JALA Dikabarkan Dapat Tambahan Pendanaan Putaran Seri A

Startup aquatech JALA dikabarkan mendapat tambahan dana untuk putaran seri A. Menurut data regulator, mengutip dari Alternative.pe, investor baru yang terlibat adalah The Yield Lab Asia Pacific. Sehingga saat ini total dana yang dikumpulkan perusahaan dalam putaran seri A mencapai lebih dari $16,3 juta atau setara Rp265,5 miliar.

Terkait pendanaan tambahan ini, kami sudah mencoba menghubungi pihak terkait, namun tidak mendapatkan respons sampai berita ini diterbitkan.

Pendanaan seri A JALA sudah mulai digalang tahun 2023 lalu, dengan Intudo Ventures bertindak sebagai pemimpin. SMDV, Mirova, dan Meloy Fund (Deliberate Capital) turut berpartisipasi. Kala itu nilai yang diumumkan mencapai $13,1 juta.

Seperti disampaikan sebelumnya, investasi akan dimanfaatkan untuk memperluas cakupan operasional di Sumatera, Sulawesi, dan Nusa Tenggara—tiga wilayah yang memiliki potensi unik bagi pertumbuhan industri budidaya udang. Serta, memperkuat teknologi di JALA App dengan fitur baru.

Perusahaan terakhir kali mengumumkan pendanaan pada November 2021 sebesar $6 juta. Sejumlah pemodal ventura yang fokus pada impact investment dari beberapa negara terlibat dalam putaran ini, di antaranya The Meloy Fund (dikelola Deliberate Capital dari Amerika Serikat), Real Tech Fund (dari Jepang), dan Mirova (dari Prancis).

Melalui pendekatan teknologi, JALA hadir memberikan solusi kepada para petambak di proses budidaya, operasional, pasca-panen, dan komunitas. Layanan yang diberikan meliputi  aplikasi manajemen budidaya, perangkat pengukur kualitas air, layanan distribusi, hingga pusat belajar.

Menurut data keberlanjutan yang dirilis, sejauh ini sudah ada lebih dari 186 hektar kolam dengan lebih dari 1,4 ribu pembudidaya yang memanfaatkan layanan JALA.

Peluang digitalisasi untuk efisiensi memang masih terbuka lebar. Hal  ini seperti disampaikan Co-Founder & CEO JALA Liris Maduningtyas dalam sesi diskusi di awal tahun ini.

“Jadi tingkat adopsi teknologi ke dalam industri akuatik sudah ada, namun masih perlu penetrasi lebih jauh ke dalam diri para petani. Tujuannya agar mereka benar-benar dapat manfaatnya. Sebab, teknologi itu selalu dapat mengatasi beberapa masalah, meminimalkan risiko, meminimalkan biaya rantai pasokan, dan lain-lain,” ujarnya.

Selain JALA, saat ini Indonesia sudah memiliki beberapa startup di bidang ini, termasuk unicorn eFishery. Ada juga FishLog, DELOS, dan beberapa pemain yang juga mencoba menggarap sektor maritim di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

eFishery Terus Tarik Minat Perusahaan Pembiayaan, Giliran HSBC Berikan Pinjaman Rp487 Miliar

PT Bank HSBC Indonesia (HSBC Indonesia) telah memberikan pinjaman “green and social loan” senilai $30 juta atau sekitar Rp487 miliar kepada eFishery untuk mendukung kebutuhan modal kerja perusahaan. HSBC Indonesia juga dipercaya sebagai koordinator pembiayaan berkelanjutan untuk eFishery, dengan tujuan membantu perusahaan mengintegrasikan aspek-aspek ESG dalam operasi bisnis mereka.

Pinjaman ini memungkinkan eFishery untuk memperluas produk eFeeder mereka. Teknologi ini disewakan kepada ratusan ribu pembudidaya ikan skala kecil dalam jaringan eFishery, yang memungkinkan mereka meningkatkan efisiensi pakan hingga 30% dan kapasitas produksi hingga 24%.

Untuk memperbesar bisnis ekspor, eFishery menggaet pasar Tiongkok dengan menjual hasil panen udang setelah sukses ekspor ke AS. Selain itu, eFishery juga memperluas ekspor ikan nila ke kedua negara tersebut dan menargetkan negara-negara lain seperti Singapura, Malaysia, kawasan Eropa, dan Timur Tengah.

Founder & CEO eFishery Gibran Huzaifah menyatakan bahwa pinjaman green and social loan dari HSBC Indonesia adalah langkah penting dalam merevolusi industri akuakultur di Indonesia. “Pinjaman ini memungkinkan kami memperluas armada eFeeder serta memberdayakan pembudidaya ikan dan petambak udang skala kecil dengan teknologi dan sumber daya yang mereka perlukan, sehingga dapat lebih produktif dan berkelanjutan,” ujarnya.

Managing Director Head of Wholesale Banking HSBC Indonesia Riko Tasmaya mengungkapkan, “Ini merupakan bagian dari ambisi kami untuk mendukung pertumbuhan sektor ekonomi baru berbasis platform di Indonesia. Lewat green and social loan, HSBC Indonesia turut mendukung sektor akuakultur di Tanah Air menerapkan praktik berkelanjutan di sepanjang rantai pasokannya.”

Lembaga pembiayaan yang telah bermitra

eFishery juga cukup rajin membangun kemitraan dengan lembaga finansial penyedia layanan pembiayaan. Selain untuk mendukung operasional bisnis, sebagian besar bentuknya berupa loan channeling. Hal ini untuk mendukung layanan pembiayaan mitra lewat Kabayan (Kasih Bayar Nanti) di dalam aplikasi eFisheryFund.

Berdasarkan catatan kami, ada sejumlah kemitraan yang diumumkan ke publik, di antaranya:

Mitra Kategori Tahun Kemitraan
ALAMI Fintech Lending 2020
Amartha Fintech Lending 2023
Amar Bank Bank 2024
BRI Bank 2020
Crowdo Fintech Lending 2021
Danamas Fintech Lending 2021
Investree Fintech Lending 2020
KawanCicil Fintech Lending 2021
KoinWorks Fintech Lending 2023
Kredivo Multifinance 2021
OCBC Bank 2022
Qazwa Fintech Lending 2023

Terbaru pada April 2024 ini, PT Bank Amar Indonesia Tbk (IDX: AMAR) mengumumkan kerja sama strategis dengan eFishery untuk menyalurkan fasilitas kredit kepada UMKM akuakultur atau perikanan budidaya. Fasilitas kredit bersama ini berupa close-loop financing atau pembiayaan ekosistem dengan nilai hingga Rp100 miliar.

Capaian bisnis positif

Kepercayaan para mitra finansial ini tidak terlepas dari performa bisnis eFishery. Menurut data yang disampaikan, sejak 2023 perusahaan telah menjaring lebih dari 200 ribu pembudidaya ikan dan petambak udang dengan 1,1 juta kolam aktif yang tersebar di 280 kota dan kabupaten di seluruh Indonesia. Disebutkan, valuasi perusahaan mencapai $1,3 miliar menjadikannya sebagai startup aquatech dengan valuasi terbesar sedunia.

Hingga 2022, perusahaan telah memfasilitasi 1,1 triliun transaksi penjualan ikan air tawar dan 1,12 triliun transaksi penjualan udang. Bila dinominalkan, setara dengan Rp8 triliun total transaksi penjualan ikan dan udang, serta Rp4 triliun total transaksi penjualan pakan ikan dan udang. Kontribusi terbesar disumbangkan dari Jawa Barat dengan persentase hampir 40%.

Sementara untuk ekspor, disebutkan angkanya mencapai 20 juta kilo per bulannya untuk 10 komoditas di eFishery ke Amerika Serikat dan Tiongkok.

Solusi finansialnya, Kabayan, telah didukung oleh belasan perusahaan finansial, seperti Bank OCBC NISP, Amartha, Investree, dan Kredivo. Total dana yang disalurkan mencapai Rp1,07 triliun untuk 24 ribu pembudidaya ikan dan petambak udang.

Application Information Will Show Up Here

FishLog Rampungkan Putaran Pra-Seri A, Perkuat Ekspansi di Amerika Serikat

Startup aquatech FishLog mengumumkan telah menyelesaikan pendanaan putaran ekstensi pra-seri A dengan nominal dirahasiakan. Investor yang berpartisipasi dalam putaran ini adalah Mandiri Capital Indonesia (MCI), BNI Ventures, Accel Partners, Insignia Ventures Partners, dan Saison Capital.

Putaran ini sudah berjalan sejak November 2022. Nominal yang diperoleh pada saat itu sebesar $3,5 juta dari BRI Ventures, Accel, Insignia Ventures Partners, Patamar Capital, Indogen Capital, dan Triputra Agri Group.

Dana yang terkumpul akan digunakan untuk memberdayakan dan meningkatkan bisnis perikanan dan pemangku kepentingan untuk memperkuat ekosistem rantai dingin FishLog. Fokus khususnya adalah distribusi produk perikanan yang dapat dilacak di Amerika Serikat (AS), didukung oleh inovasi milik FishLog: FishLog Trace dan FishLog Smart Contract, yang didukung oleh teknologi blockchain.

FishLog Trace menjamin makanan laut berasal dari sumber yang bertanggung jawab, memanfaatkan sistem yang dapat dilacak, dan memberikan perlindungan asuransi yang berkualitas. Sementara itu, FishLog Smart Contract menangani pembiayaan, meningkatkan transparansi, dan menumbuhkan kepercayaan global.

Dalam keterangan resmi, Co-founder dan CEO FishLog Bayu Mukti Anggara menyampaikan Amerika Serikat adalah salah satu pasar terbesar di dunia. Berdasarkan data dari Departemen Pertanian AS, angka impor makanan laut AS melebihi angka ekspor sebesar $20,3 miliar pada tahun 2023. Data ini menunjukkan terdapat potensi besar yang terbuka bagi FishLog untuk memperkuat ekosistemnya di AS.

“Hal ini dapat mempercepat profitabilitas distribusi produk, seperti kepiting biru, tuna, udang, dan masih banyak lagi karena Indonesia mengimpor produk ke pembeli internasional B2B FishLog,” ujar dia, Selasa (2/4).

FishLog sudah melebarkan sayapnya ke AS sejak 2023 dengan mendirikan perusahaan yang khusus mengimpor dan mendistribusikan merek makanan lautnya sendiri “Sea Tracer”. Terhitung, perusahaan sudah mendistribusikan lebih dari 60 ribu kg produk makanan laut. FishLog menghubungkan lebih dari 60 pembeli domestik dan internasional dan membantu mereka mengembangkan bisnis mereka.

FishLog Sea Tracer

Co-founder dan COO FishLog Abdul Halim menambahkan, pihaknya berupaya mendukung industri perikanan yang lebih kompetitif secara global di Indonesia. Caranya dengan merangkul para pemangku kepentingan perikanan untuk membuka kunci pertumbuhan global.

FishLog telah membangun solusi teknologi untuk menghubungkan fasilitas penyimpanan dingin di seluruh negeri dengan tujuan meningkatkan transparansi, stabilitas, dan kematangan rantai pasokan perikanan.

“Kami bercita-cita untuk menjadi mitra bagi pengusaha perikanan dalam mendapatkan akses terhadap berbagai pemangku kepentingan seperti lembaga keuangan, pembeli dalam dan luar negeri, dan lain-lain,” kata dia.

Co-founder dan Partner Accel Partners Prashanth Prakash menyampaikan, meningkatnya kekuatan ekonomi global di Indonesia peningkatan Indonesia, terutama dalam industri perikanan, memberikan peluang sebesar $30 miliar.

“Dengan pasar ekspor yang berkembang dan konsumsi domestik yang kuat, lanskap perekonomian negara ini penuh dengan potensi dan kami sangat antusias untuk bermitra dengan FishLog dalam menjadikannya bagian penting dari pertumbuhan Indonesia,” terangnya.

Kolaborasi dengan ekosistem BUMN

Disampaikan lebih lanjut oleh CEO Mandiri Capital Indonesia Ronald Simorangkir, FishLog telah menjadi kandidat yang menonjol sejak masuk ke dalam portofolio Indonesia Impact Fund yang dikelola MCI. Mereka mampu memberdayakan nelayan dan meningkatkan penghidupan mereka, serta berintegrasi dengan lancar ke dalam ekosistem Mandiri Group.

“Selain itu, status mereka sebagai finalis Zenith Accelerator menegaskan potensi dan inovasi mereka di industri. Kami sangat senang mendukung FishLog dalam perjalanan yang berdampak ini, mengingat kontribusi signifikan dan potensi sinergi dalam ekosistem kami,” kata Ronald.

Tak hanya itu, FishLog berkolaborasi dengan program BNI Xpora untuk mendukung UKM seafood Indonesia dalam memperluas ekspor. FishLog telah menyalurkan sekitar $950 ribu untuk memberdayakan mitra usaha perikanan ekspor.

CEO BNI Ventures Eddi Danusaputro mengatakan, “BNI Ventures berinvestasi di FishLog untuk meningkatkan keuangan inklusif bagi nelayan. Melalui kegiatan investasi dan sinergi, BNI Ventures bertujuan untuk meningkatkan aktivitas transaksional dengan mengintegrasikan layanan transaksional, produk, dan jaringan BNI ke dalam ekosistem FishLog.”

Dalam kesempatan yang sama, FishLog memperkenalkan Dimas Wikan Pramudhito ke dalam tim manajemen sebagai Chief Financial Officer. Dimas memiliki latar belakang yang kaya di lembaga perbankan ternama, seperti Rabobank, Mitsubishi UFJ Financial Group (MUFG), Standard Chartered Bank, NOBEL Capital Investment, termasuk tugas penting sebagai CFO di PT Antam Tbk dari 2015 hingga 2019.

“FishLog dan para co-founder memiliki tujuan mulia, yang telah dicoba oleh banyak orang namun tidak dapat mewujudkannya. FishLog bukan hanya sekedar komersialisme, melainkan sebuah gerakan, sebuah ekosistem melalui pemasok, pedagang, pemodal, dan mitra yang saling bergantung dan percaya bahwa harus ada cara yang lebih baik dalam melakukan sesuatu, keselarasan yang mendukung untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi. [..] Tujuan mulia ini telah membuat saya maju dan saya merasa terhormat menjadi bagian dari perjalanan besar ini,” kata dia.

Dalam rangka mendukung langkah keberlanjutan, FishLog telah membuat kemajuan signifikan, mencapai peningkatan produktivitas penyimpanan dingin sebesar 40% melalui pasokan dan teknologi yang berkelanjutan, mengelola lebih dari 4 ribu ton inventaris makanan laut per bulan. Selain itu, FishLog telah memberikan dampak positif kepada lebih dari 100 pemasok, memberdayakan lebih dari 800 pekerja, dan 38% di antaranya adalah perempuan.

Perusahaan juga baru-baru ini memperoleh dana hibah sebesar $100 ribu dari program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) dan Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Dana hibah ini akan membantu meningkatkan literasi keuangan keluarga nelayan, memberikan pendidikan karakter bagi anak-anak nelayan, mendukung penanaman bakau untuk pelacakan karbon global dalam industri perikanan, dan masih banyak lagi.

Application Information Will Show Up Here

Amar Bank Beri Fasilitas Kredit untuk Mitra Pembudidaya eFishery

PT Bank Amar Indonesia Tbk (IDX: AMAR) mengumumkan kerja sama strategis dengan eFishery untuk menyalurkan fasilitas kredit kepada UMKM akuakultur atau perikanan budidaya. Fasilitas kredit bersama ini berupa close-loop financing atau pembiayaan ekosistem dengan nilai hingga Rp100 miliar.

Kemitraan ini menjadi salah satu strategi berkelanjutan Amar Bank untuk menjangkau mitra bisnis yang dapat menjembatani penyaluran pendanaan dengan mudah. Adapun, kemitraan tersebut akan membidik pembudidaya ikan yang tergabung dalam program Kasih, Bayar Nanti (Kabayan) dari eFishery.

Program Kabayan diluncurkan pada Januari 2020 dengan tujuan untuk menjembatani para pembudidaya ikan dengan akses finansial yang dapat mendukung perkembangan bisnisnya.

“Amar Bank berkomitmen untuk menjangkau lebih banyak lagi UMKM, dan eFishery adalah mitra yang tepat untuk membantu kami mendorong pertumbuhan UMKM akuakultur di Indonesia,” ujar Digital Banking Service Function Head Amar Bank Benyamin Tampubolon dalam keterangan resminya.

Selain itu, Amar Bank akan menempel layanan keuangan dan perbankan (Embedded banking and finance) ke dalam platform eFishery untuk mendukung usaha pembudidaya ikan mitra eFishery.

Saat ini, Amar Bank melalui produk digital Tunaiku, telah melayani hampir 400 ribu UMKM dan menyalurkan lebih dari 1 juta pinjaman dengan total lebih dari Rp10 triliun.

CFO eFishery Dhianendra Laksmana menambahkan, “Kemitraan ini akan menjadi sebuah langkah yang signifikan untuk mendorong pertumbuhan industri akuakultur di Indonesia, khususnya bagi para pembudidaya ikan agar mereka dapat lebih mudah mendapatkan akses finansial untuk mengembangkan bisnisnya dengan memanfaatkan layanan perbankan digital.”

eFishery sendiri dalam beberapa tahun terakhir juga telah mendapatkan fasilitas kredit dari kemitraannya dengan sejumlah institusi, seperti:

Daftar mitra penyaluran kredit di eFishery / Diolah kembali oleh DailySocial.id

Sebagaimana diketahui, kemitraan pembiayaan untuk modal usaha banyak dilakukan oleh perbankan dengan platform digital untuk memudahkan akses yang selama ini jadi benturan utama pemilik usaha. Tidak hanya dilakukan eFishery, namun juga sejumlah fintech lainnya.

Application Information Will Show Up Here

eFishery Boyong Tim DycodeX ke Perusahaan untuk Perkuat Lini Pengembangan Produk [UPDATED]

eFishery mengumumkan telah melakukan acquihire terhadap tim dari startup IoT DycodeX. Founder Andri Yadi dan timnya kini akan bergabung ke eFishery di Divisi Produk AIoT & Cultivation Intelligence.

Divisi tersebut menjadi kunci di balik pengembangan produk eFeeder, inovasi pemberian pakan otomatis untuk budidaya ikan dan udang. Dengan memanfaatkan teknologi IoT, eFeeder telah membuktikan kemampuannya untuk meningkatkan produktivitas pembudidaya serta petambak dan memungkinkan efisiensi penggunaan pakan hingga 30%, sambil memberikan wawasan berharga kepada pembudidaya dan petambak mengenai perencanaan pakan dan hasil panen.

Angkat Andri jadi VP

Andri Yadi juga diangkat menjadi VP Divisi Produk AIoT & Cultivation Intelligence di eFishery. Timnya akan ditempatkan sesuai dengan keahlian mereka dalam pengembangan perangkat keras IoT, firmware, kecerdasan buatan (AI), platform, dan aplikasi. Dalam struktur tim baru ini, ada rencana ambisius untuk mengembangkan produk AI & IoT dalam 2-3 tahun ke depan.

Rencana ini juga bertujuan untuk meluncurkan lebih dari 10 produk inovatif pada tahun 2024, termasuk perangkat IoT baru dan platformnya, produk berbasis GenAI, serta solusi kecerdasan aquaculture lainnya.

Keputusan strategis acquihiring ini bertujuan untuk memperkuat posisi eFishery di pasar, meningkatkan kemampuan perusahaan, dan mendorong pertumbuhan serta inovasi yang berkelanjutan

“Andri Yadi dan timnya dapat memperkuat dan mempercepat implementasi AI dan IoT dalam ekosistem eFishery, memungkinkan kami untuk memenuhi kebutuhan dan tantangan di industri akuakultur melalui inovasi teknologi yang terus berkembang. Khususnya dalam bidang AI & IoT, kami berharap bahwa inovasi yang lahir dari kolaborasi ini dapat memberikan solusi yang tepat sasaran untuk keberlanjutan dan pertumbuhan industri akuakultur dan bisnis yang dihadapi oleh para pembudidaya dan petambak,” ujar Co-Founder & CEO eFishery Gibran Huzaifah.

Sekilas DycodeX

Andri Yadi dan tim sebelumnya fokus ke DycodeX, sebuah startup yang didirikan di Bandung sejak tahun 2015. Ada sejumlah produk yang dihasilkan, seperti SMARTernak, Smarterbike, DytraX, dan Smart Gallon — semua layanan ini memanfaatkan kapabilitas AI dan IoT untuk automasi. Jauh sebelum itu,  sejak 2007 Andri juga adalah Founder & CEO Dycode yang lebih fokus ke pengembangan aplikasi mobile.

Startup ini juga telah mendapatkan pendanaan dari sejumlah investor dan angel dengan nilai tidak disebutkan. Terkhir mereka membukukan putaran seri A di tahun 2018.

“eFishery secara konsisten telah menemukan penerapan tepat guna untuk teknologi tersebut dalam bidang akuakultur. Saya yakin bahwa dengan bergabungnya kami ke eFishery, perusahaan akan lebih siap untuk pertumbuhan bisnis yang pesat, didukung oleh fondasi teknologi yang kuat. Dalam sinergi ini, baik AI maupun IoT, yang melebur menjadi AIoT, akan menjadi teknologi pendukung utama,” kata Andri Yadi.

Sejak menerima pendanaan seri D dan menjadi unicorn, eFishery terus bergerak lincak menggandakan pertumbuhannya. Akhir tahun lalu mereka juga sudah mantapkan ekspansinya ke India, dengan debut awal menjangkau 1000 hektar kolam dan 3000 metrik ton pakan.

Di Indonesia sendiri, eFishery mengklaim telah membantu lebih dari 200 ribu pembudidaya dan petambak. Adapun produk yang dimiliki juga semakin menyeluruh, mulai dari menyediakan akses terhadap pakan, pendanaan, hingga pasar untuk pembudidaya.

*Update: kami mengubah judul artikel, pihak eFishery mengatakan tidak mengakuisisi DycodeX secara perusahaan, hanya memboyong timnya

Application Information Will Show Up Here

Redseer Ungkap Pedoman Sukses Model Bisnis Agritech dan Aquatech di Indonesia

Industri agrikultur atau the sleeping giant dari Indonesia makin memperlihatkan tajinya semenjak pandemi. Tren pertumbuhan agritech (termasuk aquatech) justru kian kuat, salah satunya ditandai dengan pendanaan ke sektor ini yang meningkat tiap tahunnya.

Mengutip dari laporan Startup Report 2023 yang diterbitkan DSInnovate, sektor aquatech menduduki urutan ketiga untuk total pendanaan sebesar $213 juta. Agritech masuk ke urutan ke-8 dengan total pendanaan $26 juta untuk delapan kesepakatan. Dibandingkan tahun sebelumnya, agritech (termasuk aquatech) mendapati 15 total kesepakatan yang bernilai $229 juta dan masuk ke urutan ketiga terbesar berdasarkan nominal kesepakatan.

Lembaga riset Redseer dalam laporan terbarunya menyampaikan bahwa pada 2022, agrikultur dan akuakultur bernilai $140 miliar di Indonesia menawarkan peluang besar bagi para pelaku teknologi untuk ikut campur dan berinovasi.

Solusi teknologi mereka dapat memecahkan beberapa tantangan paling mendasar namun penting yang dihadapi para petani. Aktivitas pendanaan dan ekspansi regional/kontinental merupakan bukti besarnya peran startup, memberikan sinyal positif bagi ekosistem startup yang lebih luas.

Sementara, di satu sisi terdapat tantangan yang dihadapi oleh berbagai startup agritech di berbagai domain, mulai dari B2C, marketplace, dan pembiayaan. Di sisi lain terdapat pemain petahana yang telah melambungkan diri mereka dengan memanfaatkan pembelajaran dan menciptakan penawaran bisnis yang kuat.

Berikut pedoman startup agritech yang disusun oleh Redseer:

Memetakan potensi keberhasilan para pemain agritech di Indonesia

Faktor dan dimensi yang berperan dalam agritech serta pendekatan umum yang diadopsi oleh pemain sukses:

  • Targetkan solusi full-stack sebagai tujuan jangka panjang dengan pembiayaan sebagai bagiannya.
  • Fokus pada tanaman tertentu dan kembangkan kemampuan dalam bidang tersebut sebelum beralih ke tanaman lain.
  • B2B (memasok produk keluaran ke Horeca, rumah ekspor, dan pusat pengolahan) lebih menguntungkan dibandingkan dengan model B2C sederhana dari pertanian ke garpu.
  • Ekspor dan label pribadi juga merupakan tambahan margin yang lebih baik dan bagus untuk dimiliki dalam portofolio produk.

Menawarkan solusi full stack dan menciptakan solusi agritech yang sukses dan tangguh

Seperti yang ditunjukkan dalam grafik, layanan on-farm dapat menjadi titik awal bagi setiap pemain teknologi pertanian karena memungkinkan petani mendapatkan nilai lebih besar dari penawaran produk mereka dan meningkatkan produktivitas.

Hal ini membantu agritech membangun hubungan dengan para petani. Dalam layanan pertanian, solusi pengetahuan dapat menjadi titik awal untuk mendidik petani dan diikuti oleh orang lain dalam layanan pertanian. Ketika hasil panen lebih tinggi dan realisasi lebih baik, pelaku agritech mendapat kesempatan untuk melakukan cross-sell penawaran lain kepada petani.

Pemain full-stack memiliki peluang lebih baik dalam menciptakan bisnis berkelanjutan dengan pendapatan stabil dan margin sehat. Untuk mencapai hal yang sama, startup agritech perlu bekerja sama dengan petani dan menjalin hubungan yang terkait dengan pasar untuk memberikan penawaran bisnis menyeluruh yang holistik.

Memilih untuk mengidentifikasi jenis tanaman dan mengatasi peluang yang rendah ini sebelum beralih ke tanaman lain

Dengan beroperasi secara selektif pada tanaman tertentu, pemain agritech dapat menciptakan ceruk pasar untuk diri mereka sendiri. Jenis tanaman yang ideal akan menunjukkan beberapa atau seluruh karakteristik berikut:

  • Menghadapi permasalahan seputar imbal hasil yang rendah, musim, fluktuasi harga yang ekstrem, rendahnya mekanisasi pertanian.
  • Kegiatan pertanian sederhana yang dilakukan petani dapat meningkatkan nilai hasil panen secara drastis.
  • Tidak mendapat dukungan pemerintah yang kuat sehingga kurang kompetitif.
  • TAM domestik/ekspor besar.

Solusi pembiayaan yang disesuaikan dengan risiko dapat diciptakan oleh para pemain agritech dengan mengikuti model 3 langkah yang komprehensif

Pembiayaan adalah peluang terbesar dalam agritech. Beberapa pemain agritech gagal lebih awal karena mereka tidak dapat memperhitungkan risiko dengan tepat atau kurang memahami model bisnis pertanian (siklus, proses pertanian). Mereka hanya menganggapnya sebagai penawaran fintech. Beberapa faktor penentu keberhasilan pembiayaan agribisnis adalah:

  • Kehadiran di seluruh rantai nilai.
  • Kontrol atas output untuk memastikan kemudahan pemulihan.
  • Menawarkan pembiayaan dalam format nontunai.

Lima Startup Indonesia Boyong Penghargaan Kompetisi Digital ASEAN 2024

Lima startup Indonesia berhasil memboyong penghargaan dalam ASEAN Digital Awards (ADA) 2024. Indonesia otomatis menjadi juara umum pada ajang pencapaian inovasi digital terbaik di kawasan regional ini.

Pemenangnya antara lain Crustea dan Shieldtag yang memenangkan medali emas, Artopologi meraih medali perak, serta Jaramba dan InCrane membawa medali perunggu. Adapun, Crustea adalah salah satu peserta DSLauncHER, program inkubasi dari DS/X Ventures.

ADA 2024 (sebelumnya dikenal bernama ASEAN ICT Awards) merupakan proyek bersama kementerian bidang telekomunikasi pada negara-negara ASEAN yang bertujuan untuk mempromosikan inovasi dan kolaborasi antara pemerintah, pebisnis, dan institusi lainnya.

Kompetisi karya Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (TIK) di tingkat ASEAN ini memiliki enam kategori antara lain Public Sector, Private Sector, Digital Content, Digital Startup, Digital Innovation, dan Digital Inclusivity.

“Mereka berkontribusi dalam berinovasi dan penerapan di setiap sektor. Kami terus mendorong lewat program pengembangan startup selanjutnya serta hilirisasi digital di sektor strategis,” ujar Direktur Ekonomi Digital Dirjen Aptika Kominfo Bonifasius Pudjianto dalam keterangan resminya (1/2).

Pada tahun ini, kompetisi ini melalui proses seleksi peserta dan kurasi produk sepenuhnya secara online. Ke-5 finalis perwakilan Indonesia melakukan presentasi online di depan 13 Final Judges ADA 2024 yang terdiri dari 10 juri dari tiap negara ASEAN dan 3 orang juri undangan yang berasal dari Tiongkok, Jepang, dan Korea.

Sekilas tentang Crustea

Crustea sempat mengikuti program inkubasi DSLauncHER yang diadakan pertengahan tahun lalu. Crustea didirikan oleh Roikhanatun Nafi’ah dengan misi untuk memberdayakan para petani untuk mencapai hasil terbaik dalam produksi akuakultur.

“Kami sebelumnya tidak menduga bakal menjadi juara pertama, karena kami masih baru kurang dari dua tahun. Ini menjadi motivasi kami untuk terus menumbuhkan startup. Kami dipercaya untuk memberikan manfaat untuk petambak atau sektor lainnya,” tutur Founder& CEO Crustea Roikhanatun.

Solusi Crustea / Crustea

Mengutip dari situs resminya, Crustea melihat para petani tambak di Indonesia dihadapkan pada tingginya biaya operasional, yang mana berdampak pada produktivitasnya. Untuk itu, pihaknya mengembangkan solusi ramah lingkungan untuk memenuhi kebutuhan petani mulai pra, pemasangan, hingga pasca-panen.

Beberapa solusi yang ditawarkan adalah (1) Eco-Aerator berbasis IoT meningkatkan produktivitas sekaligus mengurangi biaya operasional kolam; (2) EBII System sebagai sensor untuk membantu petani mengontrol kondisi kolamnya kapan pun dan di manapun; serta (3) Smart Energy yang bertujuan untuk mengetahui tingkat efisiensi dan penghematan energi yang dihasilkan.

Sekadar informasi, DSLauncHER merupakan program kick start dari DS/X Ventures, firma investasi tahap awal yang juga bagian dari startup media dan teknologi DailySocial.id.

Melihat Kesiapan Industri Memasuki Era Agritech 2.0

Butuh delapan tahun bagi eFishery untuk “buka jalan” betapa seksinya industri perikanan di Indonesia sampai akhirnya merengkuh status unicorn pada tahun lalu. Pemain sejenisnya, baik yang bergerak di akuakultur dan agrikultur, ikut kecipratan rezeki karena investor mulai menengok mereka.

Pasalnya, industri pertanian, perhutanan, dan perikanan merupakan penyumbang PDB terbesar ketiga setelah manufaktur dan perdagangan, dengan persentase sebesar 12,4% pada 2022. Walau besar, industri ini punya segudang masalah, mulai dari inkonsisten kualitas produk, akses modal, fluktuasi harga, dan rantai pasok.

Didukung oleh pendekatan teknologi yang diusung startup, sisi hulu dan hilir mulai teredukasi dengan konsep baru ini. Namun, sektor ini tak lepas dari tantangan lainnya, terutama penurunan permintaan pasca-pandemi. Bagaimana startup ini mempertajam strategi mereka dalam menghadapinya?. Bagaimana juga dari sisi investor mengamati evolusi startup di sektor ini?.

Pertanyaan ini dibahas melalui sesi “Are agritech & aquatech ripe for Version 2.0 to scale to next level?” dalam konferensi tahunan Indonesia PE-VC Summit 2024 yang diselenggarakan oleh DealStreetAsia.

Diskusi panel ini menghadirkan empat pembicara: Anthony Tjajadi (Partner Trihill Capital), Aldi Adrian Hartanto (Managing Partner Ascent Venture Group), Liris Maduningtyas (Co-Founder & CEO JALA), Witny Tanod (Co-Founder, Chief Marketing & Corporate Affairs Gokomodo).

Agritech & Aquatech 1.0

Witny menyampaikan pada periode 1.0 ini Gokomodo merasa bersyukur karena mereka telah menemukan product market fit yang tepat sebagai landasan penting sebelum berinovasi lebih jauh. Gokomodo fokus pada pengadaan dan pengiriman agri-input atau produk dan bahan baku pertanian, seperti pupuk yang dibutuhkan para pelaku agrikultur, sehingga mereka dapat menerima produk akhir dengan tepat waktu, kualitas tinggi dan harga wajar.

“Solusi kami sudah membuat rantai pasok jadi lebih efisien dan lebih mudah diakses oleh konsumen. Dari berbagai limitasi sebelumnya, kami jadi memahami bahwa versi 1.0 Gokomodo telah memberikan nilai tambah,” ucapnya.

Tidak jauh berbeda, Liris menyampaikan pihaknya menyelesaikan satu per satu masalah di budidaya udang yang saat ini jadi fokus utama perusahaan. Meluncurkan aplikasi yang bisa membantu petani udang adalah salah satu solusi yang ditawarkan JALA.

“Jadi tingkat adopsi teknologi ke dalam industri akuatik sudah ada, namun masih perlu penetrasi lebih jauh ke dalam diri para petani. Tujuannya agar mereka benar-benar dapat manfaatnya. Sebab, teknologi itu selalu dapat mengatasi beberapa masalah, meminimalkan risiko, meminimalkan biaya rantai pasokan, dan lain-lain,” kata dia.

Dorong disrupsi lebih jauh

Baik Aldi dan Anthony sepakat bahwa aspek sains yang menjadi ‘beauty’ harus lebih digalakkan untuk keberlanjutan industri ini. Anthony mengaku dirinya sudah menggeluti industri agrikultur sejak 30 tahun lalu, namun hingga detik ini masih minim disrupsi di sisi hulunya.

“Jadi perbaiki pasokannya, perbaiki sumbernya. Mungkin kembali ke lab dan mendeteksi, menemukan pupuk baru, benih baru, pestisida baru, atau apa pun. Saya ingin lebih banyak disrupsi dan teknologi, serta lebih banyak orang yang terlibat di sisi hulu bisnis,” ujar Anthony.

Aldi juga mengingatkan, menerapkan lebih banyak teknologi di sisi hulu, banyak memberikan pengaruh pada efisiensi di keseluruhan rantai pasok. Saat itu, startup perlu memikirkan bagaimana bisa meningkatkan profitabilitasnya, misalnya dengan membuat merek baru khusus untuk produk ayam potong karena punya margin yang lebih tinggi.

“Namun sebelumnya harus mengatasi masalah pasokan. Kami prediksi model farming-as-a-service jadi tren yang kami perkirakan akan terjadi,” kata dia.

Tantangan menuju 2.0

Liris menyoroti tantangan talenta yang dibutuhkan untuk buat inovasi sains di sektor akuakultur masih sulit dicari. Lulusan pertanian masih lebih tertarik bekerja di bank atau jadi pegawai negeri sipil, ketimbang menyalurkan ilmunya di bidang yang sesuai. Di samping itu, perjalanan untuk penetrasi ke para petani agar naik level dari dasar ke lanjutan tetap dibutuhkan.

Agar perusahaan tetap efisien, JALA memanfaatkan keberadaan big data yang sumbernya diperoleh dari cara yang murah dan efisien, yakni melalui aplikasi yang diunduh para petani.

“Dengan big data, kami bisa mengumpulkan data historis dan data terkini dari petani, mengambil sampelnya untuk membuat prediksi dan proyeksi biomassa mereka tanpa perangkat keras. Jadi itu solusi termurah menurut saya. Langkah pertama bagi petani di aquatech untuk membiasakan diri dengan teknologi.”

Witny menambahkan, bermitra dengan ekosistem dibutuhkan untuk masuk ke tahap berikutnya 2.0, baik dengan pemerintah, akademisi, petani, investor, dan startup.

“Kami punya banyak program yang mendapat dorongan dari pemerintah sendiri untuk dorong petani milenial. Kami juga berdiskusi dengan pemerintah itu sendiri, saat membuat produk baru. Kami perlu menjadi lebih baik lagi. Jadi kami tidak bisa berdiri sendiri, tapi semuanya harus saling dukung,” pungkasnya.

eFishery India Telah Jangkau 1.000 Hektar Kolam dan 3.000 Metrik Ton Pakan

Startup aquatech eFishery memperkenalkan bisnisnya di India, eFishery Aqua Techworks Private Limited, setelah merampungkan uji coba komersial sejak Maret 2023. eFishery India mampu menjangkau lebih dari 1.000 hektar kolam milik pembudidaya dan mendistribusikan 3.000 metrik ton pakan.

Pencapaian positif ini membuat perusahaan terus berambisi memperluas jangkauan operasional ke lima negara bagian lain di India hingga akhir 2024. Selain India, eFishery juga melirik peluang di satu atau dua negara di wilayah Asia dan Amerika Latin dalam satu tahun mendatang, sembari terus menjalankan ekspor produk udang ke luar negeri.

Strategi ini juga berfokus untuk melihat variasi pasar yang menawarkan ekosistem komprehensif kepada pembudidaya, menciptakan model koperasi digital lengkap dengan akses untuk pakan ikan dan udang berkualitas tinggi, teknologi Internet of Things (IoT), SOP produksi, dan jaminan pembelian (off-take), guna memberdayakan serta mengembangkan potensi pembudidaya.

“Dimulai dengan India, kami bangga dengan kemampuan eFishery mengerahkan potensi kekuatan akuakultur secara global melalui teknologi buatan Indonesia, dengan rata-rata peningkatan pendapatan pembudidaya mencapai dua hingga tiga kali lipat,” kata Co-founder dan CEO eFishery Gibran Huzaifah dalam keterangan resmi, Kamis (14/12).

Pihaknya menyadari potensi dan nilai industri akuakultur India, baik secara ukuran dan struktur, memiliki kemiripan dengan Indonesia, yang didominasi oleh pembudidaya level kecil dan menengah. Memosisikan sebagai mitra, para kontributor utama ketahanan pangan lokal dan regional India dapat berkontribusi lebih baik untuk menghasilkan sumber protein berkelanjutan yang dapat diakses oleh masyarakat global.

India dengan populasi 1,4 miliar jiwa memiliki tingkat konsumsi seafood hingga 60-70%. Tingginya konsumsi ini berpengaruh pada industri akuakultur yang bernilai lebih dari $15 miliar, dan memiliki Compound Annual Growth Rate (CAGR) >8% selama tiga dekade terakhir.

Hal ini menggambarkan besarnya potensi industri akuakultur di India. Namun, di tengah besarnya potensi tersebut, pembudidaya kecil dan menengah di India masih menghadapi berbagai tantangan, seperti lemahnya akses ke pasar, skema harga yang tidak konsisten dan tidak menguntungkan, skema pembayaran yang selalu terlambat, serta kurangnya informasi dasar manajemen budidaya dari sisi tata cara, teknologi, maupun inovasi.

Menyadari hal tersebut, eFishery berupaya memberdayakan pembudidaya agar dapat mengambil keputusan secara cepat berdasarkan informasi dan data. Fokusnya adalah mengoptimalkan praktik budidaya dan meningkatkan hasil panen secara keseluruhan.

International Expansion Lead eFishery Neil Wendover menjelaskan komitmen perusahaan untuk meningkatkan profitabilitas pembudidaya di setiap negara sasaran ekspansi. Menurutnya, tujuan bisnis eFishery tetap berfokus untuk menyelesaikan masalah para pembudidaya dan meningkatkan profitabilitas dengan mendorong produktivitas dan efisiensi operasional.

“Kami tidak mengurangi keuntungan mereka, tetapi justru menggandakan hasilnya,” imbuhnya.

eFishery India memulai operasinya di Andhra Pradesh, negara bagian India yang menyumbang 35% dari total produksi akuakultur nasional. Timnya terdiri dari 50 karyawan lokal, yang memiliki pemahaman mendalam tentang kultur setempat. Dukungan dari lembaga pemerintah dan pemasok bahan baku berperan penting dalam mengatasi tantangan unik sektor akuakultur India yang sangat berpotensi namun masih terfragmentasi.

“Kami senang bahwa upaya strategis kami telah membuahkan hasil. Di India, kami berada di jalur yang tepat untukmencapai pertumbuhan 10x lipat, selaras dengan target bisnis ekspansi internasional kami.”

“Kolaborasi dengan eFishery telah membawa perubahan besar bagi kolam budidaya kecil kami. Solusi dan dukungan inovatif mereka telah meningkatkan efisiensi dan mendorong keberlanjutan operasi budidaya kami secara keseluruhan. Bantuan berkelanjutan dari eFishery juga memastikan panen yang sukses, sehingga dapat mencegah perlunya panic harvest karena kendala finansial” kata Ch. Veera Nageswar Rao, pembudidaya ikan dari Distrik Kakinada di India, dan juga mitra eFishery.

Didirikan di Bandung pada 2013, eFishery telah mendisrupsi industri akuakultur Indonesia dengan menawarkan digital autofeeder berbasis IoT. Inovasi ini bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas, efisiensi, dan kenyamanan dalam usaha budidaya ikan. Teknologi berbasis data yang dimiliki eFishery menggunakan sensor untuk memantau dan mengoptimalkan pemberian pakan, kesehatan ikan, dan kualitas air sekaligus meminimalkan limbah.

Sebagai startup unicorn pertama di industri akuakultur global, langkah strategis eFishery ke India sejalan dengan komitmen perusahaan untuk mengatasi masalah kelaparan di dunia.

“Kehadiran kami di India merupakan langkah penting dalam strategi ekspansi internasional kami. Dengan fokus pada teknologi dan solusi berbasis data, eFishery memimpin transformasi value-chain akuakultur dan berkontribusi terhadap kesejahteraan ekonomi para pembudidaya,” tutup Gibran.

Application Information Will Show Up Here

Startup Aquatech JALA Kantongi Pendanaan Seri A Rp202 Miliar Dipimpin Intudo Ventures

Startup aquatech untuk industri udang JALA mengumumkan perolehan pendanaan seri A sebesar $13,1 juta (sekitar Rp202,2 miliar) dipimpin oleh Intudo Ventures, dengan partisipasi dari SMDV serta investor terdahulu, yakni Mirova dan Meloy Fund (Deliberate Capital).

Dana segar akan dimanfaatkan JALA untuk memperluas operasionalnya di Sumatera, Sulawesi, dan Nusa Tenggara—tiga wilayah yang memiliki potensi unik bagi pertumbuhan industri budidaya udang. Serta, memperkuat teknologi di JALA App dengan fitur baru.

Perusahaan terakhir kali mengumumkan pendanaan pada November 2021 sebesar $6 juta. Sejumlah pemodal ventura yang fokus pada impact investment dari beberapa negara terlibat dalam putaran ini, di antaranya The Meloy Fund (dikelola Deliberate Capital dari Amerika Serikat), Real Tech Fund (dari Jepang), dan Mirova (dari Prancis).

Menurut keterangan resmi yang disampaikan hari ini (28/11), Co-founder dan CEO JALA Liris Maduningtyas menyampaikan, inti dari misi JALA adalah membuka jalan menuju industri udang Indonesia yang berkelanjutan di masa depan. Dukungan dari Intudo dan SMDV, menjadi amunisi tambahan untuk mewujudkan misi tersebut.

“Pendanaan ini memungkinkan kami untuk menghadirkan solusi ke daerah-daerah terpencil di Indonesia dan membekali petambak setempat dengan dukungan teknologi dan pendanaan yang mereka butuhkan untuk memajukan produksi udang Indonesia,” ujarnya.

Founding Partner Intudo Ventures Patrick Yip menuturkan, sebagai produsen udang terbesar keempat di dunia, Indonesia memiliki peran penting dalam rantai pasok seafood secara global. Seiring berkembangnya industri udang di negara ini, permintaan akan solusi budidaya udang modern juga meningkat.

“Rangkaian solusi digital JALA membantu petambak menciptakan nilai ekonomi yang nyata, meningkatkan hasil budidaya, dan menetapkan arah pada praktik budidaya yang berkelanjutan—membawa udang Indonesia ke pasar global. Kami sangat mendukung JALA dalam mewujudkan misi digitalisasi dan memperkuat budidaya udang di Indonesia,” imbuh Yip.

Perkembangan JALA

JALA didirikan pada 2017 oleh Aryo Wiryawan (Chairman), yang telah menjadi petambak udang sejak tahun 2001; dan Liris Maduningtyas (CEO), yang memiliki latar belakang teknik—keduanya mendirikan JALA setelah menemukan kendala dalam memantau budidaya udang di Indonesia dan ketergantungan pada cara tradisional.

Didasarkan pada aspek pemantauan, tim JALA menyusun solusi lengkap bagi petambak udang yang tidak hanya meningkatkan aspek ekonomi budidaya udang itu sendiri melainkan juga berkontribusi bagi keberlanjutan lingkungan.

JALA menyediakan solusi end-to-end untuk menyederhanakan proses budidaya udang—meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan keberlanjutan. Para petambak dapat menganalisis budidaya berdasarkan data real time dan alat yang terintegrasi, serta pendampingan tambak, pendanaan, saprodi berkualitas, dan akses jual untuk mendistribusikan hasil panen ke pasar.

Solusinya mulai dari JALA App, yakni alat yang penting bagi petambak udang karena dapat membantu mereka memantau proses budidaya secara efektif. Aplikasi ini memungkinkan penggunanya untuk mencatat, memantau, dan menganalisis setiap aspek budidaya udang secara real time, langsung dari perangkat mobile mereka.

Fungsi tersebut menyajikan data yang lengkap dan pelacakan progres, membantu petambak mengambil keputusan tepat dengan cepat. Melalui layanan credit scoring tambak dari JALA, petambak juga dapat membuktikan kredibilitas mereka dan memperoleh akses pilihan pendanaan yang terjangkau.

Bagi petambak di segala skala, JALA menyediakan layanan akses panen untuk membantu mendistribusikan produk mereka ke pasar. Petambak dapat terlibat dalam sistem yang membawa hasil panen mereka ke pasar, lengkap dengan pilihan pembayaran yang cepat dan aman. JALA juga menyediakan pendampingan tambak berupa bimbingan dan dukungan langsung dalam mengatasi tantangan sehari-hari di tambak.

Diklaim JALA telah dipercaya oleh lebih dari 20.000 pengguna. Melalui JALA App, perusahaan telah memantau udang di lebih dari 35.300 kolam, membantu petambak memanen udang dalam jumlah yang besar.

Ke depannya, JALA App akan dilengkapi dengan prediksi performa budidaya, kualitas air, dan penyakit udang yang lebih mendalam serta automasi input data, seperti data berat udang dan pakan. JALA juga bekerja sama dengan Conservation International untuk membangun Climate Smart Shrimp pertama sebagai upaya intensifikasi gabungan dengan restorasi mangrove untuk tambak udang tradisional.

Application Information Will Show Up Here