Dekonstruksi GovTech Edu, Unit Edtech Telkom untuk Mendukung Ekosistem Pendidikan Indonesia

Proses belajar berbasis teknologi merupakan tren yang, jika eksekusi dengan tepat, dapat memperbaiki akses dan kualitas proses belajar. Edukasi berbasis teknologi (edtech) tidak hanya mengubah media penyampaian dengan menggunakan perangkat teknologi belajar, tetapi juga memahami paradigma dan proses kognitif siswa untuk menjalankan model pembelajaran berbasis digital.

Pendekatan solusi edtech dan target penggunanya memang beragam. Dalam menyelesaikan isu ini di Indonesia, perlu pemetaan melalui riset mendalam agar menghasilkan teknologi yang tepat guna. Hal inilah yang dilakukan GovTech Edu saat pertama kali dirintis.

“Hasil riset ini kami jadikan sebagai landasan dalam menciptakan dan mengembangkan teknologi tepat guna. Teknologi yang diciptakan dan dikembangkan harus bersifat inklusif dan dengan skala yang besar karena target dari pengguna teknologi ini tidak hanya terbatas pada kriteria tertentu. Cakupannya sangat luas dan beragam,” ucap COO GovTech Edu Daniel Tumiwa kepada DailySocial.id.

Pengenalan solusi GovTech Edu
Pengenalan solusi GovTech Edu

Apa itu GovTech Edu

GovTech Edu adalah unit independen yang dibentuk Telkom Indonesia untuk mengambil bagian dari tantangan besar yang ingin diselesaikan  Kemendikbudristek. GovTech Edu berada di bawah Direktorat Digital Business and Technology yang dipimpin Fajrin Rasyid, mantan President Bukalapak.

Tim GovTech kini berjumlah lebih dari 300 orang dengan pengalaman kerja di perusahaan teknologi dan multinasional. Mereka semua sepenuhnya bekerja secara online, mengingat dirintis pertama kali saat pandemi sedang hebat melanda. Jajaran petinggi GovTech Edu diisi tiga orang. Selain Daniel, ada Ibrahim Arief (CTO) dan Rangga Husnaprawira (CPO).

Berbeda dengan startup edtech pada umumnya, GovTech Edu memosisikan diri sebagai mitra Kemendikbudristek. GovTech Edu fokus mengembangkan teknologi untuk membantu pengelolaan sekolah dan peningkatan mutu pendidikan sesuai arah kebijakan Kemendikbudristek. Hal inilah yang menjadi pembeda eksklusif dibandingkan startup yang dibangun pihak swasta.

Kedua belah pihak melakukan riset untuk mendapatkan gambaran mengenai apa yang mendasari krisis pendidikan di Indonesia. Saat ini GovTech Edu masih fokus menciptakan solusi untuk Kemendikbudristek, dengan tujuan menciptakan inovasi yang tepat guna sehingga mendukung proses akselerasi transformasi pendidikan.

Output yang dihasilkan adalah area inovasi yang secara tata kelola bukan dirancang untuk kepentingan komersialisasi, melainkan untuk melayani masyarakat.

“Pembiayaan sepenuhnya dari Kemendikbudristek dengan menggunakan dana APBN,” ujar Daniel.

Seluruh karya pekerjaan ini sepenuhnya milik Kemendikbudristek. Telkom bertindak sebagai pihak yang menyediakan solusi secara menyeluruh. Solusi tersebut termasuk desain produk dan platform, pengembangan produk dan platform, mendukung proses transformasi digital dalam kementerian,  management project dan talenta digital yang sekarang berjumlah lebih dari 400 orang, dan pendalaman & pengembangan skema pendanaan dan organisasi yang ideal untuk pekerjaan sejenis.

Payung kebijakan Merdeka Belajar yang dikeluarkan kementerian merupakan terobosan dan solusi yang diharapkan membuka peluang bagi seluruh pemangku kepentingan, baik itu guru, murid, mahasiswa, dosen, agar dapat berpartisipasi aktif dan kompetitif dalam mengenyam pendidikan. Dua turunan dari kebijakan tersebut adalah hadirnya Kurikulum Merdeka dan platform Merdeka Mengajar yang diluncurkan pada Merdeka Belajar episode kelima belas.

Dalam membawa perubahan ini, guru punya peranan penting. Menteri Kemendikbudristek Nadiem Makarim menyampaikan, guru harus di-merdeka-kan, guru harus merdeka untuk mengajar, belajar, dan berkarya.

Jika guru memiliki kemampuan tersebut, GovTech Edu dapat mewujudkan pembelajaran yang menyenangkan dan relevan untuk peserta didik.

“Hal inilah yang mendasari seluruh ekosistem teknologi pendidikan ini diciptakan dan dikembangkan. Agar guru dan seluruh pemangku kepentingan dalam ekosistem pendidikan saling terkoneksi satu sama lainnya, saling menginspirasi sehingga dapat berkembang bersama untuk mencapai tujuan transformasi pendidikan Indonesia.”

GovTech Edu

Tak hanya kementerian, GovTech Edu juga mengandeng berbagai mitra dalam berbagai inisiatif dengan beragam skala dan tujuan. Misalnya, mitra yang fokus pada pengayaan materi untuk platform Merdeka Mengajar dari berbagai penggiat pendidikan, NGO, dan edtech.

Contoh lainnya, mitra yang terlibat dalam penyusunan dan implementasi program-program kegiatan di luar kampus guna mendukung program Kampus Merdeka dan mitra lainnya yang berfokus pada penguatan SIPLah, dan AkunBelajar.id.

Daniel menuturkan, proses kerja sama dengan kementerian ini jadi tantangan yang dirasakan di awal. Misalnya, perbedaaan cara kerja yang harus mencocokkan antara cara kerja ala tim digital dengan pola kerja birokrat, dan sebaliknya. Kemitraan antara kedua belah pihak sejauh ini sudah berjalan selama dua tahun dan bekerja sama dengan beberapa direktorat jenderal.

Pada tahap awal GovTech Edu dianggap sebagai vendor, padahal sebenarnya adalah mitra. Seiring dengan peluncuran produk, fokus beralih pada performa dan hasil intervensi teknologinya, membuat segala sesuatu menjadi sangat selaras.

“Saat ini teknologi sudah menjadi bagian inti dari setiap perencanaan program di kementerian dan hal ini dapat dikatakan menjadi salah satu pembeda dari Kemendikbudristek dibandingkan institusi pemerintah lainnya.”

Produk GovTech Edu

CTO GovTech Edu Ibrahim Arief mengatakan, ada tantangan tersendiri bagi GovTech Edu saat mengembangkan produk yang tepat guna. Misalnya saat fase product design, harus memikirkan bagaimana produk dapat diterima dengan baik pengguna, langsung terasa manfaatnya, mudah digunakan, dan benar-benar membuat pekerjaan pengguna lebih baik.

Delighting our users adalah core philosophy kami. Dan semua aktivitas lainnya juga sejalan dengan filosofi yang berfokus pada pengguna. Kemudian tantangan lainnya adalah membangun infrastruktur cloud yang andal untuk menangani perubahan skala yang dibutuhkan setiap saat,” ucap Ibrahim, yang sebelumnya pernah bekerja di Bukalapak sebagai VP of Engineering.

Meski demikian, tantangan terbesar yang harus diselesaikan adalah menemukan teknologi terbaik yang bisa membantu memecahkan masalah yang dihadapi pemerintah dan masyarakat.

Siklus iterasi yang cepat antara Product Discovery, Product Development, dan Product Feedback yang sudah lazim dilakukan di industri digital adalah konsep yang baru bagi pemangku kepentingan di sisi pemerintah.

“Tapi seiring berjalannya waktu mereka [pemerintah] bisa berjalan seiring dengan semangat ini.”

Sejauh ini ada lima produk yang sudah dirintis GovTech Edu: Merdeka Mengajar; Rapor Pendidikan; ARKAS, SIPLah dan TanyaBos; AkunBelajar.id; dan Kampus Merdeka. Masing-masing produk menyasar kebutuhan berdasarkan masalah spesifik yang ingin dipecahkan.

GovTech Edu

Merdeka Mengajar adalah platform Learning Management System (LMS) yang membantu guru dalam mengajar sesuai kemampuan murid, mengakses materi pelatihan mandiri, membantu guru menginspirasi rekan sejawat dan terkoneksi dengan komunitas guru yang berlokasi di seluruh Indonesia.

“Kurang lebih sekitar enam bulan platform ini dirilis sudah memiliki 1,6 juta unduhan dengan rating 4.8 di Play Store. Juga memiliki 2,7 juta penguna aktif di situs dan aplikasi, serta menyediakan lebih dari 55 ribu konten di dalamnya.”

Kemudian, Rapor Pendidikan adalah dasbor tunggal yang membantu kepala sekolah dan guru mengidentifikasi, merefleksi, dan membenahi kualitas sekolah sesuai dengan kompilasi data hasil Asesmen Nasional, Data Pokok Pendidikan (Dapodik), Kompetensi Guru dan berbagai data terkait pendidikan lainnya yang diolah menjadi lebih dari 280 indikator.

Output yang dihasilkan dari produk ini adalah menyajikan data capaian murid (literasi dan numerasi), iklim keamanan sekolah, dan data lainnya. Sejak diluncurkan pada 1 April 2022, dalam empat bulan, Rapor Pendidikan telah terhubung dengan lebih dari 100 ribu satuan pendidikan dan 30 dinas pendidikan dna 475 dinas kabupaten/kota.

Berikutnya, ARKAS, SIPLah dan TanyaBos punya keterikatan satu sama lainnya karena dapat terintegrasi untuk memudahkan tata kelola, pengadaan barang, dan forum untuk berbagi informasi dan tanya jawab. ARKA adalah aplikasi tunggal tata kelola anggaran sekolah yang terintegrasi dengan data pusat dan regulasi terkini, sehingga membantu Satdik dalam proses administrasi yang lebih cepat, nyaman, dan aman.

SIPLah adalah platform pengadaan yang terintegrasi dengan mitra e-commerce dan puluhan ribu penyedia barang dan jasa. Para vendor ini telah memenuhi peraturan keuangan terkini karena sudah melengkapi dirinya dengan fitur regulasi pajak terbaru yang membua pelaporan satuan didik jadi lebih mudah. Terakhir, TanyaBos adalah forum tanya jawab seputar penggunaan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Setidaknya ada 3 ribu topik dalam forum tersebut.

AkunBelajar adalah akun resmi untuk akses berbagai program dan teknologi yang dibuat oleh Kemendikbudristek dan platform eksternal yang mendukung proses belajar mengajar yang lebih baik. Sebanyak 9 juta akun murid, guru, kepala sekolah, dan operator sekolah teraktivasi di dalamnya.

Terakhir, di tingkat lanjutan tersedia Kampus Merdeka untuk membantu persiapan karir bagi mahasiswa melalui berbagai pengalaman di luar kampus, menyediakan akses ke ribuan mitra industri dan organisasi, dan kesempatan mengembangkan diri dan pertukaran budaya. Saat ini terdapat lebih dari 720 ribu mahasiswa teregistrasi, 2.655 perguruan tinggi berpartisipasi, dan 2.700 mitra industri mengambil bagian dalam program tersebut.

Angka-angka di atas bakal terus didorong demi mencapai titik critical mass. Critical mass menggambarkan bahwa dalam konsep konsumsi kolaboratif sebuah platform harus mampu memberikan beragam pilihan yang cukup demi merangkul konsumen potensial mereka. Sehingga sebuah platform diharapkan memiliki fitur yang beragam serta memiliki ketersediaan unit produk/layanan yang cukup agar dapat bertahan dalam jangka panjang. Jika platform tersebut tidak dapat memberikan pilihan yang cukup, maka konsumen kemungkinan besar tidak dapat menemukan apa yang mereka cari.

Pasalnya, istilah “ganti menteri, ganti peraturan” memiliki pengaruh yang kuat dalam suatu program kerja pemerintah Indonesia. Risiko itu juga bakal menghantui GovTech Edu. Dengan kata lain, GovTech Edu harus mencapai pertumbuhan pengguna yang signifiikan agar dapat memberikan dampak yang lebih besar. Namun begitu, struktur di bawah naungan Telkom Group menjadi jaminan bahwa ambisi tersebut dapat tetap dilanjutkan, didukung dengan model bisnis yang solid.

Perjalanan GovTech Edu tidak sampai di sini saja. Perusahaan tetap merekrut lebih banyak talenta baru untuk berkontribusi secara positif pada pendidikan Indonesia. “Kesempatan untuk berkontribusi meningkatkan produk-produk teknologi yang sudah terbukti memiliki jutaan pengguna aktif yang bisa membentuk masa depan pendidikan Indonesia juga menjadi daya tarik bagi talenta-talenta yang memiliki keselarasan dengan misi kami.” tandas Ibrahim.

Ekosistem edtech Indonesia

Sektor edtech di Indonesia cukup berkembang pesat. Dua pemain yang saat ini mendominasi adalah Ruangguru dan Zenius – secara statistik kunjungan situs dan unduhan aplikasi Ruangguru lebih unggul. Varian sub-produk yang dimiliki keduanya juga nyaris memiliki kesamaan.

Satu hal yang selalu digaungkan Zenius adalah di sisi materi. Alih-alih mengajak peserta didik hanya menghafal, materi di Zenius mengedepankan pada pemahaman konsep fundamental dan cara berpikir kritis melalui berbagai studi kasus.

Produk Ruangguru

Pendanaan di sektor ini juga cukup kencang. Berdasarkan laporan Startup Report 2021, pendanaan yang dikucurkan ke vertikal bisnis edtech terus tumbuh, baik dari startup yang menerima maupun nominal investasinya.

Di skala regional, menurut laporan e-Conomy SEA yang disusun Google, Temasek, dan Bain & Company, healthtech dan edtech tetap menjadi sektor yang baru lahir sejak pandemi. Tercatat startup healthtech menerima investasi $1,1 miliar pada Semester 1 2021, sementara edtech mengumpulkan $200 juta pada periode yang sama.

Ketika Startup Harus Menutup Bisnis

Penutupan startup adalah proses yang tidak dapat dihindari ketika produk yang dihasilkan tidak mencapai product market fit, perusahaan tidak mampu pivot atau menghasilkan skema bisnis berkelanjutan untuk mendukung operasional, atau bahkan terjadi perpecahan di antara para pendiri.

Jika akhirnya startup harus menutup bisnis, langkah apa yang harus dilakukan untuk memberikan pertanggungjawaban terbaik ke investor, pegawai, dan stakeholder lainnya.

DailySocial mencoba mencari tahu bagaimana investor dan pendiri startup berbagi pengalaman ketika harus dihadapkan pada keputusan menutup startup.

Memahami alasan penutupan

Salah satu alasan mengapa kebanyakan pendiri startup enggan berbagi cerita tentang penutupan startup adalah rasa malu untuk mengakui kegagalan. Menurut Partner Y Combinator Aaron Harris, menutup bisnis merupakan proses yang sulit. Itu berarti mengakui secara terbuka bahwa Anda salah, tidak beruntung, atau tidak kompeten. Kebanyakan founder tidak memiliki cara yang tepat untuk memikirkan kapan waktu yang tepat menutup startup.

Founder juga tidak selalu dapat memilih untuk menutup. [..] Itu keputusan yang sulit dan menyakitkan. Itu adalah keputusan yang emosional dan berat.”

Partner Alpha JWC Ventures Erika Dianasari mengatakan, “Umumnya [penutupan] terjadi akibat kurang akurasi pencatatan data dan laporan usaha. Ketidakakuratan data bisa terjadi karena blank spot dalam proses operasional startup, competency issue, atau hal lain. Kurangnya akurasi data ini dalam kasus yang parah membuat founder tidak memiliki cukup waktu dan resources untuk membiayai operasional startup.”

Saat perusahaan dihadapkan pada situasi tidak ada pilihan lain untuk meneruskan bisnisnya, mereka harus melakukan pendekatan intensif dengan investor untuk menentukan langkah selanjutnya.

“Semua tentu saja bergantung pada bisnis, status pendanaan, layanan, produk, dan strateginya. Mungkin ada sejumlah kemungkinan yang dapat terjadi. Termasuk kemungkinan membuat startup tidak aktif untuk sementara waktu sampai situasinya membaik, penjualan aset atau kekayaan intelektual, reorganisasi, pivoting dan pengembalian dana, merger atau akuisisi kecil oleh orang lain atau hanya menghentikan operasi,” kata Executive Director Alpha Momentum Indonesia Kelvin Yim.

Dialog atau komunikasi yang terbuka penting dilakukan, demi mencari jalan yang tepat agar proses penutupan berjalan dengan baik dan hubungan antara investor dan pendiri startup tetap terjaga.

“Sebelum menjawab pertanyaan tentang penutupan, saya rasa kita harus kembali ke dasar hubungan antara investor dan pendiri startup. Di Alpha JWC Ventures hubungan kita didasarkan pada kepercayaan dan empati. Kita tahu bahwa kita semua melakukannya bersama-sama. Sebagai investor, kita tahu bahwa investasi startup [..] berisiko tinggi. Kita tidak bisa mengharapkan semua investasi berhasil. Oleh karena itu kami memilih pendekatan high touch untuk meningkatkan peluang sukses bagi para pendiri,” kata Co-Founder & Managing Partner Alpha JWC Ventures Jefrey Joe.

Pertanggungjawaban

Idealnya startup berada di posisi terbaik untuk berhenti secara elegan ketika ada perjanjian yang mencakup detail penutupan: siapa yang memiliki otoritas pengambilan keputusan, bagaimana aset didistribusikan, siapa yang dibayar, dan dalam urutan apa. Hal ini biasanya tidak terlintas di pikiran kebanyakan pendiri startup saat baru mulai merintis. Ke depannya, langkah ini wajib dilakukan sebagai antisipasi skenario terburuk.

Menurut Daniel Tumiwa yang telah menutup startup adtech Adsvokat, penting untuk menjaga hubungan baik dan selalu transparan. Tidak hanya ke investor namun juga pegawai dan rekan bisnis.

Be transparent to all employees. Sebagai pemimpin harus bisa memberikan informasi jika saldo perusahaan sudah berada pada X rupiah misalnya. Saya akan menjadi orang pertama yang memberikan informasi kepada pegawai, untuk segera mencari pekerjaan baru, dan bersiap meninggalkan perusahaan,” kata Daniel.

Sementara Benny Tjia menyebutkan dirinya dihadapkan pada pilihan yang cukup berat untuk menutup Bornevia tahun 2017 lalu. Semua upaya telah dilakukan Benny dengan melibatkan pihak terkait.

“Saya jadi percaya bahwa satu-satunya alasan mengapa seorang pendiri menutup startupnya adalah jika dia menyerah dan tidak lagi ingin mengoperasikan / menjalankan perusahaan. Dalam keadaan lain apapun, itu harus menjadi pilihan terakhir. Saya pikir akan menjadi bijaksana bagi pendiri untuk duduk bersama jajaran manajemen dan investor lainnya untuk mempertimbangkan opsi lain untuk mengoptimalkan nilai pemegang saham, seperti perubahan haluan besar, kemungkinan untuk melakukan pivoting dan alternatif strategis lainnya,” ungkap Benny yang kini menjadi Principal Indogen Capital.

Di sisi lain, Benny menambahkan, banyak pihak yang bakal terdampak dari keputusan ini, termasuk investor, pegawai, dan mitra.

“Melihat ke belakang, kami sangat berterima kasih kepada pemegang saham dan para stakeholder kami yang selalu setia dan mendukung kami selama masa-masa sulit,” kata Benny.

Penyelesaian akhir dan dukungan investor

Startup Anda kemungkinan besar memiliki berbagai jenis aset, mulai dari inventaris yang tidak terjual, hingga perabot kantor dan kekayaan intelektual (IP). Menjadi tanggung jawab para pendiri untuk mendapatkan nilai sebanyak mungkin dari beberapa kemungkinan tersebut. Menurut Erika, ada beberapa langkah yang wajib dilakukan pendiri setelah startup tutup.

Langkah pertama adalah memberikan informasi resmi ke semua stakeholder  terkait permodalan, usaha, dan operasional startup. Sampaikan seluruh informasi yang akurat mengenai posisi keuangan startup (kas, aset, kewajiban) dengan pemegang saham. Siapkan langkah-langkah selanjutnya untuk penyelesaian kewajiban-kewajiban dengan skala prioritas yang telah disepakati. Yang terakhir memberikan referensi pegawai ke startup yang masih aktif melakukan perekrutan.

“Walaupun tidak mudah, upayakan yang terbaik untuk meminimalisasi dampak kerugian dari seluruh pihak terkait berhentinya operasional,” kata Erika.

Hal senada diungkapkan Kelvin. Meskipun pertanggungjawaban beragam kondisinya, secara hukum startup harus mematuhi semua peraturan sebelum menghentikan operasi. Oleh karena itu, startup harus mengacu kembali ke perjanjian hukum yang telah ditandatangani. Jika tidak ada yang ditentukan di awal, terlepas dari hubungan dan kewajiban sosial, startup tidak memiliki kewajiban hukum setelah berhenti beroperasi.

“Hal ini sangat tergantung pada syarat pembayaran yang disepakati oleh kedua belah pihak. Jika ada [pilihan] kebutuhan untuk mengembalikan dana atau menganggap dana hangus sebagai kerugian. Juga sangat bergantung pada persyaratan yang disepakati selama putaran investasi,” kata Kelvin.

Terkait dukungan atau upaya terakhir investor untuk terus membantu startup yang mulai mengalami kerugian dan terlihat tanda-tanda untuk penutupan, menurut Kelvin, tidak ada jawaban yang tepat.

Menurutnya hal ini sangat tergantung pada situasi dan bisnis startup serta penilaian investor terhadap kondisi tersebut. Jika kedua belah pihak sepakat bisnis tidak akan dapat bertahan setelah meninjau semua aspek, maka tidak ada gunanya memberi dorongan.

“Proposisi bisnis selalu didasarkan pada faktor bisnis dan situasinya dan tidak boleh didasarkan pada emosi. Hanya setelah penilaian dan tinjauan situasi, sebagian besar investor akan memberikan reaksi dan tanggapan yang sesuai. Tetapi saya berasumsi bahwa itu adalah kewajiban startup untuk memberi tahu investor tentang situasi apa pun yang akan memengaruhi seluruh operasinya,” kata Kelvin.

Hal senada diungkapkan Jefrey. Menurutnya, dalam situasi sulit tersebut, dapat dilihat bagaimana investor memainkan peran besar dalam mempengaruhi hasil akhir.

“Di Alpha JWC Ventures misalnya, kami membantu para pendiri untuk memaksimalkan apa yang mereka miliki. Kami membantu mereka menemukan pembeli untuk aset mereka, mengidentifikasi dan menghargai aset tidak berwujud mereka, seperti merek, tim dan teknologi. Kami bahkan membantu pegawai mereka untuk dipekerjakan kembali di perusahaan lain. Kami mengetahui pasar, sehingga kami benar-benar dapat membantu mereka dan memfasilitasi diskusi lebih lanjut yang diperlukan untuk mendapatkan win-win solution,” kata Jefrey.

Pada akhirnya, investasi yang digelontorkan perusahaan modal ventura menjadi investasi berisiko paling tinggi. Jaga trust yang telah diberikan dan pertanggungjawabkan semua kemungkinan terburuk, jika pendiri startup terpaksa harus menutup bisnis.

Lessons Learned from Daniel Tumiwa’s Tech Journey

Daniel Tumiwa has a series of stories about his career in the tech industry. The thing that caught the most attention was when he led OLX Indonesia (OLX). In a time when the digital business was growing rapidly, OLX with the concept of classified ads was widely recognized by the public. Two years later, precisely in mid-2017, Daniel decided to step down from his position as CEO and then founded the adtech startup Adsvokat.

Daniel admitted to DailySocial that the decision to establish Adsvokat was not the main reason he left OLX. After resigning as the CEO from the classified ad company, Daniel did several innovations, including operating a coaching business, getting into politics, while simultaneously building Adsvokat.

“I saw the idea of Adsvokat was closer and more relevant at that time because I had previously run several startups and they were too advanced from their era and Adsvokat was more real,” Daniel explained.

Behind the fall of Adsvokat

Adsvokat was founded in 2018. It used to offer quite a unique concept. Utilizing traditional media such as car stickers, helmets, t-shirts, luggage tags, behind laptops, even on the back of smartphones as advertising media. They try to encourage young people to promote brands they like in exchange for additional income.

“The biggest failure of Adsvokat is timing. Too fast. The second is to miscalculate the cash flow game.”

He claims that the user registration process is not a problem, also the experience, there are no obstacles in tracking and measuring. This solution has already been accepted and utilized by several early clients. The problems arise due to inappropriate financial cycles. Users or agents need regular fees at the end of the month, while agencies experience a big gap in income. This unclear cycle is what ultimately forced Adsvokat to go out of business.

“The capital must be large to [be able] spin the money and keep the cycle coming in,” Daniel said.

However, Daniel does not regret anything about Adsvokat. He admitted that this startup was designed quite well with transparency since the beginning. In fact, he claims to always disclose the company’s balance, therefore, everyone knows the company’s financial condition. In times of crisis, he will say, “Guys, time to find work!”.

Adsvokat now becomes a history. For Daniel, there are always plans to revive Adsvokat. The business model he developed that time is still being considered with some players. This business model is claimed to be able to plug and play in several companies to explore new marketing strategies, although there has been no realization until now.

From professional CEO to a startup founder

Daniel’s experience is quite varied. In the last 5 years, he had been positioned at two different positions with different challenges, as CEO of a tech company and a startup founder.

In terms of responsibilities or workloads, a professional CEO must obey and comply with KPIs or goals set by the company or group, for example pursuing growth, revenue, user acquisition, and others. Meanwhile, the founder must take full responsibility for any aspects related to the smooth operation of the company.

“The pressure at OLX is different. The reporting line is different and I feel that the excitement is different. It’s a job as CEO at OLX. Adsvokat is mine and I choose to develop it,” Daniel said.

For Daniel, a professional CEO has an already running system and a fully organized dashboard. Usually, the focus is on the achievement of KPIs. Meanwhile, founders must think about more basic things, such as maintaining the sustainability of the company.

“As a founder, the lesson lies in cash flow [company finances]. [In addition] You have to be the magnet [to attract talented talents]. Having no value or expertise to be a magnet will be tough,” he said.

Daniel closed the interview with a suggestion for anyone aspiring to start a startup.

If you really want and intend of becoming a founder, I think you better stop, because your objective in making a startup is wrong. [Should be] you look a little deeper and start seeing things that could have been more efficient and eventually helped a lot.

In the beginning, it will take some process, because the journey as a founder is tough. If you really hope this startup will become a job and earn money, just stop once again. Because unfortunately at the beginning we have to spend a lot of money and spend money unless we have good backups.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Belajar Dari Perjalanan Karier Daniel Tumiwa

Daniel Tumiwa punya sederet cerita tentang kariernya di industri teknologi. Hal yang paling menarik perhatian adalah ketika dia memimpin OLX Indonesia (OLX). Di masa bisnis digital sedang tumbuh pesat, OLX dengan konsep iklan baris berhasil dikenal luas masyarakat. Dua tahun berselang, tepatnya di pertengahan 2017, Daniel memutuskan untuk mundur dari jabatan CEO dan berikutnya mendirikan startup adtech Adsvokat.

Kepada DailySocial, Daniel mengaku keputusan mendirikan Adsvokat bukan alasan utama ia meninggalkan OLX. Setelah melepaskan jabatan CEO dari perusahaan iklan baris tersebut, Daniel melakukan beberapa hal, termasuk menjalankan bisnis coaching, terjun ke dunia politik, sambil bersamaan mewujudkan Adsvokat.

“Saya melihat ide Adsvokat lebih dekat dan relevan pada masanya pada waktu itu, karena sebelum-sebelumnya saya pernah menjalankan beberapa startup dan mereka sangat too advance dari zamannya dan Adsvokat ini lebih real,” terang Daniel.

Di balik tutupnya Adsvokat

Adsvokat didirikan pada tahun 2018 silam. Konsep yang ditawarkan lumayan unik. Memanfaatkan medium tradisional seperti stiker mobil, helm, kaos, luggage tag, di balik laptop, bahkan di bagian belakang smartphone sebagai media iklan. Mereka mencoba mendorong kaum muda mempromosikan brand yang disukai dengan reward penghasilan tambahan.

“Kegagalan terbesar dari Adsvokat adalah timing. Terlalu cepat. Yang kedua kurang memperhitungkan permainan cash flow.”

Ia mengklaim proses pendaftaran pengguna tidak jadi soal, penggunaan tidak ada masalah, tracking dan pengukuran pun tidak ditemui kendala. Solusi ini sudah diterima dan dimanfaatkan oleh beberapa klien awal. Masalah yang timbul disebabkan siklus keuangan yang tidak sesuai. Pengguna atau agen membutuhkan honor rutin di akhir bulan, sementara agensi memperoleh pembayaran yang selalu berjarak. Siklus yang tidak beres inilah yang akhirnya memaksa Adsvokat gulung tikar.

“Pemodalan harus besar supaya [bisa] memutar uang dan menjaga siklus masuk,” cerita Daniel.

Kendati demikian, Daniel tidak menyesali apa pun tentang Adsvokat. Ia mengaku dari awal startup ini didesain dengan cukup baik dengan transparansi. Bahkan ia mengklaim selalu menampilkan jumlah saldo perusahaan di ruang terbuka agar semua orang tahu kondisi keuangan perusahaan. Saat situasi kritis ia bisa mengatakan, “Guys, waktunya cari kerja!”.

Kini Adsvokat menjadi sejarah. Bagi Daniel, selalu ada rencana untuk menghidupkan kembali Adsvokat. Model bisnis yang dijalankannya waktu itu masih dibicarakan di balik layar dengan beberapa pihak. Model bisnis ini diklaim bisa plug n play di beberapa perusahaan yang ingin menjajaki strategi pemasaran baru, meski belum ada realisasinya hingga kini.

Dari CEO profesional menjadi founder startup

Pengalaman Daniel terbilang cukup lengkap. Dalam 5 tahun terakhir ia menyelami dua pekerjaan yang memiliki tantangan yang berbeda, sebagai CEO sebuah perusahaan teknologi dan founder sebuah startup.

Dari segi tanggung jawab atau beban pekerjaan, seorang CEO profesional harus patuh dan taat terhadap KPI atau tujuan yang ditentukan perusahaan atau group, misalnya mengejar pertumbuhan, revenue, akusisi pengguna dan semacamnya. Sedangkan founder harus bertanggung jawab seutuhnya untuk aspek apa pun yang berkaitan dengan kelancaran operasional perusahaan.

“Di OLX pressure-nya beda. Reporting line beda dan saya merasakan bahwa excitement nya beda. It’s a job kalau sebagai CEO di OLX. Kalau Adsvokat milik saya dan saya memilih untuk mengembangkan itu,” terang Daniel.

Bagi Daniel, seorang CEO profesional memiliki sistem yang sudah berjalan dan dashboard yang tertata lengkap. Biasanya yang menjadi fokus adalah pencapaian KPI. Sementara founder harus memikirkan hal yang lebih mendasar, seperti mempertahankan keberlangsungan perusahaan.

“Sebagai founder, pembelajarannya ada di cash flow [keuangan perusahaan]. [Selain itu] Kamu harus jadi magnetnya [untuk menarik talenta berbakat]. Tidak punya value atau keahlian menjadi magnet itu akan menjadi hal yang berat,” cerita Daniel.

Daniel menutup sesi wawancara dengan sebuah saran bagi siapapun yang bercita-cita mendirikan startup.

“Kalau kamu punya niat dan rasa banget untuk menjadi founder, saya pikir mending kamu berhenti, karena obyektif kamu untuk membuat startup itu salah. [Seharusnya] kamu melihat lebih ke dalam dan memulai melihat sesuatu hal yang seharusnya bisa lebih diefisienkan dan akhirnya banyak yang terbantu.”

“Jika itu awalnya, kamu akan menikmati perjalannya, karena perjalanan sebagai seorang founder itu berat. Kalau memang berharap startup ini menjadi pekerjaan dan mendapatkan uang, sekali lagi berhenti saja. Karena unfortunately di awal itu kita harus banyak memodali dan keluar uang, kecuali kita punya backup yang baik.”

[Where Are They Now] Apa Kabar Lima Penggiat Startup Ini

Dalam waktu lima tahun terakhir banyak perubahan yang terjadi di dunia startup Indonesia. Merger dan akuisisi, pivot bisnis, pergantian posisi pimpinan, dan tutupnya startup mewarnai dinamika ini.

Beberapa orang yang menjadi pimpinan di suatu tempat kemudian memutuskan untuk mundur dan mendirikan startup baru. Berikut ini rangkuman informasi terkini beberapa penggiat startup yang tetap aktif di ekosistem ini.

Razi Thalib

Berada di bawah bendera PT Cinta Sukses Makmur, Setipe didirikan oleh Razi Thalib akhir tahun 2013. Di tahun 2017 Setipe mengumumkan pihaknya telah bergabung dengan Lunch Actually Group Singapura. Setipe menjadi unit bisnis di bawah kelolaan Lunch Actually Group dan Razi memimpin operasional Lunch Actually Group di Indonesia.

Setelah beberapa waktu mengelola Lunch Actually, Razi kemudian bergabung mendirikan RevoU. RevoU adalah platform pendidikan online yang mendorong individu mendapatkan keterampilan yang dibutuhkan untuk meluncurkan karier yang sukses di bidang teknologi.

I have always been passionate about education. Dulu pernah terlibat bantu kembangkan Indonesia Mengajar. Setelah exit dari Setipe/Lunch Actually di awal tahun lalu, saat melakukan consulting sekaligus mencari next thing I wanted to focus on, kebetulan diajak ketemuan sama Matteo [rekan eks Zalora] dan ngobrol-ngobrol tentang ide RevoU. The rest is history,” kata Razi kepada DailySocial.

Razi menambahkan, saat bekerja di Zalora dulu dirinya melihat kesulitan untuk menemukan talenta di bidang teknologi. Khususnya di bidang yang dikuasai Razi secara personal, yaitu Product dan Marketing, startup kebanyakan harus merekrut anak muda yang cerdas untuk kemudian diberikan pelatihan.

“Setelah saya cek perkembangan mereka yang dulu gabung di tim saya, senang banget melihat mereka sudah menjadi some of the leading digital marketing professionals in the region. That experience inspires how we teach at RevoU and also our expectations of graduates when they get into the workforce,” kata Razi.

Daniel Tumiwa

Sosok yang satu ini sudah lama malah melintang di industri startup. Selain di startup e-commerce, Daniel Tumiwa juga aktif di Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) sebagai Chairman pertamanya. Tahun 2017 Daniel mengumumkan pengunduran dirinya sebagai CEO OLX Indonesia.

Setelah meninggalkan OLX, Daniel disibukkan dengan startup adtech yang bernama Adsvokat. Daniel mendapatkan inspirasi mengembangkan memberdayakan medium tradisional dengan memanfaatkan teknologi. Setelah berjalan selama 11 bulan, startup ini tak lagi dilanjutkan.

Saat ini Daniel mengurusi platform e-learning Udemy for Government. Marketplace edtech asal Amerika Serikat Udemy meresmikan kehadirannya di Indonesia awal tahun 2019 lalu. Udemy berisi konten edukasi yang mengarah ke pengembangan karier profesional dan pengayaan pribadi.

Alex Rusli

Nama Alex Rusli dikenal saat dirinya menjabat sebagai Direktur Utama dan CEO Indosat Ooredoo. Banyak inovasi teknologi yang dilahirkan saat dirinya memimpin Indosat, namun akhirnya kebanyakan layanan ini ditutup dan Indosat kembali fokus sebagai operator.

Tahun 2017 Alex mundur dari jabatannya. Dirinya kemudian disibukkan dengan kegiatan baru, termasuk Chairman iflix Indonesia dan Co-founder dan Direktur Digiasia Bios, sebuah holding startup yang didirikannya. Alex juga terlibat sebagai komisaris di tiga perusahaan (Hermina, Linknet, Unilever) dan menjadi angel investor di beberapa perusahaan.

Dayu Dara Permata

Dayu Dara Permata kita kenal ketika menggawangi kelahiran GoLife. Layanan ini sempat mewarnai diversifikasi produk Gojek, namun sayangnya harus ditutup tahun ini seiring dengan meredupnya efektivitas bisnis sejak akhir tahun lalu.

Lepas dari Gojek, Dayu mengembangkan startup baru yang menyasar sektor properti (proptech). Bersama Ahmed Aljunied, Pinhome didirikan untuk memfasilitasi transaksi properti agar lebih mudah, cepat, dan transparan dengan bantuan teknologi. Kepada DailySocial Dayu mengklaim Pinhome bukanlah sebuah property house atau marketplace.

“Pinhome sangat berbeda. Kami adalah sebuah platform online yang memfasilitasi interaksi antara pemilik, pembeli, dan agen properti. Sebagai pemilik properti akan sangat dimudahkan karena ke depannya kami akan memiliki akses ke ratusan ribu agen yang siap membantu memasarkan propertinya.”

Brata Rafly

Brata Rafly sudah cukup lama berkecimpung di dunia teknologi Indonesia, termasuk bekerja di Microsoft, Yahoo dan Intel. Tahun 2015 Brata resmi menjabat sebagai CEO Dimo. Dimo bergerak di layanan sistem pembayaran berbasis kode QR dengan jargonnya Pay by QR.

Lepas dari Dimo, Brata kemudian menjabat sebagai CEO Finfleet. Finfleet adalah bentuk pivot dari Etobee, sebuah startup marketplace logistik.

Finfleet menempatkan diri sebagai startup yang bergerak di logistik dengan layanan khusus jasa keuangan, dengan model bisnis B2B2C. Jenis layanannya mulai dari verifikasi konsumen, pengiriman produk keuangan seperti kartu debit dan kredit, pembayaran dan pick up (dokumen, COD, mobile ATM) dan akuisisi konsumen (jual produk keuangan).

Tiga Cara Menjaga Produktivitas Tim Startup selama WFH

Masa pandemi yang mendorong banyak perusahaan untuk melakukan work from home (WFH) tidak hanya memberikan keuntungan, tetapi juga memberikan tantangan yang harus dihadapi oleh para pekerja. Di satu sisi, pekerja mungkin diuntungkan dengan fleksibilitas kerja, penghematan biaya, dan yang pasti dapat terhindar dari penyebaran virus COVID-19. Di sisi lain, tantangan seperti komunikasi dan koordinasi yang terhambat, kegiatan supervisi yang tidak dapat berjalan dengan baik, serta sulitnya menjaga spirit tim untuk tetap menjaga produktivitas selama WFH menanti untuk diatasi tiap harinya.

Tantangan-tantangan tersebut seringkali menjadi perhatian lebih oleh para CEO ataupun pemimpin perusahaan lainnya. Bila tidak, produktivitas kerja dan kondisi mental para pekerja dapat terus menurun yang nantinya justru akan berdampak banyak kepada perkembangan usaha. Untuk mengetahui lebih lanjut, berikut kami hadirkan beberapa hal yang dapat dilakukan oleh para CEO, Founder, ataupun para pemimpin lainnya dalam perusahaan untuk mengatasi tantangan tersebut.

Maksimalkan Platform Kolaborasi

Salah satu cara untuk tetap menjaga produktivitas karyawan meski tidak dapat bertemu secara langsung adalah dengan memaksimalkan penggunaan platform kolaborasi. Anda dapat memanfaatkan platform seperti Slack, Microsoft Teams, Trello, Astana, hingga platform berbagi file seperti Google Drive ataupun Dropbox. Dengan begitu, sebagai seorang pemimpin atau manajer Anda dapat lebih mampu membantu tim untuk memiliki sistem project management baru yang memudahkan koordinasi dalam melakukan pekerjaan yang membutuhkan banyak kolaborasi antar karyawan serta menjaga linimasa proyek yang sedang berjalan tetap sesuai dengan deadline. Selain itu, menggunakan platform kolaborasi ini juga dapat mempermudah tim melihat pekerjaan apa yang harus diprioritaskan dan memperlihatkan kesulitan yang dihadapi kepada rekan kerja lainnya secara langsung.

Lakukan Meeting Reguler

Selain menjaga produktivitas, sebagai pemimpin Anda juga perlu memperhatikan kondisi internal tim ataupun individu dengan melakukan check-in yang reguler dilakukan baik harian maupun mingguan. Selain dapat saling update tentang pekerjaan yang sedang berjalan, melalui meeting ini masing-masing anggota juga dapat membicarakan hal lain di luar pekerjaan selayaknya seperti saat di kantor. Upaya ini setidaknya dapat sedikit membantu menjaga konektivitas antar anggota tim melalui interaksi yang dilakukan. Dengan melakukan hal ini, Anda juga dapat memiliki kesempatan untuk mendengar atau mengetahui apa kesulitan yang dialami karyawan baik terkait produktivitas ataupun tantangan lainnya yang dialami selama WFH.

Ikuti Program Pelatihan Pengembangan Leadership

Bila upaya-upaya yang telah Anda lakukan untuk menjaga produktivitas dan konektivitas tim menemui jalan buntu atau justru ini adalah kesempatan pertama Anda dalam menghadapi situasi memimpin tim secara remote sehingga banyak kesulitan yang ditemukan saat menjalaninya, mungkin ini saat yang tepat bagi Anda untuk mengembangkan kemampuan leadership selama work from home ini. Dengan mengembangkan kemampuan kepemimpinan, Anda mungkin dapat lebih terlatih dalam menghadapi berbagai jenis kesulitan yang dialami tim serta dapat lebih peka untuk menemukan permasalahan di situasi new normal yang mendorong Anda untuk memimpin dan mengkoordinasikan tim dengan lebih baik saat bekerja dari rumah.

Salah satu program pelatihan yang dapat Anda ikuti dengan gratis namun tetap berkualitas adalah program pelatihan yang bertajuk “Reinvigorating Your WFH Teams” oleh Daniel Tumiwa. Program pelatihan ini akan diadakan selama 6-10 pekan melalui Zoom call. Melalui program ini, para peserta akan dibantu untuk melihat permasalahan-permasalahan yang dapat diperbaiki dalam menjalankan usaha selama WFH. Program pelatihan ini juga dapat melibatkan secara langsung tim Anda sehingga ilmu yang didapatkan dapat langsung dipraktekkan serta diberi masukan langsung oleh Daniel Tumiwa.

Di tengah situasi yang sulit seperti ini, kemampuan memimpin seorang CEO atau manajer sangat diandalkan untuk terus menjaga kelangsungan perusahaan. Pelatihan seperti program tersebut mungkin bisa menjadi salah satu cara Anda untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang sedang dihadapi selama masa pandemi ini. Bila tertarik untuk mengikuti program pelatihan tersebut, silahkan daftarkan diri Anda dengan mengunjungi link berikut ini.

Ubah Fokus Kegiatan, NextIcorn Tahun Ketiga Perbanyak “Deal” Investasi Baru

Memasuki tahun ketiga, gelaran tahunan NextIcorn (Next Indonesia Unicorn) menggeser fokus kegiatannya dengan perbanyak pertemuan bilateral antara investor dengan startup demi mencetak deal investasi baru. Perubahan ini sekaligus menandakan dimulainya NextIcorn sebagai sebuah yayasan independen.

Chairman of NextICorn Daniel Tumiwa menjelaskan, pada dua tahun sebelumnya, NextICorn masih berstatus sebagai program konferensi tahunan yang diselenggarakan oleh pemerintah. Ada misi pemerintah yang dibawa dengan menggelar berbagai konferensi dan seminar yang menghadirkan banyak pembicara.

“Kami ingin mengurangi itu, dengan lebih perbanyak meeting bilateral. Kami harus menganggarkan dana yayasan agar bisa mempersiapkan mimpi yang lebih besar ke depannya,” terang dia, Kamis (7/11).

NextICorn tahun ini akan diselenggarakan pada 14-15 November 2019 di Jimbaran Hub, Bali. Targetnya dihadiri 150 investor dari berbagai belahan negara dan 132 startup lokal.

Dari kurasi tahapan pendanaan startup, sekitar 20% dari mereka sudah mendapat pendanaan di bawah $1 juta, 55% telah memperoleh pendanaan antara $1 juta-$5 juta, dan 25% di atas $5 juta.

Diharapkan bakal ada 4.800 permintaan pertemuan bilateral dalam dua hari tersebut dan setidaknya ada 1.500 pertemuan yang bisa mengarah ke pertemuan lanjutan hingga benar-benar terjadi deal.

Sebagai catatan, tahun lalu acara ini didatangi oleh 125 investor dan 88 startup. Terjadi 3.999 permintaan pertemuan selama cara tersebut, namun realisasinya hanya 801 pertemuan saja. Dari situ, pertemuan follow up sebanyak 400 pertemuan.

Startup yang bergabung telah dikurasi secara ketat. Daniel menjelaskan, ada sejumlah kriteria yang mesti dipenuhi, misalnya berbentuk PT atau PMA dengan kepemilikan lokal minimum 25% dan setidaknya sudah memperoleh investasi $100 ribu dari investor eksternal.

Bila masih bootstrap startup peserta minimal punya traksi sebesar 5 juta MAU untuk startup media, GMV di atas $1 juta untuk startup e-commerce, atau aplikasi sudah diunduh lebih dari 1 juta kali. Jika berbentuk startup SaaS, minimal Annual Recurring Revenue (ARR) sebesar $500 ribu.

Setelah itu mereka harus mengikuti proses wawancara oleh tim Amvesindo sampai akhirnya resmi masuk ke daftar peserta.

Seluruh ringkasan (compendium) dari startup ini akan diberikan secara eksklusif dan rahasia bagi investor. Level investor yang datang juga dibatasi, minimal selevel Managing Director.

“Klasifikasi ini membuat kurasi startup yang dihadirkan berkualitas. Bagi investor, list ini akan memudahkan mereka untuk langsung mengadakan pertemuan dengan startup. Informasinya sudah lengkap, bisa langsung dibaca.”

Daniel menyebut sejauh ini, pihaknya telah menerima sekitar 100 startup yang mendaftarkan diri. 40 startup di antaranya adalah perusahaan baru yang didominasi sektor kesehatan, pendidikan, dan agrikultur.

Sepenuhnya biayai sendiri

Semenjak menjadi yayasan, NextICorn kini membiayai seluruh kegiatannya secara mandiri dan ini adalah tahun pertamanya. Pada dasarnya, yayasan ini didirikan secara personal dengan dana sendiri oleh para founder-nya yang datang dari berbagai stakeholder.

Beberapa nama tersebut adalah Rudiantara, Thomas Lembong, Lis Sutjiati, Rambun Tjajo, Nadiem Makarim, Achmad Zaky, William Tanuwijaya, Feri Unardi, Rudy Ramawy, David Rimbo, dan Donald Wihardja. Di luar itu, NextICorn mendapat jajaran investor dari kalangan korporat, termasuk Gojek, BCA, Grup Sinar Mas, dan Grup Astra.

Daniel menuturkan, bersama seluruh stakeholder, pihaknya akan menyeriusi NextICorn agar tidak sekadar sebagai acara konferensi tahunan skala internasional, tetapi melakukan promosi ke seluruh Indonesia dan mendorong kolaborasi antara startup dengan korporat.

Timing-nya sekarang pas. Korporasi mulai lirik startup untuk kolaborasi. Beberapa di antara mereka juga sudah mulai inisiasi masuk ke digital. Beberapa tahun lalu jembatannya terlalu jauh, sekarang sudah pas,” pungkasnya.

Tren dan Lanskap Pemasaran Digital di Indonesia

Menurut data yang dilansir Digital Ready, content marketing masih digemari mayoritas kalangan B2B untuk kegiatan pemasaran. Sementara untuk penggunaan software marketing secara global, budget yang telah digunakan untuk memanfaatkan marketing tools tersebut sudah mencapai $32 miliar per tahunnya.

Dalam survei tersebut tercatat, 100 ribu bot aktif di Facebook Messenger telah menawarkan platform paling relevan untuk bisa melakukan interaksi dengan target pengguna. Sementara itu makin maraknya influencer untuk kegiatan pemasaran, telah meningkatkan biaya pengeluaran perusahaan hingga 39% secara global. Instagram hingga saat ini merupakan platform media sosial favorit untuk brand dan influencer.

Teknologi AI, chatbot, dan piranti lunak pemasaran

Salah satu highlight yang marak dibicarakan para praktisi dan pelaku adalah kebangkitan teknologi AI (artificial intelligence) dan chatbot untuk kegiatan pemasaran. Di tahun 2018 ini keduanya tidak hanya wacana. Chatbot menjadi “default” platform saat kegiatan pemasaran dilakukan.

“Perusahaan yang melayani konsumen/klien banyak atau inventori produk yang bervariasi seperti e-commerce akan sangat bergantung pada teknologi seperti piranti lunak pemasaran. Contoh menggunakan chatbot sebagai customer service yang bisa standby setiap waktu dan menjawab dan memproses permintaan,” kata VP Marketing Kofera Anis Thoha Manshur.

Dari sisi pemasaran produk yang memiliki inventori banyak, diperlukan software marketing yang dapat mengotomasi proses pembuatan iklan agar mencapai tujuan bisnis, seperti peningkatan pendapatan atau akuisisi konsumen baru.

Programmatic buying tools (seperti DoubleClick) juga bisa membantu mempercepat proses optimasi digital media buying jika tidak memiliki resource digital marketing specialist yang bisa mengoptimalkan bidding dan targeting secara manual.

“Tapi perlu dipertimbangkan juga bahwa programmatic buying memiliki keterbatasan kontrol dan biasanya memakan biaya yang tinggi jika budget juga besar, karena kebanyakan vendor programmatic buying tools mengambil biaya dari persentase budget. Semakin besar budget, semakin besar biaya,” kata Direktur Marketing DANA Timothius Martin.

Sementara menurut CEO ADSvokat Daniel Tumiwa, penggunaan software marketing untuk kegiatan pemasaran secara perlahan mulai diminati oleh brand. Namun demikian Daniel melihat peranan agency masih tetap menjadi pilihan brand, pelaku UKM, dan startup.

Inovasi konten kreatif

Dalam satu tahun terakhir persaingan landskap digital semakin ketat. Tidak hanya persaingan dalam hal pembelanjaan, tapi juga dalam hal kreativitas konten. Sekitar 3-4 tahun yang lalu, sebagian besar advertiser fokus menggunakan channel search (SEM) dan display marketing (display networks) di desktop dan mobile. Konten yang ditawarkan saat itu sebagian besar adalah promo diskon.

“Nah, dalam dua tahun terakhir ini, persaingan yang sangat ketat mendorong advertiser untuk lebih inovatif dalam pemilihan channel digital marketing dan juga konten yang lebih dari sekedar promo diskon. Video marketing seperti di YouTube (TrueView, bumper ad), Facebook Pocket TV, dan sponsored video post di Instagram merupakan channel favorit terbaru di antara advertiser. Video marketing menawarkan beberapa kelebihan kepada advertiser dibandingkan channel lainnya seperti search & display,” ungkap Timothius.

Timothius menambahkan, durasi yang fleksibel dan gabungan elemen visual dan audio dapat memberikan engagement yang lebih baik dari channel lainnya. Video juga memiliki peluang viral yang lebih besar dibandingkan channel lainnya, seperti static image dan search.

“Tergantung platform video yang digunakan, biasanya video marketing sangat efisien karena advertiser di-charge setiap pengguna menonton video hingga durasi tertentu (cost-per-view). Misalnya di YouTube, jika pengguna tidak menonton iklan sekitar 30 detik, maka advertiser tidak akan di-charge. Harga CPV bisa semurah Rp350,” kata Timothius.

Sementara itu untuk pasar B2B, Anis melihat, content marketing masih menjadi pilihan utama saat mulai melakukan kegiatan pemasaran. Untuk B2B, white paper, study case, dan pemaparan dalam bentuk video sangat penting untuk mengedukasi konsumen.

Di market B2C Indonesia, faktor penentu terbesar customer dalam proses pembelian adalah harga dan promosi. Di market B2B, harga dan promosi bukanlah menjadi faktor penentu yang utama. Banyak hal-hal lain yang perlu dipikirkan calon pembeli B2B, seperti ketersediaan produk dalam jumlah besar, fleksibilitas pembayaran, post-sale services, ketersediaan suku cadang, positive endorsement dari klien, dan lainnya.

“Hal-hal tersebut hanya bisa dikomunikasikan dalam suatu konten yang edukatif dan intuitif. Tidak hanya di dalam platform B2B tersebut, tetapi juga di platform media eksternal,” kata Timothius.

Tren media sosial dan peranan influencer

Media sosial masih menjadi platform pilihan yang relevan, mudah, dan sarat dengan pembaruan teknologi saat melakukan kegiatan pemasaran. Hal ini, menurut Anis, karena konten yang terbaru (“kekinian”) yang disajikan melalui format interaktif (seperti live streaming) atau konten terbatas (seperti insta story) menarik “rasa penasaran” banyak pengguna media sosial.

“Anda bisa mengamati bagaimana orang aktif mengunggah insta story atau hanya sekedar penasaran melihatnya. Kemudian fenomena yang terjadi di aplikasi seperti Bigo, TikTok, yang memberikan wadah para pengguna media sosial untuk berekspresi. Menurut saya, ke depannya media sosial akan memberikan lebih banyak variasi bagi pengguna dalam berekspresi.”

Hal senada juga disampaikan Timothius terkait tren media sosial saat ini dan tahun depan. Video memiliki tingkat fleksibilitas yang lebih tinggi untuk pengguna mengekspresikan aktivitas dan pengalaman mereka dibanding static image dan teks (seperti status update).

“Video baru belakangan ini naik daun karena semakin terjangkaunya harga kuota data internet operator telekomunikasi di Indonesia dan juga penetrasi smartphone yang terus bertambah pesat. Pemain media sosial yang akan terus mendominasi dari tren video ini adalah Instagram dan Facebook.”

Terkait dengan peranan influencer saat ini dan ke depannya, Daniel Tumiwa yang menjalankan bisnisnya memanfaatkan “buzzer” atau influencer dari kalangan mahasiswa melihat, bakal makin tumbuh dengan pesat dan masih memiliki potensi yang cerah. Tidak hanya sekedar mempromosikan brand di channel digital (Instagram, Facebook, Twitter), tetapi juga di channel offline seperti event, community building, hingga ke produksi iklan TV dan OOH (Out-of-home).

“Cara influencer dalam mempromosikan suatu brand juga mulai berubah. Beberapa tahun lalu, influencer lebih cenderung mempromosikan dengan konten yang hard sell seperti foto dengan produk dan caption text yang menjual. Saat ini konten lebih menjual gaya hidup dan pengalaman dari menggunakan produk/layanan yang dipromosikan (soft sell). Dengan cara ini, viewers juga akan lebih percaya kepada brand yang di promosikan karena terlihat lebih natural seperti bukan iklan,” kata Timothius.

Sementara itu Anis melihat, peranan influencer sendiri makin penting bagi para konsumen yang sedang mencari informasi/referensi dalam pemilihan suatu produk. Untuk beberapa kategori produk dan bisnis, influencer marketing berperan sangat penting dalam menyebarkan efek “word of mouth“.

Influencer marketing saat ini semakin berkembang dan diminati. Contohnya suatu brand smartphone baru yang berasal dari Tiongkok, yaitu Xiaomi. Mereka besar berkat komunitas dan banyak bekerja sama dengan influencer,” tutup Anis.

Memprediksi Tren Bisnis “Fashion Commerce” di Indonesia

Bersama dengan produk elektronik, barang-barang fashion memiliki tempat istimewa bagi mereka penggemar belanja online. Hal tersebut dibuktikan dengan makin banyaknya layanan fashion commerce lokal dan asing yang merambah tanah air. Pembuatan barang-barang merk sendiri, atau yang lebih kenal sebagai private label, dan pendekatan skema O2O (online-to-offline) disebut menjadi kunci mendominasi pasar ini.

Jika awalnya fokus utama layanan fashion commerce adalah menyediakan pilihan produk beragam dari merchant, seiring dengan perubahan pola konsumsi pelanggan dan makin maraknya kehadiran toko online yang memanfaatkan media sosial, secara perlahan layanan fashion commerce mulai beradaptasi dan mulai menghadirkan inovasi baru.

Private label dan pengalaman offline

Didominasi pembeli dari kalangan perempuan, layanan fashion commerce mulai menghadirkan private label dengan desain dan produksi yang dimonitor langsung oleh tim internal.

Mulai dari skema O2O (online-to-offline) dengan mendirikan toko permanen di mall hingga menggelar berbagai kegiatan pop up store, dari sisi pertumbuhan,

Layanan fashion commerce yang mampu menerapkan skema O2O (online-to-offline), misalnya pop up store atau mendirikan toko permanen, disebut memiliki peluang untuk mendapatkan data yang lebih kaya berdasarkan interaksi langsung dengan pelanggan.

“Skema O2O di dunia fashion commerce sudah mulai terlihat menunjukkan peluang yang positif. Saya melihat sekarang dan ke depannya, skema ini bakal banyak diterapkan oleh layanan fashion commerce di Indonesia,” kata Pemerhati e-commerce dan CEO Adsvokat Daniel Tumiwa kepada DailySocial.

Kegiatan offline disebut mampu memberikan efek seimbang untuk pertumbuhan bisnis. Hal tersebut sudah diterapkan Berrybenka dengan kegiatan pop up store dan mendirikan toko permanen. Demikian juga dengan Muslimarket yang memanfaatkan brand Suqma.

Kehadiran toko fisik dianggap mampu memecahkan masalah seperti kepuasan pelanggan untuk menyentuh dan mencoba langsung produk yang ingin mereka beli.

Berbeda dengan Berrybenka, Sale Stock memberikan alternatif baru dengan opsi mencoba langsung melalui fitur “Coba Dulu Baru Bayar”. Pembeli diberikan waktu untuk mencoba, jika puas barang bisa langsung diambil, namun jika tidak puas saat itu juga bisa dititipkan ke kurir untuk ditukar atau dikembalikan.

Seorang pelanggan Sale Stock, sebut saja Ani, mengungkapkan cara ini ampuh memberikan pilihan baru ke pelanggan saat membeli produk fesyen favorit.

Konsolidasi dan akuisisi

Awal bulan ini, layanan agregator fesyen Lyke mengumumkan penutupan layanan dan mengalihkan seluruh karyawannya ke layanan e-commerce  Tiongkok Jollychic. Jollychic pertama kali hadir di Tiongkok pada 2014 dan mulai mengembangkan sayap ke Indonesia tahun lalu.

Kepada DailySocial, CEO Lyke Bastian Purrer mengungkapkan, penjualan Lyke kepada Jollychic dilakukan demi membangun layanan e-commerce yang lebih besar dengan melakukan sinergi antar dua perusahaan. Diklaim layanan ini sempat memiliki 1,6 juta pengguna, bermitra dengan 300 toko, dan memiliki 150 ribu pilihan produk.

“Saya percaya pasar fesyen online di Indonesia masih besar peluangnya. Dengan kolaborasi bersama Jollychic saya yakin kita bisa mengatasi semua tantangan yang ada. Sejauh ini masih banyak orang yang melakukan pembelian fesyen secara offline atau melalui media sosial dengan rendahnya penetrasi layanan e-commerce di Indonesia,” kata Bastian.

Untuk melancarkan ekspansinya, marketplace fesyen Muslim Hijup juga telah mengakuisisi Haute-Elan, platform marketplace modest fashion terbesar di Inggris Raya. Pasca akuisisi ini, mereka meluncurkan Hijup UK Limited yang menjadi langkah pertama Hijup go global.

Konsolidasi, merger, dan akuisisi antar layanan fashion commerce, disebutkan Daniel, bakal banyak terjadi ke depannya, terutama bagi layanan fesyen yang skalanya kecil hingga menengah ke atas. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan bisnis, ekspansi, sekaligus menyokong pendanaan dan melancarkan strategi pemasaran yang memiliki peranan penting di sektor ini.

“Contohnya adalah Sale Stock, yang sejak pendanaan terakhir fokus kepada kegiatan pemasaran dengan promosi di televisi secara masif. Hal tersebut membuktikan, branding masih menjadi langkah strategis yang dilakukan oleh layanan fashion commerce,” kata Daniel.

Adtech Platform Adsvokat Plans for New Fundraising This Year

To support its platform, both on developing news features and achieving growth, Adsvokat, an adtech platform founded by Daniel Tumiwa, plans to raise new funding round this year. Currently running as bootstrap business using personal money and funding from angel investors, Adsvokat focuses to raise Series A fund.

“Previously, we had a meeting with 26 local and global investors. There are currently three investors in a serious appraisal for the next funding round,” Daniel Tumiwa, ADSvokat’s Co-Founder and Chief ADSvokator, said.

Adsvokat implements O2O (Online-to-offline) concept and starts operating since July 2017. The company already has 100 students as member and four clients. They are Tokopedia, Telkomsel, Clear (Unilever), and BCA.

“Our next target is to have at least 60 thousand adsvokator [Adsvokat users] of student and 60 clients of various brands,” he said.

While simple, it’s using machine learning

Besides applying selfie to measure the campaign success. Adsvokat also pin an in-app tracker to see adsvokator activities in various medium. Adsvokat utilizes stickers on cars, helmets, smartphones, and clothing as a medium.

“The sticker must match the set criteria for its placement. Ideally, it cannot be combined with other brand’s stickers. One adsvokator can choose up to 3 medium from the select brand for a campaign,” Achmad M. Usa, Adsvokat’s COO, said.

Even with simple technology, Adsvokat claims to use machine learning technology to determine how many student adsvokators interested in existing campaigns and how many supporting products required by each campaign.

“We also ensure the Adsvokat app to minimize battery drain on smartphones. We apply data optimization with a comprehensive compression method. By those means, automatic data procession can be avoided and certainly conserve the phone’s battery,” Heru Herlambang, Adsvokat’s CTO, said.

Referral feature

Using referral feature, by asking 10 friends, to help marketing activities, Adsvokat is positioned as marketing medium that’s yet to be developed by other services. As a bridge between brand and users, Adsvokat claims it’s a powerful way for offline marketing.

“Impression for the current product is considered small in measurement compared to direct advocacy. Hence  the utilization of referral system to expand the current market activities,” Tumiwa said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here