Melihat Perjuangan Atlet dari Sudut Pandang Psikologi Esports

“Wah enak ya cuma main game doang bisa dapat uang” kalimat tersebut cukup sering dikatakan oleh orang awam, ketika melihat profesi gamers profesional. Maksud saya gamers profesional di sini adalah mereka yang bermain game dibayar untuk bertanding di ajang kompetitif. Jadi kata gamers profesional di sini tidak termasuk game streamer atau pun youtuber game yang tidak berprofesi sebagai atlet esports.

Masyarakat awam, atau mungkin bahkan gamer itu sendiri, sering salah kaprah mengira bekerja sebagai gamer profesional itu mudah serta menyenangkan. Padahal profesi ini seperti profesi lainnya, memiliki kesulitan dan tantangannya tersendiri. 

Hybrid sempat membahas bagaimana beratnya menjadi atlet esports yang terbaik, berikut dengan berbagai pengorbanan yang harus dilakukan oleh para atlet. Tingkat stres menjadi seorang atlet esports terbilang cukup tinggi, mengingat mereka harus bangkit melawan banyak hal; diri sendiri, tim musuh yang dihadapi, dan gempuran nyinyiran para haters.

Beberapa waktu yang lalu kita juga melihat bagaimana perjuangan BOOM.ID di Bucharest Minor berakhir di luar ekspektasi. BOOM.ID dianggap menyerah terlalu dini ketika harapan dalam pertandingan melawan TeamTeam sebenarnya masih ada. Hal ini segera mendapat perhatian dari komunitas dota internasional dan ditulis sebagai “most bizarre ending in Dota 2 History” oleh joinDOTA, salah satu laman situs komunitas Dota 2 yang diakui khalayak Dota internasional.

Ini segera menjadi santapan hangat bagi para netizen. Mereka langsung saja sekuat tenaga memberikan komentar negatif kepada salah satu tim Dota 2 Indonesia ini, yang bisa dibilang sebagai tim dengan komitmen paling tinggi. Namun apakah BOOM.ID berhak atas semua omongan buruk para haters dan juga netizen hanya karena satu momen buruk tersebut?

Menilik Kerasnya Perjuangan Atlet esports Dari Sudut Pandang Psikologi Olahraga

Sumber: today.line.me
Yohannes Paraloan Siagian saat menghadiri konferensi pers JD.ID High School League. Sumber: Line Today

Mencoba melihat dari sudut pandang lain, saya penasaran ingin melihat kasus ini dari sudut pandang psikologi. Walau psikologi esports adalah hal yang krusial dan tidak mudah, namun sayang kerap dianggap remeh. Kebanyakan orang biasanya langsung sampai pada kesimpulan bahwa seorang pro player “harusnya” punya mental yang mantap. Nyatanya, mentalitas setiap orang berbeda-beda, latihan keras bertahun-tahun tak lantas membuat mental seorang manusia jadi unbreakable.

Untuk menjawab hal tersebut Hybrid mewawancarai Yohannes Paraloan Siagian S.Psi. Sosok yang akrab disapa Joey ini terkenal di dunia esports karena jabatannya sebagai Kepala Sekolah SMA 1 PSKD, sekolah pertama di Indonesia yang memiliki program pembinaan esports. Joey bercerita bahwa dirinya sudah hampir 20 tahun menjadi praktisi di bidang psikologi olahraga. Ia punya pengalaman membina dan melatih atlet serta remaja, bahkan beberapa yang ia latih pernah mewakili Indonesia di tingkat tim nasional.

Melihat apa yang terjadi pada BOOM.ID dalam game pertama melawan TeamTeam, Joey mengatakan bahwa nyatanya kesalahan tersebut sebenarnya bukan soal BOOM.ID saja. Menurut pengamatannya pada keadaan itu, kedua tim sebenarnya melakukan kesalahan yang sama. Hanya saja BOOM.ID ketika itu kelihat lebih salah, karena mereka yang kalah gara gara keadaan tersebut. Penyebabnya? Menurut Joey hal tersebut dikarenakan mereka yang tidak sadar dengan keadaan, tidak fokus main sampai permainan benar-benar selesai.

Sumber: nytimes.com
Sumber: The New York TImes

Menurutnya keadaan tersebut bisa terjadi karena beberapa faktor, salah satunya adalah soal disiplin dan fokus. Untuk menjelaskan hal tersebut, Joey lalu meminjam analogi dari olahraga bola basket yang punya istilah “play to the buzzer”. Istilah ini digunakan untuk menyebut mentalitas permainan yang memaksa pemain untuk tetap fokus bermain, sampai bel babak terakhir berbunyi, tanpa perlu memikirkan hasil. Jadi, menurutnya, kasus tersebut bisa terjadi karena mentalitas itu kurang terlatih, baik di dalam tim BOOM.ID ataupun TeamTeam itu sendiri.

Lalu bagaimana dari sisi psikologi dan mentalitas? Joey menjelaskan lebih lanjut bahwa keadaan psikologis atau mental dari setiap atlet, termasuk atlet esports, memiliki batasan tenaga serta daya tahan. Seperti fisik, kekuatan mental juga butuh istirahat agar bisa kembali prima. Jadi secara umum mental juga dapat mengalami kelelahan atau disebut juga sebagai Mental Fatigue. Keadaan mental fatigue bisa terjadi pada atlet jika mereka mengalami tekanan yang sangat tinggi, namun kekuatan serta stamina mental mereka sudah tak sanggup menahan segalah hal tersebut.

Mengutip tulisan psikolog bernama Karen Nimmo dari medium.com, ada beberapa indikator ketika mental fatigue terjadi pada atlet. Menurutnya dalam keadaan mental fatigue, atlet akan lebih sering melakukan kesalahan, sulit untuk fokus, overthinking terhadap segala hal yang menciptakan keresahan, pergerakan kaku sehingga performa menurun, kehilangan motivasi, serta munculnya pikiran buruk yang membuat atlet takut salah bahkan dalam melakukan hal yang ia sangat mahir.

Sumber: knowtechie.com
Sumber: KnowTechie

Kompetisi sebesar Bucharest Minor merupakan kompetisi dengan tekanan mental yang sangat tinggi. Ada beberapa faktor penyebab kompetisi ini memberi tekanan mental tinggi, seperti panggung besar, sorotan khalayak Dota internasional, lawan kelas berat, serta tanggungan beban membawa nama baik negara sendiri. Menghadapi kompetisi ini, jelas seorang atlet esports harus memiliki kekuatan mental yang besar serta stamina mental yang tinggi; agar tidak mengalami mental fatigue dan bisa mengeluarkan performa konsisten sepanjang kompetisi.

Menutup obrolan, saya menanyakan soal pentingnya kehadiran pelatih mental di dalam sebuah tim esports? “S-A-N-G-A-T!!” Jawab Joey semangat. Ia mengatakan bahwa aspek tersebut harus ada di dalam program pelatihan esports, karena esports layaknya olahraga, bukan hanya soal fisik tapi juga mental yang prima. “Tim apapun yang mengabaikan aspek mental ibarat membangun rumah dengan mengabaikan beberapa tembok kemudian bingung kenapa rumah tersebut bisa roboh” ucap Joey.

Cerita Atlet Esports Senior Soal Tekanan Mental di Dalam Sebuah Kompetisi

Sumber: mineski.net
Koala (Pojok kiri) bersama tim Rex Regum Qeon saat memenangkan Kaskus Battle Ground musim pertama. Sumber: Mineski.net

Tak adil rasanya jika kita tidak melihat dari sisi pengalaman sang atlet esports itu sendiri. Menjawab hal ini saya menanyakan pendapat salah satu atlet esports Dota 2 legendaris. Pemain yang jadi narasumber untuk artikel ini adalah seorang pemain senior yang terakhir kali bermain di dalam tim Rex Regum Qeon, yaitu Farand ‘Koala’ Kowara. Koala berkarir di dunia esports Dota 2 sejak dari lama, sekitar tahun 2006, dan ia sudah menghadapi kerasnya jagat kompetisi DotA bersama tim XcN, ketika bahkan Dota 2 belum rilis. Dulu ia juga bahkan sempat memenangkan MGC 2008 di Tiongkok saat masih bergabung di Fnatic.

Sejak tahun 2017 lalu, Koala sudah gantung keyboard dan memilih untuk undur diri dari jagat kompetitif Dota 2. Alasan ia gantung keyboard adalah untuk memberi kesempatan kepada pemain-pemain muda agar dapat menunjukkan bakatnya. Namun pensiun bukan berarti Koala sepenuhnya mundur dan tidak mengamati situasi dalam jagat kompetitif Dota.

Saya pun menanyakan soal pendapatnya terhadap apa yang terjadi dalam pertandingan BOOM.ID melawan TeamTeam di Bucharest Minor 2019. Koala juga turut mengakui bahwa situasi yang mereka alami tersebut merupakan situasi penuh tekanan. Tak heran jika mereka secara tim keseluruhan mengalami panik sampai akhirnya menciptakan keadaan tersebut.

Sumber: duniagames.co.id
Sumber: Dunia Games

Berangkat dari kasus tersebut, saya melanjutkan perbincangan membicarakan soal bagaimana sebenarnya tekanan dari menjadi seorang atlet esports. Koala menceritakan pengalamannya sendiri sambil menceritakan cerita kawan-kawannya yang juga berjuang di jagat esports Dota 2.

Menurutnya soal tekanan itu tergantung dari masing-masing orang, seberapa serius mereka menekuni dunia esports. “Tetapi jika sudah mencapai tingkat profesional tangapannya pasti berbeda, mereka dituntut untuk menang, ada hak dan kewajiban, belum lagi kalau kalah dibacotin, tapi balik lagi ke kekuatan mental individunya sendiri, ada yang bisa aja nggak kuat lalu merasa tertekan ada yang cukup kuat jadi biasa aja.” Tambah Koala.

Ia juga mengamini bahwa tekanan pertandingan di atas panggung itu jauh berbeda, tentunya tidak sebanding jika dibandingkan dengan sebuah game MMR di Dota 2. “Balik lagi ke momen BOOM, kalau game MMR gue yakin mereka pasti bisa sadar dengan keadaan. Tapi ini beda, ini tanding di panggung, tekanannya sudah jelas beda. Hal itu nggak cuma dialami BOOM kok, semua tim juga kaya itu” jelas Koala.

Sumber: dota2.com
Sumber: Dota 2 Blog

Bicara soal tekanan di dalam pertandingan Koala pun menceritakan bahwa dirinya sendiri cukup sering mengalami hal tersebut. “Hal kaya gitu sering banget, hampir setiap kali qualifier besar atau final kompetisi pasti ada pressure mental kaya gitu” cerita Koala. Ia melanjutkan bahwa seberapa besar tekanan dalam tim, itu tergantung seberapa besar tim tersebut peduli dengan ekspektasi orang sekitar, serta seberapa besar keinginan suatu tim untuk menang. Semakin besar pemain atau tim tersebut peduli dengan faktor eksternal dan internal tersebut, bukan tidak mungkin tekanan yang dialami akan semakin tinggi.

Lalu bagaimana cara untuk menghadapi keadaan penuh tekanan seperti ini? Setiap individu tentu punya cara dan siasatnya tersendiri, juga tergantung dari kekuatan serta stamina mental seseorang. Koala cerita ia punya cara yang cukup sederhana. “Just play and have fun, gak usah mikirin hasil, main dan lakukan yang terbaik” jawab Koala menutup obrolan kepada Hybrid.

Jika melihat bagaimana tim esports Indonesia kerap gagal ketika main di panggung internasional, saya merasa memang sudah saatnya menghadirkan sosok psikolog atlet. Terkait hal itu Joey juga menjelaskan bahwa memang tak harus selalu ada coach khusus mental yang merupakan lulusan psikologi. Menurutnya coach rangkap teknis dengan mental pun tak apa, selama ia mengerti serta mau belajar soal psikologi dan mentalitas atlit di dalam sebuah pertandingan.

Bagaimanapun jika melihat kemampuan bermain atau kerjasama permainan atlet-atlet Indonesia, mereka semua tak bisa dikatakan buruk; malah kadang bisa jadi lebih bagus dari pemain internasional. Terbukti beberapa pemain Indonesia skill-nya diakui oleh khalayak esports internasional, Hansel “BnTeT” Ferdinand dari CS:GO atau Kenny “Xepher” Deo dari Dota 2 contohnya.

Akhirnya, pelatihan mental dan pemahaman psikologi esports yang dilakukan sama kerasnya dengan pelatihan skill bermain tentunya akan membuat lebih banyak lagi para pemain Indonesia yang sukses menggaungkan namanya di tingkat dunia. Meski memang, hal ini juga akan kembali lagi ke kecepatan masing-masing pemain dalam menyerap berbagai pelatihan tersebut.

Tak Mau Kalah dari Audi-Astralis, Mercedes-Benz Sponsori SK Gaming

Industri esports di barat sana mungkin bisa dibilang sudah hampir sama besar dengan industri olahraga. Hal tersebut terlihat salah satunya dari banyaknya brand besar yang sudah berinvestasi ke klub esports. Sebelumnya, Puma bekerjasama dengan Cloud9 sedangkan OnePlus dengan Fnatic yang menjadi sponsor utama dan muncul sebagai logo di dada.

Ternyata gelombang dukungan brand terhadap industri esports tidak berhenti sampai situ saja. Baru-baru ini ada tim esports lain yang mendapat kepercayaan tersebut. Ia adalah organisasi SK Gaming yang bekerja sama dengan salah satu merek mobil mewah Mercedes-Benz. Bukan hanya itu saja, SK Gaming juga bekerja sama dengan salah satu klub sepakbola Jerman, yaitu FC Koln.

Sumber: dexerto.com
Sumber: SK Gaming

Kerjasama ini muncul dalam bentuk investasi. Menurut Esports Insider, SK Gaming dikatakan melepas 67% saham mereka kepada dua brand tersebut. Sebagai bentuk dari kerjasama yang terjadi, logo dari Mercedes-Benz akan muncul di bagian depan jersey SK-Gaming sebagai logo dada dan ada tagar #effzeh sebagai logo lengan yang merupakan bentuk promosi branding dari tim FC Koln.

Terkait hal tersebut, Bettina Fetzer, VP Marketing Mercedes-Benz mengatakan kepada Esports Observer “Kami kagum dengan antusiasme generasi muda terhadap professional gaming. Kami juga kagum terhadap minat dari media baru ini (esports), serta bentuk komunikasi antar fans di dalam komunitas”

Mobil Mercedes dengan logo tim yang jadi cara marketing Mercedes dalam gelaran ESL Dota 2 Sumber: vpesports.com
Mobil Mercedes dengan logo tim yang jadi cara marketing Mercedes dalam gelaran ESL One Katowice 2018. Sumber: VPEsports

Ini bukan kali pertama Mercedes-Benz turut mendukung industri esports. Mereka sendiri pertama kali masuk industri esports dengan melakukan rekanan dengan salah satu penyelenggara esports terbesar di dunia yaitu ESL, tahun 2017. Sejak saat itu Mercedes-Benz selalu muncul di berbagai kompetisi ESL, bahkan menjadi salah satu hadiah bagi MVP dalam kompetisi Dota 2 dari ESL.

SK Gaming sendiri merupakan salah satu organisasi esports tertua di dunia. Pertama kali berdiri di Jerman pada tahun 1997, SK Gaming selama ini terkenal sebagai organisasi esport terkuat di CS:GO.

Sedangkan untuk pemain raksasa dari industri otomotif lainnya yang telah masuk ke esports adalah Audi yang sudah lebih dulu meminang salah satu tim terkuat di CS:GO lainnya asal Denmark, Astralis.

10 Brand Non-Gaming Terbesar yang Telah Terjun ke Esports

Industri esports di Indonesia di tahun 2018 memang sedang lucu-lucunya dan begitu menggemaskan. Berbagai pelaku industri lokal ramai-ramai menjamah esports. Namun demikian, sejumlah raksasa industri internasional sudah lebih dulu icip-icip manisnya pasar esports dunia.

Siapa sajakah raksasa-raksasa industri global yang turut mengambil peran membesarkan ekosistem esports di dunia? Mari kita intip satu persatu.

Mercedes-Benz

Sumber: ESL
Sumber: ESL

Produsen mobil kelas premium asal Jerman ini sudah cukup lama terjun ke esports. Mereka pertama kali terjun ke esports lewat ESL One Hamburg 2017, salah satu kompetisi Dota 2 besutan ESL yang menyuguhkan total hadiah sampai dengan €1 juta.

Menariknya lagi, Mercedes-Benz juga memberikan mobil buat pemain terbaik alias MVP di sejumlah gelaran ESL, seperti ESL One Katowice 2018 ataupun ESL One Birmingham 2018. Selain Mercedes-Benz, Audi juga sudah terjun ke esports dengan menjadi sponsor tim CS:GO kelas berat, Astralis.

Head & Shoulders

Brand shampo ini memang baru-baru saja bersinggungan dengan esports. Tak seperti Mercedes-Benz yang jadi sponsor turnamen, Head & Shoulders mencoba menggunakan brand ambassador dari ranah esports.

Brand ambassador pertama dari esports yang mereka pilih adalah Roman “RAMZES666” Kushnarev yang merupakan jagoan Dota 2 dari Rusia dan pemain Virtus.pro.

Head & Shoulders sendiri sebenarnya sudah sering menggunakan brand ambassador sebagai salah satu strategi marketing mereka. Namun sebelum-sebelumnya, mereka menggunakan selebriti ataupun atlit olahraga seperti Lionel Messi.

KFC

Sumber: EGG Network
Sumber: EGG Network

Jika Anda tidak tahu KFC, Anda mungkin kurang pergaulan. KFC adalah salah satu waralaba restoran terbesar di dunia yang terjun ke esports di 2018. September 2018 yang lalu, mereka juga mengikat kontrak dengan salah satu tim League of Legends paling bergengsi dari Tiongkok, RNG.

Sebelumnya, mereka mengumumkan kerjasama mereka dengan ESforce untuk menggelar turnamen Dota 2 di Rusia. Di Singapura dan Malaysia, KFC juga menjadi sponsor sebuah program yang bernama Alliance of Campus Esports (ACE). ACE merupakan sebuah program dari EGG Network yang bertujuan untuk mengembangkan ekosistem dan talenta esports di Malaysia dan Singapura.

Di Indonesia, KFC sudah mulai bersinggungan dengan industri gaming karena beberapa waktu lalu, mereka sudah bekerjasama dengan Moonton mengeluarkan paket makanan yang berhadiah skin di Mobile Legends.

Selain KFC, pesaing ketat yang sesama waralaba restoran, McD juga sudah terjun ke esports dengan menjadi sponsor di sejumlah kompetisi bikinan ESL.

AirAsia

Sumber: AirAsia
Sumber: AirAsia

Maskapai penerbangan asal Malaysia ini menjadi yang pertama dari industri aviasi yang terjun ke esports. Mereka juga sudah cukup lama melirik esports sebagai pasar yang menggiurkan.

Pada bulan Januari 2018, mereka resmi teken kontrak menjadi salah satu sponsor Mineski yang merupakan tim Dota 2 paling berprestasi asal Asia Tenggara.

Mereka juga terjun ke mobile esports dengan mengakuisisi tim Mobile Legends, yang sekarang bernama AirAsia Saiyan.

Snickers

Snickers merupakan salah satu raksasa industri F&B yang telah melek esports. Mereka bahkan telah menjadi sponsor salah satu EO esports terbesar di dunia, ELEAGUE, di 2016.

Snickers juga menjadi sponsor terbesar dan “Official Chocolate” untuk FlyQuest, sebuah organisasi esports yang berbasis di Amerika Utara.

RedBull

Sumber: Engadget
Sumber: Engadget

RedBull merupakan salah satu brand non-gaming pertama yang terjun ke esports beberapa tahun silam. Sekarang, mereka sudah memiliki sejumlah turnamen mereka sendiri untuk berbagai game, seperti Dota 2, Street Fighter, dan yang lainnya.

Red Bull juga bahkan sudah punya divisi media sendiri yang fokus membahas esports. Sampai sekarang, mereka juga boleh dibilang sebagai brand non-endemic yang paling aktif mendukung esports. Di London, mereka bahkan punya bar khusus untuk komunitas esports.

MasterCard

Sumber: Riot Games
Sumber: Riot Games

MasterCard merupakan salah satu raksasa dunia penyedia layanan pembayaran. September 2018 kemarin, mereka mengumumkan menjadi sponsor pertama untuk semua event internasional League of Legends.

MasterCard mulai jadi sponsor World Championship (kejuaraan paling bergengsi untuk game League of Legends) di 2018 ini sampai beberapa tahun ke depan.

Sebelum ke esports, MasterCard sendiri sudah cukup sering bersinggungan dengan banyak turnamen olahraga.

Coca-Cola

Sumber: Coca-Cola
Sumber: Coca-Cola

Brand paling populer di dunia ini juga tak ketinggalan garap pasar esports. Mereka telah menjadi sponsor untuk berbagai event esports beberapa tahun silam seperti LoL World Championship 2014.

Berkat kerjasama mereka dengan FIFA dan EA, mereka juga menaruh ‘iklan‘ mereka di Single Player Story Campaign di game FIFA 18.

Vodafone

Sumber: Vodafone
Sumber: Vodafone

Vodafone merupakan perusahaan telekomunikasi asal Inggris Raya yang menjadi Premium Partner dari ESL di bulan April 2018. Kerjasama tersebut berarti Vodafone akan menjadi sponsor di turnamen-turnamen unggulan dari ESL, seperti seri Intel Extreme Masters, ESL One, dan ESL Pro League.

Dalam rilis resminya,  Vodafone mengatakan bahwa kolaborasi dengan ESL menunjukkan bahwa jaringan internasional Vodafone telah menyatukan gamer dan fans esports di 25 negara.

Dalam rilis yang sama, Ralf Reichert, CEO ESL mengatakan, “Bersama dengan Vodafone, kami ingin menghubungkan lebih banyak orang dan merayakan perbedaan di esports dengan memastikan kondisi teknologi yang lebih baik bagi para pemain profesional, fans, dan karyawan dari ESL.”

20th Century Fox

Buat yang gemar menonton, Anda pasti tahu nama perusahaan yang satu ini. FOX merupakan raksasa industri hiburan dari Amerika Utara. Mereka juga pernah bersinggungan dengan esports saat mereka promosi film mereka, Deadpool 2.

Kala itu, mereka menggunakan satu tim esports asal Eropa, Unicorns of Love, untuk promosi Deadpool 2 di Jerman. Menariknya, Unicorns of Love juga mendapatkan sponsor yang tak kalah unik, yaitu BillyBoy; merek kondom dari Jerman.

Itu tadi 10 brand internasional besar yang sudah melirik ke esports. Masih banyak lagi sebenarnya yang sudah menggandeng ataupun baru main mata sama esports di luar sana.

Di ranah lokal juga telah ada berbagai brand non-endemic yang masuk ke ekosistem esports. Namun sayangnya, jumlahnya memang masih belum sebanyak di luar sana jika kita berbicara soal pemain industri dalam negeri non-endemic yang sudah tertarik ke esports. Lain waktu, kita akan menuliskan daftar tersebut ya!

PG.BarracX Wakili Asia Tenggara dalam Turnamen CEG Dota 2 Pro Series di Australia

Benua Australia memiliki hubungan yang hingga saat ini masih kurang dekat dengan Dota 2. Anda mungkin ingat bahwa secara umum ada enam wilayah kompetitif yang diakui di dalam Dota 2 Pro Circuit, yaitu Amerika Utara, Eropa, PNM, Tiongkok, Amerika Selatan, dan Asia Tenggara. Australia tidak termasuk di dalamnya.

Karena itulah kompetisi CEG Dota 2 Pro Series yang sekarang tengah berlangsung sangat penting bagi Australia. Kompetisi itu, yang diadakan oleh Convictus Esports Group (CEG), adalah kompetisi skala besar pertama di Australia. Lewat turnamen ini CEG ingin mendobrak iklim esports Dota 2 di sana yang tengah stagnan, caranya antara lain mendatangkan tim-tim terkenal dari seluruh dunia serta menawarkan hadiah yang besar.

PG.BarracX | Photo
PG.BarracX saat menjuarai Popcon Asia Celebration Tournament 2018 | Sumber: PG.BarracX

Misi membesarkan iklim Dota 2 di Australia

Turnamen CEG Dota 2 Pro Series menawarkan hadiah sebesar 50.000 dolar Australia (sekitar 539 juta rupiah). Tergolong kecil memang jika dibandingkan dengan turnamen Dota 2 Pro Circuit, di mana setiap turnamen Dota 2 Minor saja memiliki hadiah paling tidak 300.000 dolar Amerika (sekitar Rp4,48 miliar). Tapi menurut Alex Chang, Tournament Director CEG Dota 2 Pro Series, ini adalah perkembangan ke arah yang benar bagi dunia Dota 2 di Australia.

“Sponsor tidak mau berkomitmen karena (kecilnya) ukuran/kedewasaan skena (Dota 2 Australia), tapi para pemain sulit berkomitmen pada karier Dota 2 di Australia karena tidak adanya sponsor,” ujar Chang. Pemain Dota 2 Australia akhirnya lebih memilih berkarier di luar negeri, seperti ana (Anathan Pham) yang meraih gelar juara dunia bersama tim OG.

“Convictus bekerja dengan pendekatan high risk/high reward … saya percaya kekurangan turnamen-turnamen lain adalah aspek premium yang dimiliki acara serta tim-tim di dalamnya.” Bila pertaruhan Chang berhasil, Australia punya banyak talenta potensial yang dapat membuat iklim esports negara tersebut berkembang pesat.

Mineski | Photo
PG.BarracX harus siap menghadapi Mineski, juara Dota 2 Asian Championship 2018 | Sumber: Convictus Esports

Berita baik untuk ekosistem eSports di Indonesia

Babak kualifikasi CEG Dota 2 Pro Series untuk wilayah Asia Tenggara baru saja berakhir, dan ada kabar gembira untuk Indonesia. Salah satu tim asal Indonesia yaitu PondokGaming BarracX (PG.BarracX) ternyata berhasil lolos, menjadi wakil Asia Tenggara bersama tim Alpha Red asal Thailand. Dilansir dari detikInet, beberapa tim Indonesia lain juga ikut berpartisipasi, antara lain BOOM.ID dan EVOS Esports. Namun mereka masih belum beruntung.

PG.BarracX akan menghadapi tujuh tim lainnya dalam fase grup CEG Dota 2 Pro Series yang berlangsung mulai tanggal 7 Desember nanti. Dari delapan tim tersebut, enam di antaranya datang dari kualifikasi, sementara dua sisanya adalah tim undangan. Saat ini sudah dikonfirmasi bahwa tim Mineski yang berbasis di Filipina adalah salah satu undangan tersebut.

Sumber: Convictus Esports, Red Bull.