Riot Games Umumkan Rencana Esports VALORANT di Asia Tenggara, 3 Publisher Jepang Bergabung dengan GEF

Berikut beberapa berita menarik terkait ekosistem esports dalam satu minggu belakangan. Selain pengumuman dari Riot, juga ada pengumuman dari Astralis Group tentang kerja sama barunya. Tak hanya itu, Activision Blizzard juga buka data tentang viewership dari babak final Overwatch League.

Riot Games Umumkan Rekan untuk Adakan Turnamen VALORANT di Asia Tenggara

Minggu ini, Riot Games mengumumkan rencana mereka tentang skena esports VALORANT di Asia Tenggara. Mereka mempercayakan penyelenggaraan turnamen VALORANT di Asia Tenggara, Taiwan, dan Hong Kong pada tujuh perusahaan, lapor The Esports Observer. Selain kompetisi esports secara umum, rekan-rekan baru dari Riot ini juga akan mengadakan kompetisi VALORANT di tingkat universitas.

Inilah daftar perusahaan yang menjadi rekan Riot Games:

  • ONE Up untuk turnamen esports dan kompetisi tingkat universitas di Indonesia
  • ESL untuk turnamen esports dan kompetisi tingkat universitas di Thailand
  • Taiwan Mobile dan TeSL untuk kompetisi tingkat universitas di Taiwan
  • Talon untuk turnamen esports dan kompetisi tingkat universitas di Hong Kong, serta turnamen esports di Taiwan
  • Professional Gamers League dan Eliphant untuk kompetisi tingkat universitas di Singapura
  • The Gaming Company untuk turnamen esports dan kompetisi tingkat universitas di Malaysia, serta turnamen esports di Singapura
  • AcadArena untuk kompetisi tingkat universitas di Filipina
  • Mineski Philippines untuk turnamen esports dan kompetisi tingkat universitas di Filipina

Rekan-rekan Riot ini juga akan bertanggung jawab untuk menyelenggarakan babak kualifikasi dari First Strike, turnamen VALORANT pertama yang diadakan oleh Riot. Registrasi untuk babak kualifikasi pertama di Indonesia dibuka pada 14 Oktober 2020 dan akan dituutp pada 21 Oktober 2020. Babak kualifikasi pertama akan diselenggarakan pada 24-25 Oktober 2020.

Babak kualifikasi pertama dari First Strike di Indonesia telah dibuka. | Sumber: Daily Spin
Babak kualifikasi pertama dari First Strike di Indonesia telah dibuka. | Sumber: Daily Spin

Sementara itu, babak kualifikasi kedua akan dibuka pada 19 Oktober sampai 28 Oktober 2020. Babak kualifikasi tersebut akan diadakan pada 31 Oktober-1 November 2020. Untuk kawasan Filipina, Malaysia, Singapura, dan Thailand, registrasi babak kualifikasi First Strike juga telah dibuka.

Sakti dari Persikabo Wakili Indonesia di eFootball 2021 myClub x2 Tour

Main Stand Gaming mengadakan turnamen Pro Evolution Soccer (PES) berjudul eFootball 2021 myClub x2 Tour dengan total hadiah sebesar 1 juta baht (sekitar Rp473 juta) untuk empat musim. Jadi, setiap musim menawarkan total hadiah hingga 250 ribu baht (sekitar Rp118 juta), menurut informasi di page Facebook resmi Main Stand Gaming. Pendaftaran untuk turnamen tersebut telah dibuka pada 1-30 September 2020 lalu. Sekarang, turnamen PES itu tengah bergulir.

Mewakili Indonesia, Sakti Aulia Sulistyo dari Persatuan Sepakbola Indonesia Kabupaten Bogor (Persikabo) akan ikut serta dalam myClub x2 Tour. Pada akhir Agustus 2020, Sakti sukses memenangkan Big League Season 2. Dalam kompetisi myClub x2 Tour, Sakti lolos ke babak 32 besar. Dalam pertandingan yang diadakan pada 14 Oktober kemarin, Sakti bertanding melawan pemain asal Thailand, rukawamoji. Sayangnya, dalam pertandingan best-of-1 tersebut, dia harus mengaku kalah dengan skor 2-1.

Astralis Kerja Sama dengan Cavea

Astralis Group, organisasi esports asal Denmark, baru saja menandatangani kerja sama dengan Cavea, sebuah perusahaan analitik. Sayangnya, tidak diketahui berapa nilai dari kerja sama tersebut. Melalui kerja sama ini, Cavea akan menyediakan analisa media sosial di seluruh channel digital Astralis.

“Kami mengambil keputusan berdasarkan fakta dan bukannya perasaan. Bekerja sama dengan Cavea membantu kami mengerti tentang fanbase dan jutaan penonton kami di seluruh dunia,” kata Jakob Lund Kristensen, Co-founder dan CCO Astralis Group, seperti dikutip dari Esports Insider. “Hal ini memungkinkan kami untuk mengerti kegiatan apa yang memiliki nilai komersil paling besar untuk kami dan rekan-rekan kami.”

Sebelum ini, Cavea juga pernah bekerja sama dengan beberapa orgnisasi esports lain, seperti Ninjas in Pyjamas, Fnatic, dan Excel Esports. Mereka juga pernah berkolaborasi dengan penyelenggara turnamen DreamHack.

Konami, Sega, dan Capcom Bergabung dengan Global Esports Federation

Publisher game Jepang, Konami, Sega, dan Capcom baru saja bergabung dengan Global Esports Federation (GEF). Selain itu, belum lama ini, ketiganya juga bergabung dengan Publishers and Developers Advisory Council (PDAC). Dengan ini, tiga perusahaan Jepang tersebut menjadi publisher pertama yang bergabung dengan GEF sejak organisasi tersebut didirikan pada akhir 2019. Sebelum ini, GEF telah bekerja sama dengan sejumlah pihak, termasuk Olympic Council of Asia dan Dentsu.

Sega, Konami, dan Capcom bergabung degan GEF. | Sumber: Esports Insider
Sega, Konami, dan Capcom bergabung degan GEF. | Sumber: Esports Insider

“Sembilan bulan lalu, Global Esports Federation didirikan dengan tujuan untuk mengumpulkan para pemegang kepentingan ekosistem esports di dunia,” kata Chris Chan, President GEF, menurut laporan Esports Insider. “Kami menyadari pentingnya peran publisher dan developer game. Karena itu, kami menyambut Capcom, Konami, dan Sega sebagai anggota dari GEF dan PDAC..”

Babak Final Overwatch League Pecahkan Rekor Viewership

Activision Blizzard baru saja mengungkap data tentang viewership dari babak final Overwatch League. Mereka menyebutkan, Average Minute Audience (AMA) dari pertandingan tersebut mencapai 1,55 juta orang, naik 38% jika dibandingkan dengan pertandingan grand final OWL pada tahun lalu. Hal ini menjadikan babak final OWL tahun 2020 sebagai pertandingan OWL dengan penonton paling banyak sepanjang sejarah. Pada puncaknya, jumlah penonton grand final OWL di YouTube mencapai 180 ribu orang.

Viewership babak final Overwatch League. | Sumber: The Wrap
Viewership babak final Overwatch League. | Sumber: The Wrap

Tidak heran jika viewership Overwatch League tahun ini meningkat cukup pesat, mengingat pandemi membuat banyak turnamen esports hanya diselenggarakan secara online. Pada tahun ini, hampir semua pertandingan Overwatch League diadakan secara online.

“Kami bangga karena kami bisa mengakhiri Overwatch League musim ini dengan pertumbuhan viewership global sebesar 38%,” kata Vice President of Overwatch Esports, Activision Blizzard, John Spector, menurut laporan The Wrap. “YouTube merupakan rekan yang sangat baik. Dan jumlah penonton kami di Asia sangat banyak karena babak final OWL disiarkan pada prime time di kawasan tersebut.”

Kenapa Perusahaan Tiongkok Mau Masuki Pasar Esports Asia Tenggara?

Dari segi total hadiah, turnamen esports kini bisa menawarkan total hadiah setara atau bahkan melebihi kompetisi olahraga tradisional. Contohnya, The International 2019 yang menawarkan total hadiah lebih dari US$34 juta (sekitar Rp476 miliar). Dan turnamen esports kini tak melulu mengadu game PC. Mobile esports juga mulai menjadi semakin populer. Tencent bahkan menyiapkan US$5 juta (sekitar Rp70,6 miliar) untuk semua turnamen esports PUBG Mobile pada tahun depan.

Tahun ini, PUBG Mobile Club Open Fall Split Global Finals merupakan turnamen PUBG Mobile dengan total hadiah terbesar. Turnamen tersebut menawarkan total hadiah sebesar US$500 ribu (sekitar Rp7 miliar) Sebesar US$180 ribu (sekitar Rp2,5 miliar) dibawa pulang oleh Bigetron yang keluar sebagai pemenang. Diadakan di Malaysia, PMCO Fall Split Global Finals diselenggarakan oleh VSPN, perusahaan penyelenggara turnamen esports asal Tiongkok. Perusahaan smartphone asal Tiongkok, vivo, menjadi salah satu sponsornya. Selain itu, ada beberapa perusahaan Malaysia yang juga menjadi sponsor seperti merek minuman 100 Plus, perusahaan pengantar makanan Hungry, dan perusahaan telekomunikasi Yoodo. Meskipun begitu, vivo tetaplah menjadi salah satu rekan bisnis terbesar dari Tencent Esports.

“Saya tidak bisa mewakili Tencent dan vivo, tapi saya percaya, tujuan kami sama — untuk menjadi perusahaan global, tidak hanya perusahaan Tiongkok,” kata Wang Chenfan, Vice President of VSPN, pada The Esports Observer, ketika ditanya mengapa perusahaan-perusahaan Tiongkok — Tencent, VSPN, dan vivo — tertarik untuk masuk ke pasar esports Asia Tenggara. “Sejak VSPN didirikan pada 2016, kami telah mengadakan beberapa turnamen esports di luar Tiongkok; khususnya di kawasan Asia Tenggara dan Asia Pasifik, termasuk demonstrasi kompetisi esports dalam Asian Games di Jakarta, 2018 PUBG Mobile Star Challenge (PMSC) di Dubai, dan PMSC di Taipei tahun ini.”

Acara PMCO Fall Split Global Finals. | Sumber: VSPN/Tencent via The Esports Observer
Acara PMCO Fall Split Global Finals. | Sumber: VSPN/Tencent via The Esports Observer

Tidak aneh jika perusahaan Tiongkok tertarik untuk masuk ke pasar esports di Asia Tenggara. Asia Tenggara merupakan kawasan dengan pertumbuhan industri gaming paling besar pada tahun ini. Pada 2019, industri gaming di kawasan itu naik 17,4 persen dari tahun lalu, menurut Newzoo. Tak hanya itu, esports juga mulai diakui sebagai olahraga di negara-negara Asia Tenggara. Hal ini terlihat dari diadakannya pertandingan eksibisi esports dalam Asian Games pada 2018 dan esports menjadi cabang olahraga bermedal dalam SEA Games 2019.

Meskipun begitu, pasar Asia Tenggara juga menawarkan tantangan tersendiri. Salah satunya adalah bahasa. Negara-negara di Asia Tenggara memiliki bahasa masing-masing. “Jika dibandingkan dengan Tiongkok, Asia Tenggara terdiri dari sejumlah negara dengan bahasa dan budaya yang berbeda,” ujar Chenfan. “Kami perlu menyiapkan beberapa penerjemah dan shoutcaster dari beberapa bahasa.” Sebagai perbandingan, di Tiongkok, turnamen esports biasanya hanya memiliki shoutcaster dalam tiga bahasa, yaitu Inggris, Mandarin, dan Korea. Masalah lainnya adalah budaya. Penyelenggara turnamen harus menyiapkan tempat untuk ibadah bagi pemain muslim yang berasal dari negara dengan mayoritas beragam Islam, seperti Indonesia.

Seputar Potensi dan Penetrasi Pasar Game Asia Tenggara

Gembar-gembor soal besarnya potensi pasar game Asia Tenggara, belakangan memang sedang hangat diperbincangkan. Beberapa lembaga riset independen mencoba mengungkap besarnya potensi pasar game Asia Tengara. Niko Partners mengatakan bahwa pasar game Asia Tenggara dan Taiwan (disebut juga Greater Southeast Asia) akan mencapai angka US$8,3 miliar (sekitar Rp116,8 triliun) pada tahun 2023.

Namun demikian, memang ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan oleh publisher jika ingin memasarkan game di pasar yang sedang bergeliat lincah ini. Lee Hyuk Sekretaris Jendral ASEAN-KOREA CENTRE, yang merupakan organisasi intergovermental antara Korea Selatan dengan negara-negara SEA, membagikan beberapa pandangannya soal pasar game Asia Tenggara.

Sumber: InvenGlobal
Sumber: InvenGlobal

Seakan jadi rahasia umum, Lee Hyuk juga menyoroti soal sifat pasar gaming Asia Tenggara yang mobile-first kepada InvenGlobal. Newzoo sempat melaporkan ini juga, bahwa tahun 2019 Asia Tenggara mendapatkan US$ 2,6 miliar (sekitar Rp36 triliun), hanya dari mobile gaming saja. Angka tersebut diproyeksi akan meningkat 17,4% setiap tahunnya.

Lee Hyuk lalu melanjutkan, bahwa mobile games di Thailand mengambil 50% dari proporsi pasar, dengan 30% di antaranya merupakan game online. Jumlah ini mirip dengan pasar Indonesia, namun pasar game online di Indonesia hanya mengambil proporsi 20% saja.

Ia juga membagikan soal beberapa hal yang membuat pasar Asia Tenggara jadi menarik bagi investor. Lee Hyuk menyebutkan salah satunya adalah soal dukungan pemerintah terhadap perkembangan esports. Dalam hal Indonesia, kita sudah melihat sendiri bagaimana pemerintah mendukung lewat gelaran seperti Piala Presiden Esports 2020. Tak hanya itu, institusi pendidikan Indonesia juga sudah mulai membuka diri terhadap esports. Pada tingkat SMA, ada JD.ID High School League, pada tingkat universitas ada IEL University Series, dan Indonesia bahkan sudah punya 20 kampus dan sekolah yang memiliki pendidikan terkait game di dalamnya.

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Piala Presiden Esports 2020 jadi salah satu bentuk dukungan pemerintah terhadap perkembangan esports di Indonesia. Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Lebih lanjutnya, Lee Hyuk juga mengatakan bahwa perkembangan ini terjadi karena perkembangan distribusi smartphone di beberapa negara Asia Tenggara. Untuk Filipina, distribusinya mencapai angka 40% dari total penduduk. Thailand lebih besar lagi, mencapai 70% dari total penduduk dengna 1,7 juta orang menikmati mobile games. Indonesia, mengutip Kominfo, memiliki lebih dari 100 juta orang pengguna smartphone pada tahun 2018 lalu.

Memenangkan pasar Asia Tenggara

Terlepas dari potensinya, cara untuk memenangkan pasar gaming di Asia Tenggara terbilang cukup “istimewa”. Ini mungkin terjadi karena faktor perbedaan budaya antara pengembang/penerbit asal barat dengan para pengguna di Asia Tenggara.

Lee Hyuk menjelaskan walau negara-negara Asia Tenggara pada dasarnya terikat dalam satu regional, namun masing-masing negara punya perbedaan secara kebudayaan, kepercayaan, dan sistem politik. Maka dari itu penting untuk mempersiapkan rencana pemasaran yang sesuai dengan masing-mmasing negara.

“Misal, jika konten Anda menghina keluarga kerajaan, game Anda mungkin sama sekali tidak akan bisa masuk atau diterima oleh pasar, terutama Thailand. Lalu, mengingat kepercayaan seperti Islam dan Hindu tumbuh subur di negara-negara tersebut, Anda harus paham lebih jauh soal apa yang boleh atau tidak menurut kepercayaan tersebut. Lokalisasi adlaah hal terpenting, baik secara dari bahasa, user interface, ataupun sistem pembayaran. Terakhir, Anda juga harus menemukan rekan lokal yang beroperasi di negara tersebut agar game Anda dapat sukses.” perjelas Lee.

Sumber: AKG Games
Percobaan Blizzard penetrasi pasar game Indonesia dengan menggandeng AKG Games, publisher game yang berada di bawah naungan konglomerasi Indonesia Salim Group. Sumber: AKG Games

Contoh ini juga bisa kita lihat sendiri bagaimana Blizzard Entertainment juga sadar akan hal tersebut dan menggandeng AKG Gamespublisher game yang berada di bawah konglomerasi Indonesia Salim Group.

Soal peran rekan lokal yang mungkin tidak dijelaskan Lee secara detail adalah dengan juga melibatkan ekosistem lokal. Hybrid sempat membahas soal kesempatan ekosistem game Blizzard tumbuh di Indonesia. Merangkul lebih banyak pihak dan menjadikan elemen ekosistem lokal sebagai stakeholders akan memperbesar kesempatan suatu game untuk sukses. Dengan demikian, berbagai pihak yang turut kebagian rezeki jadi merasa turut memiliki dan peduli atas keberhasilan game tersebut di ekosistem.

Akankah SEA Tour Menjadi Cikal Bakal Kebangkitan Esports LoL di Asia Tenggara?

Baru-baru ini Riot Games, lewat Garena, mengumumkan sebuah format kompetisi League of Legends baru untuk regional Asia Tenggara. Format ini diberi nama League of Legends SEA Tour (LST), yang merupakan usaha Riot Games untuk menyatukan semua kegiatan ekosistem esports di Asia Tenggara.

SEA Tour mengubah format kompetisi dari liga lokal, menjadi format turnamen antar negara dalam satu regional Asia Tenggara. Dalam format turnamen baru ini, Thailand, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Indonesia akan langsung ditandingkan di dalam satu wadah besar. Alur kompetisi SEA Tour dibagi menjadi empat fase yaitu: Kualifikasi ranked online, kualifikasi nasional, National Minor, SEA Tour Spring/Summer Major.

Nantinya tim yang berhasil jadi juara di SEA Tour Spring/Summer Major, berhak untuk lolos ke fase global, entah itu Mid-Season Invitational 2019 atau Worlds 2019.

Sumber
Sumber: Garena Indonesia

Sebelumnya, ekosistem kompetisi LoL di Asia Tenggara menggunakan sistem liga lokal. Beberapa negara di Asia Tenggara sudah melakukannya lewat program seperti: League of Legends Garuda Series (LGS) Indonesia atau Vietnam Championship Series dan lain sebagainya. Sistem ini sebenarnya mencoba mereplikasi apa yang sudah sukses dilakukan di beberapa regional, contohnya ada liga LoL AS yaitu LCS atau liga LoL Korea yaitu LCK.

Namun selama liga lokal ini diselenggarakan, Asia Tenggara entah kenapa masih kurang bisa berkompetisi dalam program esports LoL Global. Dengan format tersebut, perwakilan SEA kerap terhenti ketika mencapai fase International Wildcard Qualifier atau fase yang kini disebut sebagai Worlds atau MSI play-in.

Walaupun begitu, dua tahun belakangan pencapaian regional SEA di jagat kompetitif LoL internasional meningkat. Hal tersebut tercatat lewat lolosnya Gigabyte Marines (Filipina) ke MSI 2017 dan EVOS (Vietnam) ke MSI 2018. Kendati demikian, keduanya tetap tidak berhasil lolos dari fase grup di MSI, babak belur oleh Korea, Tiongkok, Amerika, dan Eropa; empat regional yang memang adalah powerhouse jagat kompetisi LoL.

Sumber:
Sumber: LoL Esports Official Media

Melihat perubahan format yang terjadi ini, muncul pertanyaan di kepala saya. Apakah perubahan ini akan membuat tim LoL SEA jadi lebih bersinar di kancah internasional? Bagaimana dampaknya kepada pemain, iklim kompetitif, serta ekosistem esports LoL di Asia Tenggara?

Untuk mencoba menjawab pertanyaan tersebut, saya mewawancara dua sosok yang pegiat esports LoL di Indonesia. Mereka adalah Yota dan Florian “Wofly” George. Yota sendiri sebenarnya sudah cukup lama malang melintang di dunia esports Indonesia, bahkan sebelum program esports LoL Indonesia ada. Namun dalam salah satu portofolio karirnya, ia sempat menjadi bagian dari tim produksi League of Legends Garuda Series (LGS) yang diselenggarakan oleh Garena.

Sementara nama Wolfy selama ini dikenal sebagai sosok shoutcaster di dalam gelaran seri liga LoL lokal Indonesia tersebut. Bukan sekedar shoutcaster, tapi Wolfy juga terkenal sebagai sesosok analis yang brilian yang kerap memperhatikan perkembangan esports LoL baik lokal maupun internasional. Tak berhenti sampai situ, ia juga sempat menjadi pemain, mewakili Indonesia dalam gelaran kompetisi LoL antar universitas dengan membawa nama kampus UPH.

Sumber:
Sumber: Facebook Yota

Kembali ke pembahasan soal SEA Tour, mari kita dengarkan pendapat dari Yota terlebih dahulu. Menurut pendapat dia, sebenarnya perubahan format dari liga lokal menjadi SEA Tour, tidak banyak membantu perkembangan ekosistem esports LoL di Asia Tenggara. “Playerbase League di SEA sekarang masih declining dan rasanya itu sulit dihindari. Salah satunya juga disebabkan karena trend mobile gaming di SEA yang terus meningkat” Tambah Yota.

Wolfy juga memberi pendapat soal dampak perubahan format ini dari sisi iklim kompetitif League di SEA. Menurutnya sistem baru ini memberi satu nilai positif, yaitu memungkinkan tim kuda hitam atau tim baru untuk muncul dan menjadi pemenang.

Mengapa demikian? Penyebabnya karena SEA Tour merupakan kompetisi tanpa kasta, memungkinkan siapapun melawan tim manapun. “Tapi jujur, gue pribadi lebih prefer sistem liga, karena membuat pemain ataupun organisasi jadi lebih terjamin” Wolfy kembali menambahkan.

Yota (kiri) dan Wolfy (kanan) saat jadi shoutcaster untuk PvP Esports
Yota (kiri) dan Wolfy (kanan) saat jadi shoutcaster untuk PvP Esports

Lalu apakah perubahan format ini bisa menghidupkan kembali scene esports di SEA? Terkait topik ini keduanya cukup kompak menjawab tidak.

Wolfy menjelaskan lebih lanjut soal jawabannya, “Jujur sebenarnya sulit untuk menghidupkan kembali scene LoL terutama di Indonesia. Jumlah organisasi yang punya niat terhadap scene LoL sudah sangat sedikit, turnamen League juga sangat terbatas, apalagi ditambah viewership LoL di Indonesia serta Asia Tenggara yang sangat rendah. Gue rasa sih tiga hal itu adalah faktor utama kenapa LoL di SEA jadi sulit berkembang.”

Pada sisi lain jawaban Yota cenderung lebih optimis, walaupun sebenarnya tetap skeptis dengan perkembangan scene LoL di Asia Tenggara. “Butuh lebih dari sekedar SEA Tour untuk bisa menghidupkan kembali scene esports League di SEA” jawab Yota tegas.

“Tapi kehadiran LST menjadi sinyal bahwa LoL di SEA itu belum mati. Ini adalah salah satu langkah positif dari Riot Games menurut gue. Juga, kehadiran LST tentu memberi jalan kepada pemain kompetitif yang punya mimpi bisa bermain MSI atau Worlds” Yota menjelaskan lebih lanjut kepada saya.

Sumber:
Sampai saat ini, pusat kegiatan esports LoL masih terpusat di empat regional. Eropa salah satunya, yang hadir lewat program LoL European Championship (LEC). Sumber: LoL Esports EU

Sebenarnya inisiasi liga lokal diselenggarakan oleh Riot Games melalui Garena merupakan inisatif yang baik untuk mengembangkan ekosistem esports LoL di Asia Tenggara.. Sayang kenyataan pahit yang harus diterima Garena adalah kecenderungan pemain Asia Tenggara memilih Dota 2 dalam hal game MOBA di PC, atau lari ke MOBA yang ada di mobile.

Kendati demikian, saya cukup setuju dengan apa yang dikatakan Yota. Walaupun jagat kompetitif League di SEA bisa dibilang sudah hampir mati suri, kehadiran SEA Tour adalah bukti nyata kepedulian Riot Games.

Kalau boleh jujur, sebenarnya cukup adil jika Riot Games memutuskan lepas tangan, lalu membiarkan jagat kompetitif LoL di Asia Tenggara terombang-ambing. Toh Riot Games juga sudah kesulitan mendapat keuntungan dari LoL di Asia Tenggara bukan?

Semoga saja kehadiran SEA Tour bisa kembali membangkitkan jiwa-jiwa kompetitif dari pemain LoL di Asia Tenggara. Tapi jangan berharap banyak ini bisa menghidupkan kembali scene LoL di SEA. Saya sangat skeptis dengan hal tersebut, apalagi mengingat era MOBA yang sudah selesai, dan pergeseran gaming culture di Asia Tenggara dari PC ke Mobile.