Inilah 10 Kota Terbaik dan Terburuk untuk Gamers

Industri game dan esports terus berkembang dalam beberapa tahun belakangan. Jadi, tidak heran jika semakin banyak orang yang tertarik untuk masuk ke dunia tersebut. Broadband Savvy baru saja mengumumkan hasil studi mereka terkait daftar kota ideal untuk para gamers dan pecinta esports.

Salah satu karakteristik yang Broadband Savvy gunakan untuk menentukan apakah sebuah kota cocok untuk ditinggali para gamer adalah ketersediaan internet cepat serta biaya berlangganan internet di kota itu. Selain itu, mereka juga membandingkan harga hardware gaming di sebuah kota, jumlah turnamen esports offline dan gaming expo yang diadakan di kota tersebut, serta jumlah pekerjaan di dunia game yang tersedia. Dua kriteria lain yang juga dipertimbangkan adalah biaya hidup di sebuah kota dan ketersediaan 5G.

 

Skor Berdasarkan Region

Broadband Savvy membagi 74 negara yang mereka amati ke dalam 6 kawasan, yaitu Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia, Eropa, Oceania, dan Timur Tengah & Afrika. Masing-masing kawasan punya keunggulan dan kelemahan masing-masing. Misalnya, kota-kota di Asia — dengan Tiongkok dan India sebagai pengecualian — biasanya memiliki jaringan internet yang memadai dengan harga yang terjangkau, sebut saja Seoul, Hong Kong, dan Osaka. Selain itu, harga hardware gaming di Asia juga lebih murah. Tidak aneh, mengingat kebanyakan hardware memang diproduksi di kawasan Asia.

Seoul jadi kota terbaik kedua untuk gamers. |Sumber: Deposit Photos
Seoul jadi kota terbaik kedua untuk gamers. |Sumber: Deposit Photos

Sementara itu, salah satu keunggulan dari kota-kota di Amerika Utara adalah banyaknya jumlah pekerjaan terkait gaming. Austin dan Seattle menjadi dua kota yang memiliki pekerjaan di industri gaming paling banyak. Hanya saja, biaya hidup di kota-kota Amerika Utara cukup tinggi. Harga berlangganan internet di sana juga cukup mahal. Untungnya, harga hardware gaming di Amerika Utara lebih murah dari Eropa.

Di kota-kota di Benua Biru, yang terjadi justru sebaliknya. Harga hardware gaming di sana memang lebih mahal, tapi biaya berlangganan internet lebih terjangkau dari kota-kota di Amerika Utara. Selain itu, di beberapa kota Eropa, seperti Paris, jumlah tawaran pekerjaan terkait gaming juga cukup banyak.

Di kota-kota Amerika Selatan, keunggulan yang mereka punya adalah biaya hidup yang relatif murah. Masalahnya, tidak semua kota di Amerika Selatan sudah punya jaringan internet 1Gbps. Contohnya, Bogota. Kabar baiknya, di beberapa kota di Amerika Tengah — seperti Mexico City — Anda bisa mendapatkan koneksi internet yang cukup berkualitas dengan harga yang masuk akal. Selain itu, di Amerika Selatan, juga ada beberapa gaming expo dan turnamen esports besar yang diselenggarakan.

Kawasan Oceania dan Timur Tengah & Afrika punya masalah yang sama, yaitu biaya internet yang mahal. Hanya saja, biaya berlangganan internet di Timur Tengah & Afrika tetap jauh lebih tinggi dari di Oceania. Contohnya, di Uni Emirat Arab, biaya berlangganan internet 1Gbps bisa mencapai US$800 (sekitar Rp11,5 juta). Meskipun begitu, di Indonesia, biaya berlangganan internet 1Gbps bahkan lebih tinggi lagi. Pada 2019, IndiHome menawarkan paket 1Gbps seharga Rp17,5 juta.

 

10 Kota Terbaik untuk Gamers

Austin, Texas, Amerika Serikat dianggap sebagai kota paling ideal untuk para gamers dan fans esports, menurut Broadband Savvy. Alasannya adalah karena kota itu punya internet yang cukup cepat — 138Mbps — dan biaya langganan internet 1Gbps yang relatif murah, yaitu US$60. Tak hanya itu, kota itu juga sudah dilengkapi dengan jaringan 5G, walau belum merata di seluruh kota. Di Austin, jumlah pekerjaan terkait gaming juga cukup banyak. Selain itu, kota itu juga sering mengadakan gaming expo.

10 kota terbaik untuk ditinggali gamers. | Sumber: Broadband Savvy
10 kota terbaik untuk ditinggali gamers. | Sumber: Broadband Savvy

Sementara itu, peringkat kedua diduduki oleh Seoul, Korea Selatan. Dari segi kecepatan internet, Seoul menang jauh dari Austin. Kecepatan rata-rata internet di ibukota Korea Selatan itu mencapai 602Mbps. Tak hanya itu, biaya berlangganan internet 1Gbps di sana juga lebih murah, hanya US$33,24. Meskipun begitu, jumlah pekerjaan terkait gaming di Seoul jauh lebih sedikit dari Austin. Dan walau Seoul lebih sering menjadi tuan rumah dari turnamen esports, jumlah gaming expo yang diadakan di Austin jauh lebih banyak dari Seoul.

Bucharest menduduki peringkat tiga. Ibukota dari Romania ini memiliki kecepatan internet rata-rata yang sedikit lebih tinggi dari Austin, yaitu 164Mbps. Namun, biaya berlangganan internet 1Gbps di kota itu jauh lebih murah, kurang dari US$10. Bucharest juga sudah memiliki jaringan 5G. Hanya saja, harga hardware gaming di kota ini jauh lebih mahal dari Austin atau Seoul. Selain itu, jumlah pekerjaan terkait gaming di sini juga jauh lebih sedikit dari Austin.

“Tergantung pada apa yang Anda cari, ada beberapa kota yang ideal sebagai tempat tinggal para gamers. Kota seperti Bucharest mendapatkan nilai tinggi karena mereka punya internet yang cepat dan murah serta biaya hidup yang rendah,” kata Tom Paton, pendiri Broadband Savvy, seperti dikutip dari situs mereka. “Kota lain seperti Los Angeles dan London memang memiliki biaya hidup yang lebih mahal, tapi di sana, sering diselenggarakan expo gaming dan kompetisi esports.”

Berikut 10 kota terbaik untuk para gamers:

  • Austin, Amerika Serikat
  • Seoul, Korea Selatan
  • Bucharest, Romania
  • Paris, Prancis
  • Los Angeles, Amerika Serikat
  • Hong Kong, Hong Kong
  • Montreal, Kanada
  • Barcelona, Spanyol
  • Seattle, Amerika Serikat
  • Boston, Amerika Serikat

10 Kota Terburuk untuk Gamers

Dari 74 kota yang masuk dalam studi Broadband Savvy, Dubai, Uni Emirat Arab ada di peringkat terakhir. Salah satu alasannya adalah karena kota itu memiliki koneksi internet yang tidak hanya lambat, tapi juga mahal. Di Dubai, kecepatan rata-rata internet hanya mencapai 11 Mbps. Sementara biaya berlangganan internet 1Gbps mencapai US$775. Kabar baiknya, kota itu sudah memiliki 5G, walau jangkauan 5G belum merata di seluruh kota. Alasan lain mengapa Dubai ada di peringkat terakhir adalah karena tidak banyak pekerjaan terkait game yang tersedia di kota tersebut.

10 kota terburuk untuk ditinggali gamers. | Sumber: Broadband Savvy
10 kota terburuk untuk ditinggali gamers. | Sumber: Broadband Savvy

Sementara itu, Sydney, Australia ada di peringkat kedua paling akhir. Kecepatan internet rata-rata di kota ini lebih baik dari Dubai, mencapai 26Mbps. Biaya berlangganan internet 1Gbps juga jauh lebih murah, hanya US$112. Namun, biaya hidup di Sydney mahal. Selain itu, Sydney tidak punya banyak lowongan pekerjaan soal game.

Abu Dhabi, kota lain di Uni Emirat Arab, menduduki peringkat ketiga terakhir. Masalah yang dihadapi oleh Abu Dhabi sama seperti Dubai, yaitu internet yang lambat — kecepatan rata-rata 9Mbps — dan biaya internet yang mahal. Di sana, biaya berlangganan internet 1Gbps juga mencapai US$775. Biaya hidup yang lebih murah menjadi salah satu alasan mengapa peringkat Abu Dhabi lebih baik dari Dubai.

Berikut 10 kota terburuk untuk para gamers:

  • St Petersburg, Rusia
  • Cairo, Mesir
  • Johannesburg, Afrika Selatan
  • Vienna, Austria
  • Santiago, Chili
  • Auckland, Selandia Baru
  • Brisbane, Australia
  • Abu Dhabi, Uni Emirat Arab
  • Sydney, Australia
  • Dubai, Uni Emirat Arab

Yoodo Sponsori MPL Malaysia, Ubisoft Tunda Rainbow Six Siege Invitational

Dalam satu minggu terakhir, ada beberapa berita menarik di dunia esports. Di Malaysia, Yoodo mengumumkan bahwa mereka akan meneruskan kerja sama mereka dengan Moonton dan mensponsori empat turnamen Mobile Legends. Sementara itu, Ubisoft mengungkap bahwa mereka harus Six Invitational 2021.

2021, Yoodo Bakal Sponsori 4 Turnamen Mobile Legends

Yoodo, perusahaan mobile digital asal Malaysia, mengumumkan bahwa mereka akan meneruskan kerja sama dengan Moonton. Melalui kerja sama yang berlangsung selama satu tahun ini, mereka berencana untuk mendukung empat turnamen Mobile Legends: Bang Bang. Turnamen pertama yang mereka sponsori adalah Mobile Legends Professional League Malaysia Season 7, yang merupakan liga Mobile Legends profesional pertama khusus Malaysia. Sebelum ini, liga Mobile Legends di Malaysia digabung dengan liga untuk Singapura.

Kali ini bukan pertama kalinya Yoodo bekerja sama dengan Moontno. Pada tahun lalu, mereka juga sudah memiliki kerja sama dengan Moonton. Ketika itu, mereka menjadi rekan telekomunikasi resmi dari MPL MY/SG untuk Season 5 dan Season 6, lapor IGN.

Ubisoft Tunda Rainbow Six Siege Invitational 2021

Ubisoft mengumumkan bahwa mereka harus menunda turnamen Six Invitational 2021 untuk Rainbow Six Siege. Pada awalnya, mereka berencana untuk mengadakan Invitational secara offline di Paris. Sayangnya, hal ini tidak mungkin dilakukan. Pasalnya, sejak bulan lalu, Prancis tidak mengizinkan para pengunjung dari luar Eropa untuk masuk.

“Mau tidak mau, kami harus menunda Six Invitational 2021,” kata Ubisoft dalam situs resmi mereka, seperti dikutip dari PCGamesN. “Meski kecewa karena Six Invitational tidak bisa diselenggarakan pada bulan ini, sekarang kami fokus untuk mencari solusi lain. Kami tahu, para fans tidak sabar untuk menonton turnamen ini serta melihat perubahan yang kami implementasikan di skena esports Rainbow Six Siege.”

Ubisoft harus menunda penyelenggaraan Six Invitational 2021.
Ubisoft harus menunda penyelenggaraan Six Invitational 2021.

Sim Racer Jimmy Broadbest Bakal Ikut di Britcar Endurance Championship

Bintang esports dan YouTuber, Jimmy Broadbent, akan ikut dalam balapan di dunia nyata yang akan diadakan pada tahun ini, yaitu Britcar Endurance Championship. Sebelum ini, Broadbent telah ikut serta dalam berbagai balapan esports. Dia pernah mewakili McLaren dalam Virtual Grand Prix dari Formula 1. Selain itu, dia juga memenangkan balapan virtual dari Indy 500 dan Le Mans 24 Hours. Dia juga cukup populer sebagai kreator konten. Di YouTube, dia memiliki 600 ribu subscribers, menurut laporan Autosport.

Ubisoft Sediakan US$1 Juta untuk Turnamen-Turnamen Brawlhalla Tahun Ini

Minggu lalu, Ubisoft juga mengungkap rencana mereka soal skena esports Brawlhalla pada tahun ini. Sepanjang tahun 2021, mereka akan mengadakan lima turnamen internasional. Turnamen pertama yang akan mereka adakan adalah Winter Championship, yang menawarkan total hadiah sebesar US$75 ribu. Turnamen online ini akan diadakan pada 27 Februari 2021 sampai 14 Maret 2021.

Selain itu, Ubisoft juga akan menyelenggarakan Spring Championship pada April-Mei, Summer Championship ada Juli, Autumn Championship pada September-Oktober, dan terakhir, World Championship, yang akan diselenggarakan pada November 2021. Secara keseluruhan, total hadiah yang Ubisoft tawarkan untuk turnamen-turnamen Brawlhalla pada tahun ini mencapai US$1 juta, lapor BleedingCool.

Sumber header: Salty News Network

Bagaimana Riot Games Mengembangkan Dunia League of Legends ke Media Lain

Riot Games dikenal sebagai kreator League of Legends. Selama bertahun-tahun, mereka hanya fokus pada game MOBA tersebut. Namun, pada tahun lalu, tepat pada perayaan ulang tahun League of Legends ke-10, Riot mengumumkan bahwa mereka akan meluncurkan beberapa game baru. Menariknya, sebagian dari game itu akan mengambil dunia dan menampilkan karakter yang sama dengan League of Legends.

Memang, tidak mudah untuk menyelipkan cerita ke dalam game MOBA. Selama ini, Riot mencoba untuk memperkenalkan lore dari League of Legends melalui media lain, seperti komik. Mereka juga membuat situs khusus yang membahas tentang kota dan karakter yang tampil di League of Legends. Namun, tampaknya, Riot tak puas dengan itu. Dan mereka ingin mencoba untuk mengemas cerita League of Legends dalam game dengan genre yang sama sekali berbeda dari MOBA.

 

Game-Game Turunan League of Legends

Teamfight Tactics menjadi “game” kedua Riot setelah League of Legends. Pada awalnya, Teamfight Tactics merupakan mode di dalam League of Legends yang didasarkan pada game Dota Auto Chess. Melihat popularitas Teamfight Tactics, Riot lalu memutuskan untuk menjadikannya sebagai game terpisah. Tak hanya itu, pada Maret 2020, mereka juga meluncurkan Teamfight Tactics ke platform Android dan iOS.

Sepanjang 2020, Riot Games juga merilis beberapa game lain, seperti Valorant, League of Legends: Wild Rift, dan Legends of Runeterra. Dari ketiga game tersebut, hanya Valorant yang tidak didasarkan pada dunia dari League of Legends. Tak hanya itu, Riot juga akan merilis dua game spinoff lain dari League of Legends, yaitu Ruined King dan Conv/rgence. Hanya saja, Riot tidak membuat kedua game itu sendiri. Sebagai gantinya, mereka mencari developer sebagai rekan. Nantinya, baik Ruined King dan Conv/rgence akan dirilis di bawah label Riot Forge.

Riot Forge didirikan pada pertengahan 2018. Alasan Riot Forge dibuat adalah karena ada orang-orang yang ingin menjelajah dan melakukan eksplorasi di Runeterra — hal yang sulit untuk direalisasikan dengan game MOBA. Mereka lalu memutuskan untuk mencari rekan developer yang bisa menyajikan League of Legends dalam genre lain.

“Kami tahu bahwa ada fans League of Legends yang ingin mendapatkan pengalaman bermain yang lain dari MOBA dan kami ingin memberikan game dengan genre lain pada mereka,” kata Head of Riot Forge, Leanne Loombe, seperti dikutip dari ESPN. “Hal itu berarti, kami harus mengembangkan banyak game dengan genre yang berbeda-beda jika kami ingin memenangkan hati para fans tersebut.

“Hanya saja, membentuk tim developer yang bisa membangun game dengan genre yang berbeda-beda, seperti RPG dan action platformer, hal itu membutuhkan waktu lama. Dan kami tidak ingin membiarkan para fans kami menunggu terlalu lama,” jelas Loombe. “Akan lebih baik jika kami fokus untuk mengerjakan apa yang memang menjadi keahlian kami dan mencari rekan untuk membuat game dengan genre lain.”

Riot lalu memilih Airship Syndicate untuk membuat game turn-based RPG dari League of Legends, yang dinamai Ruined King. Selain itu, mereka juga menunjuk Double Stallion Games untuk membuat Conv/rgence, sebuah game action platformer yang menggunakan aset League of Legends. Loombe mengungkap, salah satu karakteristik yang Riot cari ketika memilih developer yang akan menjadi rekan mereka adalah kecintaan akan lore League of Legends dan keinginan untuk mengembangkan dunia Runeterra.

“Bagi kami, salah satu hal yang paling kami cari adalah passion untuk membuat game yang keren,” ujar Loombe. “Kami tidak akan meminta para developer untuk membuat game sesuai permintaan kami. Kami ingin agar kolaborasi kami dengan rekan kami akan berjalan dua arah.”

Loombe mengungkap, Riot memberikan kebebasan pada para developer untuk mengekspansi dunia League of Legends. Dengan begitu, para developer akan dapat membuat game yang memang sesuai dengan keahlian dan minat mereka. Untuk Aiship, mereka ingin membuat game RPG yang mengambil tempat di Bilge Water dan Shadows Isles — dua kota di League of Legends. Dan berdasarkan game-game yang sudah Airship pernah buat, mereka memang memiliki kemampuan untuk merealisasikan visi tersebut.

“Dengan game single-player RPG, kami bisa membuat cerita yang dalam,” ujar Loombe. “Salah satu elemen dari game RPG adalah naratif yang kompleks.” Dia menjelaskan, game RPG memungkinkan developer untuk tidak hanya menunjukkan cerita dari para champions tapi juga gaya hidup masyarakat di Bilge Water dan Shadow Isles.

Ekko, salah satu champion di League of Legends.
Ekko, salah satu champion di League of Legends.

Sementara itu, melalui Conv/rgence, Double Stallion Games akan menjadikan Ekko — anak jalanan dari Zaun yang bisa membelokkan waktu — sebagai tokoh utama. “Dari game-game Double Stallion sebelum ini, Anda bisa melihat bahwa mereka cenderung membuat game platformer yang fokus pada mekanisme pertarungan,” ujar Loombe. “Anda akan menemukan elemen-elemen itu di Conv/rgence. Ekko adalah champion yang hebat dan dia punya skill yang juga menarik, khususnya terkait manipulasi waktu.”

 

Komik, Musik dan Animasi

Tak berhenti di game, Riot juga membawa cerita dan tokoh dari League of Legends ke media lain, mulai dari komik, musik, sampai animasi. Anda bisa menemukan komik League of Legends di situs resminya. Di sana, Anda akan menemukan komik seri maupun one-shot. Salah satu seri komik yang Riot buat berjudul Harmonies, yang bercerita tentang para anggota K/DA.

Di game MOBA, KDA merupakan singkatan dari Kill, Death, Assist. Namun, jika kita berbicara tentang Riot Games dan League of Legends, K/DA juga merupakan girl band virtual yang beranggotakan empat champions dari League of Legends: Akali, Ahri, Evelynn, dan Kai’Sa. K/DA dibentuk pada 2018 karena Riot ingin serius menggarap konten musik. Salah satu keuntungan yang Riot dapatkan dengan membuat K/DA adalah menggaet penggemar baru. Pasalnya, lagu-lagu K/DA bernuansa K-Pop. Jadi, Anda tidak harus memainkan atau mengerti League of Legends untuk menikmati lagu-lagu K/DA.

Selain lagu, Riot juga menyiapkan cerita tentang bagaimana Akali, Ahri, Evelynn, dan Kai’Sa bisa membentuk sebuah girl band dan menjadi pop stars. Keempat anggota K/DA bahkan memiliki peran yang berbeda-beda, menurut laporan Insider. Misalnya, dalam game League of Legends, Akali dikenal sebagai The Rogue Assassin karena dia memutuskan untuk meninggalkan Kenkou Order. Namun, di K/DA, dia mengambil peran sebagai seorang rapper. Sementara Ahri — seorang mage yang juga merupakan nine-tailed fox di League of Legends — merupakan main vocalist dari K/DA. Dia juga merupakan pemimpin dan co-founder dari girl band tersebut.

Evelynn — yang memiliki gelar The Widowmaker di League of Legends — merupakan co-founder lain dari K/DA. Di girl band itu, dia menjadi lead vocalist. Terakhir, Kai’Sa yang punya role “Marksman” di League of Legends, mendapatkan tugas sebagai dancer dan choreograhper di K/DA. Untuk menggali cerita K/DA lebih dalam, Riot bahkan membuat seri komik dari keempat anggota K/DA. Dalam komik tersebut, diceritakan bagaimana Ahri bisa mengumpulkan anggota K/DA dan membentuk girl band tersebut serta keputusan Evelynn menolak untuk mengerjakan proyek lain demi K/DA.

Keseriusan Riot dalam menggarap K/DA tidak sia-sia. K/DA terbukti populer. Buktinya, video POP/STARS — lagu K/DA yang dirilis pada 2018 — telah mendapatkan 398 juta view. Dari kolom komentar, Anda akan bisa mengambil kesimpulan bahwa orang-orang yang tidak memainkan League of Legends sekalipun senang mendengarkan POP/STARS. Hal itu berarti Riot sukses untuk memperkenalkan intellectual property mereka ke kalangan non-gamer sekalipun. Tak hanya itu, pembuatan K/DA juga secara langsung menguntungkan Riot. Pasalnya, ketika K/DA pertama kali diperkenalkan, Riot juga menjual skin dari empat anggota K/DA.

Tak berhenti sampai di situ, belum lama ini, K/DA juga merilis mini-album baru, berjudul All Out, yang berisi lima lagu. Riot juga menggunakan kesempatan itu untuk memperkenalkan champion baru di League of Legends, yaitu Seraphine. Riot membuat Seraphine — yang memang memiliki kekuatan bertema musik di League of Legends — berkolaborasi dengan K/DA.

Riot bahkan membuat akun media sosial dari Seraphine. Melalui akun media sosial tersebut, Riot menunjukkan “keseharian” dari Seraphine, termasuk fakta bahwa dia adalah seorang fan dari K/DA. Di Twitter, “Seraphine” juga membicarakan tentang rasa tidak percaya dirinya untuk berkolaborasi dengan K/DA. Hal ini menuai kontroversi.

Sebagian netizen menerima apa yang Riot lakukan dengan positif dan menyatakan dukungan mereka pada “Seraphine”. Sementara sebagian netizen merasa bahwa Riot manipulatif. Mereka melihat kicauan Seraphine sebagai usaha Riot untuk membangun hubungan parasosial antara Seraphine dan netizen, membuat mereka menjadi merasa memiliki ikatan sosial dengan karakter tersebut.

Menurut laporan Polygon, kicauan yang diunggah ke akun Twitter Seraphine ditulis oleh Bethany Higa, seorang penulis di Riot. Higa mengungkap, topik yang diceritakan melalui Twitter Seraphine didasarkan pada pengalamannya ketika dia bekerja di Riot.

“Saya sendiri merasa tidak percaya diri. Saya pernah merasakan imposter syndrome,” kata Higa pada Polygon. “Saya ingin menyampaikan pentingnya usaha keras dan harapan melalui cerita Seraphine. Dan saya ingin menunjukkan bagaimana Seraphine mengatasi rasa takut yang dia hadapi sehingga dia bisa menjadi lebih percaya diri.”

Meskipun begitu, saat ini, Seraphine dianggap sebagai champion League of Legends yang paling tidak disuaki. Pasalnya, jumlah dislike pada video perkenalan dari karakter tersebut jauh melebihi jumlah dislike dari video perkenalan karakter-karakter lain. Tak hanya itu, jumlah dislike pada video perkenalan Seraphine juga melebihi jumlah like yang ada, lapor ClutchPoints.

Selain musik, Riot juga ingin menjajaki dunia film dan animasi. Pada 2019, mereka telah membuat film League of Legends Origins yang menceritakan tentang asal mula League of Legends serta bagaimana ekosistem esports dari game itu bisa tumbuh dan berkembang. Pada tahun lalu, Riot juga mengumumkan rencana mereka untuk membuat animasi yang mengambil setting dunia di Runeterra. Seri animasi itu bernama Arcane.

Untuk membuat Arcane, Riot bekerja sama dengan Fortiche Production, studio animasi asal Prancis yang juga pernah menggarap video POP/STARS untuk K/DA. Pada awalnya, Arcane direncanakan untuk diluncurkan pada 2020. Namun, karena pandemi Covid-19, Riot memutuskan untuk menunda peluncuran seri animasi itu ke tahun depan, menurut laporan Engadget.

Sayangnya, tidak banyak informasi yang ada tentang plot dari Arcane. Di trailer Arcane, ada dua champions League of Legends yang tampil, yaitu Jinx dan Vi. Hanya saja, Riot tidak memberikan penjelasan tentang cerita yang akan mereka angkat melalui Arcane atau bahkan jumlah episode dari seri animasi tersebut.

Jangan heran melihat Riot Games, yang merupakan perusahaan game, mencoba untuk membawa intellectual property mereka ke media lain, seperti komik dan animasi. Seperti yang disebutkan oleh The Motley Fool, Riot bukan satu-satunya perusahaan game yang melakukan itu. Contoh perusahaan game lain yang membawa franchise mereka ke media lain adalah Activision Blizzard, yang mengadaptasi World of Warcraft ke film layar lebar. Faktanya, ada cukup banyak franchise game yang dibuat menjadi film atau seri TV, seperti Assassin’s Creed dan Tomb Raider, hingga DreadOut.

 

Penutup

Ada empat sistem monetisasi yang bisa digunakan oleh developer, yaitu subscription atau berlangganan, in-app purchase, iklan, dan sekali bayar. Namun, tak peduli model bisnis apa yang digunakan oleh sebuah developer, semakin banyak orang yang memainkan game mereka, semakin bagus.

Dalam kasus League of Legends, Riot Games bisa mendapatkan pemasukan dengan menjual champion atau skin dari para karakter. Tentunya, Riot ingin agar para gamer terus memainkan League of Legends. Dalam 11 tahun terakhir, mereka sukses mempertahankan pemain-pemain League of Legends. Salah satu cara yang mereka lakukan adalah dengan membangun ekosistem esports League of Legends.

Namun, bagi sebagian pemain League of Legends, hal itu masih belum cukup. Ada fans League of Legends yang ingin bisa mengeksplorasi Runeterra lebih dalan dan mengenal para champions dengan lebih baik. Hanya saja, tidak mudah untuk menyampaikan cerita dalam game ber-genre MOBA. Jadi, Riot memutuskan untuk menyampaikan lore dari League of Legends melalui media lain, mulai dari situs, komik, animasi, sampai game spinoff dari game MOBA buatan mereka.

Selain memuaskan rasa penasaran para gamer akan lore League of Legends, membuat berbagai spinoff dari game itu juga memberikan keuntungan lain bagi Riot. Menampilkan cerita dari para champions bisa membuat para pemain menjadi semakin suka dengan karakter-karakter tersebut. Dan hal ini bisa mendorong mereka untuk membeli skin atau merchandise yang Riot tawarkan.

Laga Pemuncak Star Battle Nimo TV Mobile Legends Arena 2020 Segera Dimulai

Event Star Battle dari gelaran turnamen Nimo TV Mobile Legends Arena sudah semakin mendekati puncaknya. Sejauh ini, selama 3 minggu tim-tim yang berisikan pemain dari tim-tim finalis NMA, pro player dan influencer Mobile Legends sudah saling bertanding untuk mengumpulkan raihan poin. Jumlah poin tidak hanya ditentukan dari performa tim, tetapi juga dari vote yang diberikan viewers.

Berikut adalah sedikit penjelasan mengenai Star Battle Nimo TV Mobile Legends Arena. Setelah usainya babak playoff, masing-masing pemain dari 4 tim dari babak playoff akan dipilih secara acak untuk bersaing dalam babak Star Battle. Total 40 pemain akan membentuk 8 tim, yang semuanya adalah kombinasi yang terdiri dari finalis NMA, pro player, dan influencer Mobile Legends.

Sejauh ini terpantau di urutan teratas tercatat nama Ravicy dari tim XCN, Devkoch dari tim Alter Ego Esports, dan Luminaire yang sampai saat ini masih bernaung di bawah organisasi EVOS Esports. Dengan posisi klasemen saat ini, urutan pemuncak klasemen masih sangat mungkin berubah karena saling terpaut poin yang tidak jauh. Di tempat berikutnya masih ada Angsa dan Branz yang berpeluang menyalip perolehan poin player lain di urutan teratas.

Selama 3 minggu berlangsung, terjadi aksi saling mengejar poin di antara tim-tim yang bermain. Di minggu pertama nama Marsha menduduki puncak klasemen diikuti oleh Luminaire di tempat kedua dan Devkoch di tempat ketiga. Di minggu berikutnya Ravicy berhasil mencapai puncak klasemen dan bisa bertahan sampai minggu ketiga.

Posisi klasemen sementara Week 3 | via: Instagram nimotv_id
Posisi klasemen sementara Week 3 | via: Instagram nimotv_id

Tanggal 1-3 Agustus 2020 akan menjadi match day terakhir dan penentuan siapakah yang pantas disebut sebagai star player di antara sederet pro player dan influencer Mobile Legends yang berlaga di event Star Battle NMA . Pertandingan babak final akan dilangsungkan jam 13.00 WIB dan pastikan kamu menyasksikannya di kanal Nimo TV.

Laga pemuncak tentu saja akan tetap dimeriahkan oleh shoutcaster ternama seperti Ranger Emas, Pulung, Abed ansel, KB, Mongstar, Volva, dan Kornet. Seluruh keseruan gelaran turnamen NMA bisa kamu saksisan secara langsung di web Nimo TV maupun aplikasinya.

Disclosure: Hybrid adalah media partner acara Nimo TV Mobile Legends Arena (NMA).