Tips Berkarier di Industri Esports – Bagaimana Cara Memulai?

Esports di era modern ini telah menjadi sebuah industri, dan itu artinya pasti terjadi penyerapan tenaga kerja. Banyak peluang tersedia di luar sana, apalagi untuk kaum Millennial dan Generasi Z yang identik dengan jalur karier kreatif serta nonkonvensional. Pemerintah Tiongkok memperkirakan tenaga kerja esports negara tersebut akan mencapai 2 juta jiwa dalam 5 tahun ke depan. Indonesia pun, tidak menutup kemungkinan bisa mengalami tren serupa.

Pekerjaan di bidang esports ada banyak jenisnya, jadi industri ini dapat menjadi lahan mata pencaharian bagi talenta yang ahli di berbagai macam hal. Tapi mungkin ada di antara Anda yang tidak tahu harus memulai dari mana. Mungkin Anda berminat masuk ke industri esports tapi bingung kualifikasi apa yang diperlukan.

Cam Brierly dari HitmarkerJobs baru-baru ini menjalani wawancara bersama Esports Insider, di mana ia membagikan beberapa tips untuk mereka yang berminat bekerja di industri esports. HitmarkerJobs sendiri juga telah merilis seri video berjudul Insider Insights, di mana para profesional industri esports berbagi pengalaman mereka tentang karier di bidang ini. Berikut beberapa tips yang bisa Anda terapkan.

Passion yang didukung skill

Passion atau semangat punya peran penting dalam industri esports. Bila Anda tidak punya minat tinggi terhadap gaming dan esports itu sendiri, kemungkinan Anda akan kebingungan menyelami industri ini atau merasa tidak nyaman. Tapi passion itu harus didukung dengan skill nyata, dan justru skill itulah yang akan menentukan apakah Anda akan mendapat pekerjaan atau tidak.

Sebagai contoh, bila Anda ingin mengisi posisi marketing di sebuah perusahaan/organisasi esports, tunjukkan bahwa Anda punya keahlian marketing. Begitu juga dengan keahlian programming, desain grafis, editing video, dan seterusnya. Seperti pekerjaan pada umumnya, skill Anda haruslah sesuatu yang dibutuhkan oleh perusahaan.

Network, network, network

Sudah jadi hal sangat lumrah di dunia esports bila ada orang yang bergabung dengan suatu perusahaan karena mengenal seseorang di perusahaan tersebut. Ini bukan berarti terjadi nepotisme, tapi dengan adanya kenalan, Anda akan mendapat info tentang lowongan tertentu langsung dari sumbernya. Bisa saja syarat untuk mengisi lowongan tersebut adalah hal yang ternyata hanya dimiliki oleh Anda. Misalnya faktor lokasi, keahlian bahasa, atau pengalaman kerja.

Cara terbaik untuk melakukan networking dan mencari kenalan adalah dengan datang ke acara-acara esports. Siapkan kartu nama Anda, keluarlah dari zona nyaman, kemudian jangan ragu-ragu untuk berteman dengan sesama pecinta esports di event. Bila Anda tidak memperoleh pekerjaan dari kenalan itu, bisa saja Anda mendapatkannya dari kenalannya kenalan.

Loyalitas terhadap brand

Pemberi pekerjaan atau manajer di perusahaan esports umumnya lebih suka mempekerjakan orang yang memang menyukai brand perusahaan tersebut. Jadi misalnya Anda penggemar Team Liquid dan ingin bekerja di organisasi esports, maka akan lebih baik bila Anda melamar ke Team Liquid juga. Ini menunjukkan bahwa Anda memang punya semangat untuk mendukung dan membesarkan perusahaan itu, bukan asal saja tidak peduli ke mana Anda melamar.

Mulai saja dulu

“Bagaimana cara memulai,” adalah pertanyaan yang sebetulnya tidak ada jawabannya. Karena satu-satunya cara untuk memulai adalah dengan memulai. Anda ingin jadi penulis esports? Mulailah menulis tentang esports di mana pun Anda bisa, misalnya di blog, media sosial, atau forum. Ingin menjadi caster? Mulailah melakukan casting di mana pun Anda bisa, misalnya di YouTube atau Twitch. Cari turnamen yang membutuhkan caster, meski itu hanya turnamen kecil. Tidak ketemu? Jadilah komentator untuk gameplay Anda sendiri.

Jangan takut hasilnya buruk, karena pekerjaan seperti apa pun bila baru memulai pasti memang akan buruk. Tapi seiring Anda memperoleh pengalaman dan terus belajar, akan tiba suatu titik di mana Anda layak untuk disebut talenta profesional. Industri esports sendiri masih merupakan industri baru, jadi di dalam industri ini semua orang pun menjalaninya sambil belajar.

Mau bekerja dalam tim

Satu lagi kriteria yang banyak dicari oleh perusahaan esports adalah kemampuan bekerja dalam tim dan sukses bersama tim. Sama seperti sebuah MOBA di mana satu tim terdiri dari berbagai hero dan role, organisasi esports ditopang oleh orang dengan bermacam-macam keahlian berbeda. Namun semua bergerak secara kompak untuk mewujudkan visi dan misi organisasi.

Just be there!

Saran yang banyak diucapkan oleh narasumber dalam seri video Insider Insights milik HitmarkerJobs adalah “just be there”. Hadirlah, muncullah, tunjukkan bahwa diri Anda ada dan punya peran dalam dunia esports. Terkadang Anda akan mengalami penolakan, bahkan karena alasan yang tidak menyenangkan (contohnya, ada organisasi yang tidak mau merekrut karyawan perempuan). Tapi bila Anda punya skill dan menunjukkan skill itu, akan ada orang yang menyadarinya.

“Luck is what happens when preparation meets opportunity.” Keberuntungan terjadi ketika persiapan bertemu dengan kesempatan. Ini ungkapan yang sangat tepat untuk menggambarkan karier di dunia esports. Anda tidak tahu kapan kesempatan itu bisa datang. Yang bisa Anda lakukan hanyalah terus meningkatkan persiapan, supaya ketika kesempatan akhirnya muncul, Anda bisa menyambarnya. Jadi jangan ragu-ragu. Apa pun yang ingin Anda lakukan, pokoknya mulai saja!

Sumber: Esports Insider, HitmarkerJobs, Team Liquid

Koala Kembali ke Kancah Kompetitif Dota, Kini Bermain dengan Alter Ego

Gelaran ESL Indonesia Championship kembali digelar untuk musim kedua mulai 16 Juli 2019 kemarin. Selain dari pertandingannya yang memang patut dinanti, keseruan ESL Indonesia Championship juga datang dari sisi roster shuffle antar tim.

Salah satu breaking news datang dari tim Alter Ego, yang secara mendadak mendatangkan dua pemain Dota legendaris. Dua pemain tersebut adalah Farand “Koala” Kowara dan Michael “Kelthuzard” Sarwono.

Kembalinya Koala yang tentunya tak diduga oleh para pecinta esports Dota. Pasalnya, sudah sejak 2017 lalu ia memutuskan untuk undur diri dari dunia kompetitif Dota. Ketika itu, soal usia jadi salah satu alasan kenapa dirinya pensiun.

Sumber: Instagram @Alter Ego e-sports
Sumber: Instagram @alteregoesports

Tetapi secara mengejutkan, kini Koala kembali bermain, dan bermain bersama dengan tim Alter Ego. Mengapa demikian? “Gara-gara nonton qualifier TI, terus melihat BOOM sama EVOS berjuang gitu jadi pengen main lagi entah kenapa. Terus, setelah kurang lebih satu tahun vakum dari dunia kompetitif Dota 2, rasa-rasanya juga nggak cocok bekerja di balik layar.” jawab Koala.

Setelah selesai di dunia kompetitif Dota 2, ia memang sempat giat menjadi sosok belakang layar. Ia pernah membantu tim RRQ Dota 2 berlatih, ketika Kenny “Xepher” Deo masih aktif bermain bersama tim RRQ.

Ia bahkan sempat pindah haluan, dengan menjadi pelatih tim Mobile Legends PSG.RRQ pada Maret 2019 kemarin. Tapi setelah semua itu, puncaknya adalah ketika Koala pada akhirnya benar-benar keluar dari organisasi RRQ pada bulan Juni 2019 kemarin.

Melihat Koala comeback, pertanyaan berikutnya mungkin adalah, apakah ini artinya ia bakal kembali berusaha keras untuk bisa lolos ke The International? Kalau Anda mungkin belum tahu, sebelum BOOM.ID, Koala dan kawan-kawan RRQ Dota adalah satu tim yang pernah paling getol berjuang untuk dapat slot di Dota 2 The International.

Sumber: mineski.net
Sumber: mineski.net

Sayang, ambisi mereka belum berhasil tercapai sampai Koala akhirnya pensiun. “Kebetulan gue emang masih main Dota. Kebetulan memang ada kesempatan di tim Alter Ego untuk ESL Indonesia Championship. Kalau soal tryhard, gue cenderung santai aja untuk musim kompetisi ini.” kata Koala.

Sebenarnya cukup masuk akal bagi Koala untuk santai saja. Hal ini mengingat The International 2019 tinggal 1 bulan lagi, yang berarti musim kompetisi 18-19 sudah mendekati akhirnya. “Tapi kalau ketemu player yang mentalnya baja, sama mau bekerja sama, mungkin itu akan membuat gue mikir lagi untuk berjuang demi TI berikutnya” tukas Koala.

Apapun yang terjadi, mari kita doakan agar Koala bisa mendapatkan hasil yang terbaik dalam gelaran ESL Indonesia Championship 2019! Seperti frasa yang biasa digunakan para pemain Dota, good luck, have fun untuk Koala!

 

Asosiasi Olahraga Video Games Indonesia (AVGI) Sah Diresmikan. Saingan IESPA?

Kabar mengenai asosiasi baru di industri game dan esports Indonesia memang sudah santer terdengar di belakang layar sejak beberapa bulan silam. Namun, baru kemarin (16 Juli 2019), satu asosiasi baru diumumkan lewat konferensi pers mereka di hotel Red Top, Jakarta Pusat. Asosiasi baru ini bernama Asosiasi Olahraga Video Games Indonesia (AVGI).

Ada dua Menteri yang turut hadir dan memberikan sambutan dalam acara kali ini. Mereka adalah Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.

“Pemerintah tidak lagi menjadi regulator, khususnya terkait hal-hal baru. Tapi menjadi fasilitator, bahkan akselerator.” Ujar Rudiantara dalam sambutannya.

Menariknya, hanya ada 2 figur esports yang berada di dalam jajaran pengurus asosiasi ini. Meski memang ada 2 orang lagi dari ekosistem esports yang saya kenal berjaket AVGI di acara tersebut, namun keduanya biasanya berada di balik layar.

Di posisi Ketua Umum AVGI ada nama Rob Clinton Kardinal yang merupakan mantan pemilik organisasi esports baru, ONIC, dan juga anak dari Robert Joppy Kardinal (anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golongan Karya). Rob sendiri juga sebelumnya mengumumkan melepas kepemilikannya atas ONIC melalui akun Instagram nya.


Sedangkan satu nama lagi ada Angki Trijaka yang menjabat sebagai Sekretaris Jendral AVGI. Angki Trijaka sendiri bukan orang baru di dunia esports karena sebelumnya ia merupakan Wakil Ketua IESPA, yang dipimpin oleh Eddy Lim.

Dalam rilis yang diberikan di kesempatan yang sama, Rob Clinton memberikan komentarnya, “Berbagai faktor ini (standarisasi, benchmarking, hingga regulasi), khususnya regulasi sangat penting karena selain dapat membantu perkembangan industri olahraga elektronik, juga dapat memotivasi para pelaku dan atlet olahraga elektronik untuk terus berprestasi membawa nama Indonesia ke tingkat lebih tinggi.”

Di sesi tanya jawab bersama rekan-rekan media, saya pun bertanya apa perbedaan AVGI dengan 2 organisasi di industri game yang sudah lebih dulu ada, IESPA dan AGI?

Angki menjawab, “Ada beberapa hal yang membedakan AVGI dengan IESPA. AVGI itu mencakup semuanya yang terlibat dalam ekosistem dan industri esports. Kalau IESPA itu hanya mengurusi pemain esports. Perlu di-quote ya, kita totally different dengan IESPA. Namun, kalau pemerintah lebih percaya yang mana itu urusan para petinggi-petinggi, tapi so far itu domain yang membedakan.”

Menurutnya, Angki juga menambahkan, ada sejumlah hal yang belum diatur oleh IESPA yang sebenarnya sangat krusial buat industri esports. “Misalnya saja jadwal turnamen yang bertabrakan, kasus poaching pemain antara tim, dan standarisasi untuk masuk menjadi atlit esports. Kita perlu lah merendahkan ego kita demi kepentingan bersama supaya industri ini maju.” Ujar Angki.

Satu pertanyaan lagi muncul dari media lain tentang sinergi antara AVGI, IESPA, dan AGI. Rob Clinton yang kali ini menjawab, “kalau bersinergi kita tidak menutup kemungkinan untuk itu.”

Saat ini, AVGI juga mengklaim sudah memiliki pengurus di 19 provinsi. Rencana mereka dalam waktu dekat ini adalah membangun database untuk tim dan para pemain esports profesional.

Rob Clinton saat memberikan sambutannya. Dokumentasi: Hybrid
Rob Clinton saat memberikan sambutannya. Dokumentasi: Hybrid

Mengingat esports Indonesia memang sekarang sudah cukup besar (seperti franchising liga yang melibatkan banderol harga sebesar Rp15 miliar), tentunya memang lebih besar pula resiko yang harus disanggupi dan kerja sama yang harus dikolaborasikan. Meski memang berarti lebih banyak juga keuntungan yang mungkin didapatkan. Bagaimana perjalanan AVGI ke depannya ya?

Meninjau Kembali tentang Tren BA Esports Cantik di Indonesia: Sebuah Opini

Bagi Anda pemerhati industri ataupun fans esports Indonesia, Anda mungkin akan menemukan sejumlah foto ataupun video gadis-gadis cantik yang mendapat predikat Brand Ambassador (BA) di media sosial tim-tim esports dalam negeri.

Jika Anda cukup kritis, Anda mungkin akan menyadari bahwa tren ini anomali karena tidak ada gadis-gadis berparas rupawan yang diberi label BA esports tadi di media sosial tim-tim besar luar negeri (seperti Fnatic, Team Liquid, SKT T1, Astralis, dkk.). Di tim sepakbola Indonesia, seperti Persija dan Persib, tren ini juga tidak ditemukan. Di tim olahraga luar negeri pun (macam Juventus, Barcelona, ataupun LA Lakers) saya tidak menemukan penampakan gadis-gadis muda yang jadi bintang iklan tim tersebut di media sosialnya masing-masing.

Sebelum lebih jauh, saya ingin katakan terlebih dahulu bahwa tulisan ini ditujukan untuk mempertanyakan signifikansi tren gadis-gadis yang jadi BA esports ke ekosistem kita di Indonesia.

Namun demikian, berhubung saya juga tidak ingin meremehkan ataupun mencederai intelektualitas Anda, saya telah menghubungi berbagai pihak terkait untuk menjawab kenapa tren ini ada di Indonesia sebelum mencoba mengurai signifikansinya.

Kali ini, saya telah menghubungi Justin W (Managing Director untuk ONIC Esports), Yohannes Siagian (Vice President EVOS Esports), Gary Ongko (Owner/CEO dari BOOM ID), dan Agustian Hwang (Country Manager untuk MET Events) untuk mencoba memahami tren ini dari perspektif yang berbeda-beda.

Definisi BA Esports

Jujur saja, dari awal saya katakan, saya sebenarnya kurang setuju dengan istilah brand ambassador untuk kebanyakan gadis-gadis yang saya maksud di atas. Pasalnya, brand ambassador harusnya lebih dari sekadar jadi bintang iklan.

Icha “Mochalatte” Annisa, salah satu talent untuk MET Events dan dikenal sebagai shoutcaster untuk PUBGM dan Free Fire, juga sempat saya tanyai pendapatnya saat bertandang ke kantor Hybrid. Icha juga mempertanyakan kualifikasi apa yang membuat seseorang bisa disebut jadi BA tadi? “Apakah cukup dengan cantik dan hobi bermain game? Mungkin sebenarnya lebih tepat disebut sebagai talent saja, seperti saya di MET Events.” Ujar gadis cantik yang lebih memilih berperan sebagai shoutcaster ini.

Saya sepenuhnya setuju dengan pendapat Icha tadi. Pasalnya, memang ada tokoh-tokoh di ekosistem kita yang memang sudah layak disebut BA untuk timnya masing-masing. Icha sendiri menyebutkan nama Audrey dari FFGaming sebagai contoh. Sedangkan saya menambahkan nama Richard Permana dari TEAMnxl.

Menurut Justin, ONIC Esports juga sebenarnya tidak mengenal posisi BA esports. Ia berpendapat bahwa BA esports itu deskjob nya tidak jelas. “Kalau dari kita, ga bisa nemuin (deskjob-nya) itu. Mungkin tim lain ada ya. Mungkin dari tim lain ada ya. Kalau kita ga ada. Kita bisa aja punya talent cewek dan dianggap BA sama khalayak luas. Namun, internally, kita sendiri enggak pakai istilah BA.” Ujar sang Managing Director yang timnya baru saja memenangkan MSC 2019.

Dengan demikian, gadis-gadis yang tadi saya sebut sebagai BA tadi, selanjutnya akan saya sebut sebagai talent di artikel ini. Lalu pertanyaannya, kenapa ada tren talent gadis-gadis cantik di Indonesia? Inilah 3 jawaban yang saya dapatkan.

1. Jalan pintas menuju popularitas

Sumber: Red Arrow Studios
Sumber: Red Arrow Studios

Buat Anda yang cukup kritis memperhatikan postingan di media sosial, Anda akan melihat bahwa akun gadis-gadis cantik memang lebih mudah mendapatkan angka engagement tinggi. Mereka-mereka yang berparas pas-pasan mungkin harus punya prestasi tersendiri untuk menyamai tingkat engagement yang sama dengan postingan selfie mereka yang rupawan.

Padahal, punya prestasi di bidang apapun itu faktanya tidak mudah dan tidak murah. Demikian juga dengan tim-tim esports. Jadi juara tingkat Minor ataupun kompetisi tingkat internasional itu jelas lebih sulit ketimbang membayar gadis-gadis ABG sebagai model iklan.

Membangun tim yang mampu menjuarai kompetisi tingkat internasional jelas tidak murah karena butuh pemain-pemain berbakat, manajemen yang baik, ataupun pelatih juga yang jelas tidak murahan. Ditambah lagi, butuh waktu juga untuk mengasah kemampuan para pemainnya. Sedangkan membayar gadis-gadis untuk jadi talent itu sebenarnya bisa dibilang jauh lebih murah.

Menurut cerita-cerita yang saya dengar langsung dari orang-orang belakang layar, para gadis yang jadi bintang iklan tim esports tadi range gajinya mulai dari bayaran setingkat UMR sampai belasan juta Rupiah. Sedangkan membangun tim juara ongkosnya bisa mencapai puluhan atau bahkan ratusan juta Rupiah.

Ditambah lagi, uang itu juga mudah dicari. Sedangkan pengalaman itu tak hanya butuh uang tapi juga butuh waktu yang tidak sebentar.

2. Kondisi pasar esports Indonesia

Faktanya, segala sesuatu yang berhubungan dengan eksploitasi asmara atau bahkan seksualitas itu punya peluang besar untuk laris manis di pasaran, di berbagai penjuru dunia. Namun bedanya, para pejuang feminisme di komunitas barat itu jauh lebih agresif dari pada di Indonesia.

Hal itu juga yang dipercayai oleh Yohannes Siagian. Menurutnya, jika tren ini dilakukan di tim-tim luar, hal tersebut justru malah bisa mendatangkan kritikan.

“Kalau melihat situasi entertainment dan celebrity dunia dengan adanya gerakan #metoo dan aksi-aksi lain yang mengedepankan kesetaraan hak wanita dan menuntut tidak adanya diskriminasi terhadap wanita, bisa saja sebuah tim esports atau franchise olahraga lain di USA atau Eropa justru mendapat backlash yang negatif apabila mereka mempromosikan seorang BA berdasarkan kecantikan atau penampilannya.” Jelas Yohannes yang juga merupakan Kepala Pengembangan Program Esports Sekolah PSKD.

Di sisi lain, selain soal budaya massa pasar esports Indonesia, jumlah pasar esports Indonesia sendiri juga sebenarnya tidak sebesar yang dibayangkan. Padahal, jumlah fans-fans atau follower inilah yang biasanya dilihat dan dihitung oleh sponsor. Tim-tim mancanegara (macam Fnatic, Liquid, Astralis, dkk.) mungkin memang kelihatannya besar jumlahnya namun, faktanya, fans mereka tidak hanya berasal dari satu negara.

Dokumentasi: Riot Games
Dokumentasi: Riot Games

Hal inilah mungkin yang tidak disadari banyak orang melihat jumlah fans tim-tim esports internasional. Jumlah fans dari berbagai negara itulah yang membuat jumlahnya besar. Sedangkan fans-fans tim esports dalam negeri biasanya berasal dari Indonesia, mengingat kebanyakan konten media sosial tim-tim esports dalam negeri memang masih berbahasa Indonesia.

Gary Ongko, bos besar dari BOOM ID juga sudah menyadari hal ini. “Masalahnya sekarang kan tim-tim Indonesia belum rutin masuk kompetisi internasional (Minor, Major, ESL Pro League, dkk.). Mungkin nanti gayanya (pakai talent-talent gadis cantik) bisa berubah kalau udah rutin ikut turnamen-turnamen besar (tingkat dunia).”

3. Paradigma industri di usia remaja

Industri digital di Indonesia sendiri memang mungkin masih remaja. Karena itulah, para pelakunya juga mungkin masih sangat terpaku pada tolak ukur kuantitas user semata dalam waktu secepat-cepatnya.

Khusus untuk poin ketiga, pendapat ini merupakan hasil dari pengamatan saya pribadi sebagai orang berkecimpung di industri game dan media dari tahun 2008. Tolak ukur kesuksesan yang terpaku pada sebatas kuantitas dan serba instan ini bisa ditemukan di semua sisi pelaku industrinya, mulai dari media, content creator, tim esportsevent organizer, dan juga sponsor.

Memang, saya juga tidak menafikkan bahwa sudah ada juga yang mulai menyadari pentingnya mengejar tolak ukur lain seperti kualitas user (karena faktanya memang ada yang namanya good quality user) ataupun kualitas content. Ada juga yang menyadari bahwa kesuksesan itu butuh waktu dan proses yang tidak sebentar.

Saya pribadi pun sebenarnya tidak bisa menyalahkan paradigma tadi karena saya kira proses pendewasaan industri memang harus melalui fase itu. Ibaratnya, kebanyakan kaum muda itu ya memang maunya jadi selebriti yang tenar dan dikagumi semua orang dalam waktu sesingkat-singkatnya. Namun seiring waktu kita jadi dewasa, kita tahu bahwa ada banyak hal lain yang seharusnya dikejar selain soal ketenaran. Semakin dewasa, saya kira kita juga semakin sabar menjalani proses.

Sebelum ada yang protes, saya pakai kata ‘dewasa’ ya; bukan tua…

Sumber: Team Liquid
Sumber: Team Liquid

Idealnya, bagi saya pribadi, kualitas dan kuantitas (baik itu user ataupun content) itu berbanding lurus. Namun demikian kesulitannya adalah standar kualitas itu juga yang mungkin berbeda-beda, sesuai dengan pengalaman masing-masing individunya.

Saya juga sebenarnya percaya bahwa industri (baik pelaku ataupun pasar) apapun itu juga lambat laun akan semakin dewasa, yang membedakan hanyalah soal waktu; siapa sajakah yang lebih dulu dewasa. Namun demikian, kita sebagai bagian dari pelaku ataupun pasar esports Indonesia, kita juga bisa memilih untuk mengambil peran dalam mendewasakan industri.

4. Skill komersial pemain masih yang perlu diasah

Seperti yang pernah saya tuliskan juga saat saya mencoba mengurai permasalahan ekosistem Dota 2 di Indonesia, tren gadis-gadis yang jadi pemandu sorak di ekosistem esports Indonesia ini juga terkait dengan minimnya skill komersial para pro player esports di Indonesia.

Dokumentasi: DreamHack
Dokumentasi: DreamHack

Pasalnya, di luar negeri, peran-peran brand ambassador itu justru tidak jarang juga dipanggul oleh para pemain timnya. Gary mencontohkan jika Fnatic punya pindaPanda dan iceiceice yang bisa mempromosikan brand tim tersebutMereka bisa jadi icon tim tersebut meski jabatannya bukan BA. Sedangkan Yohannes juga menambahkan para icon dari tim olahraga yang juga bisa memainkan peran sebagai BA, seperti Ronaldinho untuk Barcelona ataupun Magic Johnson untuk LA Lakers.

Di Indonesia sendiri, memang sayangnya belum banyak para pemain yang punya kemampuan dari sisi komersial tadi. Jika saya harus memberi contoh, 2 nama pemain Indonesia yang langsung muncul di kepala saya adalah Richard Permana dari TEAMnxl> dan JessNoLimit dari EVOS Esports. Keduanya berperan aktif berinteraksi dengan komunitas ataupun media membawa bendera timnya masing-masing, sebagaimana peran BA yang semestinya – bukan hanya sebatas jadi bintang iklan.

Agustian Hwang, yang merintis perjuangan MET di Indonesia sampai sebesar sekarang ini, mengatakan, “Kesulitannya dari para player yang existing mayoritas belum fokus pada pengembangan diri dari sisi komersialnya.”

Sumber: OhBaby via Instagram
Sumber: OhBaby via Instagram

Saya tahu memang sebenarnya tidak mudah menemukan individu-individu yang punya kapasitas di dua hal yang berbeda, misalnya punya paras yang rupawan tapi juga cukup lincah bermain game seperti ohbaby dari IOG ataupun cukup pintar berbicara seperti Mochalatte di atas. Ataupun, jago bermain game tetapi juga pandai bersikap terhadap media ataupun fans.

Namun demikian, saya sungguh percaya bahwa skill itu bisa dilatih asalkan ada yang mau mengajarkan dan individunya sendiri mau belajar.

Tilikan signifikansi tren gadis-gadis yang jadi BA esports

Setelah tadi saya mencoba menjabarkan kenapa tren ini ada di Indonesia, izinkan saya memberikan opini saya terhadap dampak yang mungkin terjadi.

Pertama, jika boleh saya memberikan masukan, titel BA seharusnya tak lagi diberikan dengan mudah buat yang hanya sekadar jadi bintang iklan. Kenapa? Karena sebutan BA bisa jadi titel dengan kasta tertinggi buat individu-individu yang memang pintar membawa nama baik brand-nya masing-masing.

Sumber: The Verge via Twitter
Sumber: The Verge via Twitter

Dengan jenjang yang jelas untuk orang-orang yang memang serius di sisi branding dan komersialisasi, menurut saya, mereka akan lebih terpacu untuk meningkatkan skill-nya dan lebih aktif berinteraksi (tidak hanya sekadar duduk di pojok ruangan seorang diri atau sekadar foto bersama fans).

Faktanya, justru karena saya percaya ranah ini juga tidak mudah untuk dipelajari, mengumbar titel dengan terlalu mudah justru malah mengurangi keseriusan untuk belajar ataupun malah melecehkan mereka-mereka yang benar-benar punya kapasitas soal ini. Misalnya saja seperti titel wartawan atau jurnalis yang seolah diobral murah meriah buat mereka-mereka bahkan tak tahu kaidah-kaidah jurnalistik yang benar.

Kedua, seperti yang saya ungkapkan di bagian pertama, penggunaan para gadis sebagai talent itu memang berguna sebagai jalan pintas menuju popularitas. Nah, ketakutan saya, jalan pintas ini bisa dianggap jadi solusi permanen.

Misalnya saja, sebuah tim jadi tak lagi fokus mengejar prestasi karena sudah merasa mendapatkan cukup popularitas dan pendapatan dari memanfaatkan kecantikan talent mereka. Sponsor pun juga bisa merasa tak perlu lagi mencari tim berprestasi selama mereka punya gadis cantik yang dilabeli BA tadi.

Memang, faktanya, mengejar prestasi dan popularitas bisa dikerjakan secara bersamaan dan paralel; selama punya sekumpulan sumber daya manusia yang memang punya kapasitas di dua hal tadi. Selain itu, sampai hari ini, menurut saya sendiri kebanyakan tim-tim besar esports Indonesia memang masih mencoba menjalankan keduanya beriringan bersama.

IEM Chicago 2018. Source: ESL
IEM Chicago 2018. Source: ESL

Namun sekali lagi, jalan menuju juara di tingkat internasional itu penuh liku dan jurang terjal. Sebaliknya, ada banyak sekali gadis-gadis muda yang selalu siap diorbitkan jadi selebriti media sosial. Buat saya pribadi, aneh dan ironis saja dilihat jika ada tim esports yang akhirnya hanya sekadar jadi sekumpulan selebriti sosmed namun nihil prestasi.

Ditambah lagi, saya kira perkembangan esports Indonesia juga tidak akan beranjak ke mana-mana jika sudah tidak ada lagi tim-tim yang peduli dengan prestasi di tingkat internasional.

Semoga saja, saya yang terlalu paranoid…

Buah Prestasi PUBG Mobile, Bigetron Esports Mendapat Sponsor dari GoPay

Walau sudah menjadi fintech terpopuler di tahun 2018, tapi bukan berarti GoPay berhenti melakukan ekspansi. Ranah ekosistem esports kini menjadi salah satu lahan yang sedang cukup dilirik, termasuk oleh GoPay, untuk memberi brand awarness kepada gamers. Maka dari itu, baru-baru ini, Bigetron Esports mengumumkan kerja sama terbarunya dengan layanan pembayaran digital, GoPay.

Ini sebenarnya bukan kali pertama Gojek, lewat layanan GoPay, mensponsori ekosistem esports. Sebelum kerjasama dengan Bigetron Esports, Gopay sudah sempat mensponsori salah satu liga esports terbesar di Indonesia, MLBB Professional League: Season 2 (MPL: Season 2).

Gojek sendiri sebenarnya sudah sempat punya pengalaman bekerja sama dengan organisasi esports. Pada tahun 2016 lalu contohnya, ketika mereka bekerja sama dengan salah satu organisasi esports yang sedang berkembang pesat ketika itu, yaitu tim EVOS Esports.

Sumber: Instagram @Bigetronesports
Sumber: Instagram @Bigetronesports

“Kami sangat senang bisa menjadi salah satu esports brand yang bekerja sama dengan GoPay. Dalam durasi partnership ini, kami akan membuktikan bahwa esports bisa memberikan exposure yang luar biasa kepada para brand. Dengan kerja sama ini, diharapkan bisa memberi kepercayaan para brand ‘unicorns’ lain yang ingin investasi ke ekosistem esports namun masih ragu”. Ucap Edwin Chia, founder dan CEO Bigetron Esports kepada redaksi Hybrid.

Tim Bigetron Esports belakangan memang sedang menjadi buah bibir di kalangan pecinta esports, terutama dalam ranah kompetisi PUBG Mobile. Terakhir kali, tim yang dipunggawai oleh si kembar Made Bagas “Zuxxy” dan Made Bagus “Luxxy” ini, berhasil menjadi runner-up di dalam kompetisi PUBG Mobile Club Open tingkat Asia Tenggara.

Berkat hal tersebut, Bigetron Esports berhasil menjadi nama yang paling dikenal dan disegani dalam kancah PUBG Mobile. Sebelum itu, mereka juga sudah mencapai status tak terkalahkan. Bahkan mereka sempat mencatatkan rekor kemenangan beruntun di kancah lokal, lewat beberapa kompetisi sekaligus.

Sumber: Tencent Official Media
Sumber: Tencent Official Media

Dalam kerja sama ini, Bigetron Esports akan menyebarkan brand awarness GoPay kepada para gamers, pecinta esports, dan tentunya penggemar Bigetron Esports. Nantinya brand GoPay akan muncul lewat kanal media sosial, konten Youtube, event offline, dan berbagai kanal lain milik Bigetron Esports.

Sponsorship ini tentu menjadi satu langkah maju bagi Bigetron Esports. Apalagi dengan prestasi yang sudah berhasil diraih Bigetron Esports, saya merasa sponsorship ini seperti hadiah manis atas rentetan prestasi yang diraih oleh Bigetron Esports belakangan.

 

Mobile Legends rilis Fitur MCL, Potensi Untuk Regenerasi Pemain?

Akhir pekan lalu (6 Juli 2019), menjadi ajang kickoff bagi fitur baru Mobile Legends: Bang Bang, yaitu fitur MCL atau MLBB Championsip League. Fitur? Betul, ini bukan jenis kompetisi official Moonton lain seperti MLBB Intercity Championship, melainkan sebuah fitur di dalam game yang memungkinkan para pemain berkompetisi dalam bentuk liga online.

Bermain rank secara solo ataupun party mungkin sudah menjadi hal yang biasa, tapi tingkat pertaruhan dan pertarungannya tidak setinggi itu. Maka dari itu, lewat fitur dengan jargon Esports Mania ini, pemain dapat merasakan kompetisi yang sesungguhnya, hanya dengan turut mendaftar di dalam game MLBB itu sendiri.

Anda penggemar Dota mungkin lebih familiar dengan fitur ini. Sekilas, MLC mirip seperti fitur Battle Cup. Setiap pemain, dari rank apapun, dapat turut serta di dalam kompetisi MLC dengan cara membeli tiket. Setelah membeli tiket, pemain langsung bertanding pada waktu yang ditentukan, yaitu pada hari sabtu.

Kompetisi dilaksanakan dengan format bracket, dan pemenangnya akan mendapatkan berbagai macam hadiah; mulai dari Starlight Point, Emote, sampai Skin eksklusif.

“Jujur, gue seneng banget dengan kehadiran fitur ini. Secara nggak langsung, para player yang cuma main push rank jadi punya tujuan lebih. Karena ini official dari Moonton.” Fauzianska “Rangeremas” Ramadhan, shoutcaster kondang di kancah Mobile Legends, melontarkan komentarnya perihal fitur MLC.

Memang, fitur ini bisa dilihat sesederhana sebagai ruang bagi semua orang untuk berkompetisi dan menikmati manisnya kemenangan. Tapi fitur MCL sebenarnya punya potensi yang lebih besar, yaitu sebagai ruang pencarian bakat-bakat baru yang segar. Valve, lewat Dota 2 Battle Cup, melewatkan potensi besar ini. Alhasil, Battle Cup jadinya mungkin hanya dimanfaatkan menjadi ruang berkompetisi para pemain Dota veteran yang sudah bosan bermain mencari MMR.

Sumber: Dokumentasi MPL Indonesia
Sumber: Dokumentasi MPL Indonesia

“Cuma, gue sih berharap MCL bisa jadi cara bagi para pemain untuk menuju ke dalam scene kompetitif, apalagi mengingat sistem yang akan diterapkan dalam MPL. Kalau harapan muluk-muluk, pengennya MCL bisa terintegrasi sama MPL, jadi nantinya jagoan MCL punya kemungkinan untuk ditarik main ke dalam liga.” Kata sosok yang akrab disapa Oji kepada saya, saat menanggapi soal fitur ini dan kegunaannya untuk regenerasi pemain.

Mau tidak mau, rela tidak rela, Mobile Legends punya sumbangsih terhadap meledaknya industri esports di Indonesia. Tapi, menurut saya, pada momen ini Moonton sudah harus mulai memikirkan cara agar game buatannya bisa mengakar di Indonesia; seperti League of Legends mengakar di Korea Selatan sana.

Liga Franchise, mungkin terlihat seperti satu langkah mundur bagi para pemain MLBB yang punya mimpi besar menjadi bintang lewat liga MPL. Tapi jika ada inisiatif liga pencarian bakat pemain, yang memberi kesempatan kepada pemain biasa meraih mimpi mereka menjadi pro player, bukan tidak mungkin Mobile Legends bisa mencapai status yang sama seperti League of Legends di Korea Selatan.

 

Dyandra Group Luncurkan Inisiatif Esports Lewat Brand DGaming

Seiring dengan pesatnya perkembangan ekosistem esports di Indonesia, tak heran jika banyak pihak melirik industri dan punya keinginan untuk turut terjun ke dalamnya. Hal tersebut tak terkecuali dengan Dyandra Global Edutainment, salah satu pemain besar dalam bisnis event organizer di Indonesia.

Terjun ke dalam ekosistem esports, mereka meluncurkan brand yang bernama DGaming atau Dyandra Gaming. DGaming akan bergerak di bidang penyelenggaraan event esports dalam bentuk kompetisi. Dalam acara media gathering yang diselenggarakan pada jumat (5 Juli 2019) lalu, Percy Gorat, Sales Manager Dyandra Global Edutainment yang merupakan Project Manager untuk inisiatif DGaming, menjelaskan beberapa hal seputar DGaming.

Sumber: dyandragaming.com
Sumber: dyandragaming.com

“Kami akan menyelenggarakan kompetisi-kompetisi, namun fokus kami kepada segmentasi grassroot atau komunitas. Sebagai percobaan pertama, kami menyelenggarakan kompetisi PUBG Mobile secara berseri, yang berlangsung setiap akhir pekan.” Percy Gorat dalam sesi presentasi menjelaskan.

Percobaan pertama DGaming untuk terjun ke dalam ekosistem esports adalah lewat gelaran kompetisi PUBG Mobile yang diberi nama Lone Wolf Chicken Battle. Konsep kompetisi ini yang disajikan oleh DGaming terbilang cukup baru.

Kalau biasanya kompetisi diselenggarakan dengan format squad, Lone Wolf Chicken Battle hadir dengan format kompetisi solo. Tetapi menariknya, kendati merupakan kompetisi solo, Lone Wol f Chicken Battle dilangsungkan dengan format seri. Satu seri kompetisi Lone Wolf Chicken Battle diselenggarakan selama satu bulan lamanya.

Pada pekan-pekan awal, kurang lebih ada 4000 pemain disaring untuk mendapatkan tempat bertanding di babak final. Setelah melalui proses penyaringan, tersisa 80 pemain untuk bertanding memperebutkan hadiah utama. Karena pertandingan ini menggunakan format solo, maka hanya ada satu pemenang di dalam kompetisi ini.

“Sejauh ini antusiasme komunitas terhadap event ini terbilang cukup besar. Total target peserta kompetisi Lone Wolf Chicken Battle adalah 4000 pemain, dan sejauh ini sudah ada sekitar 1500 pemain terdaftar. Menariknya, kebanyakan peserta malah datang dari daerah, bukannya kota-kota besar.” Percy menjelaskan.

Sumber: Instagram @dgaming.esports
Sumber: Instagram @dgaming.esports

“Untuk rencana ke depan tentunya event organizer masuk ke dalam salah satunya. Namun untuk rencana jangka panjang, kita juga ada rencana dalam pembuatan platform yang bisa membantuk para gamers lebih mudah untuk bergabung ke dalam kompetisi.” Jawab Percy menjelaskan soal rencana DGaming.

Dyandra Global Edutainment merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang event organizer. Merupakan bagian dari Kompas Gramedia, Dyandra Group terkenal lewat beberapa gelaran acara eksibisi besar di Indonesia; yang mungkin sudah pernah Anda dengar atau hadiri. Beberapa portfolio event yang pernah digelar oleh Dyandra adalah, Indonesia International Motor Show, gelaran musik Synchronize Fest, atau acara eksibisi seperti Garuda Travel Fair.

Kehadiran DGaming dari Dyandra Global Edutainment tentu akan menambah keras persaingan esports event organizer di Indonesia. Sejauh ini, sebenarnya sudah ada cukup banyak penyelenggara event esports di Indonesia.

MET Events atau ESL Indonesia, masih menjadi dua nama yang disegani dalam hal persaingain EO esports di Indonesia. Belum lagi nama Revival TV, yang terkenal kuat dalam hal komunitas, yang juga tak bisa diremehkan dan tetap harus diperhitungkan di dalam persaingan ini. Akankah nantinya Dyandra Global Edutainment lewat DGaming dapat menyaingi nama nama besar tersebut?

 

 

BOOM.ID CS:GO Tambahkan Roseau dan Flipzjdr ke dalam Roster

BOOM.ID mengumumkan roster CS:GO terbarunya. Sebelumnya, tim berjulukan #HungryBeast ini ditinggal dua pemainnya, Harry “6fingers” Tjahjadi dan Iqbal “Kyloo” Mauldhan, kini mereka menemukan sosok yang cocok sebagai pengganti mereka.

Lewat sebuah video yang diposting lewat facebook page resmi, BOOM.ID mengungkap sosok Agil “Roseau” Baskoro dan Saibani “fl1pzjder” Rahmad untuk mengisi kekosongan di dua posisi yang ditinggal tersebut. Dua pemain ini terkenal sebagai salah satu dari beberapa pentolan di kancah CS:GO Indonesia.

Sosok Roseau pertama kali muncul ke permukaan pada tahun 2014, saat ia bermain bersama tim NXL>. Sejak saat itu, Roseau menunjukkan talentanya yang sangat luar biasa, sehingga menjadi sorotan di kancah CS:GO lokal. Ojan selaku general manager BOOM.ID, bahkan menyebut Roseau sebagai “Salah satu pemain terbaik Indonesia untuk saat ini”.

Sumber: hltv.org
Sumber: hltv.org

Sempat singgah dengan tim Recca Esports untuk beberapa saat, Roseau sudah mengumpulkan berbagai macam prestasi sepanjang karirnya. Ia pernah menjuarai ZEN Esports Network Season 1 di tahun 2017, masuk 8 besar di kompetisi Zowie eXTREMESLAND, dan hampir menjadi juara di dalam gelaran ROG Masters 2017.

“Gue merasa BOOM.ID adalah tim paling berpotensi buat makin berkembang sih. Mereka emang lagi rising juga sejak tahun kemarin.” Ucap sosok yang akrab disapa Agil, mengomentari soal tim BOOM.ID. “Harapannya, semoga bisa menghasilkan achievment dengan teammate baru gua dan kita bisa tetap mewakili INdnoesia lagi di kancah internasional atau tetap juara di ranah scene CS:GO lokal.” kata Roseau, mengutip dari rilis resmi BOOM.ID.

Soal alasan kepindahannya dari Recca Esports ke BOOM.ID, Agil terbilang tidak bicara banyak. “Kenapa gue pindah? Karena pengen coba sesuatu yang baru dan coba suasana baru aja sih.” jawab Agil kepada tim redaksi Hybrid.

Dua pemain ini mungkin bisa dibilang sebagai dua talenta terbaik CS:GO Indonesia untuk saat ini. Lewat rilis resmi, Ojan juga menjelaskan alasan kenapa mereka berdua yang direkrut. “Meski masih muda, Bani memiliki kemampuan yang dibutuhkan BOOM.ID untuk menjadi Sniper, menggantikan Kyloo. Sementara Roseau, saya rasa kita semua tahu kalau Roseau adalah salah satu pemain terbaik Indonesia untuk saat ini.”

Sumber: boomid.gg
Sumber: boomid.gg

Dengan roster terbarunya, divisi CS:GO BOOM.ID, akan bersiap untuk bertanding di dalam gelaran kualifikasi MSI MGA 2019 Qualifiers. Berikut roster lengkap CS:GO BOOM.ID:

  • Aaron ‘Mindfreak‘ Leonhart
  • Dwi ‘Gruvee‘ Prasetyo
  • Jason ‘f0rsakeN‘ Susanto
  • Agil ‘Roseau‘ Baskoro
  • Saibani ‘fl1pzjder‘ Rahmad

Akankah penambahan Roseau dan Flipzjdr ke dalam divisi CS:GO BOOM.ID membuahkan prestasi yang baik? Akankah divisi CS:GO dapat mengikuti jejak divisi Dota 2, yang kini sedang bertarung memberebutkan kursi di The International 2019? Mari kita doakan yang terbaik untuk BOOM.ID, agar CS:GO Indonesia bisa menunjukkan taringnya di komunitas internasional.

Nike Teken Kontrak Kerja Sama dengan FURIA, Organisasi Esports asal Brazil

Organisasi esports asal Brazil, FURIA, mengumumkan kerja sama jangka panjang bersama Nike. Seragam baru hasil kerja sama antar keduanya ini dikenakan pada tanggal 2 Juli 2019, pada gelaran esports CS:GO, ESL One Cologne.

Kolaborasi ini sangat menarik karena 2 hal. Pertama, Nike adalah brand pakaian olahraga (sportswear) terbesar di dunia. Kedua, ini kali pertama Nike kerja sama dengan tim esports. Meski begitu, hal ini bukanlah pertama kalinya Nike melirik ke esports.

Mereka sudah memberikan dukungan kepada pemain legendaris League of Legends (LoL) dari Tiongkok, Jian “Uzi” Zihao di 2018. Selain itu, Nike juga sudah menandatangani kesepakatan rekanan selama 4 tahun dengan TJ Sports untuk liga LoL Tiongkok (LPL).

Dalam artikel yang dirilis di situs mereka sendiriJaime Pádua F. Filho, CEO dari FURIA Esports mengatakan, “kontrak dengan Nike ini bisa dibilang sebagai pionir tersendiri dan menambahkan kredibilitas sekaligus kesinambungan dari proyek kami. Dengan dukungan Nike, kami akan melanjutkan pekerjaan kami mewujudkan banyak impian dan membentuk atlet-atlet hebat dengan kerja keras, talenta, dan daya juang. Kami sudah berhasil menjalankan ini di CS:GO dan kami berharap bisa mengaplikasikannya ke aspek lainnya.”

Selain CS:GO, FURIA sendiri memang punya beberapa divisi game sseperti PUBG dan Dota 2. Selain itu, mereka juga punya FURIATV yang diklaim sebagai kanal streaming terbesar di dunia yang dimiliki oleh tim esports.

Sumber: Dexerto
Sumber: Dexerto

FURIA sendiri memang bisa dibilang tim CS:GO yang cukup besar dari Amerika Latin. Namun demikian, tim yang dibentuk pada bulan Agustus 2017 ini belum pernah menorehkan sejarah sebagai juara Major (karena baru Cloud9, tim di luar Eropa, yang pernah menjadi juara Major CS:GO).

Menurut statistik sendiri, pada saat artikel ini ditulis, FURIA berada di peringkat 7 dunia, menurut versi HLTV.

Lalu, kira-kira bagaimana dengan di Indonesia ya? Sampai hari ini, mungkin peluang terbesar kerja sama antara brand industri olahraga dan esports di Indonesia ada di Bali United, tim sepakbola yang punya IOG Esports. Pasalnya, mereka harusnya sudah punya kedekatan dengan brand-brand olahraga besar yang ada di Indonesia.

Gandeng Komunitas, ESL Indonesia Selenggarakan R6S Community Cup

Sejak tahun 2018 lalu, esports mobile games boleh saja menjadi primadona di kalangan gamers Indonesia. Tetapi bukan berarti komunitas gamers PC hanya berpangku tangan, dan hanya jadi penonton dari hingar bingar esports mobile games yang sedang besar-besarnya.

Salah satu komunitas yang belakangan giat bergeliat di tingkat akar rumput adalah R6IDN, atau komunitas game Rainbow Six: Siege, besutan dari Ubisoft. Komunitas ini termasuk salah satu yang giat mengadakan aktifitas. Contoh kegiatan komunitas ini adalah R6IDN Community Cup yang diselenggarakan secara mandiri oleh komunitas.

Sumber: R6 IDN Official Media
Sumber: R6 IDN Official Media

Giatnya aktifitas komunitas ini ternyata berhasil memincut hati salah satu penyelenggara event esports terbesar di dunia, ESL. Lewat sub-bagian ESL Indonesia, organizer asal Jerman ini menjawab rasa haus komunitas akan kompetisi, menggelar ESL R6S Community Cup.

Kompetisi ini diselenggarakan pekan depan, tepatnya mulai selasa, 9 Juli 2019. Hal ini segera menjadi perhatian bagi komunitas, terutama komunitas R6IDN. Bobby Rachmadi Putra, selaku founder komunitas R6 IDN memberikan komentarnya tersendiri atas terselenggaranya kompetisi ini.

“ESL R6S Community Cup pertama ini merupakan inisiatif untuk menunjukkan geliat komunitas R6 Indonesia kepada khalayak gamers umum.” jawab Bobby. “Ke depannya, ESL dan komunitas R6IDN sedang mempersiapkan beberapa hal, termasuk event yang dijamin akan membuat penikmat esports Indonesia TERKEJOED! Hahaha.” tambah Bobby sembari sedikit bercanda.

Sejauh ini R6IDN memang terbilang masih berjalan secara mandiri dengan satu dan dua dukungan dari Ubisoft sendiri. Selain Community Cup, komunitas R6 IDN juga sudah menggarap beberapa aktifitas kompetisi secara mandiri. Salah satu yang cukup besar adalah gelaran R6S Star League, kompetisi lokal dengan peraturan ala ESL R6S Pro League, dan memiliki format liga dengan pembagian 3 divisi berbeda.

Sumber: ESL Indonesia Official Page
Sumber: ESL Indonesia Official Page

Beberapa hal tersebut juga menjadi alasan pergerakan ESL mendukung kemajuan scene R6 di Indonesia. “Kami ingin membangun komunitas dari semua game. Tidak hanya game populer saja, lebih utama, kami ingin membangkitkan komunitas game triple A.” Stefano Adrian, Project Manager dari ESL Indonesia.

“R6IDN adalah komunitas yang sangat solid dan kita ingin bersama-sama membangun ekosistem esports R6S di Indonesia. Saat ini esports R6S di Indonesia sudah jauh lebih berkembang. Selain dari ESL R6S Community Cup, kami juga ingin raise awarness kepada pemain FPS Indonesia lewat ESL R6 Pro League Asia Pasific.” Stefano menjelaskan lebih lanjut seputar rencana ESL untuk perkembangan esports R6S di Indonesia dan Asia.

Pergerakan ESL yang satu ini, tentu menjadi angin segar bagi penikmat esports game PC di Indonesia. Saya sendiri sudah sejak lama berharap, ada lebih banyak perhatian kepada esports game PC. Terutama untuk komunitas seperti R6IDN yang memang aktif dan punya pemain-pemain hebat yang berprestasi seperti Tim Scrypt.