Team Liquid Lanjutkan Kerja Sama Dengan HUYA hingga 2022

Posisi Team Liquid sebagai salah satu organisasi esports terbesar di seluruh dunia mungkin sudah hampir tidak bisa dipungkiri lagi. Kisah sukses tim ini, salah satunya terjadi karena prestasi yang mereka dapatkan, hampir di semua lini game esports dunia, mulai dari fighting games, MOBA, hingga FPS.

Tidak heran jika banyak brand ingin bekerja sama dengan organisasi esports asal Belanda ini. Terakhir kali, mereka bekerja sama dengan dua brand, yaitu Marvel Comics untuk rilis merchandise Black Widow, dan kursi gaming Secretlab seraya merayakan ulang tahunnya yang ke-20. Kini yang terbaru, Team Liquid mengumumkan bahwa mereka telah memperpanjang kerja sama dengan platform streaming asal Tiongkok, HUYA, hingga tahun 2022.

Sumber: Team Liquid
Sumber: Team Liquid

Sebagai bagian dari perpanjangan kerja sama ini, wajah-wajah yang baru menjadi bagian dari Team Liquid akan melakukan streaming di HUYA untuk pertama kalinya.

Bagi kalian yang mungkin belum tahu HUYA merupakan salah satu platform streaming terbesar di Tiongkok. Walau terdengar cukup asing, namun HUYA sebenarnya sudah akrab di Indonesia dengan merek yang berbeda, yaitu Nimo TV.

Team Liquid dengan HUYA telah bekerja sama sebelumnya pada bulan Juni tahun lalu, yang berbentuk tayangan livestream para pemain Team Liquid divisi League of Legends, CS:GO, Apex Legends, Hearthstone, dan PUBG. Mengutip Esports Insider, ada 22 pemain dan konten kreator Team Liquid yang terlibat dalam perbaruan kerja sama ini.

Masih dari Esports Insider, lebih lanjut Mike Milanov COO Team Liquid memberikan pandangannya soal perpanjangan kerja sama ini. “HUYA tetap akan menjadi rekan Team Liquid paling penting dalam ekspansi kami ke Tiongkok. HUYA tak hanya membantu kami untuk bernavigasi di pasar streaming yang kompetitif di Tiongkok, tetapi juga membantu kami untuk memberi dampak yang terasa terhadap khalayak baru. Kami tak sabar untuk membuat konten dan pengalaman yang memorable kepada khalayak baru kami lewat kolaborasi ini.”

Sumber: Dean Takahashi - Venture Beat
Mike Milanov, COO Team Liquid, saat diwawancarai Venture Beat di fasilitas esports training center terbaru yang dibuat berkolaborasi dengan Alienware. Sumber: Dean Takahashi – Venture Beat

Ziyang Zhao (Peter) Vice President HUYA juga menambahkan. “Kami sangat senang bisa memperpanjang kerja sama dan melanjutkan kolaborasi kami dengan Team Liquid. Melalui HUYA, Team Liquid bisa terus menyajikan konten mereka kepada fans esports Tiongkok, dan mempertemukan serta mengkomunikasikan dua budaya yang berbeda lewat platform kami.”

Ini bukan pertama kalinya HUYA menggandeng ekosistem esports barat ke dalam sebuah kolaborasi. Sebelumnya mereka juga sudah bekerja sama dengan organisasi esports asal Eropa, Team Secret bulan lalu, dan melakukan kerja sama hak siar LCS dan LEC di pasar Tiongkok melalui platform mereka bulan Januari lalu.

Pensiunnya Uzi Adalah Tanda Pelaku Esports Harus Jaga Kesehatan Pemain

Beberapa hari lalu kabar mengejutkan datang dari liga LoL Tiongkok. Pemain Attack Damage Carry (ADC) tim Royal Never Give Up, Jian Zi-Hao (Uzi) mengumumkan bahwa dirinya pensiun sepenuhnya dari skena kompetitif League of Legends.

Lewat akun Weibo personal, Uzi menjelaskan alasannya pensiun adalah karena masalah kesehatan yang memang sudah menghantui dirinya sejak lama. “Karena stres kronis, diet tidak teratur, begadang semalaman, dan alasan lainnya, saya telah didiagnosa dengan diabtetes tipe II pada saat melakukan medical check-up pada tahun lalu.” tukas Uzi lewat Weibo personal miliknya.

https://twitter.com/ran_lpl/status/1268063047890792448

Pensiunnya seorang pemain ikonik layaknya Uzi sontak mengundang simpati dari berbagai pihak, terutama para pemain yang banyak bersinggungan dengan dirinya selama pertandingan. Yang terbaru, Lee Sang-Hyeok (Faker), lewat sebuah video menyatakan perasaannya soal pensiunnya Uzi.

“Saya sesungguhnya hampir tidak mau mempercayai berita tersebut, ketika mendengar soal Uzi pensiun. Terasa sangat menyedihkan mendengar dia pensiun, karena saya tahu Uzi selalu bekerja dengan sangat keras.” ucap Faker dalam sebuah video yang sudah ditranslasi ke dalam bahasa Inggris pada akun Twitter bernama iCrystalization.

https://twitter.com/iCrystalization/status/1269230945074384897

Bukan hanya dari sosok pemain, pensiunnya Uzi juga sampai membuat organisasi esports asal Tiongkok lainnya, Edward Gaming (EDG) menunjukkan kepedulian dengan membuat fasilitas Esports Health Management Center.

Mengutip dari Esports Observer, dikatakan bahwa fasilitas ini akan digunakan untuk menjaga empat aspek kesehatan bagi para pemain esports: diet makanan sehari-hari, latihan fisik, rehabilitasi cedera, dan pencegahan penyakit. “Pada tahun 2020, esports telah berkembang dengan sangat cepat, dan menjadi lebih profesional layaknya olahraga tradisional. Ini adalah alasan kenapa kami ingin memperbarui sistem perawatan kesehatan kami, dengan membuat sebuah pusat manajemen kesehatan.” ucap EDG dalam rilis.

Masalah kesehatan memang sudah menghantui Uzi sejak lama. Dalam video dokumenter Nike yang diterbitkan September 2019 lalu, Uzi bahkan sudah mengatakan, bahwa kemampuan tangan pemain ADC ini layaknya seseorang berusia 40-50 tahun walau dia sebenarnya baru berusia 23 tahun.

Soal kesehatan para pemain esports juga memang menjadi satu isu yang sejak lama menjadi perhatian di antara para pengamat. Karena pola hidup yang hanya duduk dan bermain game selama berjam-jam, para atlet esports menghadapi ragam risiko penyakit seperti kemungkinan terkena penyakit kardiovaskular, obesitas, gangguan tidur, dan lain sebagainya.

Pensiunnya Uzi tentu jadi momen berkabung, terutama bagi para penggemar esports League of Legends di Tiongkok. Saya sendiri berharap kejadian ini bisa meningkatkan kesadaran manajemen esports untuk tidak hanya “memaksa” para pemain bermain game demi “latihan”, tapi juga seraya memikirkan untuk menjaga kebugaran serta kesehatan jasmani dan rohani para atlet esports.

Apakah EVOS Membership Bisa Mengubah Lanskap Industri Esports Indonesia?

3 Juni 2020 yang lalu, WHIM Management (manajemen di balik EVOS Esports) resmi meluncurkan program keanggotaan terbesar di Asia Tenggara. Menariknya, pada awal peluncurannya kali ini, EVOS menawarkan 2 paket keanggotaan (gratis dan berbayar). EVOS Basic bisa didapatkan secara gratis sedangkan EVOS+ bisa Anda dapatkan setelah mendaftar EVOS Basic dan membayar sejumlah Rp450 ribu.

Saya pun menghubungi Ivan Yeo, CEO dari EVOS Esports untuk berbincang-bincang seputar program keanggotaan ini dan bagaimana program tersebut bisa mengubah kondisi industri esports Indonesia.

Di siaran pers yang kami terima, Ivan memang mengatakan bahwa program ini adalah bentuk komitmen dari EVOS untuk mendekatkan para atlet, influencer, dan penggemar EVOS. Mengingat saya sebenarnya kurang puas dengan jawaban tadi, saya pun menanyakan tujuan program membership ini langsung ke Ivan.

EVOS membership
Kartu member EVOS+. Sumber: EVOS Esports

Ivan pun menjawab, “di EVOS Esports, kami selalu mengeksplorasi cara-cara inovatif baru untuk memberikan nilai lebih kepada fans-fans kami. Dengan keanggotaan berbayar ini, hal tersebut memungkinkan fans-fans mendapatkan akses khusus ke berita ekslusif atau jadi yang pertama menonton konten-konten kami. Fans EVOS juga bisa membeli berbagai official merchandise eksklusif dan game voucher dari laman EVOS Membership. Mereka juga bisa berbagi aktivitas dan ide-ide komunitas.”

Selain itu, Ivan pun melanjutkan bahwa anggota yang berbayar bisa mengikuti perjalanan tim EVOS, lengkap dengan skor dari berbagai turnamen dan newsletter.

“Kami punya banyak sekali kabar baik yang sudah direncanakan dan akan kami bagikan saat kami siap.” Tambah Ivan.

Mendekatkan fans dengan para pemain dan tim yang mereka idolakan memang kedengarannya menarik. Namun demikian, di sisi lain, ada banyak hal yang bisa dicapai dengan program keanggotaan ini menurut saya pribadi.

Pertama, tentu saja pendapatan untuk EVOS dari biaya keanggotaan. Meski mungkin memang nilainya tidak seberapa, mengingat di tahun 2019 kemarin EVOS dikabarkan mendapatkan investasi sebesar US$4,4 juta dan total hadiah turnamen sebesar Rp6 miliar yang mereka dapatkan dalam setahun, pendapatan tersebut tetap bisa digunakan untuk sejumlah kebutuhan yang tidak terlalu besar nominalnya.

EVOS membership
Coach jacket yang akan didapatkan oleh anggota EVOS+. | Sumber: EVOS Esports

Keuntungan kedua yang bisa dicapai adalah soal pembuktian dan branding. Jika jumlah anggota berbayar EVOS memang cukup besar, hal ini menjadi bukti konkret bahwa fanatisme para pendukung EVOS memang memiliki nilai tersendiri. Angka tadi bisa dijual lagi ke para sponsor untuk meraih nilai kontrak yang lebih besar karena EVOS berhasil memberikan bukti konversi dari para pendukungnya — tak hanya soal awareness atau engagement yang biasanya ditawarkan oleh tim-tim esports.

Sebelumnya, soal konversi ini, EVOS juga sudah berhasil meraup setidaknya Rp150 juta lewat penjualan merchandise saat M1 dan MPL ID S4.

Ketiga, jika EVOS juga cukup jeli melihat peluang, ada satu hal lagi yang bisa dimanfaatkan dari program keanggotaan ini — baik berbayar ataupun gratis; yaitu data keanggotaan. Soal data di esports ini, Indonesia mungkin masih sedikit ketinggalan jika dibandingkan dengan industri esports di luar sana. Padahal, data bisa jadi begitu berharga. 

Saat ini, data-data yang ada di seputar industri esports Indonesia kebanyakan datang dari platform digital — Facebook dan Google. Namun faktanya, data-data tadi bisa jadi kurang akurat — siapakah yang belum pernah berbohong saat ditanya umurnya di dunia maya? Misalnya saat Anda dulu mengunjungi situs-situs yang tidak bisa saya sebutkan namanya di sini… Wkwakwakwakaw

Selain itu, data-data tadi masih kurang lengkap karena biasanya hanya soal usia dan jenis kelamin. Dengan program keanggotaan, pemetaan pasar esports bisa jadi kelihatan lebih jelas karena ada tambahan dimensi/perspektif yang bisa digunakan — selama memang dimanfaatkan dengan baik.

merchandise evos
Booth EVOS di M1. Dokumentasi: Hybrid

Kesuksesan program ini tentu saja juga bisa diukur dari jumlah fans yang bergabung dengan EVOS Membership. Lalu, berapakah jumlah anggota mereka sekarang? Berapa targetnya?

Saat kami berbincang, Ivan mengatakan bahwa sudah ada 100 ribu anggota yang tergabung dalam EVOS Membership — baik itu yang gratis dan berbayar. Sayangnya, ia tidak menyebutkan jumlah detailnya (berapa yang bayar dan berapa yang gratis). Sedangkan untuk targetnya, “kami menargetkan 1 juta anggota di akhir tahun 2020 ini, berdasarkan ledakan pertumbuhan industri esports di Indonesia.” Jelas Ivan.

Lebih lanjut Ivan pun menambahkan bahwa EVOS terbuka untuk membantu serta mengedukasi brand dan para profesional dalam memanfaatkan esports sebagai jembatan untuk terhubung dengan generasi Milenial dan Gen Z, yang sudah bergeser dari mengkonsumsi konten di media tradisional dan lebih aktif lewat esports.

Jika Anda membayar untuk menjadi anggota EVOS+, Anda memang akan mendapatkan sejumlah merchandise EVOS yang mungkin nilainya lebih besar dari harganya. Namun demikian, mungkin tidak sedikit juga fans esports yang tidak tertarik dengan jaket ataupun merchandise yang didapat saat jadi EVOS+ Member. Lalu bagaimana strategi mereka untuk meraih lebih banyak anggota?

Haha… Don’t really want to share. Other teams gonna do as well la. Hahaha…” Jawab Ivan sembari bercanda.

Di rilis yang kami terima, EVOS sebenarnya juga sudah menjelaskan ada beberapa keuntungan yang bisa didapat oleh anggota EVOS Membership. Berikut adalah daftar keuntungannya:

  1. Special deals dengan brand-brand yang bekerjasama dengan EVOS
  2. Konten eksklusif dari EVOS
  3. Undangan eksklusif ke event-event EVOS
  4. Special giveaway dari EVOS
  5. Merchandise eksklusif dari EVOS
  6. Potongan harga khusus di EVOS Goods
  7. Harga khusus pada in-game credits.

Meski memang kelihatannya menarik, apakah hal tersebut cukup untuk membuat fans-fans esports tanah air untuk bergabung, apalagi membayar?

Pasalnya, pasar esports Indonesia mungkin memang nyatanya lebih suka semua yang gratisan. Bahkan kebanyakan turnamen esports dalam negeri, khususnya esports mobile, tak berani menerapkan sistem tiket berbayar karena takut sepi pengunjung. Jika menonton langsung turnamen saja pasar tak mau merogoh kocek, apa yang bisa dilakukan EVOS untuk mendapatkan lebih banyak anggota berbayar?

Kita tunggu saja apakah Ivan dan rekan-rekannya dari EVOS punya strategi yang cukup jitu untuk membujuk lebih banyak orang untuk ikut program membership ini.

Andai saja program keanggotaan berbayar ini berhasil nanti. Apakah dampaknya terhadap industri esports tanah air?

“Hal ini akan memberikan dampak positif ke ekosistem esports di Indonesia. Jika program keanggotaan berbayar memang berhasil dilakukan oleh EVOS, hal ini akan membuat organisasi esports lebih sustainable. Di sisi lainnya, kesuksesan ini juga bisa menjadi bukti bahwa fans esports memiliki daya beli (buying power).”

Lebih lanjut Ivan pun menambahkan bahwa, di pasar global, Gen Z memiliki daya beli sebesar US$143 miliar dan akan menyumbang 40% dari total pengeluaran konsumen di 2020. Gen Z juga diprediksi akan mencakup 1/3 dari total populasi dunia. “Di Indonesia sendiri, jumlah pengguna aktif dari Gen Z meningkat 25% lebih cepat ketimbang pengguna yang lebih tua — menurut App Annie.” Tutup Ivan.

Saya setuju dengan pendapat Ivan tadi. Seperti yang pernah saya tuliskan saat mencoba memetakan pasar esports Indonesia, salah satu argumen yang digunakan adalah fanatisme penggemar esports yang sama seperti penggemar olahraga. Sayangnya, hal tersebut memang tidak ada bukti konkretnya. Apalagi mengingat fans esports Indonesia bahkan cenderung enggan membayar untuk menonton langsung tim kebangaannya bertanding — tidak seperti fans Persija yang rela merogoh kocek untuk membeli tiket.

Dokumentasi: Ivan Yeo
Ivan Yeo (kedua dari kiri) bersama dengan petinggi EVOS lainnya. Dokumentasi: Ivan Yeo

Jika EVOS berhasil membuat banyak fans-nya membayar EVOS+ berarti bukan pasar esports Indonesia yang tak punya daya beli — bisa jadi memang tawaran/umpannya saja yang tidak menarik untuk pasar.

Selain itu, secara makro, aliran dana di industri esports juga berarti bisa jadi lebih luas dari sebelumnya. Selama ini, aliran dana di esports itu memang terlalu sempit. Seringnya, atau malah selalu, aliran dana hanyalah turun dari sponsor brand/publisher ke event organizer atau ke tim esports. Jika EVOS berhasil menyakinkan banyak fans untuk menjadi member EVOS+, berarti aliran dana dari fans bisa diputarkan ke pelaku lain di industri ini.

Akhirnya, saya kira tantangan ini juga bukan hal yang mudah. Meyakinkan pasar yang lebih suka barang gratisan untuk membayar itu memang nyatanya tidak semudah yang dibayangkan. Apakah EVOS bisa berhasil dengan program keanggotaan berbayarnya?

Sumber Feat Image: MPL Indonesia

Afrika Selatan Punya Sim Driver Muda Berbakat, Junior McColl

Di tengah pandemi virus corona, semakin banyak turnamen balapan virtual yang diadakan. Jadi, tidak heran jika muncul bintang baru dalam dunia sim racing. Ialah Junior McColl, sim driver berumur 12 tahun yang berhasil masuk tiga besar dalam berbagai balapan virtual di Afrika Selatan.

Ketika ditanya oleh RedBull tentang apa yang Junior sukai dari sim racing, dia menjawab, “Semuanya.” Dia lalu menjelaskan bahwa ada banyak hal yang dia sukai tentang balapan virtual. Dia berkata, dia senang menonton Formula 1 dan Lewis Hamilton adalah pembalap favoritnya. Dia berharap, dia akan bisa menjadi pembalap F1 untuk Mercedes Benz. Setiap hari, dia bercerita, dia berlatih selama sekitar 2 jam. Terkadang, dia menghabiskan waktu latihan hingga 5 jam pada akhir pekan.

Junior memiliki kakak, Morgan McColl, yang juga merupakan pembalap muda yang kini ada di bawah naungan Toyota/Castrol Development Team. Junior yakin, dia akan bisa mengalahkan kakaknya pada akhir tahun. Saat ini, Junior dan Morgan masih harus saling berbagi simulator yang sama. Untungnya, sang ayah, Robert McColl mengatakan, Junior akan mendapatkan simulatornya sendiri dalam waktu dekat.

Junior McColl
Ilustrasi balapan virtual F1. | Sumber: F1.com

White Rabbit Gaming Sim Driver, Jason Absmeier mengaku bahwa Junior memiliki potensi. “Saya rasa, membiarkan anak 12 tahun beradu dengan kami para pembalap ‘tua’ adalah hal yang menarik. Melihat potensinya, saya merasa senang karena itu berarti, masa depan sim racing akan aman selama beberapa tahun atau mungkin beberapa dekade ke depan,” kata Absmeier, dikutip dari RedBull. “Saya berharap, akan ada perusahaan yang tertarik untuk membelikan simulator untuknya. Saat ini, Junior masih harus berbagi dengan kakaknya. Saya bisa membayangkan jika keduanya berebut simulator tersebut.”

Absmeier bukan satu-satunya pembalap Afrika Selatan yang mengakui bakat Junior. Pembalap White Rabbit Gaming lainnya, Bruno Cadilhe juga melihat bahwa Junior memiliki potensi. “Fakta bahwa Junior McColl masih sangat muda memang mengagumkan. Dia cukup dewasa walau masih ada banyak hal yang harus dia pelajari,” katanya. “Dia akan menjadi salah satu pembalap terbaik jika dia mau mencoba mengerti bagaimana caranya dia bisa berkendara dengan lebih cepat. Dia punya potensi. Dia akan memerlukan pelatih yang tepat agar dia bisa merealisasikan potensinya.”

Ketika diberitahu bahwa banyak orang menaruh perhatian padanya, Junior tampak agak terkejut. Sambil tertawa, dia mengaku bahwa dia tidak mengerti kenapa banyak orang yang tertarik dengan apa yang dia lakukan. Namun, dia tetap senang. Selain aktif dalam balapan virtual, Junior juga senang untuk bermain game NBA di PlayStation. Meskipun begitu, fokus utamanya tetaplah sim racing.

Sumber header: RedBull

[Exclusive Interview] Apa Rencana Riot Games untuk Valorant di Indonesia?

Tanggal 2 Juni 2020 lalu, Riot Games akhirnya secara resmi merilis game FPS buatannya, Valorant. Antusiasme para gamers terhadap Valorant terbilang cukup tinggi. Riot Games pertama kali mengumumkannya sebagai Project A pada ulang tahunnya yang ke-10, bersama dengan League of Legends versi Mobile (Wild Rift), game kartu Legends of Runeterra, dan sebuah proyek game fighting League of Legends.

Ketika Valorant pertama kali muncul ke permukaan pada April 2020 lalu, game ini segera mendapat perhatian yang begitu besar. Bahkan, Valorant berhasil mencatatkan rekor sebagai game dengan jumlah penonton terbanyak, dengan 1,7 juta pasang mata menyaksikan konten game ini pada platform game Twitch.

Kini, setelah Valorant rilis, banyak pertanyaan muncul. Bagaimana Riot merencanakan esports untuk Valorant? Apa langkah selanjutnya setelah banyak organisasi esports dan pihak ketiga berinvestasi ke dalam ekosistem Valorant? Dan yang paling penting, akankah ada dukungan bagi para komunitas dan ekosistem esports lokal Indonesia?

Membahas hal ini, saya berkesempatan untuk mewawancara Justin Hulog, General Manager Southeast Asia and Taiwan for Riot Games. Tapi sebelum itu, mari kita bahas singkat bagaimana proses Valorant hingga menjadi seperti sekarang.

Bagaimana Riot Games Membesarkan Valorant Sejauh Ini

Anda penggemar game PC, terutama genre MOBA, besar kemungkinan Anda tahu nama besar Riot Games. Mengasuh League of Legends dari game yang bukan siapa-siapa, bahkan awalnya ditentang keras oleh komunitas pemain Defense of the Ancients, hingga jadi salah satu yang terlaris dan terbaik saat ini.

Membawa nama besar Riot Games, tak heran jika Valorant memiliki ekspektasi serupa dari komunitas. Apalagi Anna Donlon, Executive Producer di Riot Games, kerap kali mengatakan bahwa dirinya dan tim pengembang Valorant ingin membawa game tersebut bertahan untuk jangka panjang layaknya League of Legends.

Punya tujuan yang besar, usaha Riot untuk mencapai itu juga tidak main-main. April 2020, Valorant memasuki fase beta. Mereka melakukan satu strategi yang juga jadi andalan EA saat ingin memperkenalkan Apex Legends, menggandeng para streamer Twitch.

Para kreator konten diajak menjadi rekan Riot Games untuk main dan menayangkan Valorant pada kanal mereka masing-masing. Lalu bagaimana nasib gamers lain yang ingin tahu dan coba Valorant? Mereka diajak menonton channel Twitch yang sudah menjadi rekan Riot Games, agar bisa mendapatkan beta-keys Valorant. Berkat strategi tersebut, Valorant berhasil memcahkan rekor jumlah penonton Twitch, mencapai 1,7 juta concurrent viewers.

Tidak hanya dari segi promosi saja, Riot Games juga menunjukkan bahwa keseriusan mereka dalam menggarap game lewat beberapa sajian diari sang developer. Dari segi teknis, mereka menyiapkan server super responsif, bahkan sampai memiliki layanan internet khusus yang diberi nama Riot Direct. Mereka juga mempersiapkan server dengan 128 tick rate, yang dipercaya memberi respon lebih jitu di dalam permainan.

Dari segi gameplay, walau secara umum punya pengalaman bermain yang mirip dengan CS:GO, namun Riot Games juga secara serius ingin menyajikan sesuatu yang baru seraya mempertahankan apa yang mereka sebut sebagai Competitive Integrity. Semua dirancang untuk menyeimbangkan antara keseruan permainan adu tembak dengan kreativitas penggunaan skill masing-masing karakter dalam mencapai kemenangan.

Hal ini ternyata mendapat apresiasi yang positif dari komunitas. Shroud, sosok streamer kenamaan di komunitas FPS bahkan sampai berkata bahwa Valorant adalah game yang luar biasa, yang bisa membuat dirinya merasa malas untuk kembali memainkan FPS lain.

Kombinasi penggarapan yang serius dilengkapi strategi marketing yang efektif membuat bibit-bibit ekosistem esports Valorant mulai tumbuh, terutama di Amerika Serikat tempat Valorant memulai popularitasnya. Selanjutnya, banyak organisasi esports jadi mulai membentuk tim, mulai dari T1, G2 Esports, dan berbagai tim lainnya. Lalu, banyak pihak ketiga juga jadi tidak ragu membuat turnamen Valorant, mulai dari Twitch, ESPN, bahkan T1 juga tak mau kalah.

Whalen Rozelle, Riot Games Senior Director of Esports bahkan menceritakan kepada ESPN, bahwa mereka berbincang dengan lebih dari 120 tim profesional sebelum akhirnya memutuskan membuat Valorant. “Kebanyakan waktu kami dihabiskan untuk bertanya dan mendengarkan, bagaimana pengalaman mereka di esports FPS lain? Apa yang ingin mereka lihat di esports Valorant? Bahkan kami menceritakan rencana internal kepada mereka dan meminta komentarnya. Kami belajar banyak dan kebanyakan dari organisasi tersebut sekarang sudah punya tim, membuat turnamen, atau bahkan keduanya.”

Bagaimana Valorant dibuat, dipasarkan, dan dikembangkan, menunjukkan komitmen Riot Games agar mereka dapat kembali mendulang kesuksesan layaknya League of Legends. Namun kebanyakan proses tersebut terjadi di Amerika Serikat. Lalu bagaimana nasib Indonesia yang ada di regional Asia Tenggara?

Cara Riot Games Menyajikan Valorant Untuk Komunitas Indonesia

Walau Riot punya nama besar dan tersohor di seluruh dunia, tapi komunitas League of Legends Indonesia boleh jadi kecewa dengan pengembang asal Los Angeles ini. Awal 2010an League of Legends pertama rilis dan heboh di seluruh dunia. Walau cukup diantisipasi oleh pasar lokal, sayang Riot Games memutuskan tidak turun tangan langsung menangani game tersebt di Asia Tenggara.

Pengembangan komunitas League of Legends pada akhirnya diberikan kepada publisher lokal. Dukungan publisher lokal sempat membuat League of Legends cukup populer di Indonesia. MOBA ini bahkan sempat punya liga esports lokal, yang mendefinisikan apa itu esports profesional, karena menerapkan sistem gaji untuk tim peserta. Tapi akhirnya League of Legends di Indonesia tidak bertahan lama, server lokal Indonesia tutup dan digabung ke server SG/MY pada April 2019 lalu. Seiring dengan penutupan server dan berhentinya sokongan terhadap komunitas lokal, League of Legends pun meredup di Indonesia.

Ketika Valorant rilis, muncul satu tanda tanya besar yang kembali dipertanyakan. Akankah Riot Games kembali lepas tangan terhadap Valorant dan komunitasnya dengan menyerahkan game ini kepada publisher lokal?

Seakan ingin menebus dosa lamanya, berita menggembirakan muncul ketika Riot Games mengumumkan bahwa Valorant akan memiliki server Asia Tenggara lewat dukungan langsung dari sang pengembang. Tak hanya itu, Valorant bahkan menyambut hangat komunitas gamers Indonesia, dengan menyediakan opsi bahasa Indonesia di dalam game.

Sumber: Tangkapan Layar Pribadi
Alih-alih sekadar menyajikan nama skill dengan bahasa Inggris, translasi ini menjadi satu wujud keseriusan bagi Riot Games dalam menyajikan sebuah game yang bisa diterima oleh semua kalangan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Sumber: Tangkapan Layar Pribadi

Membahas ini Justin Hulog lalu menjelaskan alasan kenapa sampai ada bahasa Indonesia di dalam Valorant. Ia mengatakan bahwa menyertakan bahasa Indonesia ke dalam Valorant merupakan salah satu yang hal yang didiskusikan oleh dirinya dan tim Riot Games Asia Tenggara sedari lama. “Maka dengan perilisan ini, saya bersama Riot Games dengan bangga mengatakan bahwa Valorant bisa dibilang menjadi game pertama kami yang menyertakan translasi bahasa Indonesia di dalamnya.” Ujar Justin.

Lebih lanjut Justin pun menjelaskan prosesnya. “Pada awalnya apa yang kami lakukan adalah mempelajari, kira-kira negara mana yang punya potensi, apakah negara tersebut (Indonesia) akan tertarik memainkan game tersebut jika kami menyediakan translasi? Setelah game dirilis dalam bahasa Inggris, kami lalu memulai proses translasi, entah dengan translator dari tim developer Riot ataupun translator dari vendor lokal.”

Saya paham betul kebanyakan gamers mungkin tidak perlu-perlu amat translasi bahasa Indonesia, toh sedari dulu kita juga sudah terbiasa main game dengan bahasa Inggris. Namun saran saya Anda perlu menyempatkan diri untuk mencicipi translasi bahasa Indonesia di dalam Valorant.

Bisa jadi, Anda akan terkagum sendiri melihat bagaimana usaha Riot melakukan translasi, bahkan termasuk terhadap beberapa kemampuan milik Agents. Beberapa contoh translasi yang membuat saya kagum adalah skill Blade Storm milik Jett, yang ditranslasi menjadi Badai Belati. Lalu ada juga skill ultimate milik Agents terbaru, Reyna, yang ditranslasi dari Empress dalam bahasa Inggris, menjadi Maharani dalam bahasa Indonesia.

Tentunya translasi ini bukan tanpa cacat. Ada juga beberapa bagian translasi yang membuat saya jadi kebingungan, seperti mode Spike Rush yang ditranslasi sebagai Spike Segera dalam bahasa Indonesia. Namun secara umum, saya tetap merasa bahwa translasi yang dikerjakan secara serius ini adalah salah satu bentuk komitmen Riot Games terhadap komunitas gamers Indonesia.

Tapi bukan berarti translasi bahasa Indonesia di Valorant tanpa cacat. Contoh paling terasa lansgung tampil di depan mata. Dalam bahasa Inggris ini seharusnya bertuliskan Episode 1: Ignition. Sumber: Tangkapan Layar Pribadi
Tapi bukan berarti translasi bahasa Indonesia di Valorant tanpa cacat. Contoh paling terasa lansgung tampil di depan mata. Bertuliskan Ignition: Episode 1 dengan bahasa Inggris, translasi menjadi “Nyala: Babak 1” justru membuat tulisan tersebut seolah tak punya arti. Sumber: Tangkapan Layar Pribadi

Translasi bahasa sudah jadi pertanda positif bagi komunitas gamers di Indonesia, lalu apa langkah selanjutnya dari Riot terhadap komunitas di Indonesia? Sejujurnya, Justin belum bisa menjelaskan secara terperinci soal apa-apa saja rencana yang akan Riot lakukan untuk komunitas di Indonesia saat saya wawancara hari Kamis 4 Juni 2020 kemarin. Selain karena game ini baru rilis 2 Juni 2020 kemarin, pandemi COVID-19 juga jadi alasan lainnya.

“Ini jujur ya, jika saja tidak ada pandemi COVID-19, saya mungkin saat ini sudah berada di Indonesia… Haha. Saya mungkin sudah berkeliaran mencoba mencari tahu kira-kira dukungan apa yang bisa diberikan oleh Riot agar Valorant mendapat penerimaan yang lebih baik di komunitas Indonesia.” Ucap Justin kepada saya.

Namun, untungnya Justin sempat membagikan beberapa pandangan dan rencana yang mungkin akan ia lakukan untuk mengembangkan komunitas Valorant di Asia Tenggara dan Indonesia. “Pertama-tama, kami ingin memastikan Valorant siap dari sisi server dan dapat menampung Anda semua yang ingin memainkan game terbaru dari kami.” Justin membuka pembahasan. “Baru beberapa bulan setelahnya kami mendorong lebih jauh, melakukan lebih banyak hal agar Valorant bisa diterima lebih banyak orang.”

Justin mengatakan, bahwa bentuk dukungan yang diberikan bisa berbeda-beda, tergantung kebutuhan dari komunitas di masing-masing negara. “Sebagai contoh, saya sadar betul bagaimana warnet atau iCafe masih memegang peran penting dalam pasar PC gaming di Indonesia dan Filipina, negara tempat saya berasal. Jadi kalau memang demikian, apa yang kami lakukan adalah dengan mengajak iCafe untuk bekerja sama agar bisa menyajikan Valorant ke lebih banyak gamers di komunitas lokal.” Ujar Justin.

Rencana Esports Valorant di Asia Tenggara dan Indonesia

Setelah kita bicara soal cara Riot Games menyajikan Valorant untuk komunitas di Indonesia, esports jadi topik lain yang tak kalah menarik untuk dibahas. Apalagi karena sampai saat ini, nama besar Riot Games tercipta karena esports untuk League of Legends. Seperti Anda, saya juga jadi berpikir bahwa kemungkinan besar Valorant dipersiapkan oleh Riot Games untuk menjadi esports kelas dunia layaknya League of Legends.

Sejak awal Riot sempat mengatakan bahwa mereka tidak akan menangani esports Valorant secara langsung untuk sementara waktu. Tetapi apakah ini artinya tidak akan ada esports untuk Valorant? Justin lalu menyatakan bahwa sustanability dan ekosistem lokal yang sehat menjadi fokus awal bagi dirinya dan tim Riot Games di Asia Tenggara, sebelum menuju ke perkara esports.

Justin Hulog (Kiri) bersama dengan Jennifer Poulson, yang tempo hari juga sempat Hybrid wawancari. Sumber: IGN SEA
Justin Hulog (Kiri) bersama dengan Jennifer Poulson (kanan) yang juga sempat Hybrid wawancarai tempo hari. Sumber: IGN SEA

“Kami mungkin bisa saja mengucurkan dana besar-besaran untuk turnamen, dan secara instan menciptakan esports global. Tetapi tanpa ekosistem lokal yang kuat, hal tersebut akan jadi tidak berarti dan mungkin jadi investasi yang tidak berarti. Yang saya maksud dengan ekosistem lokal kuat adalah termasuk, sekelompok pemain yang mencintai game tersebut dan memainkannya setiap saat ataupun kompetisi untuk sekelompok pemain amatir yang nantinya punya kesempatan untuk menjadi semi-pro lalu profesional.” Justin memberi pandangannya.

Saya mengerti apa yang dimaksud Justin di sini. Alih-alih membuat esports secara tiba-tiba, Riot Games ingin membiarkan pemain kenalan terlebih dahulu dengan game yang dibesut. Lalu jika bicara esports, Riot juga ingin membuat esports Valorant lahir dari yang paling mendasar yaitu komunitas.

“Maka dari itu fokus saya pada tahun ini untuk regional SEA adalah memastikan nantinya regional ini memilki tim dan liga lokal yang kuat. Agar jika nanti menjadi besar, esports Valorant tak hanya sukses untuk sesaat, tetapi juga bisa sustainable dan bertahan lama.” Justin memperjelas pandangannya.

Mungkin sampai saat ini, baru itu saja yang bisa dibagikan Riot Games kepada komunitas Indonesia terkait rencana mereka untuk mengembangkan Valorant. Namun, cukup melegakan mendengar bagaimana penjelasan dan pandangan dari Justin. Setidaknya kita bisa sedikit yakin dengan satu hal, yaitu Riot tidak lagi meninggalkan para gamers di Asia Tenggara dan Indonesia untuk kedua kalinya.

Jadi, bukan tidak mungkin jika Valorant nantinya akan memiliki liga atau kompetisi lokal, atau mungkin berbagai event seru yang bisa dinikmati oleh para pemain di iCafe terdekat.

Balapan Khusus Perempuan Adakan W Series Esports League

Seri balapan khusus perempuan W Series bakal mengadakan kompetisi balapan virtual untuk menggantikan balapan yang dibatalkan karena virus corona. Kompetisi yang dinamai W Series Esports League ini akan diselenggarakan pada 11 Juni 2020. Balapan tersebut akan diikuti oleh 18 pembalap profesional yang telah lolos kualifikasi untuk bertanding di W Series.

W Series Esports League terdiri dari 10 balapan. Para peserta akan menggunakan mobil virtual yang sama, yaitu Tatuus Formula Renault 2.0. Pasalnya, mobil tersebut memiliki performa serupa mobil balap W Series Tatuus Formula 3. Untuk mengadakan turnamen balapan virtual tersebut, W Series bekerja sama dengan perusahaan aksesori komputer Logitech G, perusahaan media dan komunitas esports milik Logitech, Beyond Entertaiment, dan software sim racing iRacing.

W Series Esports League
W Series Esports League ditujukan untuk 18 pembalap perempuan.

“Saat ini, tidak ada balapan yang dilangsungkan. Jadi. tujuan dari W Series Esports League adalah untuk membantu para pembalap kami mengasah kemampuan mereka dan menghibur para fans kami,” kata CEO W Series, Catherine Bond Muir, dikutip dari Motorsport. “Kami ingin menyediakan lingkungan yang kompetitif bagi para pembalap kami. Sekarang, semakin banyak pembalap yang merasa frustasi karena tidak bisa ikut serta dalam balapan. Saya tidak yakin balapan menggunakan sim racing akan memberikan pengalaman yang sama dengan balapan bisaa. Namun, saya rasa, memastikan para pembalap kami tetap bisa bersaing dengan satu sama tetaplah penting.”

Selama pandemi virus corona, esports balapan memang tumbuh pesat. Ada banyak turnamen balapan virtual yang diadakan, termasuk oleh Formula 1, Formula E, dan NASCAR. Belum lama ini, Lamborghini juga mengadakan turnamen esports sendiri.

“Saat ini, balapan virtual adalah satu-satunya balapan yang ada. Menurut saya, sebagian besar pembalap juga senang ikut serta dalam sim racing, walau balapan virtual tentu saja berbeda dari balapan sebenarnya,” kata runner-up W Series tahun lalu, Beitske Visser pada The Esports Observer. “Jauh lebih menyenangkan untuk mengendari mobil sebenarnya. Meskipun begitu, sejauh ini, saya juga menikmati sim racing. Saya pikir, hal ini dapat membantu kami untuk tetap aktif balapan di kala kita tidak bisa mengadakan balapan sebenarnya. Kami menghabiskan banyak waktu untuk mempelajari lintasan yang ada.”

TIm Free Fire Brazil Jadi Organisasi Esports Pertama yang Capai Total 1 Miliar Views di YouTube

Antara prestasi dengan konten bagi tim esports, memang masih jadi salah satu topik hangat untuk dibahas. Ini karena ekosistem esports yang mencakup keduanya. Anda bisa menjadi yang terbaik untuk jadi juara turnamen atau menjadi yang terbaik agar ditonton oleh pemirsa.

Namun sepertinya, sukses dari segi konten terlihat lebih menggiurkan bagi sebuah tim esports. LOUD, organisasi esports asal Brazil, yang baru-baru ini meraih pencapian sebagai organisasi esports pertama yang mencapai 1 miliar view di YouTube, mungkin bisa dibilang menjadi salah satu bukti dari pernyataan tersebut.

Organisasi esports yang fokus pada mobile game ini menggunakan formula yang mirip-mirip dengan FaZe Clan: membawa pemain profesional, dan sosok personalita ke dalam satu rumah besar untuk berlatih mencapai juara, dan menciptakan konten-konten interaktif.

FaZe Clan dalam world tour | Sumber: Twitter
Di Amerika Serikat, FaZe Clan sukses besar dengan strategi esports dan entertainment. Ini secara tidak langsung menginspirasi LOUD untuk menuai kesuksesan yang sama. Sumber: Twitter

Menariknya, kesuksesan LOUD bahkan sudah melampaui FaZe Clan, walau usianya masih seumur jagung. Mengutip dari Esports Observer, dikatakan jumlah views yang dikumpulkan channel FaZe Clan saat ini baru mendekati angka satu miliar, walaupun channel tersebut sudah berjalan selama 10 tahun.

LOUD merupakan tim mobile esports yang dibuat oleh Bruno Bittencourt, Jean Ortega, dan Matthew Ho di awal tahun 2019. Mereka mengikuti kompetisi Free Fire dan berhasil mengumpulkan prestasi di ranah tersebut, mulai dari mnjadi runner-up Pro League 2019, menjadi bagan dari Free Fire World Championship 2019, sampai menjadi juara di America Cup pada tahun 2020.

Kesuksesan yang dicapan LOUD ini, salah satunya juga disebabkan karena Free Fire, yang memang sukses besar di berbagai negara berkembang termasuk Brazil. Masih dari Esports Observer, Renato Voltarelly direktur Webedia Gaming, pemegang hak penerbitan IGN di Brazil menyatakan opininya terkait kesuksesan LOUD.

“Kemampuan LOUD menghubungkan para pemain terbaik dan menciptakan konten termasuk konten di luar dari ranah gaming menjadi satu yang patut diapresiasi dari organisasi esports ini. Ini karena video, livestream, dan konten yang menampilkan kesuksesan pemain esports di meda sosial memiliki dampak yang besar kepada anak muda, terutama mereka yang punya aspirasi untuk menjadi seorang atlet esports.”

Thomas Hamence, CEO paiN Gaming juga turut membagikan opininya. “Pencapaian ini menjadi bukti betapa suburnya skena esports di Brazil yang merupakan market gaming terbesar ketiga di dunia. Struktur konten yang masih terbelakang tahun lalu telah banyak berevolusi tahun ini, dan LOUD membantu kami membuktikan hal tersebut.”

Menarik melihat bagaimana organisasi esports asal Brazil bisa meraih kesuksesan dari segi konten, bahkan melampaui FaZe Clan. Dalam konteks lokal, EVOS Esports mungkin bisa dibilang menjadi contoh yang paling mendekati dari organisasi seperti LOUD atau FaZe Clan. Namun bedanya, EVOS membuat diversifikasi bisnis dengan membuat WHIM sebagai manajemen talenta esports dan entertainment, yang baru-baru ini melakukan kerja sama dengan platform berbagi konten kreatif berupa video pendek, TikTok.

Evil Geniuses Mendapatkan LG UltraGear Sebagai Official Display Partner

Kalau Korea Selatan punya T1 yang bisa dibilang sebagai salah satu wajah esports Korea Selatan, Amerika Serikat punya Evil Geniuses. Berdiri sejak tahun 1999, Evil Geniuses menjadi salah satu organisasi esports besar di Amerika Serikat, yang sejajar dengan tim layaknya Cloud9 atau Team Liquid.

Sebagai organisasi esports kasta satu, tak heran jika Evil Geniuses menjadi magnet bagi para sponsor. Setelah bulan lalu melakukan pergantian logo, kini EG mendapatkan LG Electronic sebagai sponsor, dengan branding LG UltraGear sebagai official gaming monitor untuk tim dengan jargon #BleedBlue tersebut.

Layaknya kerja sama antara Samsung Odyssey dengan T1, dalam kerja sama ini pemain dan staf Evil Geniuses akan menggunakan LG UltraGear sebagai monitor di fasilitas gaming house Seattle dan Los Angeles. Lewat kerja sama ini LG UltraGear juga akan menampilkan konten digital, livestreaming eksklusif dari para pemain Evil Geniuses, serta menampilkan logo LG pada jersey EG yang merupakan bagian dari proses rebranding yang dilakukan oleh tim tersebut.

https://twitter.com/EvilGeniuses/status/1265704704685871104

Mengutip dari Esports Insider, Nicole LaPointe Jameson, CEO Evil Geniuses mengatakan. “Sudah sejak lama, kami di Evil Geniuses memiliki strategi untuk membuat hubungan yang bertahan lama dengan para rekan kami, dan memberikan aktivasi yang unik yang bisa memenuhi kebutuhan para partner.”

“Kami bangga dengan rekam jejak kami dalam membawa rekan baru ke dalam esports dan memastikan akses yang mudah untuk masuk ke dalam ranah ini. Para fans juga sangat mendukung rekan-rekan kami, entah itu Monster Energy yang sudah bersama kami sejak tahun 2011 ataupun AMD sejak tahun 2016. Hal ini memberikan kepercayaan diri kepada para brand untuk menjadi rekan kami. Ketika LG bergabung sebagai rekan terbaru EG, kami melihat bahwa kami bisa membangun kolaborasi jangka panjang dengan brand ini.” tambah Nicole.

Masih dari Esports Insider, Michelle Fernandez, Head of Home Entertainment Marketing untuk LG Electronics USA menambahkan. “Sebagai brand bertaraf global, LG UltraGear menargetkan untuk meningkatkan standar gaming kompetitif dan mendemonstrasikan inovasi yang melampaui batas. Saya sadar bahwa masing-masing pasar memiliki sponsorship serta partner yang unik kepada para pemain serta lingkungannya. Namun misi dari brand kami tetaplah untuk memberikan para gamers hardware yang mereka butuhkan untuk bisa mendapatkan performa terbaik dan menjadi juara. Untuk semenara waktu ini, partnership dengan EG akan fokus untuk pasar Amerika Serikat.”

Partnership ini, menunjukkan bahwa rebranding yang dilakukan EG tak hanya memberi wajah baru yang segar, tapi juga sekaligus jadi babak baru bagi perjalan mereka. Dengan LG sebagai rekan terbaru mereka, semoga saja perjalanan EG di masa depan semakin melesat, sebagai bisnis ataupun sebagai tim yang mengejar pencapaian di berbagai lini game esports.

Nimo TV Adakan Turnamen Nimo TV Mobile Legends Arena, Terbuka untuk Umum

Platform streaming game Nimo TV akan mengadakan turnamen Mobile Legends bernama Nimo TV Mobile Legends Arena (NMA). Turnamen tersebut terbuka untuk umum. Tujuan Nimo TV mengadakan turnamen itu adalah untuk mencari pemain Mobile Legends baru yang berbakat. Total hadiah yang ditawarkan oleh Nimo TV mencapai Rp100 juta.

“Indonesia telah melahirkan banyak atlet esports dan mengukir prestasi di mata dunia,” kata Tobby, PIC Nimo TV Indonesia dalam pernyataan resmi. “Sebagai salah satu pelaku industri esports, kami yakin Nimo TV juga dapat berperan dalam menciptakan bintang-bintang Mobile Legend baru. Kompetisi Nimo TV Mobile Legends Arena diharapkan bisa menjadi batu loncatan bagi orang-orang yang ingin menggeluti profesi sebagai pemain profesional serta memotiviasi para pemain Mobile Legends untuk berkarya dalam industri game live streaming.” Memang, salah satu cara untuk menjadi pemain profesional adalah dengan unjuk gigi di turnamen esports.

Jika Anda tertarik untuk ikut serta dalam NMA, Anda bisa mendaftarkan diri di sini. Pendaftaran dibuka sampai tanggal 7 Juni 2020. Babak kualifikasi akan diadakan pada 8-14 Juni 2020 menggunakan sistem single elimination dan format pertandingan best of one. Dalam pernyataan resmi, Nimo TV menyebutkan bahwa akan ada sekitar 256 sampai 512 tim yang berlaga di babak kualifikasi.

Nimo TV Mobile Legends Arena
Nimo TV mencari pemain Mobile Legends berbakat via NMA. | Sumber: Nimo TV

Dari babak kualifikasi, akan dipilih 48 tim terbaik untuk maju ke babak round robin. Sama seperti babak kualifikasi, babak round robin menggunakan metode single elimination dan format best of one. Tim yang menang di babak round robin akan mendapatkan 1 poin sementara tim yang kalah akan kehilangan 1 poin. Babak round robin akan diadakan tepat setelah babak kualifikasi, yaitu pada 15-21 Juni 2020.

Dari babak round robin, 16 tim terbaik akan melaju ke babak playoff, yang diadakan pada 26-28 Juni 2020. Babak playoff masih menggunakan sistem single elimination. Hanya saja, tim akan berlaga dengan format best of three. Pada babak final, pemenang akan ditentukan berdasarkan best of five. Tim yang berhasil duduk di peringkat 1-4 akan dapat berpartisipasi dalam Star Battle bersama 20 pemain profesional dan influencer Mobile Legends. Star Battle diadakan setiap Jumat, Sabtu, dan Minggu mulai 10 Juli sampai 2 Agustus 2020.

Nimo TV Mobile Legends Arena
Pembagian hadiah di Nimo TV Mobile Legends Arena. | Sumber: Nimo TV

Dalam Star Battle, 40 peserta akan dipilih secara acak untuk membentuk sebuah tim. Setiap minggu, 8 tim ini akan bertanding dengan satu salam lain dalam format best of one. Jika menang, setiap peserta akan mendapatkan poin 25. Sementara jika kalah, peserta akan kehilangan 25 poin. Menariknya, pemenang Star Battle bukanlah tim, tapi individu. Peserta yang mendapatkan poin paling banyak akan keluar sebagai pemenang. Selain itu, juga ada hadiah untuk peserta yang mendapatkan gelar Most Popular Player.

“Babak playoff dan Star Battle akan disiarkan secara live di Nimo TV dan diharapkan dapat menghibur serta memberikan panggung untuk para pemain Mobile Legends,” kata Veronica, Local Manager Nimo TV Indonesia. “Anda bisa mendaftarkan diri ke Nimo TV Moble Legends Arena secara gratis. Kami juga telah menyiapkan total hadiah lebih dari Rp100 juta. Hadiah akan diberikan pada aku Nimo TV pemenang dalam bentuk gems.”

Disclosure: Hybrid adalah media partner acara Nimo TV Mobile Legends Arena (NMA).

EVOS Buat Program Membership untuk Dekatkan Diri dengan Fans

Setelah sukses menjual merchandise, EVOS Esports kini meluncurkan program membership atau keanggotaan. EVOS menawarkan dua paket membership, yaitu EVOS Basic dan EVOS+. Anda bisa mendaftarkan diri ke EVOS Basic secara gratis di situs resmi EVOS. Ada dua keuntungan yang ditawarkan jika Anda menjadi anggota EVOS Basic, yaitu masuk dalam daftar prioritas undangan acara dan diskon 20 persen untuk semua produk EVOS, kecuali produk hasil kolaborasi.

Sementara untuk menjadi bagian dari EVOS+, Anda harus membayar Rp450 ribu. Tentu saja, keuntungan yang didapat juga lebih banyak. Salah satunya adalah Anda akan mendapatkan berbagai produk EVOS, seperti Coach Jaket 2.0, Official Jersey 2020, lanyard, claw wristband, dan lain sebagainya. Selain merchandise, ornag-orang yang menjadi anggota EVOS+ akan mendapatkan beberapa keuntungan lain, seperti konten eksklusif dari EVOS, giveaway khusus, harga spesial di in-game credits, dan promosi khusus dari merek-merek yang bekerja sama dengan EVOS. Beberapa merek yang telah mendukung EVOS sampai sekarang antara lain AXIS, Top Coffee, Axe, Pop Mie, Sukro, dan Lazada.

EVOS membership
Coach jacket yang akan didapatkan oleh anggota EVOS+. | Sumber: EVOS Esports

“Kami senang karena inisiatif ini menjadikan EVOS sebagai tim esports pertama di Asia Tenggara yang memiliki program membership,” kata Co-founder dan CEO EVOS Esports, Ivan Yeo, seperti dikutip dalam pernyataan resmi dari EVOS. “Program ini merupakan bentuk komitmen kami untuk lebih mendekatkan para atlet, influencer, dan penggemar EVOS, yang bisa kami sebut keluarga besar EVOS di seluruh Asia Tenggara.”

Tujuan lain EVOS meluncurkan program membership adalah memudahkan merek untuk terlibat lebih dalam jika mereka ingin memenangkan hati para generasi milenial dan gen Z. Mereka menjelaskan, saat ini, mereka menggunakan strategi marketing closed loop. Jadi, mereka akan menganalisa perilaku konsumen dan mencari tahu tren pasar. Setelah itu, data ini akan diberikan ke tim marketing, yang akan membuat strategi marketing baru sesuai dengan tren di pasar. Dengan menerapkan strategi ini, EVOS berharap, sebuah brand akan bisa mengidentifikasi calon konsumen berdasarkan minat dan preferensi mereka.

Pandemi virus corona beberapa bulan belakangan tidak menghentikan EVOS mencari peluang baru. Dalam dua bulan terakhir, mereka berhasil mendapatkan kontrak kerja sama baru. Pada April 2020, mereka mengumumkan kerja sama dengan Lazada. Sementara pada Mei 2020, mereka berkolaborasi dengan TikTok dengan tujuan untuk mengembangkan bisnis influencer mereka.