FishLog Raih Pendanaan Pra-Seri A 55 Miliar Rupiah

Startup aquatech FishLog mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri A sebesar $3,5 juta (lebih dari 55 miliar Rupiah). Sejumlah investor ikut berpartisipasi dalam putaran tersebut, yakni BRI Ventures, Accel, Insignia Ventures Partners, Patamar Capital, Indogen Capital, dan Triputra Agri Group.

FishLog akan memanfaatkan dana segar tersebut untuk memperkuat jaringan rantai dingin perikanan domestik Indonesia melalui ekosistem yang dibangun. Termasuk akses ke pembiayaan dan mitra ekosistem. Kemudian, memperkuat peran FishLog dalam rantai pasokan global sebagai penggerak ekosistem dan mengembangkan keberlanjutan tenaga kerja di industri melalui “FishLog Academy”.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan hari ini (3/10), Chief Investment Officer BRI Ventures Markus Rahardja menyampaikan, fokus FishLog yang menyeluruh dalam mendigitalkan rantai pasok perikanan menjadi solusi permasalahan cold storage dan menjaga distribusi logistik dari hulu hingga hilir.

Hal tersebut sejalan dengan tugas Badan Logistik Indonesia dalam menjaga stabilitas harga, stok, kualitas hasil perikanan, dan pemerataan distribusi, serta menerapkan sistem penamaan Unit Penyimpanan Stok Nasional dan Internasional (SKU) yang terstandardisasi.

“Kami sangat senang dapat bermitra dengan FishLog dengan peran inovatif yang mereka mainkan di industri perikanan Indonesia dan mendukung mereka untuk terus fokus pada Rantai Pasokan Terintegrasi di Industri Makanan Laut dan memperluas digitalisasi ekosistem FishLog secara global,” jelas Markus.

Sejak 2020, FishLog telah mendorong peningkatan penyimpanan dingin, mengolah, dan mendistribusikan perikanan Indonesia agar mampu memenuhi penawaran dan permintaan global dengan lebih baik.

FishLog mengaktifkan wilayah pesisir perikanan dengan mendirikan FishLog Quality Centers, platform hybrid offline-online yang bekerja dengan mitra cold storage lokal untuk memberikan para pemangku kepentingan lokal termasuk nelayan, agregator, dan pedagang, akses yang lebih besar kepada pembeli dengan mendaftarkan inventaris mereka di pasar FishLog dan mendigitalkan mereka operasi.

FishLog juga memungkinkan bisnis perikanan untuk memaksimalkan operasi hulu hingga hilir melalui empat produknya, penanganan inventaris, pembiayaan, B2B marketplace, dan Digitalisasi Cold Storage.

Sejumlah startup di bidang aquatech tampak mendapatkan perhatian lebih dari investor. Tahun ini saja beberapa pemain telah mendapatkan pendanaan, termasuk eFishery (Rp1,2 triliun), Aruna (Rp431 miliar), hingga Delos (Rp115 miliar).

Pencapaian dan rencana berikutnya

Suasana di FishLog Quality Center / FishLog

CEO & Co-founder FishLog Bayu Anggara mengatakan, meskipun ada potensi bisnis global yang sangat besar untuk sektor perikanan Indonesia, namun hal itu telah lama diganggu oleh inefisiensi dan fragmentasi. Misinya di FishLog adalah membuka potensi penjualan dan memaksimalkan utilitas penyimpanan industri perikanan Indonesia yang terfragmentasi, membangun cara terbaik dan paling terjangkau untuk memastikan keberlanjutan produk dan tenaga kerja di industri.

“Melalui pendanaan ini, kami akan terus membangun cold chain ekosistem enabler dan sistem operasi untuk perikanan di Indonesia. Visi kami adalah agar semua pemangku kepentingan di sektor ini dapat berpartisipasi secara produktif dalam industri ini, bertransaksi dengan aman, dipercaya oleh, dan terintegrasi dengan mulus satu sama lain,” kata Bayu.

Dia melanjutkan untuk mencapai visinya untuk industri perikanan yang lebih kuat di Indonesia, diperlukan banyak talenta yang mumpuni. Untuk itu, FishLog telah meningkatkan perekrutan dan ekspansi timnya. Saat ini, perusahaan memiliki lebih dari 200 karyawan.

Di sisi lain, sebagai bentuk berkontribusi pada pengembangan bakat industri yang berkelanjutan, pihaknya membentuk FishLog Academy. Program ini dibangun untuk mengembangkan dan memiliki standar yang sama dalam industri perikanan ini.

FishLog Academy adalah program intensif untuk menghasilkan talenta terbaik dalam hal ini industri yang menawarkan pendidikan profesional, pengembangan pribadi, dan peluang karier yang terjamin. Fishlog Academy berkomitmen untuk memperkuat keterampilan dan kemampuan talenta masa depan di industri perikanan.

FishLog Academy berfokus pada dua program yang akan menghasilkan talenta muda yang kompeten di bidang Quality Control dan Cold Storage Operations. Mereka akan langsung mendapat teori dan praktek langsung di FishLog Quality Center di seluruh Indonesia.

Selain itu, program lain di FishLog Academy adalah mempersiapkan talenta yang siap bekerja secara profesional, dan yang berkompeten di industri perikanan. Mereka akan diberikan pelajaran tentang Operasi & Manajemen Bisnis.

Ke depannya, perusahaan akan tetap menjadikan Indonesia sebagai pasar utama. Namun tetap membuka potensi perikanan domestik Indonesia di mata panggung global. Saat ini, perusahaan sedang mempersiapkan produk marketplace enabler untuk semua pemangku kepentingan perikanan di Indonesia, merampingkan proses rantai pasokan mereka menjadi lebih efisien dan transparan dengan cara yang lebih berkelanjutan.

“Kami telah membangun model yang kuat dan dapat direplikasi di seluruh Indonesia, kami sekarang berinisiatif untuk berkembang di rantai pasokan global,” tutup Bayu.

Application Information Will Show Up Here

Wahyoo Dikabarkan Galang Pendanaan Seri B

Platform digitalisasi warung “Wahyoo” dikabarkan tengah menggalang pendanaan seri B. Dari data yang sudah dimasukkan ke regulator, saat ini putaran tersebut telah membukukan sekitar $6 juta atau setara 92 miliar Rupiah.

Sejumlah investor berpartisipasi di pendanaan ini, seperti Eugene Investment, Intudo Ventures, Asia Horizon, PT Trinity Optima, East Ventures, Indogen Capital, dan sejumlah lainnya.

Terakhir, Wahyoo secara resmi mengumumkan pendanaan dalam putaran seri A senilai 73 miliar Rupiah dipimpin Intudo Ventures pada Agustus 2020 lalu. Founder & CEO Wahyoo Peter Shearer mengungkapkan, strategi bisnis dan rencana startupnya adalah memberikan dampak sosial kepada pelaku UMKM di Indonesia, khususnya pemilik warung makan.

Melansir data di situsnya, sejak didirikan tahun 2017 saat ini sudah ada lebih dari 27 ribu usaha F&B dengan sekala mikro s/d menengah yang telah dilayani Wahyoo. Salah satu layanan yang kini digenjot adalah e-commerce pemenuhan bahan baku, menyediakan lebih dari 2000 bahan segar — dengan area cakupan baru di seputar Jabodetabek dan Karawang.

Selain itu, Wahyoo telah mengembangkan unit bisnis “Bikin Tajir Group” untuk memanfaatkan aset dapur mitra UMKM kuliner guna mengoperasikan usaha cloud kitchen. Beberapa brand yang telah berjalan seperti Bebek Goreng Bikin Tajir dan Bakso Bikin Tajir yang dapat dioperasikan oleh mitra UMKM kuliner Wahyoo.

Untuk menambah potensi bisnis, Wahyoo juga telah lakukan sejumlah aksi penting. Salah satunya pada awal tahun 2022 mereka mengakuisisi Alamat.com — sebuah startup yang telah membantu 35 ribu pemilik bisnis offline mengadopsi teknologi online. Kolaborasi kedua startup dinilai dapat meningkatkan kehadiran warung dan pemilik usaha F&B naik kelas lewat platform digital yang dikembangkan bersama.

Di tengah pandemi, Wahyoo juga sempat menghadirkan platform online grocery B2C Langganan.co.id. Namun demikian, platform tersebut ditutup tahun lalu dengan dalih fokus Wahyoo ingin menggarap segmen B2B.

Dalam sebuah wawancara bersama DailySocial.id, Peter pernah mengatakan, “Memang warung makan tradisional terlihat kecil, tapi ternyata banyak sekali permasalahan yang perlu dibenahi dan mereka perlu dibantu. Kami percaya ketika mereka terbantu, efek ekonomi, efek lingkungan, efek sosial budaya yang lebih baik akan secara otomatis membuat Indonesia lebih baik.”

“Saat ini kami menargetkan [membantu] seluruh UMKM Kuliner, tidak hanya warung makan tapi juga mungkin tempat makan dan rumah makan yang skalanya kecil dan menengah. Dengan adanya infrastruktur yang sudah terbangun selama 4 tahun, dengan pengalaman dan kemampuan yang kami miliki, kami ingin dampak yang lebih luas lagi,” kata Peter.

Application Information Will Show Up Here

Startup Agritech Gokomodo Peroleh Pendanaan Seri A 386 Miliar Dipimpin East Ventures

Startup rantai pasok agribisnis Gokomodo hari ini (6/9) mengumumkan pendanaan seri A sebesar $26 juta (lebih dari 386 miliar Rupiah) dipimpin oleh East Ventures. Investor lain juga berpartisipasi dalam pendanaan ini, yakni SMDV, Eight Capital, K3 Ventures, Triputra, Waresix, Indogen Capital, Sahabat Group, dan Sampoerna Financial.

Diklaim putaran ini merupakan salah pendanaan seri A dengan nilai terbesar di Indonesia. Pengumuman ini dilakukan relatif singkat pasca dikabarkan peroleh pendanaan tahap awal pada Juli 2022. Berdasarkan informasi dari data regulator, perusahaan mengantongi pendanaan sebesar $1 juta dari East Ventures dan Waresix. Akan tetapi, pihak yang terkait tidak memberikan respons terkait pemberitaan ini.

Co-founder dan CEO Gokomodo Samuel Tirtasaputra menyampaikan, dukungan dari East Ventures dan investor lainnya akan digunakan untuk mengembangkan Gokomodo. Gokomodo melakukan pendekatan ganda, yakni menggabungkan platform digital yang kuat dengan infrastruktur yang strategis. Hal ini untuk memastikan bahwa perusahaan dapat mendukung penetrasi di area yang minim akan infrastruktur digital.

“Sejalan dengan tujuan kami untuk memajukan perusahaan agribisnis dan petani kecil di seluruh Indonesia, serta penyediaan akses yang sama bagi semua pemangku kepentingan melalui teknologi. Dengan hadir lebih dekat dengan para petani, kami berharap dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan membantu mereka membangun praktik agrikultur yang lebih berkelanjutan,” ucap Samuel.

Co-founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menyampaikan, Gokomodo hadir sebagai solusi inovatif yang dapat mengatasi masalah rantai pasok di sektor agribisnis. Sejalan dengan besarnya potensi agribisnis di Indonesia, pihaknya percaya Gokomodo memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan produktivitas dan output signifikan menuju perekonomian Indonesia yang lebih baik. “Kami menantikan perkembangan dan inovasi Gokomodo ke depannya,” kata dia.

Agribisnis adalah sektor pemberi kontribusi terbesar kedua terhadap PDB Indonesia, dengan cakupan lebih dari 42 juta hektar lahan agrikultur dengan total pasar untuk input pemasukan pengadaan senilai $30 miliar. Terlepas dari ukuran dan potensi yang dimiliki, sistem rantai pasok di Indonesia masih terfragmentasi dan jauh dari kata efisien. Sehingga menimbulkan kesulitan bagi perusahaan dan petani kecil dalam mengakses produk kebutuhan agrikultur, seperti pupuk dan peralatan pertanian.

Produk Gokomodo

Gokomodo menawarkan solusi melalui platform pengadaan digital, perdagangan digital, dan distribusi. Ketiganya hadir untuk meningkatkan efisiensi pada proses pengadaan dan mempermudah pencarian vendor, disertai peningkatan transparansi dan kemudahan pengendalian yang seluruhnya berbasis digital untuk perusahaan agribisnis dan petani kecil.

Selain itu, lini bisnis e-commerce Gokomodo menghadirkan produk agribisnis dengan harga bersaing. Pengirimannya didukung oleh Waresix, sehingga menjamin pengantaran yang jelas dan tepat waktu. Tak hanya korporat, para petani kecil juga dipermudah karena dapat mengakses produk agribisnis yang dibutuhkan dengan harga dan ketersediaan yang lebih optimal di platform Gokomodo.

Startup ini didirikan pada 2019 oleh Samuel Tirtasaputra (CEO) dan William Pramana (CTO). Jaringannya cukup luas, mayoritas melayani sektor perkebunan. Diklaim ada lebih dari 3 ribu perusahaan yang telah bergabung dalam ekosistem, di antaranya perusahaan agribisnis Sinar Mas, First Resources, dan Sampoerna Agro.

“Gokomodo telah membuktikan bahwa kami dapat menjadi mitra terpercaya bagi perusahaan agribisnis dan petani, dengan menawarkan solusi terbaik dalam memberikan akses mudah terhadap komoditas agrikultur yang berkualitas. Tujuan kami adalah memanfaatkan teknologi untuk menjembatani kesenjangan antara perusahaan dan petani kecil, dengan memanfaatkan daya beli dan infrastruktur milik Gokomodo untuk kepentingan bersama,” ucap Co-founder dan CTO Gokomodo William Pramana.

Ke depannya, perusahaan akan memprioritaskan pertumbuhan, meliputi penambahan pilihan produk yang tersedia pada platform, mengembangkan basis pelanggan, memperkaya platform digital serta secara agresif membangun pusat distribusi terutama di daerah terpencil. Inisiatif tersebut bertujuan untuk menguatkan kehadiran Gokomodo baik di ranah digital maupun secara offline, hingga mampu mendorong penetrasi dan menjangkau daerah yang masih kurang terlayani, termasuk pelanggan di luar Jawa sebagai lokasi dari mayoritas perusahaan agribisnis dan petani.

Pada April lalu, Gokomodo meresmikan hub pertamanya dengan menggandeng Koperasi Unit Desa (KUD) Mesuji, Sumatera Selatan sebagai mitra. Hub ini berfungsi sebagai perpanjangan bisnis yang memungkinkan KUD dan toko tani memesan produk pertanian secara online. Produk tersebut selanjutnya akan dikirim dari gudang untuk diambil pembeli di hub Gokomodo di seluruh Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Fresh Factory Raih Pendanaan Tahap Awal Senilai 66 Miliar Rupiah Dipimpin East Ventures

Startup penyedia solusi fulfillment rantai dingin (cold chain) Fresh Factory berhasil meraih pendanaan tahap awal atau seed funding senilai $4,5 juta atau setara 66 milliar Rupiah dipimpin East Ventures. Putaran ini juga diikuti oleh beberapa investor lainnya, termasuk PT. Saratoga Investama Sedaya TBK, Trihill Capital, Indogen Capital, Prasetia Dwidharma, Number Capital, Y Combinator, dan beberapa investor angel lainnya.

Dana segar ini rencananya akan dialokasikan untuk ekspansi gudang ke semua kota sekunder di Jawa serta kota-kota utama di Sumatera dan Sulawesi.  Selain itu, investasi kali ini juga akan digunakan untuk memperkuat tim dan teknologi guna meningkatkan adopsi dan pencapaian operasional perusahaan.

Didirikan pada tahun 2020 oleh Larry Ridwan (Founder & CEO), Widijastoro Nugroho (Co-Founder & CCO), dan Andre Septiano (Co-Founder & CFO), Fresh Factory menyadari besarnya masalah pada logistik rantai dingin di Indonesia. Maka dari itu, perusahaan berkomitmen menyediakan jaringan pusat fulfillment rantai dingin hiperlokal, transformasi, dan sistem manajemen fulfillment cerdas yang memungkinkan pelaku bisnis untuk menyimpan, mengambil, mengemas, dan mengirimkan produk mereka ke pelanggan dengan lebih baik, cepat dan efisien.

Sebagai negara dengan sumber daya yang melimpah dari pertanian dan akuakulturnya, Indonesia memiliki kebutuhan logistik rantai dingin yang efisien untuk penyimpanan dan pengiriman dari pusat produksi ke pelanggan. Namun, masih ada kesenjangan besar dalam lingkaran distribusi yang hanya berfokus pada gudang pusat tanpa memperhatikan logistik mid dan last mile. Fresh Factory ingin menjembatani hal ini dengan mendirikan cold storage cerdas di berbagai lokasi dekat dengan pelanggan.

Beberapa solusi teknologi yang telah terintegrasi ke dalam layanan mereka termasuk GeoTagging dan GeoLocation dalam menyimpan produk di gudang, Artificial Intelligence (AI) untuk proyeksi dan pengelolaan stok di gudang, serta Internet of Things (IoT) untuk memantau suhu freezer dan chiller.

Venture Partner East Ventures Avina Sugiarto mengungkapkan, “Melihat kesenjangan besar dalam solusi rantai dingin dan bagaimana hal tersebut menyebabkan berbagai masalah terkait food loss dalam rantai pasokan, kami percaya Fresh Factory hadir seagai solusi untuk memperbaiki logistik rantai dingin untuk produk makanan yang mudah rusak dan membantu para UMKM. Kami yakin Fresh Factory telah dan akan terus memberi manfaat dan menciptakan masyarakat yang lebih tangguh.”

Hingga April 2022, Fresh Factory telah mencapai $10 juta GMV tahunan dan fulfillment tahunan untuk lebih dari 1 juta pesanan. Hal ini diikuti dengan pertumbuhan pendapatan sebesar 30% MoM dalam tiga bulan terakhir. Perusahaan juga telah memiliki lebih dari 20 gudang cabang yang tersebar di berbagai kota di Jawa, Sumatera, Sulawesi, dan Bali dengan solusi penyimpanan barang beku hingga dingin.

Layanan fulfillment di Indonesia

Pertumbuhan e-commerce sedikit banyak telah mempengaruhi lanskap layanan pemenuhan atau fulfillment. Indonesia saat ini menjadi pasar e-commerce terbesar di Asia Tenggara dengan kontribusi hingga 50% dari seluruh transaksi yang tercatat. Pertumbuhan ini menandakan kontribusi besar e-commerce terhadap perekonomian digital di Indonesia.

Dikutip dari laporan e-Conomy SEA 2021, ekonomi digital Indonesia mengalami peningkatan dari angka USD47 miliar di 2020 menjadi USD70 miliar di 2021, ditambah dengan penetrasi digital yang terus meningkat berjumlah 158 juta pengguna e-commerce di Indonesia.

Sementara itu, berdasarkan laporan dari Research and Markets, pasar layanan fulfillment secara global diperkirakan akan mencapai $198,62 miliar pada tahun 2030, tumbuh pada CAGR sebesar 9,5% selama periode perkiraan. Penetrasi layanan internet yang cepat dan peningkatan jumlah pembeli online merupakan faktor utama yang mendorong permintaan akan layanan fulfillment di seluruh dunia.

Manuver dari para pemain e-commerce tanah air untuk masuk ke bisnis fulfillment dinilai sangat baik dengan memberikan pelayanan logistik secara terpadu. Langkah ini pertama kali diambil Tokopedia dengan meluncurkan layanan TokoCabang yang kini bertransformasi menjadi Dilayani Tokopedia. Layanan tersebut memungkinkan penjual menitipkan produk di “gudang pintar” pada wilayah dengan permintaan tinggi.

Selanjutnya, Bukalapak ikut menyasar segmen ini melalui layanan BukaGudang yang sudah dapat digunakan pelapak sejak Maret 2020. Buka Gudang memiliki dua mitra fulfillment, yakni PT IDCommerce dan startup penyedia jaringan pergudangan mikro Crewdible. Lalu, ada Shopee yang resmi masuk lewat layanan Dikelola Shopee pada September lalu. Layanan Dikelola Shopee memanfaatkan gudang milik sendiri dengan rata-rata pesanan diklaim dapat dikirim dua jam setelah pengguna menyelesaikan transaksi.

Selain para pemain e-commerce yang melakukan penetrasi di segmen fulfillment, sejumlah startup lokal juga fokus menggarap jaringan pergudangan mikro dan solusi pengadaannya untuk menciptakan dampak efisiensi. Beberapa diantaranya termasuk CrewdibleShipper, dan TokoTalk.

Indogen, Finch Capital, dan Tokocrypto Kolaborasi Bentuk “Cydonia Fund” untuk Ekosistem Web3

Indogen Capital dan Finch Capital meresmikan kendaraan investasi baru “Cydonia Fund” menggandeng Tokocrypto, fokus mendanai ekosistem Web3 di Indonesia. Sebagai Web3 fund dengan mandat global pertama di Indonesia, Cydonia akan berinvestasi dalam pengembangan ekosistem Web3 berskala global dan menjadi enabler bagi para pelaku industri.

Langkah strategis ini sejalan dengan visi Tokocrypto untuk terus menjadi builder sekaligus leader di ekosistem kripto, blockchain, dan Web3 di tanah air, selaligus membawa Indonesia menjadi barometer di kancah global.

Dalam konferensi pers yang diadakan di T-Hub Tokocrypto di area Patal Senayan (17/3), CSO Tokocrypto Chung Ying Lai juga mengungkapkan, “Tokocrypto dan Cydonia Fund diharapkan bisa menjadi support system terbaik untuk membawa ekosistem Web3 di Indonesia naik tingkat di kancah global.

“Dengan perkembangan ekosistem aset digital, investasi kini tidak hanya berbentuk equity shares, namun juga bisa berbentuk token atau coin. Sebagai modal ventura, kami memiliki investment tesis sendiri. Inilah mengapa kami membentuk satu fund baru khusus melakukan investasi ke perusahaan dalam bentuk token atau coin,” ujar Managing Partner Indogen Capital Chandra Firmanto.

Managing Partner Finch Asia Hans De Back melihat seiring dengan semakin maraknya adopsi aset kripto secara global, banyak perusahaan modal ventura baru yang berfokus pada investasi di aset digital bermunculan. Namun masih sedikit sekali perusahaan modal ventura yang memiliki hubungan strategis dengan platform perdagangan aset kripto berskala besar sebagai domain expert.

“Berkaca pada kolaborasi antara FTX, Solana Ventures, dan Lightspeed Venture Partners di Amerika Serikat pada penghujung tahun 2021, kami yakin merupakan langkah yang tepat bagi Cydonia Fund untuk turut bermitra dengan platform kenamaan serupa, dan kami sangat senang telah menemukan sosok mitra tersebut di jajaran eksekutif Tokocrypto,” tambahnya.

Disinggung mengenai nilai dana kelolaan yang akan disalurkan, baik pihak Indogen maupun Finch belum berani buka suara. Namun, Hans sempat mengutarakan bahwa jumlahnya cukup signifikan, “Cukup untuk menyokong 40-50 portfolio perusahaan,” bebernya.

Terkait sumber dana, Chandra juga membocorkan bahwa terdapat sekitar 20 LP yang siap mendukung setiap inisiatif yang akan dilancarkan oleh Cydonia. “Selengkapnya akan dikabarkan lagi paling lambat di bulan Juni 2022,” papar Chandra.

Indogen Capital sebagai modal ventura telah berpengalaman sejak 2016. Saat ini menjalankan 2 fund dengan 25 portofolio kelolaan, 2 unicorns, dan 5 exits. Sementara, Finch Asia adalah perusahaan modal ventura dengan rekam jejak fintech yang sudah aktif berinvestasi di Asia sejak 2014 dengan Indonesia sebagai fokus pasar. Sebelumnya Finch juga merilis dana kelolaan Arise Fund bersama MDI Ventures.

Ekosistem Web3 di Indonesia

Mengutip sejumlah sumber, Web3 memungkinkan pengguna dan mesin dapat berinteraksi dengan data, nilai, dan rekanan lainnya melalui substrat jaringan bersifat peer-to-peer. Dengan begitu, interaksi tidak lagi memerlukan pihak ketiga. Web3 memungkinkan pengguna mengontrol data mereka sendiri. Mereka akan berpindah dari media sosial ke email atau belanja dengan satu akun dipersonalisasi, membuat catatan di blockchain dari seluruh aktivitas.

Dengan adanya desentralisasi, nyatanya pengaruh Web3 terhadap perkembangan ekosistem aset kripto cukup besar. Mengingat bahwa desentralisasi kemungkinan akan menjadi salah satu bagian utama dari internet konsep baru ini, dapat disimpulkan bahwa aset kripto dan blockchain juga akan memainkan peran penting yang juga sama besarnya.

Di Indonesia sendiri, web3 tengah menjadi primadona di industri digital. Konsep desentralisasi ini bukan hanya merambah sektor finansial, namun juga semakin luas menjangkau industri seni dan musik. Beberapa proyek Web3 yang sudah diluncurkan tahun ini termasuk Superlative Secret Society yang belum lama ini meluncurkan galeri NFT pertama Indonesia. Selain itu juga ada Netra, platform NFT musik berbagi royalti untuk musisi dan para penikmat musik.

Namun, satu hal yang masih menjadi tantangan terbesar dalam industri Web3 adalah literasi. Layaknya masa awal pengembangan Web1 dan Web2, masyarakat tidak serta merta mengerti konsep dan utilitas dari fenomena baru yang terjadi. Maka dari itu, edukasi terhadap para stakeholder harusnya masih menjadi prioritas dalam pengembangan ekosistem web3 di tanah air.

Aruna Discloses Additional Series A Funding of 431 Billion Rupiah

Aruna announced an additional funding for series A round worth of $30 million or around 431 billion Rupiah led by Vertex Ventures. Some previous investors also participated, including Prosus Ventures, AC Ventures, East Ventures (Growth Fund), Indogen Capital, SMDV, and SIG Venture Capital.

Aruna’s total funding in the latest series A investment has reached $65 million or equivalent to 934 billion Rupiah. Based on our data, Aruna’s current valuation is exceeding $200 million.

The fresh money will be used to boost expansion to various regions in Indonesia, while increasing Aruna’s market share in the global market. In addition, the company will use the funds to recruit local talent in building sustainable fisheries technology and infrastructure from upstream to downstream.

“This additional funding round has proven investors’ trust in Indonesia’s potential as the largest maritime country as well as Aruna’s role as a pioneer in this sector. Aruna is committed to continue building a wider impact for Indonesia, especially coastal communities,” Aruna’s Co-Founder & CEO, Farid Naufal Aslam.

He also said, “This is in line with the government’s agenda to encourage an inclusive and sustainable economy by encouraging the implementation of technology throughout the country. Our vision is to target Indonesia as the world’s maritime axis and we expect to achieve this by revolutionizing the fisheries supply chain, building financial inclusion and encourage the implementation of sustainable fisheries,”

In 2021, Aruna has built 100 fishery communities with over 26 thousand registered fishermen. In addition, they have also opened 5 thousand job vacancies in rural areas, especially coastal areas. Last year, they sold 44 million kilograms of fisherman’s catch to more than 8 countries. To date, Aruna has been operating in 27 provinces throughout Indonesia.

Tighten the B2B and B2C business model

Aruna’s products / Aruna

Was founded in 2016, Aruna provides a one-stop-shop and fisheries aggregator to streamline the supply chain of fishery products from fishermen to the global market. During 5 years of operation, Aruna claims to have increased up to 400x.

The company’s main features is the sales of fisherman’s fresh products. Aruna‘s system allows businesses to place orders in group (B2B) — including for export purposes overseas.

In addition, they also serve personal orders for smaller quantities (B2C). In addition to fresh fisheries, Aruna has started exploring processed products by empowering rural communities with an agenda to help improve the economy of coastal communities.

“Our mission is to make the ocean a better source of life for all with the Sea For All campaign. We are committed to building infrastructure that supports sustainable fisheries, because we believe that profit will be achieved by balancing humans and the environment,” Aruna’s Co-Founder & Chief Sustainability Officer, Utari Octavianty.

Startup in fishery sectors catch investor’s attention

As a maritime country, Indonesia holds a very big market share for fishery products. The increasingly mature digital ecosystem also build investors’ confidence to support startups with vision to democratize this sector.

Earlier this year eFishery has managed to bag 1.2 trillion Rupiah funding. On the general note, eFishery develops a number of technological tools and digital supply chain systems to help fish/shrimp farmers improve their business. JALA Tech, in November 2021, announced funding worth of IDR 85.7 billion from several impact investors. One month earlier, DELOS received seed funding from Arise and MDI Ventures.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Aruna Umumkan Tambahan Pendanaan Seri A 431 Miliar Rupiah

Aruna mengumumkan perolehan pendanaan tambahan untuk putaran seri A senilai $30 juta atau sekitar 431 miliar Rupiah yang dipimpin Vertex Ventures. Turut bergabung sejumlah investor sebelumnya seperti Prosus Ventures, AC Ventures, East Ventures (Growth Fund), Indogen Capital, SMDV, dan SIG Venture Capital.

Investasi baru ini membawakan total pendanaan seri A yang dihimpun Aruna mencapai $65 juta atau senilai 934 miliar Rupiah. Menurut data yang kami peroleh, saat ini valuasi Aruna sudah berada di kisaran lebih dari $200 juta.

Dana segar akan dimanfaatkan untuk menggenjot ekspansi ke berbagai daerah di Indonesia, sembari meningkatkan market share Aruna di pasar global. Selain itu, perusahaan akan memanfaatkan dana untuk merekrut talenta lokal dalam membangun teknologi dan infrastruktur perikanan berkelanjutan dari hulu ke hilir.

“Putaran pendanaan tambahan ini membuktikan kepercayaan investor kepada potensi Indonesia sebagai negara maritim terbesar sekaligus membuktikan kiprah Aruna sebagai pionir di sektor ini. Aruna berkomitmen untuk terus membangun dampak yang lebih luas bagi Indonesia, khususnya masyarakat pesisir,” ujar Co-Founder & CEO Aruna Farid Naufal Aslam.

Ia melanjutkan, “Ini sejalan dengan agenda pemerintah dalam mendorong perekonomian yang inklusif serta berkelanjutan dengan mendorong implementasi teknologi di seluruh penjuru tanah air. Visi kami adalah menargetkan Indonesia sebagai poros maritim dunia dan kami berharap bisa mencapai ini dengan revolusi rantai pasok perikanan, membangun inklusi keuangan dan mendorong implementasi perikanan yang berkelanjutan,”

Pada tahun 2021, Aruna telah membangun 100 komunitas nelayan dengan lebih dari 26 ribu nelayan terdaftar. Selain itu mereka juga telah membuka 5 ribu lowongan pekerjaan di daerah rural, khususnya pesisir. Tahun lalu, mereka juga menjual hasil tangkapan nelayan sebesar 44 juta kilogram ke lebih dari 8 negara. Hingga saat ini, Aruna telah beroperasi di 27 provinsi di seluruh Indonesia.

Kencangkan model bisnis B2B dan B2C

Produk olahan yang dikelola Aruna / Aruna

Berdiri sejak 2016, Aruna berperan sebagai one-stop-shop dan agregator perikanan untuk mengefisienkan rantai pasok produk perikanan dari nelayan ke pasar global. Sejak 5 tahun terakhir secara bisnis Aruna mengklaim telah mengalami peningkatan hingga 400x lipat.

Layanan andalan mereka adalah penjualan produk tangkapan nelayan. Sistem Aruna memungkinkan bisnis untuk melakukan pemesanan dalam jumlah besar (B2B) — termasuk untuk tujuan ekspor ke luar neger.

Selain itu, kini mereka juga melayani pemesanan personal untuk jumlah yang lebih kecil (B2C). Selain ikan segar, Aruna juga mulai merambah produk olahan dengan memberdayakan masyarakat rural dengan agenda untuk turut meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir.

“Misi kami adalah menjadikan laut sebagai sumber kehidupan yang lebih baik bagi semua dengan kampanye Sea For All. Kami berkomitmen dalam membangun infrastruktur yang mendukung perikanan yang berkelanjutan, karena kami yakin bahwa profit akan dapat diraih dengan menyeimbangkan antara manusia dan juga lingkungan” ujar Co-Founder & Chief Sustainability Officer Aruna Utari Octavianty.

Startup di bidang perikanan mendapat atensi investor

Sebagai negara maritim, ukuran pangsa pasar perikanan di Indonesia memang sangat besar. Digitalisasi yang mulai terlihat matang juga menjadikan kepercayaan tersendiri bagi para investor untuk mendukung startup yang memiliki visi untuk mendemokratisasi sektor tersebut.

Awal tahun ini eFishery juga baru mendapatkan pendanaan senilai 1,2 triliun Rupiah. Seperti diketahui, eFishery mengembangkan sejumlah alat teknologi dan sistem rantai pasok digital untuk membantu pembudidaya ikan/udang meningkatkan bisnis mereka. JALA Tech juga pada November 2021 mengumumkan pendanaan 85,7 miliar Rupiah dari sejumlah impact investor. Dan satu bulan sebelumnya, DELOS mendapatkan pendanaan awal dari Arise dan MDI Ventures.

 

Application Information Will Show Up Here

Pemodal Ventura Tatap Masa Depan Bisnis Coworking Space

Era kejayaan bisnis coworking space di Indonesia berbanding lurus dengan popularitas dan bermunculannya startup teknologi. Tidak hanya sekadar menyediakan tempat untuk bekerja, penyelenggara coworking berlomba menghadirkan ekosistem kewirausahaan menyeluruh untuk mendukung tenant di dalamnya. Mulai dari acara edukasi bisnis, akses ke jaringan investor, sampai dengan program inkubasi.

Sejak tahun lalu, bisnis ini terganggu aktivitasnya akibat pembatasan sosial yang diberlakukan semasa pandemi. Belum lagi karakteristik konsumen utama mereka, pekerja di bidang teknologi, yang lebih fleksibel untuk bekerja di mana saja, termasuk melakukan work from home.

Vice President Indogen Capital Kevin Winsen mengatakan, “Secara industri, semua bisnis real estate termasuk coworking space akan terdampak dengan adanya pembatasan sosial […] Namun dari kondisi economic stress ini, saya juga melihat ini adalah waktu yang tepat untuk mengevaluasi bisnis model coworking space mana yang bisa bertahan dan bagaimana para founder merespons tantangan ini. Saya rasa pemain yang bisa bertahan akan menjadi pemenang atau category leader dalam segmen ini untuk jangka panjang.”

Indogen saat ini berinvestasi di GoWork. Sebelumnya mereka termasuk pemegang saham Spacemob sebelum diakuisisi WeWork pada tahun 2017 lalu.

Pendanaan masih terus berlanjut

Menurut data yang DailySocial peroleh, dua pemain besar coworking space lokal mendapatkan pendanaan tambahan di tahun ini. Pertama ada GoWork yang dikabarkan memulai putaran pendanaan Seri C1. Sejumlah investor bergabung, termasuk Gobi Partners lewat Meranti Asean Growth Fund, dan telah mengumpulkan $3,6 juta atau setara 51,8 miliar Rupiah. Kami mencoba menghubungi eksekutif perusahaan untuk mengonfirmasi kabar ini, namun sampai tulisan ini terbit belum mendapatkan respons.

Pemain lainnya yang dikabarkan mendapatkan suntikan dana adalah CoHive. Tahun ini Stonebridge Ventures, East Ventures, Naver, LINE Ventures, dan sejumlah investor mengisi daftar investasi di putaran Seri B dengan nilai mencapai $16 juta atau setara 230,3 miliar Rupiah. Pihak terkait yang kami konfirmasi soal pendanaan ini memilih tidak berkomentar. Investor-investor tersebut merupakan mereka yang telah berinvestasi di tahap sebelumnya.

Operator Pendanaan Tahun Investor Pemimpin Kisaran Nilai
CoHive Seed Round 2017 East Ventures, Insignia Ventures Partners $4,3 juta
Series A 2018 Softbank Ventures Asia $20 juta
Series B 2019 s/d 2021 Stonebridge Ventures $16 juta
GoWork Seed Round 2017 ATM Capital, Convergence Ventures $3 juta
Series A 2018 Gobi Partners, The Paradise Group $10 juta
Series B 2019 undisclosed Undisclosed
Series C1 2021 Gobi Partners $3,6 juta

Keyakinan investor untuk bisnis coworking

East Ventures, yang merupakan pemegang saham penting di layanan coworking space CoHive di Indonesia dan CirCO di Vietnam, memberikan pendapatnya terkait kondisi yang dialami vertikal bisnis tersebut saat ini.

Operating Partner East Ventures David Fernando Audy mengatakan, “Ruang fleksibel atau coworking telah menjadi bagian terintegrasi dari tren pasar perkantoran dan akan terus berlanjut. Diyakini akan ada permintaan yang baik untuk layanan tersebut, ketika pandemi mereda. Tentu saja dalam jangka pendek, pembatasan mobilitas memberikan banyak tekanan pada operator. Oleh karena itu, masuk akal untuk mengharapkan beberapa strategi yang bergeser ke arah konsolidasi pasar.

Sayangnya tidak mudah untuk memprediksi kapan krisis pandemi ini akan berakhir. Demikian juga tren cara kerja di era new normal nantinya – apalagi saat ini beberapa perusahaan teknologi memberikan keleluasaan untuk pegawainya bekerja dari mana saja.

Kevin melanjutkan, “Hipotesis kami melihat bahwa permintaan terhadap coworking space akan bounce back dan tetap bertumbuh secara modest. Kami melihat future of working itu akan hybrid, orang sudah terbiasa dengan produktivitas kerja yang baru selama pandemi tapi secara bersamaan tidak mau kehilangan fungsi sosial untuk bertemu tatap muka. Alhasil akses multi-lokasi dari coworking space akan menjadi strong moat dalam jangka panjang untuk address change of behavior ini.”

Tren selama pandemi

Jika melihat dari tren pencarian dalam beberapa tahun terakhir, terminologi coworking mendapati traksi yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Di awal masa pandemi sekitar bulan Juni-Juli 2020, tren tersebut sempat turun drastis kendati secara perlahan mulai merangkak naik.

Menurut laporan “Coworking Space Global Market Report 2021” dari Research and Markets, adanya Covid-19 juga diperkirakan hanya akan membawa pertumbuhan pasar sebesar 2,1%, dari $7,97 miliar di tahun 2020 menjadi $8,14 miliar di tahun 2021.

Pertumbuhan ini disebabkan para penyedia layanan yang melanjutkan operasi mereka dan beradaptasi dengan new normalPasar diperkirakan akan mencapai $13,03 miliar pada tahun 2025 dengan kenaikan pertumbuhan tahunan mencapai 12%.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Bersinergi dengan Striders, Indogen Buka Peluang Portofolionya Jajaki Pasar Jepang

Pemodal ventura yang fokus kepada startup tahap awal Indogen Capital mengumukan perolehan investasi strategis untuk Fund II mereka melalui anak perusahaan Striders Global Investment. Bersamaan dengan investasi tersebut, selanjutnya Striders juga ditunjuk sebagai penasihat Indogen Capital untuk pasar Jepang.

Striders akan membantu Indogen dan perusahaan portofolionya untuk bisa terhubung dengan perusahaan di negeri sakura terkait dengan kegiatan penggalangan dana dan ekspansi pasar.

Di sisi lain, Striders telah menandatangani perjanjian kemitraan dengan Indogen pada bulan Juli 2020, untuk menjajaki peluang dalam ekosistem startup Asia Tenggara. Hingga saat ini beberapa portofolio yang telah diinvestasi meliputi Attention Holdings (esports) dan Travelio (proptech).

Selain Strider, terdapat beberapa investor lainnya yang juga terlibat dalam pendanaan Fund II Indogen Capital yang telah dirampungkan tahun 2020 lalu, hanya saja masih enggan untuk menyebutkan lebih detail. Sementara untuk Fund I Indogen Capital, telah diperoleh sekitar tahun 2017 lalu sebesar $10 juta dengan LP yang terlibat semuanya lokal dan 80% sudah tersalurkan.

“Kami sangat bersemangat tentang apa yang akan terjadi dengan kemitraan ini. DNA kami sejak hari pertama adalah untuk membantu pengusaha tampil lebih unggul di pasar Indonesia. Strider selalu mendukung tesis kami selama bertahun-tahun,” kata VP Indogen Capital Kevin Chandra.

Fokus Investasi Indogen Capital

Dari sisi sumber daya, Indonesia dinilai sangat menggugah dengan semua dinamika gaya hidup dan bisnis di dalamnya. Indogen Capital, sebagai VC dengan pengalaman terkait bisnis keluarga dan jaringan yang kuat, bertujuan untuk menjadi mitra bagi VC asing yang ingin melakukan ekspansi ke pasar Asia Tenggara, khususnya Indonesia

Memanfaatkan Fund II ini, rencana Indogen Capital ke depannya adalah akan tetap fokus untuk berinvestasi pada potential category leader dari berbagai sektor yang memiliki big addressable market. Yaitu dengan terus mereplikasi keberhasilan investasi portofolio yang ada.

Kisah sukses salah satunya adalah Carsome sebagai best practice marketplace jual beli mobil yang berhasil menjadi category leader di marketplace jual beli mobil dan baru saja dinobatkan sebagai  unicorn pertama dari Malaysia. Secara keseluruhan dalam waktu dua tahun ke depan Indogen Capital menargetkan untuk bisa berinvestasi kepada 15-20 startup.

“Covid-19 telah mempercepat adopsi digital dan inovasi. Ini memperkuat keyakinan kami bahwa masa depan ekonomi digital Indonesia masih sangat besar terutama di luar wilayah metro. Saya pribadi percaya bahwa waktunya tidak bisa lebih baik,” kata Managing Partner of Indogen Capital Chandra Firmanto.

Iklim investasi di tahun 2021

Sepanjang paruh pertama 2021 (H1), iklim investasi di Indonesia mendapati tren yang positif. Secara kuantitas dan nominal pendanaan jauh meningkat ketimbang periode yang sama di dua tahun sebelumnya.

Peningkatan pendanaan di paruh pertama 2021 dibandingkan dengan periode dua tahun sebelumnya / DailySocial.id

Menariknya, saat ditinjau dari putaran pendanaan yang didukung, H1 2021 paling banyak adalah tingkat lanjut (seri B atau di atasnya). Mengindikasikan adanya keinginan kuat bagi investor untuk mendukung lebih dalam portofolionya meningkatkan bisnis, kendati tengah berada di masa pandemi.

Pendanaan startup H1 selama tiga tahun terakhir didasarkan serinya / DailySocial.id