ZALORA Rambah Segmen B2B Demi Tingkatkan Profitabilitas, Sekaligus Tunjuk CEO Baru

ZALORA, platform e-commerce khusus fesyen dan gaya hidup, memperkenalkan layanan B2B sebagai jalur bisnis baru demi mendongkrak posisinya sebagai perusahaan yang keberlanjutan. Ada empat solusi yang ditawarkan, yakni E-Fulfillment, Data, Marketing, dan E-Distribution. Solusi ini merupakan bagian dari expertise induk Zalora, Global Fashion Group (GFG).

Pada saat yang bersamaan, ZALORA juga memperkenalkan Aasish Midha sebagai CEO dan Managing Director untuk ZALORA Indonesia & Filipina. Midha menggantikan Anthony Fung yang sudah menjabat di ZALORA Indonesia sejak 2015. Midha sudah bergabung di ZALORA selama lima tahun, posisi terakhirnya adalah Revenue Director ZALORA Filipina.

Di bawah kepemimpinannya, ia akan memperkuat brand identity ZALORA yang telah solid dibangun selama lebih dari satu dekade, dengan memperluas jangkuan melalui pertumbuhan yang eksponensial dan menguntungkan.

“B2B merupakan pilar penting sekaligus jadi sumber revenue baru, sehingga kami melihatnya sebagai era bisnis yang sama pentingnya dengan bisnis B2C. Kami menawarkan layanan menyeluruh untuk membantu brand dapat terbantu. Solusi ini berlaku untuk seluruh operasional Zalora, termasuk Indonesia,” terang Midha dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (7/12).

Lebih lanjut, melalui solusi E-Fulfillment, ZALORA menghadirkan One Stock Solution (1SS) dan Fulfillment by Zalora (FBZ) sebagai solusi pemenuhan yang ditawarkan kepada brand partner strategis untuk meningkatkan efisiensi pengiriman produk dan layanan pelanggan.

Melalui Fulfillment by ZALORA (FBZ), brand dapat memanfaatkan solusi e-commerce end-to-end yang telah disempurnakan oleh ZALORA untuk menikmati proses operasi yang disederhanakan. Dengan FBZ, brand yang berjualan di ZALORA dapat mengandalkan jaringan ahli logistik dan infrastruktur ZALORA yang sudah mapan, namun tetap memiliki kendali atas kampanye dan keputusan pemasaran.

Berikutnya, One Stock Solution (1SS), memungkinkan brand untuk menikmati manfaat dari infrastruktur pergudangan dan logistik ZALORA tidak hanya untuk brand store mereka di dalam platform ZALORA, tetapi juga untuk platform online eksternal.

Melalui 1SS, pesanan brand partner dari platform marketplace non-ZALORA dan situs web brand disimpan dan dipenuhi oleh ZALORA – memberikan brand kemudahan dalam menggabungkan manajemen e-commerce mereka melalui operasi dan pemenuhan digital ZALORA secara menyeluruh.

Mengutip dari situsnya, solusi E-Fulfillment ini telah mengelola pesanan e-commerce di ZALORA.com untuk lebih dari 300 merek lokal & internasional. Perusahaan memiliki satu gudang pusat di Malaysia untuk menangani pesanan skala regional. Terdapat dua gudang lokal, masing-masing di Filipina dan Indonesia untuk menangani pesanan domestik. Serta armada kurir last-mile sendiri yang tersebar di Malaysia, Singapura, Filipina, dan Indonesia.

Sejak solusi E-Fulfillment diperkenalkan, mayoritas brand global telah memanfaatkan solusi tersebut. Di antaranya, Ted Baker, Giordano, H&M, Hush Puppies, Kipling, hingga Mango, lalu ada dua brand lokal yang turut bergabung, yakni Varesse dan RiaMiranda. Secara regional, ZALORA beroperasi di Singapura, Malaysia & Brunei, Indonesia, Filipina, Hong Kong, dan Taiwan.

Secara terpisah mengutip dari Tech in Asia, Zalora dilaporkan sudah cetak EBITDA positif yang disesuaikan pada tahun lalu. Walau platform e-commerce ini tidak setenar pemain sejenisnya di skala regional, seperti Shopee dan Lazada, pencapaian ini patut diapresiasi.

Dipaparkan, margin EBITDA positif yang disesuaikan – ukuran pendapatan sebagai persentase pendapatan – sebesar 0,7%. Dalam periode yang sama, terdapat 2,9 juta pembeli membeli setidaknya satu item dari ZALORA, tidak termasuk pembatalan, penolakan, dan pengembalian. Bila diterjemahkan dengan angka, menjadi 412 juta Euro ($451,4 juta) dalam net merchandise value.

Di saat yang sama, banyak pemain e-commerce yang juga menjual produk fesyen dan aksesoris melalui brand yang dikelola sendiri, pengguna mengakses ZALORA untuk mencari kategori yang tidak bisa ditemukan di tempat lain, yakni merek barang mewah (luxury brands).

Dalam paparannya, Midha menjelaskan pertumbuhan dari transaksi kategori tersebut mencapai 37% secara yoy. Kategori lainnya berdasarkan pertumbuhan nilai pesanan rata-rata adalah Kids (6%), perabotan rumah tangga (14%), dan kecantikan (18%). Bila melihat dari tiga kategori yang paling banyak dibeli, dipegang oleh: produk olahraga, pakaian pria, dan pakaian perempuan.

Resmikan program loyalitas

Untuk mendorong loyalitas konsumen, ZALORA meresmikan ZALORA VIP, yakni program berlangganan dengan pemberian voucher diskon, ekstra cashback, pengiriman gratis, akses pelanggan prioritas, serta keuntungan eksklusif lainnya. Biaya berlangganan ini dimulai dari Rp99 ribu yang berlaku selama satu tahun.

“Pelanggan kami sangat setia, memungkinkan kami mencapai NPS (Net Promoter Score) tertinggi di atas 80% di Indonesia. Menurut saya tidak ada yang bisa seperti ini [mencapai skor tinggi].”

Diharapkan adopsi ZALORA VIP ini dapat semakin masif ke depannya. Diklaim, pengguna ZALORA VIP mencapai 15%-20% dari total konsumennya.

Di Indonesia saja, pengguna ZALORA didominasi oleh perempuan (74%) dengan rentang usia mulai dari 18-45 tahun. Menariknya, transaksi terbesar ZALORA justru datang dari luar Jakarta (23%). Lokasi terbesar dipegang oleh pulau Jawa (50%), Sumatera (12%), Kalimantan (5%), Sulawesi (4%), Bali-NTB&NTB-Papua&Maluku masing-masing berkontribusi sebesar 2%.

Dengan tren ritel yang masih menjanjikan di Asia, salah satunya karena pertumbuhan populasi masyarakat kelas menengah, berhasil menjadikan kawasan ini siap memimpin pemulihan ritel global di tahun-tahun mendatang.

Pada tahun mendatang, berbagai tren akan menarik perhatian. Seperti pengembangan pengalaman berbelanja yang menyenangkan dengan adopsi teknologi baru, seperti AI, AR, pengiriman cepat, dan pertumbuhan BNPL yang berkelanjutan; pertumbuhan social commerce lewat brand D2C yang terus bertumbuh dan kenyamanan konsumen berbelanja melalui platform media sosial; strategi omnichannel, yang memungkinkan konsumen dapat berbelanja di berbagai tempat saluran.

Midha menuturkan, tren ritel yang menjanjikan ini mendorong ekspansi omnichannel yang menarik dimulai dengan kampanye bersama para desainer lokal. Beberapa inisiatif yang pernah dilakukan adalah ZALORAYA (Malaysia) dan Zalora x Adidas ‘Supermart’ (Singapura).

“Kami tidak akan menjadi pemain ritel offline, karena offline itu untuk brand experience. Jadi format omnichannel kami lebih ke click and collect yang memberikan konsumen pengalaman belanja yang mendalam karena objektif belanja online dan offline itu berbeda,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Platform Marketplace Sneaker “Novelship” Terima Pendanaan Seri A 146 Miliar Rupiah

Platform marketplace sneaker dan apparel autentik Novelship menerima pendanaan seri A bernilai mendekati $10 juta atau sebesar 146 miliar Rupiah yang dipimpin oleh GSR Ventures dan East Ventures. Selain itu turut berpartisipasi K3 Ventures dan iGlobe Partners. Dana segar akan digunakan untuk memperkuat posisinya di kawasan regional dan global.

Berdiri di tahun 2018, Novelship merupakan marketplace untuk produk fashion dengan edisi terbatas, seperti sepatu sneaker, pakaian streetwear, dan berbagai koleksi lain. Novelship melakukan kurasi untuk memastikan autentikasi barang di setiap koleksinya. Beberapa merek yang dijual di antaranya adalah Nike, Air Jordan, Yeezy, Supreme, dan Kaws.

Co-Founder & CEO Novelship Richard Xia mengatakan bahwa potensi pasar produk sneaker dan streetwear sangat besar, terutama pertumbuhan penjualan yang didominasi oleh gen Z. Di samping itu, street culture memiliki basis komunitas yang loyal dan peluangnya terbilang langka di segmen ritel. Ia memperkirakan pasar sneaker dan streetwear di Asia Pasifik bernilai $33 miliar, utamanya pertumbuhan ini tercapai selama masa pandemi.

Untuk itu, pendanaan ini akan digunakan untuk mempercepat ekspansi sehingga posisinya dapat memenangkan pasar, tak hanya di Asia, tetapi juga dunia. Saat ini, Novelship masih akan fokus memperkuat pasarnya di Asia sebelum ekspansi ke kawasan lain. Dengan kehadirannya di Singapura, Malaysia, Indonesia, Australia, Selandia Baru, dan Taiwan, pihaknya menargetkan dapat memimpin negara-negara tersebut.

“Pengalaman mendalam, wawasan tentang e-commerce, dan koneksi luas dari para investor dan mentor terbaik kami di kawasan ini dapat membantu Novelship untuk melayani lebih banyak pelanggan di seluruh Asia Pasifik dan dunia,” ungkap Xia dalam keterangan resminya.

Sementara itu, Managing Partner East Ventures Willson Cuaca meyakini seiring berkembangnya budaya sneaker di Asia, Novelship berada di posisi yang tepat untuk memberikan pengaruh nyata di pasar ini.

“Novelship juga dapat menjadi salah satu marketplace paling populer di kalangan Gen Z. Kami percaya pada para pendiri untuk membawa Novelship pada fase pertumbuhan selanjutnya,” tambah Willson.

Uji coba pembayaran dengan kripto

Partner di GSR Ventures Jefferson Chen meyakini Novelship mengembangkan platform unik yang berpotensi menjadi one-stop marketplace untuk memenuhi kebutuhan konsumen, terutama generasi Z, baik secara fisik maupun virtual. 

Menurut Richard Xia, pihaknya tengah menyiapkan sejumlah rencana ekspansi, seperti memperkenalkan metode pembayaran dengan cryptocurrency (kripto), menambah kemitraan dengan merek sneaker atau apparel lain, dan mengeksplorasi integrasi metaverse di dunia ritel.

Pihaknya telah melakukan uji coba pembayaran cryptocurrency sehingga dapat melayani lebih banyak pelanggan bernilai tinggi. Dengan uji coba ini, Novelship mencatat peningkatan nilai pesanan rata-rata per pelanggan. Salah satunya, sepatu sneaker seharga lebih dari $200 ribu telah dibeli dengan pembayaran token digital.

“Kami selalu mendengarkan para pelanggan kami dan berusaha untuk memberikan pengalaman pelanggan yang luar biasa,” tutur Xia.

Adapun di sepanjang 2021, Novelship menyebut telah mengantongi pertumbuhan volume penjualan sebesar 5,3 kali dan telah melayani konsumen di seluruh Asia Pasifik (APAC).

Application Information Will Show Up Here

East Ventures Leads Seed Funding for Kasual, a Fashion Startup Combining Technology and D2C Approach

The direct-to-consumer (D2C) startup Kasual has secured seed funding led by East Ventures. They developed products for everyday wear, with an initial focus on men’s trousers. The fresh funds will be used to strengthen the team, technology and factory capabilities, and to expand the company’s operational to Solo, Central Java.

In order to facilitate consumers to access its products, Kasual has developed its own website. In addition to the sales platform, it also provides several features. The first is called “Build Your Own Product”, allowing customers to choose the type of cut and size tailored to their preferences. There is also a “Virtual Fitting” service, providing direct consultation services with the Kasual team via video calls regarding sizes, personalized fittings, and product recommendations.

With more efficient ordering process and in-house garment production, products can be delivered to customers in less than 5 days. The personalization and technological approach is said to put Kasual the first fashion-tech and instant commerce in Indonesia.

“We realize that the e-commerce trend has rapidly mushroomed and helped customers shop comfortably from home, therefore, they demand manufacturers or sellers who can provide daily necessities, especially pants, more quickly and reliably. However, local brands are currently ignores technology which can actually be a vital aspect in fashion production. This means that customers still don’t have a reliable platform to get personalized fashion products instantly,” Kasual’s Founder & CEO, Alam Akbar said.

It is said that Kasual has experienced a 3x growth when the first pandemic entered Indonesia in 2020 compared to 2019 (YoY). To date, they have served around 80 thousand users and have produced more than 3 thousand products per month.

D2C Trend

Based on data compiled in the “Driving Growth with D2C” report by Ogilvy, Commercetolls, and Verticurl, current brand owners must have a D2C digital strategy to win the market. The main goal is to build a more personal relationship with customers, thereby creating a more effective and engaging brand experience as a value proposition. D2C provides invaluable ownership of customer data.

One case study that is widely told is the success of Perfect Diary, a cosmetic brand from China. Was founded in 2016, the startup achieved impressive growth throughout its 2 years of business. In 2019, they became one of the mos selling of three brands. Eventually, they decided to IPO in 2020 with $7 billion valuation. Its main strategy is solely D2C.

There are three main pillars that brand owners ideally have in its D2C strategy. First, it allows them to find product differentiation, this unique value is considered to invite more customers. Second, the ability to empower customer data to better understand their needs and characteristics. Third, to encourage brand leadership with more agility approach, including on the operational side.

With the same opportunities, some local players try their luck in the sector. East Ventures alone has also invested in another D2C startup in the skin care field named Base and a plant-based beverage called Mohjo. There is also Hypefast to help brand owners sharpen their D2C strategies — including to provide capital, network, access, and operational support.

On the investor side, apart from East Ventures, several other local venture capitalists have also started to enter the sector. From Alpha JWC Ventures, AC Ventures, and BRI Ventures through Sembrani. Recently, Kinesys has collaborated with The-Wolfpack specifically to strengthen the D2C ecosystem in its portfolio.

In terms of fashion business, sales is currently dominated by online shopping in global. Innovation is required to maintain this growth, along with changing trends that occur among consumers.

The most popular product categories in global online shopping throughout 2021 / Statista

Kasual’s further development

Various personalization features will be developed to support Kasual’s fashion commerce system. One of which is body measurement with 3D technology to strengthen custom personalization to be introduced by Kasual at its annual event “Custom Week 2021” on 17-19 December 2021 in Jakarta. By using an electronic body scanner, visitors can place custom orders instantly and accurately.

“We are delighted to welcome East Ventures and other investors to the Kasual family. With this funding, we will build a new team, improve the digital experience for customers and manufacturing processes, launch more product categories and marketing initiatives, and use new technologies such as AR measurement to create Indonesia’s first 3D body measurement. Going forward, we want to increase and process daily orders by 10x and process more than 5 thousand products every day,” Alam said.

Meanwhile, East Ventures’ Co-Founder & Managing Partner, Willson Cuaca said, “Indonesia has one of the most robust digital infrastructures in the region that allows small, custom-made companies like Kasual to thrive. We want to see how far they can go and support them along the company’s growth journey.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

East Ventures Pimpin Pendanaan Awal Kasual, Startup Fesyen yang Memadukan Teknologi dan Strategi D2C

Startup direct to consumer (D2C) Kasual mengumumkan telah mendapatkan pendanaan awal yang dipimpin East Ventures. Produk yang mereka kembangkan adalah pakaian sehari-hari, dengan fokus awal pada celana pria. Dana segar akan dimanfaatkan untuk memperkuat tim, kapabilitas teknologi dan pabrik, serta memperluas ekspansi operasional perusahaan ke Solo, Jawa Tengah.

Untuk memudahkan konsumen mengakses produknya, saat ini Kasual memiliki situs sendiri. Selain platform penjualan, di dalamnya turut disediakan beberapa fitur. Pertama disebut dengan “Build Your Own Product”, memungkinkan pelanggan dapat memilih jenis potongan dan ukuran yang disesuaikan dengan preferensi mereka. Ada juga layanan “Virtual Fitting”, menyediakan layanan konsultasi langsung dengan tim Kasual melalui panggilan video terkait ukuran, fitting yang dipersonalisasi, dan rekomendasi produk.

Dengan proses pemesanan yang lebih sederhana dan produksi garmen internal, produk dapat dikirim ke pelanggan dalam waktu kurang dari 5 hari. Personalisasi dan pendekatan teknologi yang disuguhkan diklaim menjadikan Kasual sebagai fashion-tech dan instant commerce pertama di Indonesia.

“Kami menyadari bahwa tren e-commerce telah menjamur dengan sangat cepat dan membantu pelanggan belanja dengan nyaman dari rumah, sehingga mereka menuntut produsen atau penjual yang bisa menyediakan barang kebutuhan sehari-hari, khususnya celana, lebih cepat dan terpercaya. Namun, brand lokal saat ini masih mengabaikan teknologi yang sebenarnya bisa menjadi aspek vital dalam produksi fashion. Artinya, saat ini pelanggan masih belum memiliki platform yang dapat diandalkan untuk mendapatkan produk fashion yang dipersonalisasi secara instan,” kata Founder & CEO Kasual Alam Akbar.

Turut disampaikan, kasual telah mengalami pertumbuhan 3x lipat sewaktu pandemi pertama masuk ke Indonesia di tahun 2020 dibandingkan dengan tahun 2019 (YoY). Hingga kini, mereka telah melayani sekitar 80 ribu pengguna dan telah memproduksi lebih dari 3 ribu produk per bulan.

Tren D2C

Menurut data yang dihimpun dalam laporan “Driving Growth with D2C” oleh Ogilvy, Commercetolls, dan Verticurl, pemilik brand saat ini dinilai harus memiliki strategi digital D2C untuk dapat memenangkan pasar. Tujuan utamanya untuk membangun hubungan yang lebih personal dengan pelanggan, sehingga bisa menciptakan pengalaman brand yang lebih efektif dan menarik sebagai proposisi nilai. D2C memberikan kepemilikan data pelanggan yang tak ternilai.

Salah satu studi kasus yang banyak diceritakan adalah kesuksesan Perfect Diary, sebuah brand kosmetik asal Tiongkok. Didirikan sejak tahun 2016, startup tersebut mencapai pertumbuhan yang mengesankan sepanjang 2 tahun bisnis berjalan. Bahkan di 2019, mereka menjadi salah satu dari tiga brand dengan penjualan terbanyak. Hingga akhirnya pada tahun 2020 memutuskan IPO dengan valuasi $7 miliar. Strategi utama mereka tidak lain dengan D2C.

Ada tiga pilar utama yang idealnya didapat pemilik brand dalam strategi D2C mereka. Pertama, memungkinkan mereka menemukan diferensiasi produk, nilai unik tersebut dinilai akan mengundang lebih banyak pelanggan. Kedua, kemampuan memberdayakan data pelanggan untuk lebih memahami kebutuhan dan karakteristiknya. Dan ketiga, mendorong kepemimpinan brand dengan tingkat ketangkasan lebih secara menyeluruh, termasuk di sisi operasional.

Melihat peluang yang sama, beberapa pemain lokal mencoba keberuntungan di sektor tersebut. East Ventures sendiri turut berinvestasi ke startup D2C lainnya di bidang perawatan kulit bernama Base dan minuman nabati bernama Mohjo. Ada juga Hypefast yang hadir membantu pemilik brand untuk menajamkan strategi D2C mereka — termasuk dengan memberikan dukungan permodalan, jaringan, akses, dan operasional.

Di sisi investor, selain East Ventures beberapa pemodal ventura lokal lainnya juga mulai masuk ke sana. Mulai Alpha JWC Ventures, AC Ventures, hingga BRI Ventures melalui Sembrani. Terbaru ada Kinesys yang menjalin kerja sama dengan The-Wolfpack khusus untuk memperkuat ekosistem D2C di portofolionya.

Untuk bisnis fesyen sendiri, hingga saat ini masih mendominasi penjualan di online shopping secara global. Inovasi diperlukan untuk menjaga pertumbuhan tersebut, seiring dengan perubahan tren yang terjadi di kalangan konsumen.

Kategori produk paling populer di online shopping global sepanjang 2021 / Statista

Pengembangan Kasual selanjutnya

Berbagai fitur personalisasi juga akan terus dikembangkan untuk menunjang sistem fashion commerce yang dimiliki Kasual. Salah satunya pengukuran tubuh dengan teknologi 3D untuk menguatkan personalisasi kustom yang akan diperkenalkan Kasual pada acara tahunan mereka “Custom Week 2021” pada 17-19 Desember 2021 mendatang di Jakarta. Dengan menggunakan pemindai tubuh elektronik, pengunjung dapat melakukan pesanan custom secara instan dan akurat.

“Kami senang menyambut East Ventures dan investor lainnya dalam keluarga Kasual. Dengan dana ini, kami akan membangun tim baru, meningkatkan pengalaman digital bagi pelanggan dan proses manufaktur, mengeluarkan lebih banyak kategori produk dan inisiatif marketing, serta menggunakan teknologi baru seperti pengukuran AR untuk membuat pengukuran tubuh 3D pertama di Indonesia. Ke depannya, kami ingin meningkatkan dan memproses pesanan harian sebesar 10x lipat dan memproses lebih dari 5 ribu produk setiap harinya,” jelas Alam.

Sementara itu Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca, berkata, “Indonesia memiliki salah satu infrastruktur digital paling kuat di kawasan ini yang memungkinkan perusahaan kecil penjual barang custom seperti Kasual berkembang. Kami ingin melihat seberapa jauh mereka bisa melangkah dan mendukung mereka di sepanjang perjalanan pertumbuhan perusahaan.”

“Love, Bonito” Tutup Pendanaan Seri C, Perkuat Omnichannel dan Ekspansi Internasional

Startup direct-to-customer (DTC) asal Singapura “Love, Bonito” mengumumkan perolehan pendanaan seri C senilai $50 juta (lebih dari 700 juta Rupiah) yang dipimpin Primavera Capital Group, firma investasi global dengan portofolio Alibaba; ByteDance, Yum China, dan Mead Johnson China, dengan partisipasi dari Ondine Capital dan Adastria. Investasi ini menjadi portofolio pertama Primavera untuk startup di Asia Tenggara.

Startup yang fokus pada produk fesyen perempuan ini berencana menggunakan dana segar tersebut untuk memperkuat strategi omnichannel dan meningkatkan ekspansi internasional di pasar utama demi mengejar pertumbuhan tiga digit secara yoy. Pasar-pasar utama ini termasuk Hong Kong, Jepang, Filipina, dan Amerika Serikat.

Di pasar existing, seperti Singapura, Indonesia, dan Malaysia, Love, Bonito akan menggandakan strategi omnichannel-nya. Sementara di pasar lain, seperti Hong Kong, Jepang, Filipina dan AS akan mulai ekspansi omnichannel, vertikal bisnis baru, penguatan keterlibatan komunitas lokal dan kolaborasi utama, serta pengoptimalan pengalaman pengguna yang berkelanjutan.

“Saya lebih bersemangat dari sebelumnya untuk apa yang akan terjadi dalam dekade berikutnya. Pertumbuhan yang kami lihat hari ini tidak akan terjadi tim yang secara konsisten berusaha untuk mendukung perempuan di berbagai musim kehidupan mereka. Berada di bisnis perempuan telah menjadi misi kami sejak hari pertama, dan kami akhirnya bertualang di luar mode untuk mendukung penawaran kami,” ucap Co-founder Love, Bonito Rachel Lim.

Love, Bonito dikenal sebagai brand fesyen terpopuler ke-6 di Singapura, mampu bersaing dengan brand internasional lainnya. Perusahaan telah beroperasi dan memiliki tim di empat negara lainnya, di antaranya Malaysia, Kamboja, Indonesia, dan Filipina.

Dalam model bisnisnya, perusahaan memanfaatkan strategi omnichannel, yang menggabungkan pengalaman belanja online (lewat aplikasi dan situs) dan offline (memiliki gerai). Serta, menawarkan pilihan produk fesyen yang telah disesuaikan dengan postur tubuh orang Asia.

Dalam konferensi pers virtual yang digelar perusahaan pada hari ini (27/10), CEO Love, Bonito Dione Song menjelaskan strategi omnichannel yang diterapkan mampu membuat gerak perusahaan lebih fleksibel dalam berinovasi dan meluncurkan kategori produk baru seperti baju anak, loungewear, intimates, dan sepatu, meski industri ritel pada umumnya terkena dampak Covid-19.

Dalam setahun belakangan, sambungnya, perusahaan fokus pada ekspansi internasional yang terbukti mampu tumbuh secara positif. Di pasar global, di luar Singapura, sebanyak 50% bisnis datang dari situs online. Hingga saat ini, telah mencapai pertumbuhan keseluruhan lebih dari 120% yoy di pasar internasional, dan pertumbuhan keseluruhan 208% untuk penjualan online.

Perusahaan percaya komunitas diaspora Asia memiliki potensi yang sangat tinggi, terutama di AS, di mana pertumbuhan pendapatan online melebihi 1.200% yoy pada September 2021. 

Song pun turut membeberkan kinerja perusahaan selama setahun belakangan. Pendapatan tumbuh 62% secara yoy pada semester I 2021 dan EBITDA margin tumbuh 2% pada periode yang sama. “Kami berhasil menjadi startup DTC nomor satu terbesar di Asia Tenggara,” ucap Song.

Dia merinci lebih jauh dana segar yang telah didapat ini akan digunakan sebagian besar untuk melancarkan aksinya ekspansi internasional. Strategi yang akan dilakukan adalah mempercepat brand awareness dan bangun komunitas, berinvestasi dalam membentuk tim internasional, memperdalam kehadiran omnichannel di pasar inti dan pasar yang lebih baru, memenangkan pengalaman konsumen melalui strategi lokalisasi.

Dicontohkan, di Amerika Serikat misalnya, perusahaan akan memulai strategi awal omnichannel dengan membuat pop up store di kota inti, seperti California dan New York, dan merekrut tim agar lebih serius dan mendapat traksi. Strategi yang sama juga akan dilakukan untuk pasar di Hong Kong dan Filipina.

Tak hanya itu, Love, Bonito berencana untuk memperkaya katalog produknya dengan masuk ke kategori baru, seperti olahraga, sepatu, dan aksesoris; masuk ke kategori wellness; dan, memperkuat ekosistem dan pendukung, komunitas (LBCommunity+), dampak sosial (LBCreate, ESG), personalisasi dan konten (LiBrary). Beberapa produk di atas menurut Song akan hadir pada tahun depan.

Active wear market saat ini tumbuh sangat baik, banyak brand lokal yang sudah masuk ke sana. Tapi unique value yang kami tawarkan itu selalu mengacu pada tiga hal, yakni Asian-centric, female-centric untuk desain pakaian, dan selalu membangun komunitas yang kuat.”

Manfaatkan penuh data science

Komunitas menjadi bagian penting dalam perjalanan Love, Bonito yang sudah berdiri sejak 2005. Dalam catatan perusahaan, sebanyak 32% konsumen yang diakuisisi perusahaan pada 10 tahun yang lalu masih berbelanja di Love, Bonito. Selain itu, tingkat retensi pelanggan tahunan lebih dari 65% alias lebih tinggi dari rata-rata industri fesyen sebesar 23%.

“Oleh karena itu, kami meluncurkan LBCommunity+ pada Juni 2020 untuk lebih menghargai pelanggan yang telah bersama kami. Terhitung, hampir 300k anggota di berbagai tingkatan hingga saat ini telah bergabung.”

Tak hanya itu, dari sisi pemanfaatan teknologi data science juga turut menopang proses bisnis Love, Bonito agar lebih efisien dan dapat menciptakan pesanan baru. Dijelaskan, perusahaan memanfaatkan desain fesyen algoritma melacak lebih dari 100 SKU desain untuk meningkatkan kekuatan prediktif demi menciptakan desain terbaik.

Kemudian, bekal data yang kaya dan kontekstual, mampu membuat Love, Bonito memiliki gudang data “source of truth” tunggal yang melacak miliaran titik data selama 11 tahun terakhir, dan journey pelanggan melalui integrasi data omnichannel dengan 85% pelanggan terlacak. Terakhir, customer intelligence berupa analitik canggih real time dan loop umpan balik yang mendorong retensi sutomer, serta machine learning untuk mengotomatisasi segmentasi dan personalisasi pelanggan.

Data science sangat membantu kami dalam menemukan titik akurasi yang pada akhirnya dapat meningkatkan penjualan. Konsumen akan mendapat rekomendasi item yang lebih akurat sesuai personalisasi mereka,” tutup Song.

iStyle Business Strategy and Growth Post Rebranding

The large demand for beauty and lifestyle products becomes iStyle’s current focus, as an e-commerce platform with an online mall concept. After last year rebranding, they continue to focus on expanding the product line by presenting Korean fashion brands such as Marhen J & Find Kapoor followed by various merchandise and K-Pop albums.

The company’s focus on Korean products is supported by the Korean Foundation for International Cultural Exchange (KOFICE) research in 2021. Indonesia is a country with high interest in the Korean wave. Based on this research, Indonesia positioned in the 4th rank as a country with high interested in Korean culture. 1 of 2 Indonesians like Korean things, from movies, dramas, music, and other entertainment programs.

“This Korean wave also influences people’s product preferences and becomes an inspiration for them in daily life, and this is proven as Korean products are the most sought after by iStyle.id customers,” iStyle’s CEO, Steven Calvin Victory said.

The changes made by the company last year started from changes in the organizational structure and also from the lessons learned during the four years of operation.

Pandemi and plans in 2022

During the pandemic, iStyle saw a change in the lifestyle of most of their users. The pandemic has changed people’s shopping behavior in fulfilling their needs, proven by the significant increase in the groceries category at the beginning of the pandemic (March-May 2020).

iStyle’s CMO, Ardi Sudarto revealed to DailySocial that demographically, the platform’s main users are women aged 22-35 years. However, iStyle also targets users aged 18-22 and above 35 as it is in line with the products offered.

These users are mostly live in big cities in Indonesia such as Jabodetabek, Surabaya, Makassar, and Medan. Currently, iStyle has reached 1.5 million members with 2.5 million monthly visitors.

“In 2021, as people getting used to shopping online, there are also improvements in other categories such as beauty, Korean fashion, and sports, especially at certain times,” Ardi said.

Next year, the company is to launch several initiatives, including strengthening the Online-to-Offline (O2O) shopping experience through the iStyle.id Offline Store such as Marhen J x iStyle for K-Fashion located at Lotte Shopping Avenue, K-Point. which is a Korean Convenience Store located at Wisma 46, and other offline stores.

“This is necessary for customers can see directly the products sold on iStyle and can shop online and offline easily,” Ardi added.

Was founded in 2017, this site has adopted the mall in mall concept which provides alternative solutions for shopping products from Lotte Shopping Avenue, LotteMart grocery store, Planet Sports, Kidz Station, Lejel Home Shopping, K-Mall, Kinokuniya, and Best Denki. The various brands that are partnered with, move shopping habits at malls into one application and can be accessed anytime.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Perkembangan dan Strategi Bisnis iStyle Setelah Rebranding

Besarnya permintaan akan produk kecantikan dan gaya hidup menjadi fokus bagi iStyle, selaku platform e-commerce berkonsep online mall. Setelah melakukan rebranding tahun lalu, kini mereka terus fokus melakukan perluasan lini produk, termasuk dengan menghadirkan brand fashion Korea seperti Marhen J & Find Kapoor diikuti dengan berbagai merchandise dan album K-Pop.

Fokusnya perusahaan kepada produk asal Korea didukung dengan riset yang dirilis oleh Korean Foundation for International Cultural Exchange (KOFICE) di tahun 2021, Indonesia merupakan negara dengan minat yang tinggi akan Korean wave. Berdasarkan riset tersebut Indonesia merupakan negara ke-4 tertinggi di dunia yang paling tertarik dengan budaya Korea. 1 dari 2 orang Indonesia menyukai hal-hal yang berbau Korea, mulai dari film, drama, musik, dan acara hiburan lainnya.

“Tren Korean wave ini ikut memengaruhi preferensi produk masyarakat dan menjadi inspirasi bagi mereka untuk menjalani kehidupan sehari-hari, dan ini terlihat dari bagaimana produk-produk Korea menjadi yang paling banyak diminati oleh pelanggan iStyle.id,” ungkap CEO iStyle Steven Calvin Victory.

Perubahan yang dilakukan perusahaan tahun lalu, bermula dari perubahan struktur organisasi dan juga dari hasil pembelajaran selama empat tahun beroperasi.

Pandemi dan rencana tahun 2022

Selama pandemi, iStyle melihat telah terjadi perubahan gaya hidup dari kebanyakan pengguna mereka. Pandemi mengubah perilaku berbelanja masyarakat dalam memenuhi kebutuhan, dilihat dari peningkatan signifikan dari kategori groceries di awal pandemi (Maret-Mei 2020) silam.

Kepada DailySocial.id, CMO iStyle Ardi Sudarto mengungkapkan, secara demografi pengguna utama mereka adalah perempuan berumur 22-35 tahun. Namun pengguna di umur 18-22 dan di atas 35 juga menjadi target pengguna iStyle, karena sejalan dengan produk yang ditawarkan.

Pengguna tersebut pada umumnya tinggal di kota-kota besar di Indonesia seperti Jabodetabek, Surabaya, Makassar, dan Medan. Saat ini iStyle telah memiliki jumlah anggota mencapai 1,5 juta dengan pengunjung bulanan 2,5 juta.

“Di tahun 2021, karena masyarakat sudah terbiasa berbelanja online, peningkatan di kategori lain seperti beauty, Korean fashion, dan sports juga terlihat terlebih pada saat tertentu,” kata Ardi.

Tahun depan ada beberapa rencana yang ingin dilancarkan oleh perusahaan, di antaranya adalah penguatan pengalaman belanja Online-to-Offline (O2O) lewat Offline Store iStyle.id seperti Marhen J x iStyle untuk K-Fashion yang berada di Lotte Shopping Avenue, K-Point yang merupakan Korean Convenience Store yang berada di Wisma 46, dan toko-toko offline lainnya.

“Hal ini dilakukan agar pelanggan bisa melihat langsung produk yang di jual di iStyle dan bisa berbelanja online dan offline dengan mudah,” kata Ardi.

Sejak dirilis pada 2017, situs ini mengambil konsep mall in mall yang memberikan solusi alternatif belanja produk dari Lotte Shopping Avenue, LotteMart grocery store, Planet Sports, Kidz Station, Lejel Home Shopping, K-Mall, Kinokuniya, dan Best Denki. Berbagai brand yang digandeng ini, memindahkan kebiasaan belanja di mal ke dalam satu aplikasi dan bisa diakses kapan saja.

Application Information Will Show Up Here

CEO Zalora Indonesia: Diferensiasi Produk Menjadi Penting Saat Kompetitor Fokus pada Harga

Berada di bawah naungan Global Fashion Group (GFG), perusahaan fashion commerce Rocket Internet “Zalora” secara khusus telah menjadikan Indonesia sebagai pasar terbesarnya setelah meluncur sejak tahun 2012 lalu. Mereka mengklaim, hingga saat ini masih menunjukkan pertumbuhan yang positif.

Kepada DailySocial.id, CEO Zalora Indonesia Anthony Fung menjelaskan rencana bisnis dan tren fesyen saat ini dan ke depannya.

Pertumbuhan industri fesyen

Jika berbicara lima tahun yang lalu, kebanyakan industri fesyen masih didominasi oleh brick and mortar. Mulai dari department store hingga mall, banyak menjual produk fashion yang pilihannya ditentukan langsung oleh distributor. Namun saat ini industri sudah mengalami perubahan yang cukup drastis. Tidak lagi mengandalkan toko offline, namun semua proses, pilihan hingga opsi konsumen, merchant dan principal menjadi lebih seamless dilakukan secara online.

Pesatnya pertumbuhan penetrasi internet d Indonesia menjadi salah satu alasan mengapa Zalora saat ini masih terus mengalami pertumbuhan dan menghadirkan banyak kategori produk. Bukan hanya produk fashion lokal namun juga brand global.

“Saat ini beberapa brand yang hadir di Zalora tidak memiliki toko offline. Mengedepankan konsep Direct to Consumer semua brand tersebut menjual produk unggulan mereka melalui Zalora. Bukan hanya brand lokal, namun juga mancanegara,” kata Anthony.

Beberapa brand asal Amerika Serikat yang saat ini sudah tersedia dan bisa diakses dengan mudah oleh pelanggan Zalora seperti Abercrombie & Fitch dan GAP. Menurut Anthony, kedua brand tersebut tidak memiliki toko fisik di Indonesia.

Secara khusus Zalora saat ini ingin memosisikan diri mereka sebagai lebih dari sekadar ritel, namun digital platform yang menyediakan produk bukan hanya fashion namun juga lifestyle, beauty, dan luxury.

“Kita juga menawarkan pengalaman pelanggan yang baik untuk melakukan pencarian hingga pembelian melalui browser hingga aplikasi. Dengan menyediakan supply dan demand kepada konsumen dan juga merchant,” kata Anthony.

Secara demografi pelanggan Zalora saat ini terdiri dari 60% perempuan dan 40% laki-laki. Berbeda dengan platform fashion commerce lainnya yang hanya fokus kepada kalangan perempuan, Zalora mengklaim memiliki sejumlah pembeli setia yang berasal dari kalangan laki-laki. Salah satu alasannya adalah produk olahraga mereka yang berkualitas dan merupakan brand terpercaya.

“Kami telah menjalin kerja sama strategis dengan berbagai brand sport. Salah satunya adalah NIKE yang menjadi pilihan dan diminati oleh sebagian besar masyarakat Indonesia,” kata Anthony.

Pandemi dan perubahan kebiasaan pelanggan

Selama pandemi, Zalora mencatat ada penambahan jumlah permintaan untuk kategori tertentu. Aturan bekerja di rumah serta pembatasan untuk melakukan kegiatan secara offline ternyata telah menambah pembelian untuk kategori “Stay at Home Clothing”. Di antaranya adalah t-shirt, sandal, pakaian dan produk olahraga, hingga kecantikan.

Untuk brand luxury atau yang masuk dalam kategori barang mewah juga banyak dicari pelanggan. Sementara untuk produk fesyen acara formal seperti batik, pakaian pesta, dan pakaian resmi lainnya mengalami penurunan. Secara keseluruhan Zalora mengklaim tetap mengalami pertumbuhan yang sangat baik selama pandemi.

Zalora juga mencatat selama pandemi pelanggan mereka di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Pandemi yang telah mempercepat akselerasi dan adopsi digital telah membuat sebagian besar masyarakat Indonesia terbiasa belanja online.

“Sebelum pandemi hanya sekitar 5-7% saja masyarakat Indonesia yang belanja secara online, saat pandemi jumlah tersebut bertambah hingga 20%. Mengalahkan Singapura yang sebelumnya merupakan negara terbesar untuk kegiatan belanja online,” kata Anthony.

Strategi yang dilancarkan oleh Zalora adalah memperkuat supply produk lokal. Sementara di sisi lain Zalora juga membawa brand internasional dari negara seperti Hong Kong hingga Malaysia untuk menjembatani kebutuhan para penjual dan pelanggan di Indonesia mengakses berbagai brand dari negara tersebut.

Setelah melakukan IPO tahun 2019 lalu, Zalora yang merupakan bagian dari perusahaan induk mereka Global Fashion Group (GFG), tidak terlalu banyak melakukan manuver bisnis atau memberikan informasi yang cukup rutin kepada media. Menyesuaikan kebijakan perusahaan yang telah go-public, langkah tersebut sengaja dilakukan oleh Zalora. Namun demikian inovasi dan opsi untuk menghadirkan produk yang beragam terus menjadi bagian dari roadmap Zalora saat ini dan ke depannya.

“Diferensiasi produk menjadi penting bagi kami, karena kebanyakan pemain serupa hanya fokus kepada harga dan menjual produk dari seller yang sama atau bisnis secara horizontal. Kami fokus dari sisi vertikal yaitu menghadirkan produk yang berbeda dan tidak tersedia di platform lainnya, didukung oleh perusahaan induk kami Global Fashion Group,” kata Anthony.

Application Information Will Show Up Here

Hijup Maintains a Decade Growth, Fueling Its Three Main Business Pillars

After operating the business since 2011, the fashion commerce service Hijup claims to continue to experience positive business growth. Even though there were several obstacles during the pandemic, the company was able to survive and continue to present new innovations. Hijup’s Founder & CEO, Diajeng Lestari revealed to DailySocial that Hijup has currently developed three main pillars.

“Previously, Hijup only focused on the marketplace, Hijup now has a new revenue stream in the form of a social media agency and Hijup Growth Fund.”

To date, Hijup claims to have nearly 400 thousand registered users with a total of nearly 400 partners. Meanwhile, its social media followers also experienced positive growth up to 1.2 million. The company’s next target is to become the main goal of the Indonesian people for an ecosystem-based end-to-end solution for modest Muslim marketplaces.

“We believe our focus on transformation will put Hijup at a stronger position in the minds of the Indonesian people, both in terms of creative producers and the market,” Diajeng said.

Hijup Growth Fund

Hijup has also launched the Hijup Growth Fund. This is a business financing program up to a maximum of Rp100 billion, aimed at business players in the local Muslim and modest fashion industry. One of the reasons to generate this program is the trust from Hijup’s board of shareholders with their continuous support.

“Especially due to several innovations that we continue to present to develop business capital. Hijup Growth Fund is one of Hijup’s proud innovations,” Diajeng said.

In addition to capital for business scale-up, this program also provides direct assistance from Hijup in business, branding and marketing aspects. In the future, Hijup will also offer a repayment scheme through sales and loan profit sharing up to 0%. The funding scheme will be adjusted to the characteristics and conditions of each brand.

In order to participate in the program, you must first become a tenant and sell products on the Hijup website. The brand will further go through several stages before getting funded. For example, starting from the submission stage, verification, approval, disbursement, to the stage of the refund agreement.

Moslem fashion industry

According to a report by Thomson Reuters and DinarStandard in 2018, Muslim consumers spent around $270 billion on modest clothing in 2017. The report also projects 4.8 percent year-on-year growth for the sector and estimates that sales will reach $402 billion by 2024. .

Fashion brands have taken note of this growing trend, and many of them are starting to tap into this industry to catch up with the growing demand.

According to the Islamic Fashion & Design Council, Turkey still led the modest fashion consumption with more than $25 billion per year, followed by Iran, Indonesia, Egypt, Saudi Arabia, and then Pakistan.

The report also shows that food and beverage is the largest revenue sector for the halal market. According to a report from DinarStandard, Muslims have spent about $2.2 trillion on the halal and Islamic lifestyle sector, 10% of which is accredited to the modest fashion sector.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Satu Dekade dan Terus Bertumbuh, Hijup Kokohkan Tiga Pilar Utama Bisnis

Setelah menjalankan bisnis sejak tahun 2011 lalu, layanan fashion commerce Hijup mengklaim terus mengalami pertumbuhan bisnis positif. Meskipun saat pandemi sempat mengalami beberapa kendala, namun perusahaan mampu bertahan dan tetap menghadirkan inovasi baru. Kepada DailySocial.id, Founder & CEO Hijup Diajeng Lestari mengungkapkan, saat ini Hijup telah mengembangkan tiga pilar utama.

“Jika sebelumnya hanya fokus kepada marketplace saja, saat ini Hijup telah memiliki revenue stream baru berupa social media agency dan Hijup Growth Fund.”

Hingga saat ini Hijup mengklaim telah memiliki sekitar hampir 400 ribu pengguna yang terdaftar dengan total hampir 400 mitra. Sementara jumlah pengikut mereka di media sosial juga mengalami pertumbuhan yang positif hingga 1,2 juta. Target perusahaan selanjutnya adalah menjadi tujuan utama masyarakat Indonesia untuk end-to-end solution muslim modest marketplace berbasis ekosistem.

“Kami percaya fokus kami untuk bertransformasi akan membuat Hijup memiliki positioning yang lebih kuat ya di benak masyarakat Indonesia, baik pada sisi produsen kreatif maupun pasar,” kata Diajeng.

Hijup Growth Fund

Hijup juga telah meluncurkan Hijup Growth Fund. Ini merupakan program pembiayaan bisnis hingga maksimal sebesar Rp100 miliar, ditujukan kepada para pelaku usaha di industri fesyen muslim dan modest lokal. Diluncurkannya program ini oleh Hijup salah satu alasannya adalah kepercayaan dari board of shareholder Hijup yang terus memberi dukungan.

“Terutama dikarenakan beberapa inovasi yang terus kami hadirkan untuk terus mengembangkan modal bisnis. Hijup Growth Fund menjadi salah satu inovasi kebanggaan Hijup,” kata Diajeng.

Selain modal yang bisa dikantongi untuk scale up bisnis, program ini juga memberikan pendampingan langsung dari Hijup dalam aspek bisnis, branding dan pemasaran. Nantinya Hijup juga menawarkan skema pelunasan melalui penjualan dan bagi hasil pinjaman hingga 0%. Skema pendanaannya nantinya akan disesuaikan dengan karakteristik dan kondisi brand masing-masing.

Untuk mengikuti program tersebut, sebelumnya harus menjadi tenant dan menjual produknya di situs Hijup. Brand tersebut kemudian akan melewati beberapa tahapan sebelum mendapatkan pendanaan. Misalnya mulai dari tahap pengajuan, verifikasi, persetujuan, pencairan, hingga tahap kesepakatan pengembalian dana.

Pertumbuhan industri fesyen muslim

Menurut laporan 2018 oleh Thomson Reuters dan DinarStandard, $270 miliar dihabiskan oleh konsumen muslim untuk busana sederhana pada tahun 2017. Laporan tersebut turut memproyeksikan 4,8 persen pertumbuhan year-on-year untuk sektor ini dan memperkirakan bahwa penjualan akan mencapai $402 miliar pada tahun 2024.

Brand fesyen telah mencatat tren yang berkembang ini, dan banyak dari mereka yang mulai menyasar ke industri ini untuk memenuhi permintaan yang makin bertambah jumlahnya.

Menurut Islamic Fashion & Design Council, konsumsi mode sederhana hingga saat ini masih dipimpin oleh Turki dengan lebih dari $25 miliar per tahun, diikuti oleh Iran, Indonesia, Mesir, Arab Saudi, dan kemudian Pakistan.

Laporan tersebut juga mencatat makanan dan minuman merupakan sektor pendapatan terbesar untuk pasar halal. Menurut sebuah laporan dari DinarStandard, kalangan muslim telah menghabiskan sekitar $2,2 triliun untuk sektor gaya hidup halal dan Islami, 10% di antaranya terakreditasi untuk sektor mode sederhana.

Application Information Will Show Up Here