Hipotesis GoWork Terkait Bisnis Coworking Space Pasca-Pandemi

Bisnis coworking space termasuk vertikal yang “babak belur” sepanjang pandemi kemarin, karena sebagian besar aktivitas dilakukan di dalam rumah. CoHive pun menyerah dan dinyatakan bangkrut pada 18 Januari 2023. Padahal startup ini pernah dinobatkan sebagai pemilik jaringan coworking space terbesar di Indonesia.

Sempat terpuruk juga, kompetitor terdekatnya GoWork masih bertahan hingga kini karena menemukan peluang pasar yang belum tergarap, yakni perusahaan besar dan korporat. Co-founder & CEO GoWork Vanessa Hendriadi menuturkan pihaknya menyadari pada tengah pandemi kemarin bahwa model kerja tradisional telah berubah untuk selamanya.

Berangkat dari situ, perusahaan dengan cepat mengubah strategi dengan menyasarkan kedua segmen tersebut. Dari hipotesisnya, di masa lalu biasanya perusahaan besar di Indonesia mendirikan kantor pusatnya di Jakarta, lalu merekrut talenta lokal atau merelokasi talentanya untuk pekerjaan tatap muka.

“Namun Covid-19 mengubah dinamika ini sepenuhnya karena tim besar terpaksa bekerja dari rumah. Di tahun 2023, dengan berakhirnya pandemi, perusahaan yang sama sekarang harus beradaptasi lagi,” kata Vanessa dalam keterangan resmi.

GoWork kini menganut konsep scale-as-a-service untuk korporat dan perusahaan besar, yang banyak di antaranya berjuang untuk beradaptasi dengan tenaga kerja pasca pandemi yang menuntut model kerja hybrid.

Solusi full-stack B2B ini membantu korporat menemukan dan mendirikan kantor satelit dan operasi di luar wilayah Jakarta. Kondisi tersebut memungkinkan pembentukan tim yang terdesentralisasi, fleksibilitas untuk menambah atau mengurangi, dan dukungan langsung di berbagai departemen, seperti sumber daya manusia, hukum, keuangan, dan lainnya.

Menurut Vanessa, transformasi radikal ini terbukti mampu mendongkrak bisnis GoWork, walau sejatinya perusahaan tetap menyediakan ruang kerja sebagai model bisnis utamanya.

“Kami dapat berkembang pada tahun 2023 karena solusi baru kami yang sangat disesuaikan untuk perusahaan besar.”

Meski tidak disampaikan angkanya, diklaim pendapatan GoWork naik dua kali lipat dari pra-pandemi dengan tingkat retensi klien 85% per tahun. Klien korporat GoWork di antaranya Deloitte, AirAsia, Pfizer, Nielsen, Pegadaian, dan lainnya. Sebelumnya keanggotaan GoWork banyak digunakan oleh startup, UMKM, dan pekerja lepas.

Konsep scale-as-a-service

Secara terpisah saat dihubungi DailySocial.id, Vanessa menerangkan pendekatan konsep scale-as-a-service ini merupakan bentuk komitmen perusahaan demi menyesuaikan kebutuhan klien. Memungkinkan perusahaan dapat menyediakan solusi fleksibel yang memungkinkan bisnis berkembang sesuai ritme mereka sendiri, baik itu ekspansi di satu lokasi, beberapa lokasi, atau bahkan reduksi.

“Kami terinspirasi oleh pemain global, tetapi implementasi kami unik dan disesuaikan dengan konteks Indonesia,” ujarnya.

Ekspansi lokasi baru bagi GoWork juga menjadi strategi yang tak kalah penting, tanpa mengesampingkan peningkatan kualitas layanan. Walau tidak bisa disebutkan secara rinci target penambahan lokasi, disebutkan saat ini GoWork beroperasi di 25 lokasi di lima kota besar, yakni Jakarta, Tangerang, Medan, Bali, dan Surabaya.

Tak hanya ekspansi, perusahaan saat ini menyediakan tambahan solusi kantor virtual. Vanessa menuturkan, solusi dirancang untuk semua skala perusahaan, baik dari mikro maupun enterprise, dengan tetap memberikan rasa komunitas dan kolaborasi.

“GoWork membantu pengusaha untuk pengurusan semua keperluan legal dan kepengurusan karyawan mereka sampai mereka bisa menjalankan bisnisnya.”

Seperti diketahui, kantor virtual ini biasanya menawarkan solusi berupa penyedia alamat perusahaan pada lokasi tertentu yang umumnya terletak di pusat bisnis dengan segala fasilitas yang dibutuhkan sebagaimana kantor pada umumnya. Selain alamat bisnis, umumnya operator juga menyediakan resepsionis, nomor telepon/fax khusus dengan operator pribadi, dan pengurusan dokumen legal.

Selain GoWork, para pemain kantor virtual ini sudah ada beberapa di Indonesia, seperti vOffice dan Regus.

Terkait kebutuhan pendanaan baru, Vanessa hanya menuturkan bahwa pihaknya terus berusaha untuk memperkuat posisinya di pasar. Oleh karenanya, perusahaan terbuka dengan berbagai bentuk kerja sama, termasuk dengan pemilik properti yang ingin memanfaatkan ruang mereka lebih efisien.

Pendanaan terakhir yang diterima perusahaan adalah putaran Seri B dari Global Brain Foundation. Bila ditotal, perusahaan meraih pendanaan sebesar $13 juta sejak pertama kali berdiri.

Application Information Will Show Up Here

Pemodal Ventura Tatap Masa Depan Bisnis Coworking Space

Era kejayaan bisnis coworking space di Indonesia berbanding lurus dengan popularitas dan bermunculannya startup teknologi. Tidak hanya sekadar menyediakan tempat untuk bekerja, penyelenggara coworking berlomba menghadirkan ekosistem kewirausahaan menyeluruh untuk mendukung tenant di dalamnya. Mulai dari acara edukasi bisnis, akses ke jaringan investor, sampai dengan program inkubasi.

Sejak tahun lalu, bisnis ini terganggu aktivitasnya akibat pembatasan sosial yang diberlakukan semasa pandemi. Belum lagi karakteristik konsumen utama mereka, pekerja di bidang teknologi, yang lebih fleksibel untuk bekerja di mana saja, termasuk melakukan work from home.

Vice President Indogen Capital Kevin Winsen mengatakan, “Secara industri, semua bisnis real estate termasuk coworking space akan terdampak dengan adanya pembatasan sosial […] Namun dari kondisi economic stress ini, saya juga melihat ini adalah waktu yang tepat untuk mengevaluasi bisnis model coworking space mana yang bisa bertahan dan bagaimana para founder merespons tantangan ini. Saya rasa pemain yang bisa bertahan akan menjadi pemenang atau category leader dalam segmen ini untuk jangka panjang.”

Indogen saat ini berinvestasi di GoWork. Sebelumnya mereka termasuk pemegang saham Spacemob sebelum diakuisisi WeWork pada tahun 2017 lalu.

Pendanaan masih terus berlanjut

Menurut data yang DailySocial peroleh, dua pemain besar coworking space lokal mendapatkan pendanaan tambahan di tahun ini. Pertama ada GoWork yang dikabarkan memulai putaran pendanaan Seri C1. Sejumlah investor bergabung, termasuk Gobi Partners lewat Meranti Asean Growth Fund, dan telah mengumpulkan $3,6 juta atau setara 51,8 miliar Rupiah. Kami mencoba menghubungi eksekutif perusahaan untuk mengonfirmasi kabar ini, namun sampai tulisan ini terbit belum mendapatkan respons.

Pemain lainnya yang dikabarkan mendapatkan suntikan dana adalah CoHive. Tahun ini Stonebridge Ventures, East Ventures, Naver, LINE Ventures, dan sejumlah investor mengisi daftar investasi di putaran Seri B dengan nilai mencapai $16 juta atau setara 230,3 miliar Rupiah. Pihak terkait yang kami konfirmasi soal pendanaan ini memilih tidak berkomentar. Investor-investor tersebut merupakan mereka yang telah berinvestasi di tahap sebelumnya.

Operator Pendanaan Tahun Investor Pemimpin Kisaran Nilai
CoHive Seed Round 2017 East Ventures, Insignia Ventures Partners $4,3 juta
Series A 2018 Softbank Ventures Asia $20 juta
Series B 2019 s/d 2021 Stonebridge Ventures $16 juta
GoWork Seed Round 2017 ATM Capital, Convergence Ventures $3 juta
Series A 2018 Gobi Partners, The Paradise Group $10 juta
Series B 2019 undisclosed Undisclosed
Series C1 2021 Gobi Partners $3,6 juta

Keyakinan investor untuk bisnis coworking

East Ventures, yang merupakan pemegang saham penting di layanan coworking space CoHive di Indonesia dan CirCO di Vietnam, memberikan pendapatnya terkait kondisi yang dialami vertikal bisnis tersebut saat ini.

Operating Partner East Ventures David Fernando Audy mengatakan, “Ruang fleksibel atau coworking telah menjadi bagian terintegrasi dari tren pasar perkantoran dan akan terus berlanjut. Diyakini akan ada permintaan yang baik untuk layanan tersebut, ketika pandemi mereda. Tentu saja dalam jangka pendek, pembatasan mobilitas memberikan banyak tekanan pada operator. Oleh karena itu, masuk akal untuk mengharapkan beberapa strategi yang bergeser ke arah konsolidasi pasar.

Sayangnya tidak mudah untuk memprediksi kapan krisis pandemi ini akan berakhir. Demikian juga tren cara kerja di era new normal nantinya – apalagi saat ini beberapa perusahaan teknologi memberikan keleluasaan untuk pegawainya bekerja dari mana saja.

Kevin melanjutkan, “Hipotesis kami melihat bahwa permintaan terhadap coworking space akan bounce back dan tetap bertumbuh secara modest. Kami melihat future of working itu akan hybrid, orang sudah terbiasa dengan produktivitas kerja yang baru selama pandemi tapi secara bersamaan tidak mau kehilangan fungsi sosial untuk bertemu tatap muka. Alhasil akses multi-lokasi dari coworking space akan menjadi strong moat dalam jangka panjang untuk address change of behavior ini.”

Tren selama pandemi

Jika melihat dari tren pencarian dalam beberapa tahun terakhir, terminologi coworking mendapati traksi yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Di awal masa pandemi sekitar bulan Juni-Juli 2020, tren tersebut sempat turun drastis kendati secara perlahan mulai merangkak naik.

Menurut laporan “Coworking Space Global Market Report 2021” dari Research and Markets, adanya Covid-19 juga diperkirakan hanya akan membawa pertumbuhan pasar sebesar 2,1%, dari $7,97 miliar di tahun 2020 menjadi $8,14 miliar di tahun 2021.

Pertumbuhan ini disebabkan para penyedia layanan yang melanjutkan operasi mereka dan beradaptasi dengan new normalPasar diperkirakan akan mencapai $13,03 miliar pada tahun 2025 dengan kenaikan pertumbuhan tahunan mencapai 12%.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Persiapan Coworking Space Menuju “Normal Baru”

Hampir tiga bulan sejak pemberlakuan karantina mandiri karena pandemi, coworking space adalah salah satu industri yang ikut terkena imbas. Fleksibilitasnya sebagai tempat kerja semua orang sangat memungkinkan terjadinya risiko penularan.

Faye Alund, Presiden Coworking Indonesia, asosiasi yang mewadahi coworking space, menyebut, pihaknya melakukan survei singkat untuk melihat kondisi coworking space di Indonesia selama tiga bulan terakhir. Survei ini diikuti 30%-40% anggota. Adapun total anggotanya adalah 250 orang yang mewakili sekitar 100 bisnis coworking space.

“Jawabannya adalah okupansi hampir 0% karena banyak yang tutup selama dua sampai tiga bulan. Juni sudah mulai pada buka. Untuk teman-teman yang di luar Jakarta, meski tidak ada PSBB, okupansinya juga ikut turun hampir 0%,” paparnya kepada DailySocial.

Paparan singkat Faye sejalan dengan yang dihadapi Ngalup, pemain dari Malang. Direktur Ngalup.co Andina Paramitha menceritakan, selama tiga bulan belakangan pihaknya beralih ke “survival mode” karena seluruh anggota melakukan WFH. Karena okupansi turun drastis, tim mulai mengurangi satu per satu kebutuhan yang sifatnya “nice to have”.

“Sebelum Covid-19 masuk ke Malang, kami sudah menyiapkan plan untuk bertahan hingga Desember 2020 untuk memutar roda ekonomi. Kami akan push layanan baru dan untuk mengurangi cost tiap bulannya, maka kami melakukan penyesuaian kebutuhan, mulai dari penggunaan listrik, gaji karyawan, hingga katering karyawan,” ujarnya.

Kondisi sedikit berbeda diceritakan Co-Founder dan CEO GoWork Vanessa V. Hendriadi. GoWork tergolong pemain besar dengan total ruang hampir 60 ribu meter persegi yang tersebar di 24 titik di empat kota besar di Indonesia.

Vanessa mengungkapkan, pihaknya mengikuti kebijakan pemerintah dalam hal menutup lokasi karena hal terpenting adalah mengutamakan keselamatan bersama. Hanya saja, ada beberapa lokasi beranggotakan perusahaan yang bergerak di bisnis esensial, sehingga GoWork harus tetap buka.

“Rata-rata okupansi kami masih di atas 70%, memang sedikit menurun dibandingkan sebelum Covid-19 yakni di angka 95%. Namun hal ini kami lihat hanya sementara dan kami sudah siap menghadapi “new normal” dengan semua protokol yang terus kami update,” terang Vanessa.

CoHive juga menutup mayoritas lokasinya selama PSBB berlangsung dan membuka kembali pada 8 Juni 2020, dimulai dari kantor pusatnya, CoHive 101. CEO CoHive Jason Lee menerangkan, pandemi telah membuat perubahan bisnis bagi perusahaan, namun pihaknya mulai optimis menyambut kondisi normal baru.

“Sepanjang PSBB, hunian kantor pribadi kami tetap stabil, maka dari itu tim pengembang telah menyediakan solusi terbaik untuk anggota. Kami percaya membangun hubungan jangka panjang dengan anggota akan memperkuat komunitasnya,” katanya.

Dari sisi bisnis, tim CoHive secara aktif berdiskusi dengan pemilik gedung untuk memberikan opsi dan penyesuaian terkait fleksibilitas biaya sewa untuk para anggota CoHive, terutama startup dan UKM agar runway mereka lebih panjang.

“Sebagai catatan positif, sebagai platform coworking dan komunitas terbesar di Indonesia, kami berharap menjadi salah satu industri pertama yang pulih dan tumbuh lebih kuat dari pemain lain karena kami menyediakan yang dibutuhkan untuk mengaktifkan lagi [aktivitas] dalam normal baru.”

Sumber pendapatan baru

Penerapan PSBB sejalan dengan penyebab mengapa okupansi menurun. Oleh karena itu, pemain harus mencari akal bagaimana memastikan bisnisnya tetap hidup. Faye menegaskan, esensi utama coworking space adalah aktivasi komunitas yang ingin memperluas jejaringnya, sekaligus mengakselerasi serendipity.

Serendipity adalah kebetulan-kebetulan yang menguntungkan dan bisa terjadi kapan saja. Hal ini bisa diciptakan melalui coworking space sebagai melting pot-nya.

Perluasan jejaring diterjemahkan dalam bahasa bisnis dengan menggelar program pelatihan yang telah disesuaikan dengan kebutuhan anggota. Kini program ini digelar dalam versi online.

“Pada Maret-April, teman-teman banyak yang buat program versi gratis untuk tes dulu karena ini pindah dari offline ke online, pelajari topiknya, dan sebagainya. Lalu pada Mei terlihat mereka mulai monetisasi dengan membuat kelas berbayar, sudah tahu market butuh apa, meski baru mulai.”

Dari sisi asosiasi, mereka mendorong anggota dengan memberikan akses dan kesempatan untuk para pemain coworking memperluas sumber pendapatan dengan mengikuti program yang digelar di luar negeri. Salah satu acara global khusus pemain coworking space adalah Hack Coworking Berlin 2020.

“Dari situ, kita bisa belajar dari pelaku lain tentang stream-stream [pendapatan baru] apa yang bisa dilakukan selama pandemi. Selain aktivasi program, ada juga cara crowdfunding, menggunakan resource dari member untuk kerja sama dan monetisasi dalam rangka capacity building, dan lainnya yang semuanya dilakukan secara online.”

Para pemain sepakat dengan pernyataan Faye. Vanessa menerangkan, meski banyak lokasi tutup, kesibukan tim GoWork justru bertambah. Selain sibuk menjalin hubungan dengan semua stakeholder (anggota, mitra, dan pemilik gedung) agar tetap survive, mereka melakukan digital activation dengan gencar melalui konten-konten yang diminati dari platform populer.

Diklaim, hampir setiap hari platform GoWork dikunjungi lebih dari 1000 pengunjung yang tune-in ke konten yang dibuat perusahaan. Dia mengaku, strategi seperti ini belum pernah dijajaki perusahaan sebelumnya. “Karena krisis ini, GoWork menemukan kesempatan bisnis baru yang sangat membantu perkembangan komunitas kami dan merupakan komplemen dari bisnis ruang kerja fleksibel kami.”

CoHive juga gencar menggelar program online untuk komunitasnya. Jason memaparkan, pihaknya mengundang kalangan profesional, baik dari individu maupun perwakilan perusahaan dari lintas industri sebagai pembicara.

“Komunitas dan kolaborasi masih merupakan bagian inti dari bisnis kami tetapi dengan fokus pada kesehatan dan keselamatan. Misalnya, kami beradaptasi dengan memindahkan acara/kegiatan sosial secara online. Tentu saja, ke depannya kami akan menggelar lebih banyak kegiatan online.”

Ngalup juga demikian. Mereka membuat program webinar berbayar dan berkolaborasi dengan coworking lain di luar Malang untuk menjangkau lebih banyak audiens. Di samping itu, Ngalup membuat layanan baru, yakni webinar studio. Ngalup menyediakan seluruh kebutuhan webinar, mulai dari kamera, microphone, laptop, background, lisensi Zoom, hingga host apabila dibutuhkan.

“Kami juga sedang mengurus layanan virtual office. Nantinya para korporat bisa menaruh alamat perusahaannya di tempat kami, tanpa harus kerja di Ngalup. Dampaknya belum terlihat signifikan, tapi kami yakin ke depannya akan ada peluang besar untuk layanan ini,” tutur Andin.

Kegiatan offline di Ngalup / Ngalup
Kegiatan offline di Ngalup / Ngalup

Protokol kesehatan

Sebagai tempat berkumpul orang dari berbagai perusahaan, coworking space perlu menerapkan protokol kesehatan dalam menyambut normal baru. Prosedur yang diambil mengikuti instruksi pemerintah, misalnya menyediakan sarana untuk cuci tangan, termogun untuk cek suhu tubuh, memastikan penggunaan masker, dan menyebar hand sanitizer di banyak titik.

“Kursi dan meja di ruangan kami berikan jarak satu meter untuk mencegah terjadinya penyebaran dari lingkungan kantor Ngalup,” terang Andin.

CoHive juga membuat sejumlah tindakan preventif yang perlu dipatuhi komunitasnya, seperti lebih disiplin sanitasi secara berkala di semua lokasi, menganjurkan pertemuan tatap muka hanya bisa dilakukan apabila jumlah peserta di bawah lima orang. Lalu mendorong anggota untuk datang tidak dalam waktu bersamaan agar dapat meminimalisir jumlah orang yang mengantre di lift atau elevator.

“Kami masih dalam proses menyempurnakan pedoman yang lebih rinci mulai minggu ini, sampai seterusnya ketika orang-orang kembali ke kantor. Meskipun ini adalah tambahan biaya bagi kami, namun kesehatan dan keselamatan adalah prioritas kami.”

Adapun GoWork menerapkan verifikasi kesehatan melalui QR Code sebelum masuk ke area kantor. Semua pengunjung diwajibkan melakukan registrasi dengan formulir verifikasi online melalui smartphone. Ketika pengunjung telah terverifikasi dan lolos pengecekan suhu tubuh, tim akan memberikan tanda khusus, berupa stiker penanda untuk dilekatkan di bagian sisi dada kiri.

Vanessa juga membatasi penggunaan beberapa fasilitas, seperti ruang gym, pojok istirahat, pod tidur, bantal bangku, dan peralatan tulis bertama. “Kami menghimbau agar membawa makanan dan minuman mandiri karena pembatasan pemanfaatan kawasan dapur bersih.”

Salah satu protokol kesehatan yang diberlakukan GoWork / GoWork
Salah satu protokol kesehatan yang diberlakukan GoWork / GoWork

Strategi survive dan tren baru

Mengantisipasi kondisi ekonomi yang belum menentu, para pemain sudah menyiapkan jangkar pengaman agar tetap bertahan setidaknya sampai akhir tahun. Strategi yang dilakukan antara pemain skala besar dan yang berskala menengah-kecil tentunya akan berbeda.

Selain mengandalkan layanan baru Andin memastikan pihaknya akan terus mengetatkan post-post pengeluaran bulanannya hingga tutup tahun 2020, mulai dari penggunaan listrik, gaji karyawan, hingga kateringnya.

Secara terpisah, dalam keterangan resmi, GoWork tetap optimis akan pemulihan berkelanjutan industri coworking dalam kurun waktu enam bulan ke depan dengan normal baru. Ekspansi lokasi baru akan dilanjutkan perusahaan, setelah sempat tertunda karena pandemi, di Jakarta, Medan, dan Surabaya. Lokasi terbaru GoWork terletak di Treasury Tower, SCBD, Jakarta.

“Operator coworking akan merasakan peningkatan angka occupancy dan interest karena banyak perusahaan yang menjadi lebih fleksibel semasa pasca Covid-19. [..] coworking akan menjadi sebuah solusi terjangkau bagi perusahaan-perusahaan yang semakin cermat dan cerdas dalam memanfaatkan modal usaha sehemat-hematnya dengan memilih coworking space,” ucap Co-Founder dan CFO GoWork Richard Lim.

Dari sisi CoHive, Jason mengaku pihaknya menerima kenaikan pertanyaan bisnis secara dramatis dalam dua minggu terakhir karena para pemilik usaha telah menunggu PSBB berakhir. Optimisme tersebut membuat dia percaya permintaan bisnis akan meningkat pada tiga sampai enam bulan mendatang, lebih tinggi dari sebelum Covid-19.

“Mayoritas perusahaan di Indonesia menyewa ruang kantornya dengan harga sewa tetap selama 5-10 tahun, meski sebenarnya kebutuhan ruangan yang dipakai tidak sebesar itu. [..] Kami pikir mereka akan beralih ke penyedia ruang kerja yang fleksibel. Kami melihat pemulihan yang kuat dalam 3-6 bulan ke depan dengan potensi yang lebih besar.”

(dua dari kiri) CEO CoHive Jason Lee saat peresmian lokasi baru CoHive di Sahid Sudirman Residence / CoHive
(dua dari kiri) CEO CoHive Jason Lee saat peresmian lokasi baru CoHive di Sahid Sudirman Residence / CoHive

Faye turut menambahkan optimisme serupa. Dia mengibaratkan pengaruh pandemi ini bagi pemain coworking space merupakan blessing in disguise (berkah terselubung). Ketahanan bisnis tentu akan ditantang bagaimana bisa tetap survive dalam satu tahun.

Covid-19 memang mengambil seluruh value dari fasilitas fisik yang dimiliki coworking space, tapi value yang jauh lebih penting adalah bagaimana memperbesar jejaring, meningkatkan kapabilitas diri lewat program-program yang dibutuhkan. Jadi coworking space itu bukan tempat kerja yang punya fasilitas meja, kursi, dan internet.

“Sehingga ketika masuk new normal, mindset sudah terbentuk, bahwa kerja itu bisa fleksibel, bahwa remote working itu memungkinkan, bahwa KPI itu bukan dari pasang badan tapi dari result. Ini mengubah habit the way of working, dengan pakem-pakem dari coworking space yang kita perkenalkan selama ini.”

Tren berikutnya yang mungkin terjadi saat masa transisi normal baru adalah munculnya coworking space yang berlokasi di pinggiran kota atau perumahan untuk mengakomodasi orang-orang yang ingin tetap bekerja remote tanpa harus datang ke kantor atau bekerja dari rumah.

“Jadi daripada harus commute, coworking space bisa mengakomodasi lingkungan kerja yang lebih profesional, dilengkapi fasilitas dan networking,” tutup Faye.

Vanessa Hendriadi dari GoWork Mengikuti Passion untuk Menjembatani Masyarakat

Vanessa Hendriadi memiliki kerinduan untuk melakukan hal yang lebih berdampak dalam bisnis real estate keluarganya, maka ia mulai menginisiasi salah satu coworking space ternama di Indonesia, GoWork.

Indonesia adalah tempat bernaung lebih dari 88 juta populasi millennial. Negara ini diprediksi untuk menjadi ekonomi terbesar ke-delapan di dunia pada tahun 2020, berdasarkan penelitian perusahaan konsultan Deloitte. Kota-kota besar di sini adalah pasar yang sangat ideal untuk bisnis co-working space.

Setelah lulus dari University of Southern California pada tahun 2002, Vanessa mengawali portfolio profesionalnya di tahun 2004 dengan bekerja sebagai Direktur Marketing di PT Atlantic Biruaya, sebuah perusahaan air mineral dibawah Mikatasa Group milik keluarganya, yang juga melayani bisnis jual-beli, minuman, bahan-bahan kimia, dan lainnya. Pada akhirnya, ia dipromosikan menjadi Direktur Operasional di holding grup pada tahun 2009. serta menerapkan perubahan dalam rangka perampingan bisnis.

Pada Juni 2013, ia memberanikan diri lalu membangun sistem perangkat lunak untuk manajemen properti yang disebut Gaea. Vanessa, bagaimanapun, belum merasa puas dengan karir profesionalnya, karena ia memiliki keinginan untuk membangun bisnis yang berkaitan dengan hobi dan passion. “Saya menyukai makanan dan aktivitas yoga, dan saya pun menyadari bahwa semua industri tersebut akan berujung pada satu tujuan — yaitu membangun komunitas. Jadi, saya akhirnya memilih untuk membangun ruang kerja bersama, yang menggabungkan pengalaman profesional saya dalam manajemen properti dan hasrat saya untuk menghubungkan orang-orang,” jelasnya kepada KrASIA dalam sebuah wawancara baru-baru ini.

Pada tahun 2016, dengan modal dari keluarga, teman, dan grup Ismaya, perusahaan yang membawahi rantai F&B dan perhotelan populer di Indonesia, Vanessa mendirikan perusahaan co-working space pertamanya, Rework, yang mengintegrasikan beberapa coworking space dengan toko kopi yang dijalankan oleh Ismaya grup di beberapa lokasi strategis di Jakarta.

Sebagai pendiri solo, ia membangun Rework dari awal, dengan beban kerja yang berat. Padahal, pada waktu itu putra keduanya baru berusia sembilan bulan, jadi ia juga memiliki tanggung jawab sebagai seorang ibu. “Rasanya kepala seperti mau pecah, tidak peduli sebanyak apa yang sudah saya lakukan, masih akan ada banyak hal yang menanti di depan. Hal ini sangat gila. Saya tidak ingin terlalu khawatir, tetapi saya harus. Kerap kali saya bertanya-tanya, pantaskah saya menjalankan startup, tetapi juga sebagai wanita dan seorang ibu, saya harus membangun akar keluarga yang kuat. Untungnya, pasangan dan keluarga saya sangat mendukung dan tidak pernah menghakimi saya,” ungkap Vanessa.

Pada tahun 2017, ia menghadiri grand opening co-working startup GoWork, di mana ia bertemu dengan co-founder perusahaan, Richard Lim dan Donny Tandianus. Hendriadi kembali terhubung dengan Lim, yang merupakan teman lama. Mereka bertiga, tanpa basa basi menyadari bahwa mereka memiliki tujuan yang sama: untuk membangun coworking space terbesar di Indonesia. Hal ini terjadi tidak lama sebelum keduanya mengeksplorasi peluang kemitraan.

“Ketika saya memulai Rework, saya tidak melihat seberapa besar hal itu sampai saya terjun ke bisnis. Saya akhirnya memutuskan bahwa saya harus menemukan pasangan, karena saya tidak bisa melakukan semuanya sendirian. Setelah kami berbagi beberapa diskusi dan visi kami untuk memberdayakan banyak perusahaan dan menjadi pemain yang dominan, kami bergabung pada awal 2018,” ujar Vanessa.

Hendriadi’s Rework bersama dengan Lim dan Tandianus ‘GoWork bergabung menjadi sebuah perusahaan baru bernama Go-Rework, yang awalnya memiliki lima lokasi dengan total 3.500 meter persegi di Jakarta. Perusahaan ini kemudian berganti nama menjadi GoWork pada pertengahan 2018 karena alasan pemasaran.

Pada Oktober 2018, Go-Rework menutup putaran Seri A dan mengumpulkan USD 9,9 juta dari Mitra Gobi dan The Paradise Group, dengan partisipasi dari Mahanusa Capital dan dana “Durian” kedua dari 500 Startups. GoWork melipatgandakan jejaknya pada tahun 2019, menurut Richard Lim selaku CFO.

Hari ini, GoWork berhasil mengoperasikan 18 cabang yang mencakup lebih dari 35.000 meter persegi, dengan sebagian besar berlokasi di ibukota dengan satu cabang di Bali. Perusahaan juga mengumumkan rencana untuk meluncurkan lokasi baru di Surabaya dan beberapa kota di Indonesia pada pertengahan 2020, memperluas jejaknya menjadi 65.000 meter persegi. GoWork hanya beroperasi di Indonesia dan tidak memiliki rencana untuk ekspansi internasional.

Menurut Hendriadi, lokasi GoWork tetap mempertimbangan tingkat hunian yang tinggi, biasanya di kisaran 90-100%.

GoWork di Senayan City. Dokumentasi oleh GoWork
GoWork di Senayan City. Dokumentasi oleh GoWork

Untuk menjadi pemain dominan di Indonesia, Hendriadi, Lim, dan Tandianus menetapkan strategi yang berfokus pada pelanggan premium yang bersedia membayar tarif berlangganan GoWork yang lebih tinggi. Karenanya, mereka mengoperasikan GoWork di tempat-tempat seperti pusat perbelanjaan atau gedung perkantoran, yang mudah dijangkau dengan menggunakan transportasi umum. “Hampir 70% anggota mengunjungi lebih dari satu lokasi,” kata Hendriadi. Ia juga mengklaim bahwa pelanggan “dapat memperoleh lebih banyak kredibilitas dengan bekerja di coworking space premium milik GoWork.”

“Ada banyak lokasi coworking space di Indonesia, seperti CoHive atau Outpost, tetapi ada beberapa pemain yang menargetkan kelas premium, yang kami pikir merupakan pasar yang berpotensi besar. Melalui segmen ini, kami dapat memperoleh lebih banyak klien, tidak hanya dari startup, tetapi juga dari perusahaan konvensional serta multinasional,” tambahnya.

Persaingan semakin ketat. Pada 2017, WeWork mengakuisisi Spacemob, sebuah coworking space yang berbasis di Singapura, lalu memulai bisnis di Indonesia dengan mendirikan cabang di Jakarta pada kuartal ketiga 2018. Tidak berapa lama, WeWork membuka enam lokasi di ibukota Indonesia.

Pelajaran yang di ambil dari kasus WeWork: Monetisasi jadi kunci sukses jangka panjang

Meskipun GoWork dan WeWork memposisikan diri sebagai ruang kerja bersama premium, Vanessa mengklaim bahwa GoWork telah mencapai profit pada pertengahan 2019. Namun, dia menolak untuk mengungkapkan lebih detail. Terdapat sekitar 5.000 pelanggan, termasuk karyawan perusahaan dan pekerja lepas. Biaya bulanan berkisar USD 150-200, tergantung pada layanan yang diperlukan.

Semua pendiri GoWork memiliki hubungan yang kuat dan dekat dengan pengembang properti, kata Hendriadi. Ini membantu perusahaan mencari ruang yang melayani tujuan mereka.

“Kami membahas bagaimana GoWork dapat meningkatkan trafik pengunjung ke pusat perbelanjaan atau properti lain yang dijalankan oleh pengembang ini. Ketika pengembang melihat konsep lalu trafik yang datang melalui masing-masing lokasi kami, mereka sebagian besar ingin mengamankan kemitraan, bahkan berinvestasi di GoWork, ”katanya. Sejauh ini, perusahaan memiliki investornya di antaranya Sinar Mas Land, Indonesia Paradise Property, Agung Podomoro Land, Lippo Group, dan MNC Land.

Saat ini, GoWork memiliki tiga fokus utama: menyediakan ruang kerja bersama yang fleksibel dengan interior yang menarik untuk memfasilitasi interaksi klien; mengorganisir acara atau lokakarya, di mana anggota dapat terlibat satu sama lain; dan membangun keterlibatan pengguna melalui aplikasi seluler.

Saat ini, klien GoWork terdiri dari perusahaan besar dan startup yang sudah matang, seperti perusahaan milik pemerintah PT Pegadaian, Gojek, dan Oyo.

“Kami menjadikan ‘sustainabilitas’ sebagai prioritas. Jika kita melihat lanskap startup saat ini, sebagian besar perusahaan kebanyajan fokus pada pertumbuhan dilanjutkan dengan membakar uang. Kami tidak percaya bahwa itu perlu, “kata Hendriadi.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial

Vanessa Hendriadi of GoWork is chasing her passion for connecting people: Women in Tech

Vanessa Hendriadi wanted to do more than work in her family’s real estate business, so she started one of Indonesia’s major co-working spaces, GoWork.

Indonesia is home to more than 88 million millennials. The country is predicted to be the eighth largest economy in the world in 2020, according to consultancy firm Deloitte. Its major cities are ideal markets for co-working platforms.

After graduating from the University of Southern California in 2002, Hendriadi started to work in 2004 as a marketing director at PT Atlantic Biruaya, a mineral water company that is a subsidiary of her family’s Mikatasa Group, which does business in trading, beverages, chemicals, and more. She was eventually promoted to director of operations at the holding group in 2009. and implemented changes to streamline the business.

In June 2013, she ventured out on her own and built a software system for property management called Gaea. Hendriadi, however, was not satisfied with her professional career, as she always wanted to build a business that related to her hobbies and passions. “I love food and yoga exercises, and I realized that all those industries have one purpose—building a community. So, I finally chose to build a co-working space, which combines my professional experience in property management and my passion for connecting people,” she told KrASIA in a recent interview.

In 2016, with capital from her family, friends, and the Ismaya group, a popular F&B and hospitality chain in Indonesia, Hendriadi established her first co-working space company, Rework, integrating co-working spaces with coffee stores run by Ismaya group in strategic locations in Jakarta.

As a solo founder, she was building Rework from scratch, and the workload was heavy. On top of that, her second son was only nine months old at the time, so she had duties as a mother too. “It felt like burning out, because no matter how much I would do, there would be more things left undone. It was pretty crazy. I felt like I didn’t want to worry too much, but I did. I wondered whether I was supposed to run the startup, but like a woman and a mother, I had to build strong family roots. Luckily, my spouse and family were really supportive and never judged me,” Hendriadi said.

In 2017, she attended the grand opening of co-working startup GoWork, where she met the company’s co-founders, Richard Lim and Donny Tandianus. Hendriadi reconnected with Lim, who was an old friend. The three of them quickly realized that they shared the same goals: to build Indonesia’s largest co-working space. It wasn’t long before the two were exploring opportunities for a partnership.

”When I started Rework, I did not see how big it could become until I dove into the business. I finally decided that I had to find a partner, because I couldn’t do it all by myself. After we shared some discussions and our visions to empower a lot of companies and to become a dominant player, we joined forces in early 2018,” Hendriadi said.

Hendriadi’s Rework along with Lim and Tandianus’ GoWork merged into a new company called Go-Rework, which initially had five locations with a total footprint of 3,500 square meters in Jakarta. The company was later rebranded as GoWork in mid-2018 for marketing reasons.

In October 2018, Go-Rework closed its Series A round and raised USD 9.9 million from Gobi Partners and The Paradise Group, with participation from Mahanusa Capital and 500 Startups’ second Durians fund. GoWork trippled its footprint by 2019, according to CFO Richard Lim.

Today, GoWork operates 18 branches covering over 35,000 square meters, with most of them in the capital and one branch in Bali. The company also announced plans to launch new locations in Surabaya and several cities in Indonesia by mid-2020, expanding its footprint to 65,000 square meters. GoWork only operates in Indonesia and has no plans for international expansion.

According to Hendriadi, GoWork’s locations maintain a high occupancy rate, typically in the range of 90–100%.

GoWork co-working space in Senayan City. Courtesy of GoWork.

To become a dominant player in Indonesia, Hendriadi, Lim, and Tandianus set out a strategy focusing on premium customers who are willing to pay GoWork’s higher subscription rates. Hence, they operate GoWork in places like shopping malls or office buildings, which are easily reachable using public transportation. “Almost 70% of members use more than one location” Hendriadi said. She also claims that customers “can gain more credibility by working in the premium co-working spaces of GoWork.”

“There are a lot of co-working spaces in Indonesia, such as CoHive or Outpost, but there are few players targeting the premium class, which we think is a potentially huge market. By targeting this segment, we are able to get more clients, not only from startup companies, but also from traditional and multinational companies,” Hendriadi said.

Competition mounted quickly. In 2017, WeWork acquired Spacemob, a Singapore-based co-working space, and entered Indonesia by setting up a branch in Jakarta in the third quarter of 2018. Soon after, WeWork opened six locations in the Indonesian capital.

A lesson learned from WeWork: Monetization is key to long-term success
Although GoWork and WeWork have both positioned themselves as premium co-working spaces, Hendriadi claims that GoWork has become profitable in mid-2019. However, she declined to disclose more details. It has 5,000 customers, including employees from companies and freelancers. Monthly fees run at USD 150–200, depending on the services required.

All of GoWork’s co-founders have strong and close relationships with property developers, Hendriadi said. This helps the company seek out spaces that serve their purposes.

“We discuss how GoWork can increase visitor traffic to shopping malls or other properties run by these developers. When developers see our concept and the traffic that comes with each of our locations, they mostly want to secure a partnership and sometimes even invest in GoWork,” she said. So far, the firm counts among its investors the likes of Sinar Mas Land, Indonesia Paradise Property, Agung Podomoro Land, Lippo Group, and MNC Land.

Currently, GoWork has three main focuses: providing flexible co-working spaces with attractive interiors to engage clients; organizing events or workshops, where members can engage with each other; and building user engagement through mobile apps.

GoWork’s clients include big companies and mature startups, such as state-owned pawnbroker PT Pegadaian, Gojek, and Oyo.

“We are making ‘sustainability’ our priority. If we look at the startup landscape, most companies focus a lot on growth and sometimes they burn money. We don’t believe that it’s necessary,” Hendriadi said.


This article first appeared on KrASIA. It’s republished here as part of our partnership.

GoWork Raised Funding Worth of 150 Billion Rupiah

GoWork’s premium coworking space, today (10/10) announces funding worth of 150 billion Rupiah. It was led by China-based venture capital Gobi Partners and a leading property developer Indonesia Paradise Property.

GoWork was established from Rework and GoWork merger in early 2018. During the two-year operation, GoWork advanced to 16 locations in Jakarta, Surabaya, and Bali; runs 25,000 sqm of office space. In order to support acceleration, GoWork built a strategic partnership with a property organizer.

By gathering 8,000 members and 600 companies registered to the coworking space, GoWork is quite confident with its business to grow. It helps them to convince the founders to continue with the domestic expansion.

“The mission is simple, to facilitate public with the best by changing the way of working and socializing. It’s through GoWork, we can accelerate personal and company’s growth with the supporting network ecosystem. Using work&play philosophy, we provide exclusive access to more than 30 restaurants, cafes, business center, and meeting rooms through GoWork’s cellular app,” Vanessa Hendriadi, GoWork’s CEO, said.

Kay-Mok Ku, ASEAN Gobi Partners’ Managing Director, sounded his expectation of GoWork. Was previously invested in KR Space (the largest coworking space operator in China), they expect GoWork to develop with the best coworking space solution. Ku noticed GoWork’s innovative potential to make the revolution for office space in Indonesia.

The Paradise Group’s COO, Anthony Prabowo, added, “GoWork’s commitment towards the design quality, strategic location, and their concern to give the best experience for all tenants amazed us. This collaboration will be very beneficial for the short or long term, supported by our extensive property network.”

“Our focus is to create the community and ecosystem network by encouraging members to create more value for each other. The interaction happened because of the various community events we held,” Hendriadi concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

GoWork Dapatkan Pendanaan 150 Miliar Rupiah

Operator coworking space premium GoWork hari ini (10/10) mengumumkan perolehan pendanaan senilai 150 miliar Rupiah. Pendanaan ini dipimpin oleh venture capital asal Tiongkok Gobi Partners dan perusahaan pengembang properti/ritel terkemuka Indonesia Paradise Property.

GoWork terbentuk dari merger Rework dan GoWork di awal tahun 2018. Selama dua tahun beroperasi, GoWork berkembang di 16 titik lokasi di Jakarta, Surabaya, dan Bali; mengoperasikan 25.000 meter persegi ruang kerja. Untuk mendorong percepatan, GoWork menjalin kemitraan strategis dengan pengelola properti.

Dengan capaian 8.000 anggota dan 600 perusahaan yang tergabung ke dalam ruang kerja, GoWork cukup optimis bahwa bisnisnya akan terus bertumbuh. Hal tersebut yang turut meyakinkan para founder untuk segera memperluas jaringan pasar dengan ekspansi domestik.

“Misi kami sangat sederhana, membantu masyarakat mencapai yang terbaik dengan mengubah cara bekerja dan bersosialisasi. Melalui GoWork kita bisa mendorong pertumbuhan diri dan perusahaan dengan ekosistem jaringan pendukung. Dengan filosofi ‘work&play’, kami memberikan akses eksklusif ke lebih dari 30 restoran, kafe, pusat bisnis dan ruang pertemuan melalui aplikasi selular GoWork,” sambut CEO GoWork, Vanessa Hendriadi.

Kay-Mok Ku, Managing Partner for ASEAN Gobi Partners, menyampaikan harapannya kepada GoWork. Setelah sebelumnya mendanai KR Space (operator coworking space terbesar di Tiongkok), mereka ingin GoWork tumbuh menawarkan solusi coworking space terbaiknya. Kay-Mok menilai GoWork memiliki potensi inovatif untuk merevolusi ruang kerja di Indonesia.

Sementara itu Anthony Prabowo Susilo selaku COO The Paradise Group menyampaikan, “Komitmen tim GoWork terhadap kualitas desain, pemilihan lokasi prima, dan perhatian mereka untuk memberikan pengalaman luar biasa untuk semua tenant membuat kami terkesan. Kerja sama ini akan sangat bermanfaat untuk waktu dekat dan jangka panjang, didukung oleh jaringan luas properti kami.”

“Fokus kami menciptakan jaringan ekosistem dan komunitas dengan mendorong para anggota giat menciptakan nilai lebih bagi satu sama lain. Interaksi ini terjalin karena berbagai acara komunitas yang kami adakan,” tutup Vanessa.

Application Information Will Show Up Here

GoWork Jadi “Branding Baru” Go-Rework, Rencanakan Ekspansi Domestik

Perusahaan coworking space GoWork mengumumkan rencananya untuk melakukan ekspansi domestik ke Surabaya dan Bali awal tahun depan. Rencana tersebut disampaikan langsung Co-Founder dan CEO GoWork Vanessa Hendriadi. Pasca merger awal tahun lalu, perusahaan memutuskan memulai misinya memperluas jaringan coworking space di Indonesia.

Vanessa mengatakan, mengawali ekspansi awal tahun depan GoWork akan membangun masing-masing satu unit coworking space, sambil mempelajari pasar. Jika respons dari komunitas setempat baik, bukan tidak mungkin akan dibangun ruang di beberapa titik. Pemilihan Surabaya dan Bali bukan tanpa alasan. Pertumbuhan startup di wilayah setempat menjadi salah satu pertimbangan utama manajemen.

“Bali merupakan kota wisata yang mendunia, namun sekarang mulai banyak startup yang melihat Bali sebagai tempat ideal untuk berkreasi dan menarik talenta. Dengan konsep work & play, Bali sangat cocok untuk para pekerja lokal maupun internasional yang membutuhkan tempat kerja yang asyik namun profesional, dengan tetap mengedepankan konektivitas dan komunitas yang mendukung,” ujar Vanessa.

Ia pun juga menceritakan soal alasan pemilihan Surabaya untuk basis ekspansi. “Surabaya kota terbesar kedua di Indonesia yang merupakan kota industri. Tentu di sana juga membutuhkan platform kerja yang bisa mendukung ekonomi kreatif untuk perusahaan dari berbagai ukuran.”

Rebranding Go-Rework

Dalam kesempatan yang sama, Vanessa menjelaskan soal rebranding perusahaan pasca merger. Sebelumnya gabungan GoWork dan Rework menghasilkan Go-Rework. Meskipun demikian, perusahaan dan manajemen kini sudah sepakat bahwa brand yang akan mereka garap ialah GoWork. Untuk semua unit yang akan dibangun ke depan, semua akan menggunakan brand GoWork.

“Go-Rework sudah menjadi GoWork, jadi ini adalah inisiatif perusahaan dan manajemen,” ungkap Vanessa.

Saat ini GoWork mengklaim telah memiliki anggota hampir mencapai 6000 orang. Target ambisius mereka tahun depan dapat bertambah hingga tiga kali lipat. Untuk itu rencana ekspansi tidak hanya akan terhenti di Surabaya dan Bali, akan tetapi juga menyasar kota-kota potensial lainnya.

“Kami tidak akan berhenti di dua lokasi ini saja di luar Jakarta, karena kami yakin konsep yang kami bawa akan sangat membantu masyarakat dan bisnis untuk tumbuh dan berkembang lebih cepat,” tutup Vanessa.

Application Information Will Show Up Here

GoWork dan Rework Merger, Lahirkan Go-Rework

Hari ini (07/2) dua coworking space GoWork dan Rework mengumumkan penyatuan bisnis (merger). Penyatuan tersebut menghadirkan brand coworking space baru “Go-Rework“. Ditargetkan Go-Rework mampu bertumbuh hingga 7 kali lipat dari kapasitas yang saat ini ada. Tahun ini direncanakan akan melakukan penambahan ruang kerja di 50 lokasi dan memperluas total area hingga 20.000 m2 di seluruh Indonesia.

Setelah merger ini, seluruh anggota GoWork dan Rework dapat menikmati akses fleksibilitas kerja di seluruh lokasi Go-Rework, antara lain di Thamrin, Setiabudi, Cityloft dan FX Sudirman.

Menurut pernyataan yang kami terima, ke depannya perusahaan tetap akan mempertahankan brand GoWork dan Rework. GoWork akan berfokus pada menara perkantoran premium untuk perusahaan kecil dan menengah atau bagi perusahaan multinasional dalam lingkup regional, sedangkan ReWork akan menciptakan konsep mall dan retail yang menggabungkan work and play untuk memenuhi kebutuhan pengusaha dan profesional millennial.

Dari sisi operasional bisnis, Vanessa Hendriadi ditunjuk sebagai CEO, sebelumnya ia adalah Founder & CEO untuk Rework. Sedangkan Richard Lim ditunjuk sebagai CFO & Chief of Real Estate, dan Donny Tandianus ditunjuk sebagai CTO. Richard dan Donny adalah Co-Founder dari GoWork. Untuk mengakselerasi pertumbuhan Go-Rework juga akan didukung oleh pengusaha kondang dengan latar belakang industri yang cukup kuat, termasuk Mao Da Qing, pendiri Ucommune, coworking space kedua terbesar di dunia, dan Christian Rijanto, Co-Founder Ismaya Group.

“Misi kami adalah membangun suatu platform untuk menggugah komunitas bisnis dengan menciptakan dampak positif bagi pelaku ekonomi kreatif di Indonesia. Go-Rework merealisasikan ini dengan merevolusi cara kerja melalui workspace dengan desain yang modern dan fungsional, mobile technology, layanan dan akses serta koneksi bisnis yang bisa memberikan kontribusi bermakna bagi pengusaha dan profesional bisnis,” sambut CEO Go-Rework Vanessa Hendriadi.

Optimasi layanan melalui aplikasi mobile

Melalui aplikasi mobile yang tengah dirampungkan, Go-Rework juga ingin memberikan kepada member pengalaman yang lebih dari sekedar coworking space. Aplikasi tersebut didesain sebagai wadah digital bagi komunitas bisnis untuk saling terhubung, berbagi dan berkolaborasi serta juga sebagai marketplace untuk berbagai layanan bisnis. Aplikasi tersebut juga akan menyediakan fitur untuk pemesanan ruang kerja, pemesanan tiket acara tertentu, serta pembayaran cukup dengan menekan tombol pada aplikasi.

“Aplikasi ini didesain untuk memudahkan kebutuhan sehari-hari seperti menemukan ruangan rapat, tetapi di sisi lain juga mampu mendukung member kami dengan pengetahuan dan networking melalui halaman utamanya d imana terdapat informasi tentang member lain, kegiatan yang akan diadakan dan pelayanan yang tersedia,” ujar CTO Go-Rework Donny Tandianus.

Ruang kerja di Go-Rework didesain menggunakan konsep terbuka dan modern untuk menghadirkan ruangan kolaboratif secara alami yang mampu mendorong proses bekerja serta berkolaborasi di antara para anggotanya tanpa mengurangi privasi bisnis. Sebagai benefit untuk pengguna, di seluruh lokasi Go-Rework secara reguler akan diadakan berbagai macam acara dalam tajuk workshop dan aktivitas networking yang diselenggarakan secara rutin dengan pembicara yang kompeten dan berpengalaman di bidangnya.

10 Video Terpopuler #DStour Sepanjang Tahun 2017

Sepanjang tahun 2017 DailySocial dengan program #DStour telah mengunjungi beberapa kantor startup di Indonesia. Selain mendapatkan perhatian khusus dari pembaca, segmen #DStour juga ternyata dinantikan oleh pembaca setia DailySocial dan audience dari channel YouTube DailySocial. Dalam kesempatan berikut kami rangkum 10 liputan #DStour terfavorit berdasarkan jumlah kunjungan audience di YouTube DStv.

1. Go-Jek

Setelah sebelum menempati beberapa kantor di kawasan Kemang Jakarta Selatan, sekitar pertengahan tahun 2017 lalu Go-Jek memindahkan ribuan karyawannya ke gedung kantor baru di Pasaraya Blok M Jakarta Selatan. Kantor dua lantai tersebut di desain dengan gaya modern, nyaman dan sarat dengan ruangan meeting hingga open space untuk bekerja.

2. Indosat Ooredoo

Memasuki posisi kedua kantor Indosat Ooredoo ternyata mendapatkan perhatian lebih dari pembaca DailySocial. Gedung yang direnovasi dengan nuansa dinamis sarat dengan fasilitas bekerja lengkap dan bermain, menjadikan kantor Indosat Ooredoo menarik perhatian dari audience.

3. Female Daily

Di urutan ketiga kantor startup Female Daily ternyata paling banyak dicari oleh pembaca DailySocial. Gedung kantor yang terletak di Kemang Jakarta Selatan ini, diwarnai dengan ruang kerja open space dan halaman belakang yang asri dengan kolam renang dan studio milik Female Daily.

4. Bhinneka

Salah satu layanan e-commerce pertama di Indonesia Bhinneka menempati posisi ke empat dalam peringkat liputan DailySocial terfavorit. Kantor yang memiliki toko ini, juga dilengkapi dengan kafe dan layanan untuk pelanggan Bhinneka. Memadukan gaya kasual dan nuansa kental Indonesia, menjadikan kantor Bhinneka unik dan menarik.

5. Amartha

Masih dari kawasan Kemang Jakarta Selatan, kantor startup yang satu ini dulunya adalah gudang furnitur yang kemudian diubah menjadi kantor startup dengan dua tingkat. Sarat dengan nuansa kayu dan konsep open space, menjadikan kantor Amartha tampil elegan untuk sebuah kantor startup.

6. Rework Coworking Space

Sepanjang tahun 2017 juga diramaikan dengan kehadiran coworking space dengan konsep unik, menarik sarat dengan fasilitas pendukung lengkap. Salah satu coworking space yang menjadi perhatian dari DailySocial adalah Rework, yang terletak di kawasan Kuningan Jakarta Selatan. Menempati posisi ke enam, coworking space Rework mendapatkan minat audience dari channel Youtube DailySocial.

7. Koinworks

Sebagai startup fintech P2P lending, KoinWorks memiliki gedung kantor yang menarik dengan konsep open space. Sarat dengan murral dan lukisan unik, kantor startup yang terletak di Jakarta Pusat ini menarik untuk dinikmati dan menjadi pilihan ketujuh oleh audience.

8. Freeware

Satu lagi liputan coworking space yang menarik perhatian banyak audience. Memiliki konsep premium dan terletak di kawasan bisnis Jakarta Selatan SCBD, coworking space Freeware sarat nuansa modern dan elegan sekaligus fasilitas pendukung lengkap untuk bekerja.

9. Blanja

Sebagai salah satu layanan e-commerce yang semakin eksis di Indonesia, Blanja juga memiliki gedung kantor yang menarik untuk dinikmati. Terletak di kawasan Pancoran Jakarta Selatan, kantor Blanja dilengkapi dengan ruang fitness dan olah raga, pantry hingga lounge dan konsep open space untuk bekerja pegawai.

10. Gowork

Di urutan terakhir coworking space yang satu ini ternyata menjadi perhatian dari audience. Terletak di Jakarta Pusat, coworking space yang satu ini memiliki konsep yang casual layaknya sedang berada di rumah atau apartemen. Dengan desain yang minimalis namun cukup luas untuk bekerja.