim-tim Barat.

Padahal kalau bicara roster, ketiga tim tersebut sebenarnya punya pemain-pemain yang berkualitas. PSG.LGD masih dengan roster yang sama dengan TI 2018 lalu. Vici Gaming juga tidak banyak melakukan perubahan secara roster, masih dengan Zhang “Paparazi” Chengzun sebagai ujung tombak dan kawan-kawan. Keen Gaming juga punya roster yang cukup lumayan, ada Hu “Kaka” Liangzhi yang memandu kawan-kawannya.

Berada di lower bracket, ketiga tim Tiongkok ini tinggal punya satu kesempatan lagi untuk bertahan di MDL Paris Major. PSG.LGD bertemu di Complexity Gaming, sementara Vici Gaming harus perang saudara dengan sesama tim Tiongkok, Keen Gaming.

Akankah tim Tiongkok bisa merebut gelar juara TI di tahun genap dari tim Barat? Kalau bicara MDL Paris Major, harapan terbesar mungkin terletak pada Vici Gaming. Mengingat PSG.LGD yang terbilang inkonsisten belakangan, saya personal tak terlalu berharap banyak pada Lu “Somnus” Yao dan kawan-kawan, walau sebenarnya mendukung PSG.LGD. Terlebih, ada Virtus Pro yang mungkin akan dihadapi PSG.LGD pada bracket selanjutnya.

MDL Paris Major 2019 akan berlanjut lagi sore ini. Kompetisi ini akan melanjutkan pertarungan hidup dan mati bagi para tim yang sudah terhempas di babak lower bracket. Anda dapat menyaksikan pertandingan tersebut secara langsung di kanal Twitch.tv @MDLDisney. Jadi, apakah Anda pendukung tim Barat atau tim Tiongkok di esports Dota 2?