Lessons Learned from Daniel Tumiwa’s Tech Journey

Daniel Tumiwa has a series of stories about his career in the tech industry. The thing that caught the most attention was when he led OLX Indonesia (OLX). In a time when the digital business was growing rapidly, OLX with the concept of classified ads was widely recognized by the public. Two years later, precisely in mid-2017, Daniel decided to step down from his position as CEO and then founded the adtech startup Adsvokat.

Daniel admitted to DailySocial that the decision to establish Adsvokat was not the main reason he left OLX. After resigning as the CEO from the classified ad company, Daniel did several innovations, including operating a coaching business, getting into politics, while simultaneously building Adsvokat.

“I saw the idea of Adsvokat was closer and more relevant at that time because I had previously run several startups and they were too advanced from their era and Adsvokat was more real,” Daniel explained.

Behind the fall of Adsvokat

Adsvokat was founded in 2018. It used to offer quite a unique concept. Utilizing traditional media such as car stickers, helmets, t-shirts, luggage tags, behind laptops, even on the back of smartphones as advertising media. They try to encourage young people to promote brands they like in exchange for additional income.

“The biggest failure of Adsvokat is timing. Too fast. The second is to miscalculate the cash flow game.”

He claims that the user registration process is not a problem, also the experience, there are no obstacles in tracking and measuring. This solution has already been accepted and utilized by several early clients. The problems arise due to inappropriate financial cycles. Users or agents need regular fees at the end of the month, while agencies experience a big gap in income. This unclear cycle is what ultimately forced Adsvokat to go out of business.

“The capital must be large to [be able] spin the money and keep the cycle coming in,” Daniel said.

However, Daniel does not regret anything about Adsvokat. He admitted that this startup was designed quite well with transparency since the beginning. In fact, he claims to always disclose the company’s balance, therefore, everyone knows the company’s financial condition. In times of crisis, he will say, “Guys, time to find work!”.

Adsvokat now becomes a history. For Daniel, there are always plans to revive Adsvokat. The business model he developed that time is still being considered with some players. This business model is claimed to be able to plug and play in several companies to explore new marketing strategies, although there has been no realization until now.

From professional CEO to a startup founder

Daniel’s experience is quite varied. In the last 5 years, he had been positioned at two different positions with different challenges, as CEO of a tech company and a startup founder.

In terms of responsibilities or workloads, a professional CEO must obey and comply with KPIs or goals set by the company or group, for example pursuing growth, revenue, user acquisition, and others. Meanwhile, the founder must take full responsibility for any aspects related to the smooth operation of the company.

“The pressure at OLX is different. The reporting line is different and I feel that the excitement is different. It’s a job as CEO at OLX. Adsvokat is mine and I choose to develop it,” Daniel said.

For Daniel, a professional CEO has an already running system and a fully organized dashboard. Usually, the focus is on the achievement of KPIs. Meanwhile, founders must think about more basic things, such as maintaining the sustainability of the company.

“As a founder, the lesson lies in cash flow [company finances]. [In addition] You have to be the magnet [to attract talented talents]. Having no value or expertise to be a magnet will be tough,” he said.

Daniel closed the interview with a suggestion for anyone aspiring to start a startup.

If you really want and intend of becoming a founder, I think you better stop, because your objective in making a startup is wrong. [Should be] you look a little deeper and start seeing things that could have been more efficient and eventually helped a lot.

In the beginning, it will take some process, because the journey as a founder is tough. If you really hope this startup will become a job and earn money, just stop once again. Because unfortunately at the beginning we have to spend a lot of money and spend money unless we have good backups.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Belajar Dari Perjalanan Karier Daniel Tumiwa

Daniel Tumiwa punya sederet cerita tentang kariernya di industri teknologi. Hal yang paling menarik perhatian adalah ketika dia memimpin OLX Indonesia (OLX). Di masa bisnis digital sedang tumbuh pesat, OLX dengan konsep iklan baris berhasil dikenal luas masyarakat. Dua tahun berselang, tepatnya di pertengahan 2017, Daniel memutuskan untuk mundur dari jabatan CEO dan berikutnya mendirikan startup adtech Adsvokat.

Kepada DailySocial, Daniel mengaku keputusan mendirikan Adsvokat bukan alasan utama ia meninggalkan OLX. Setelah melepaskan jabatan CEO dari perusahaan iklan baris tersebut, Daniel melakukan beberapa hal, termasuk menjalankan bisnis coaching, terjun ke dunia politik, sambil bersamaan mewujudkan Adsvokat.

“Saya melihat ide Adsvokat lebih dekat dan relevan pada masanya pada waktu itu, karena sebelum-sebelumnya saya pernah menjalankan beberapa startup dan mereka sangat too advance dari zamannya dan Adsvokat ini lebih real,” terang Daniel.

Di balik tutupnya Adsvokat

Adsvokat didirikan pada tahun 2018 silam. Konsep yang ditawarkan lumayan unik. Memanfaatkan medium tradisional seperti stiker mobil, helm, kaos, luggage tag, di balik laptop, bahkan di bagian belakang smartphone sebagai media iklan. Mereka mencoba mendorong kaum muda mempromosikan brand yang disukai dengan reward penghasilan tambahan.

“Kegagalan terbesar dari Adsvokat adalah timing. Terlalu cepat. Yang kedua kurang memperhitungkan permainan cash flow.”

Ia mengklaim proses pendaftaran pengguna tidak jadi soal, penggunaan tidak ada masalah, tracking dan pengukuran pun tidak ditemui kendala. Solusi ini sudah diterima dan dimanfaatkan oleh beberapa klien awal. Masalah yang timbul disebabkan siklus keuangan yang tidak sesuai. Pengguna atau agen membutuhkan honor rutin di akhir bulan, sementara agensi memperoleh pembayaran yang selalu berjarak. Siklus yang tidak beres inilah yang akhirnya memaksa Adsvokat gulung tikar.

“Pemodalan harus besar supaya [bisa] memutar uang dan menjaga siklus masuk,” cerita Daniel.

Kendati demikian, Daniel tidak menyesali apa pun tentang Adsvokat. Ia mengaku dari awal startup ini didesain dengan cukup baik dengan transparansi. Bahkan ia mengklaim selalu menampilkan jumlah saldo perusahaan di ruang terbuka agar semua orang tahu kondisi keuangan perusahaan. Saat situasi kritis ia bisa mengatakan, “Guys, waktunya cari kerja!”.

Kini Adsvokat menjadi sejarah. Bagi Daniel, selalu ada rencana untuk menghidupkan kembali Adsvokat. Model bisnis yang dijalankannya waktu itu masih dibicarakan di balik layar dengan beberapa pihak. Model bisnis ini diklaim bisa plug n play di beberapa perusahaan yang ingin menjajaki strategi pemasaran baru, meski belum ada realisasinya hingga kini.

Dari CEO profesional menjadi founder startup

Pengalaman Daniel terbilang cukup lengkap. Dalam 5 tahun terakhir ia menyelami dua pekerjaan yang memiliki tantangan yang berbeda, sebagai CEO sebuah perusahaan teknologi dan founder sebuah startup.

Dari segi tanggung jawab atau beban pekerjaan, seorang CEO profesional harus patuh dan taat terhadap KPI atau tujuan yang ditentukan perusahaan atau group, misalnya mengejar pertumbuhan, revenue, akusisi pengguna dan semacamnya. Sedangkan founder harus bertanggung jawab seutuhnya untuk aspek apa pun yang berkaitan dengan kelancaran operasional perusahaan.

“Di OLX pressure-nya beda. Reporting line beda dan saya merasakan bahwa excitement nya beda. It’s a job kalau sebagai CEO di OLX. Kalau Adsvokat milik saya dan saya memilih untuk mengembangkan itu,” terang Daniel.

Bagi Daniel, seorang CEO profesional memiliki sistem yang sudah berjalan dan dashboard yang tertata lengkap. Biasanya yang menjadi fokus adalah pencapaian KPI. Sementara founder harus memikirkan hal yang lebih mendasar, seperti mempertahankan keberlangsungan perusahaan.

“Sebagai founder, pembelajarannya ada di cash flow [keuangan perusahaan]. [Selain itu] Kamu harus jadi magnetnya [untuk menarik talenta berbakat]. Tidak punya value atau keahlian menjadi magnet itu akan menjadi hal yang berat,” cerita Daniel.

Daniel menutup sesi wawancara dengan sebuah saran bagi siapapun yang bercita-cita mendirikan startup.

“Kalau kamu punya niat dan rasa banget untuk menjadi founder, saya pikir mending kamu berhenti, karena obyektif kamu untuk membuat startup itu salah. [Seharusnya] kamu melihat lebih ke dalam dan memulai melihat sesuatu hal yang seharusnya bisa lebih diefisienkan dan akhirnya banyak yang terbantu.”

“Jika itu awalnya, kamu akan menikmati perjalannya, karena perjalanan sebagai seorang founder itu berat. Kalau memang berharap startup ini menjadi pekerjaan dan mendapatkan uang, sekali lagi berhenti saja. Karena unfortunately di awal itu kita harus banyak memodali dan keluar uang, kecuali kita punya backup yang baik.”