Sejumlah Perusahaan Lokal Gandeng Microsoft Terapkan AI untuk Bantu Operasional Bisnis

Di era revolusi digital yang semakin berkembang, Telkom, BUMA, dan DANA telah mengambil langkah strategis bersama Microsoft untuk mengintegrasikan Artificial Intelligence (AI) dalam operasional bisnis mereka.

Dalam acara Microsoft Build: AI Day Jakarta, ketiga perusahaan ini memaparkan bagaimana mereka memanfaatkan Copilot for Microsoft 365 dan GitHub Copilot untuk mengoptimalkan proses kerja.

“Kami telah melihat peningkatan efisiensi yang signifikan dalam pengembangan perangkat lunak dan manajemen tugas sehari-hari berkat AI,” ujar Executive Vice President Digital Business & Technology Telkom Group Komang Aryasa.

Alat-alat berbasis AI ini memungkinkan developer di perseroan menghasilkan kode dengan lebih cepat dan akurat, mempercepat respons terhadap kebutuhan pasar.

Sementara itu BUMA (PT Bukit Makmur Mandiri Utama), sebagai kontraktor pertambangan terkemuka, juga mengalami peningkatan produktivitas dengan adopsi Copilot for Microsoft 365.

“Teknologi ini telah meredefinisi cara kami berinteraksi dengan data dan menjalankan tugas operasional,” kata IT General Manager BUMA Edwin Rene Asparsayogi.

Adapun DANA yang terkenal dengan inovasi di sektor fintech, mengimplementasikan AI untuk meningkatkan layanan keuangan digital mereka. CTO DANA Norman Sasono menekankan betapa AI telah membantu perusahaan meningkatkan efisiensi komunikasi internal dan memberikan layanan pelanggan yang lebih responsif.

Inisiatif bersama ini tidak hanya mencerminkan komitmen perusahaan-perusahaan ini terhadap inovasi teknologi, tetapi juga upaya mereka dalam mendorong ekonomi digital Indonesia.

“Dukungan Microsoft dalam transformasi AI ini sangat penting, membantu kami memastikan bahwa teknologi yang kami gunakan aman dan dapat diandalkan,” tambah Presiden Direktur Microsoft Indonesia Dharma Simorangkir.

Kolaborasi ini menjanjikan era baru dalam efisiensi operasional dan pelayanan pelanggan, membawa Indonesia lebih dekat pada visi menjadi kekuatan ekonomi digital yang dominan di Asia Tenggara.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Strategi Telkomsel Lewat Konvergensi Mobile dan Fixed Broadband

Beberapa hari lalu, Telkomsel resmi memperkenalkan Telkomsel One sebagai wajah baru penggabungan layanan mobile broadband dan IndiHome. Peresmian ini menandai langkah awal operator pelat merah ini masuk ke layanan fixed-mobile convergence (FMC).

FMC merupakan perpaduan antara layanan telekomunikasi berbasis mobile dan fixed broadband. Sebelum diresmikan, penyatuan unit bisnis IndiHome ke Telkomsel ditandatangani lewat Perjanjian Pemisahan Bersyarat (Conditional Spin-Off Agreement) pada 6 April 2023.

Per kuartal I 2023, IndiHome tercatat punya 9,5 juta pengguna, naik 7% dari periode sama tahun lalu. IndiHome mengklaim telah menguasai 75,2% pangsa pasar broadband di Indonesia.

Pengalihan ini menandai strategi Telkom Group untuk menata bisnis. Telkom akan fokus pada layanan B2B, sedangkan anak Telkomsel mengelola penuh layanan telekomunikasi untuk B2C. Adapun, integrasi Telkomsel dan IndiHome mencakup pengelolaan layanan fixed broadband, fixed line, IPTV, dan bundling layanan digital lainnya.

Dalam keterangannya waktu itu, Direktur Utama Hendri Mulya Sjam mengungkap bahwa langkah FMC ini dapat memperkuat posisi Telkomsel sebagai perusahaan telekomunikasi digital terdepan di tanah air,  konvergensi ini dapat mengakselerasi pengalaman masyarakat menikmati layanan digital yang setara.

Strategi akuisisi baru

Industri telekomunikasi dihadapkan pada tantangan untuk mendongkrak pertumbuhan bisnis seiring dengan penetrasi pengguna seluler yang sudah melampaui 100%. Hal ini membuat ruang untuk akuisisi pelanggan baru menjadi sulit.

Laporan Capital IQ, Telkom, dan Kearney di 2021 menyebutkan bahwa industri telekomunikasi berdasarkan pendapatan 30 perusahaan telekomunikasi global teratas di periode 2011-2021 hanya tumbuh rata-rata sebesar 2%.

Kendati pasar seluler sudah jenuh, menurut analisis McKinsey Oxford Economic, ada peluang pendapatan baru yang dapat diciptakan lewat konvergensi layanan telekomunikasi mengingat penetrasi fixed broadband di Indonesia baru 14%.

Perlu diketahui, pelanggan Telkomsel menyusut signifikan hingga 20 juta menjadi 156 juta di 2022, dari posisi tahun sebelumnya yang sebesar 175 juta. Pihaknya menyebut bahwa penyusutan tersebut adalah upaya ‘bersih-bersih’ Telkomsel untuk menyisihkan pelanggan pasif yang tidak berkontribusi terhadap bisnisnya.

Churn rate

Sementara, dalam laporan analisis Oliver Wyman, konvergensi mobile dan fixed broadband diperkirakan bakal menjadi senjata ampuh bagi operator telekomunikasi untuk memaksimalkan retensi pelanggan, meningkatkan ARPU, menurunkan tingkat perpindahan pelanggan ke kompetitor (churn rate), hingga mendapatkan pangsa pasar baru.

Di sisi operasional, konvergensi memungkinkan operator untuk menyatukan seluruh prose berkaitan dengan layanan customer, mulai dari marketing, penjualan, aktivasi, hingga customer care. Demikian juga integrasi di back-end.

Sumber: Oliver Wyman

Laporan ini menyebut bahwa pengguna layanan konvergensi menunjukkan penurunan tingkat churn rate hingga 50% dibandingkan pengguna yang tidak terkonvergensi. Operator layanan FMC di Prancis tercatat telah mencapai penetrasi mobile tertinggi di atas 60% dengan layanan fixed broaband.

Application Information Will Show Up Here

IndiHome Dilebur ke Telkomsel, Valuasinya Tembus Rp58 Triliun

IndiHome, unit bisnis milik PT Telkom Indonesia Tbk (IDX: TLKM), siap dilebur ke PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) melalui penandatanganan Perjanjian Pemisahan Bersyarat (Conditional Spin-Off Agreement) pada 6 April 2023. Telkom akan menggabungkan layanan fixed broadband dan mobile broadband (selular) ke dalam satu entitas bisnis.

Aksi penggabungan IndiHome mencakup layanan internet, voice bundling (termasuk voice only dengan akses homewifi), IPTV, OTT, layanan digital, beserta seluruh pelanggannya ke Telkomsel.

“Berdasarkan Perjanjian Pemisahan Bersyarat, nilai dari segmen usaha IndiHome yang akan dipisahkan adalah sebesar Rp58,2 triliun,” demikian disampaikan VP Investor Relations Telkom Edwin Sebayang dalam keterbukaan informasi di BEI, Kamis (6/3).

Sebagai bagian dari rencana pemisahan ini, Telkom dan Telkomsel menandatangani perjanjian komersial Wholesale Agreement terkait penyediaan infrastruktur, layanan fixed broadband core, dan layanan IT system. Adapun, aksi korporasi ini telah mengantongi persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) baik Telkom dan Telkomsel.

Singapore Telecom Mobile Pte Ltd (Singtel) juga akan menambah kepemilikan sahamnya di Telkomsel sekitar 0,5 poin menjadi 30,1% dengan membayar Rp2,7 triliun. Menurut laporan Reuters, transaksi tersebut ditargetkan rampung kuartal III 2023. Saat ini, IndiHome menguasai 75,2% pangsa pasar broadband di Indonesia.

“Pelepasan unit bisnis ini dilakukan untuk mempertahankan daya saing dan keunggulan Telkom dalam menghadapi persaingan usaha di sektor telekomunikasi Indonesia. Demikian juga untuk mengakselerasi proses pemerataan layanan broadband,” tambah Edwin.

Dalam wawancara dengan DailySocial.id tahun lalu, Direktur Digital Business Telkom M. Fajrin Rasyid sebelumnya mengaku tidak tahu mengenai rencana penggabungan tersebut mengingat IndiHome berada di Direktorat Consumer, berbeda dengan Divisinya.

“Namun, the digital strategy will follow the business. Yang pasti, salah satu premisnya adalah kolaborasi produk IndiHome dan Telkomsel akan lebih baik dengan penggabungan ini,” ungkap Fajrin.

Berdasarkan kinerja Telkom per 31 Desember 2022, pengguna Telkomsel tercatat sebesar 156,8 juta pelanggan, sedangkan pengguna IndiHome berkisar 9,2 juta pelanggan.

Telkom Akan Spin-Off Unit Marketplace B2B PaDi di Kuartal II 2023

PT Telkom Indonesia Tbk (IDX: TLKM) mengungkap kesiapannya untuk membesarkan portofolio bisnis digital tahun ini. Perusahaan berencana mendirikan operating company (opco) pada kuartal II untuk memayungi unit bisnis digital yang akan dilepas (spin-off) secara mandiri.

Dalam wawancara eksklusif oleh DailySocial.id, Executive Vice President (EVP) Digital Business & Technology Komang Aryasa mengatakan bahwa entitas mandiri menjadi salah satu tahap yang perlu diambil apabila ingin meningkatkan skala bisnis digital. Dengan langkah ini, pihaknya dapat membuka akses bagi investor luar yang berminat menanamkan modalnya.

“Kami mempertimbangkan model opco seperti INDICO, di mana di bawahnya akan terdapat opco-opco lain. Salah satu yang akan [dilepas] untuk tahap awal adalah Pasar Digital (PaDi) dan Logee. Kami sedang jajaki ke [investor] yang berminat chip in di sini, serta menanti persetujuan [induk usaha]. Target kami dalam tiga bulan ke depan adalah eksekusi [PaDi] menjadi opco,” ungkap Komang.

Sekadar informasi, INDICO merupakan umbrella brand dari PT Telkomsel Ekosistem Digital (TED) yang menaungi tiga entitas digital, yakni Kuncie, Fita, dan Majamojo. Entitas ini resmi didirikan pada tahun lalu yang dipimpin oleh Andi Kristianto sebagai CEO.

Sementara, Telkom Digital Business memiliki umbrella brand bernama Leap-Telkom Digital untuk mengakselerasi pertumbuhan produk dan layanan digital, seperti PaDi, Logee, dan Agree. Leap diperkenalkan pada pertengahan 2022. Saat ini, pihaknya belum menentukan apakah akan memakai brand Leap atau tidak pada opco ini.

Lebih lanjut, ujar Komang, unit bisnis digital harus memenuhi sejumlah metrik agar dapat menjadi entitas mandiri, di antaranya memiliki roadmap menuju EBITDA positif dalam 3-5 tahun ke depan, pertumbuhan eksponensial, dan uniqueness yang sulit diduplikasi oleh kompetitor.

Telkom mengklaim Gross Merchandise Value (GMV) yang diperoleh PaDi di 2022 mencapai Rp3,7 triliun, tumbuh lebih dari dua kali lipat dari tahun sebelumnya yang sekitar Rp1,7 triliun. Adapun, GMV PaDi saat ini (year-to-date) mencapai Rp5,4 triliun.

Adapun, rencana spin-off bisnis digital Telkom sebelumnya telah disampaikan Direktur Digital Business Telkom M Fajrin Rasyid pada akhir tahun lalu.

Mengenal PaDi

PaDi merupakan online marketplace B2B yang menghubungkan supply dan demand untuk pengadaan dan kebutuhan bisnis. Sebagai entry point, PaDi membidik segmen BUMN sebagai pembeli dan UMKM sebagai penyedia barang dan jasa. Contohnya, perlengkapan kantor dan event organizer.

Dikatakan, pengembangan PaDi bermula ketika pandemi Covid-19 memukul sektor UMKM di 2020. Secara umum, pemberdayaan UMKM dinilai masih rendah karena kalah saing dengan perusahaan skala menengah dan besar. Maka itu, PaDi difokuskan untuk memberdayakan UMKM mengingat BUMN juga membina banyak UMKM sehingga dapat diikutkan ke dalam ekosistem PaDi. Potensi pasar BUMN juga sangat besar karena penyerapan belanjanya didominasi oleh perusahaan menengah dan besar.

Menurut data Kementerian Keuangan, potensi belanja negara dan daerah untuk Produk Dalam Negeri (PDN) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta Daerah (APBN dan APBD) di 2022 mencapai lebih dari Rp700 triliun. “Dari total spending BUMN per tahun itu, sebanyak 97% diserap oleh perusahaan besar, sedangkan UMKM cuma mengambil porsi 3%,” tambah Tribe Leader SMB Digitalization Jimmy Karisma Ramadhan.

PaDi dirancang untuk menyederhanakan journey experience bagi BUMN dan UMKM. Proses pengadaan, pembayaran, hingga pengiriman dilakukan secara online. Pihaknya juga menghadirkan tools untuk menunjang aktivitas penjual, seperti accounting, legalitas, dan penjualan offline. Sudah ada 92 BUMN terdaftar sebagai buyer dan 68.000 penjual UMKM.

“Kami ingin menghadirkan proses pengadaan semudah berbelanja di e-commerce sebagai salah satu value. Sejak tiga tahun terakhir, kami melihat perilaku pembeliaan BUMN mulai terbangun di sini. Target kami tak hanya transparansi dan digitalisasi, tetapi juga efisiensi dan mencapai Produk Dalam Negeri (PDN),” papar Jimmy.

Bidik enterprise

Setelah BUMN, PaDi sedang menjajaki kemungkinan masuk ke pasar enterprise. Pihaknya juga berencana menggandeng bank pelat merah untuk memfasilitasi akses modal usaha bagi UMKM. Misalnya, invoice financing untuk kebutuhan pengadaan.

“Kami berhati-hati untuk masuk ke enterprise. Strategi kami adalah kurasi validitas seller untuk melihat kemampuan berjualan. Hal ini untuk menjaga confident level PaDi dengan baik,” tambah Komang.

Dalam lanskap pasar B2B, Telkom mengklaim belum ada pemain di Indonesia yang menguasai pasar dan unggul pada efisiensi. Menurutnya, saat ini PaDi punya posisi kuat karena didukung oleh ekosistem Telkom Group yang dapat dimanfaatkan untuk menjangkau lima bisnis utama B2B, antara lain pengadaan, marketplace, direct B2B, clasiffied ads, dan support service.

Pihaknya juga tengah mengeksplorasi untuk masuk ke layanan e-tender yang mana prosesnya belum terdigitalisasi. Platform PaDi baru sebatas memberikan informasi pengumuman tender BUMN, tetapi belum masuk sampai proses tendernya.

“Kami berupaya menghadirkan transparansi sehingga nantinya BUMN atau UMKM tidak perlu daftar setiap kali ada tender. Kami terhubung juga dengan daftar hitam di BUMN sehingga vendor yang sudah di-blacklist otomatis diketahui.”

Fajrin Rasyid: Telkom Pertimbangkan “Spin-off” Unit Bisnis Digital di 2023

Sosok M. Fajrin Rasyid telah lama dikenal sebagai Co-founder Bukalapak, salah satu marketplace terbesar dan perusahaan teknologi yang telah melantai di bursa saham Indonesia. Pada 2020, ia diangkat menjadi Direktur Digital Business Telkom untuk memperkuat posisi perusahaan sebagai digital-telco (digico).

Telkom Group telah mencetak jejak cukup panjang dalam melahirkan berbagai inisiatif digital, seperti Blanja.com (marketplace hasil kemitraan dengan eBay) dan LinkAja. Telkom juga memiliki kendaraan investasi MDI Ventures dan incubator Indigo agar dapat berkontribusi terhadap industri kreatif digital.

Dalam perbincangan dengan DailySocial.id, Fajrin bilang unit Digital Business yang dipimpinnya sejauh ini membawa pencapaian pesat. Bahkan, tak menutup kemungkinan unit bisnis digital di dalamnya akan dieskpos ke jaringan investor atau mitra strategis yang lebih luas.

Apa agenda transformasi yang Anda bawa ke Telkom?

Jawab: Semakin ke depan, industri telekomunikasi semakin mendapat tekanan, semakin commoditized, capex semakin tinggi. Sama seperti perusahaan telekomunikasi di dunia, mereka ingin go digital.

Ada banyak yang perlu dipelajari karena telekomunikasi sedikit berbeda meski beririsan dengan digital. Saya pelajari dan beri masukan, lalu saya usulkan untuk ubah atau improve apabila kurang bagus. Ini termasuk kapabilitas hingga kultur [organisasi].

Ada dua agenda Digital Business, yakni menciptakan model bisnis baru yang dapat memberikan pendapatan dan valuasi, termasuk pada bisnis existing. Agenda kedua, kami bantu di sisi internal. Contohnya, kami membuat aplikasi myIndiHome untuk dorong business process dan customer experience. IndiHome sendiri berada di Direktorat Consumer. 

Apa saja yang perlu ditransformasi?

J: Ada dua sisi ekstrem di sini, yakni ekstrem rigid dan ekstrem agile. Startup sangat agile, sedangkan perusahaan BUMN atau publik sangat rigid dan birokratik. Bukan berarti keduanya punya sisi lebih baik dari yang lain.

Startup yang awalnya agile, pasti akan butuh good corporate governance. Di perusahaan saya sebelumnya, [laporan] tidak diaudit di tahun pertama dan kedua karena saat itu masih kecil. Namun, lama-lama investor meminta audit.

Sebaliknya, perusahaan telekomunikasi yang ingin go digital harus ke arah yang lebih agile. Saat hiring orang, startup biasanya lebih cepat. Di [Telkom] harus buat proposal dulu untuk justifikasi kebutuhan. Langkah ini sebetulnya masuk akal bagi perusahaan besar [untuk hindari risiko] seperti KKN.

Buat proposal bisa lama, begitu jadi, baru mulai hiring. Realitanya, mencari orang butuh waktu. Saya usul lakukan secara paralel. Jangan tunggu proposal jadi, kita bisa sambil cari orangnya. Ini salah satu aspek yang kami tingkatkan.

Lalu, saya memperkenalkan metode Objective Key Result (OKR) ke organisasi daripada memakai metrik pencapaian (achievement). Di e-commerce, OKR-nya berbasis Gross Merchandise Value (GMV), atau daily active user untuk video.

Ketika bikin aplikasi, lalu undang acara launching. Apakah bulan depan masih ada yang pakai aplikasinya? Kalau belum ada, berarti belum sesuai target. Bagi saya oke saja tidak buat acara [peluncuran] selama GMV naik terus.

Apa ada pertentangan dengan metrik yang Anda perkenalkan?

J: Pasti ada dinamika di dalamnya, banyak yang bertanya. Jika bicara digital, yang terpenting adalah customer. OKR itu merupakan terjemahan dari [kebutuhan] customer.

Saya memberi contoh ini ke diri sendiri. Saya jarang minta tim untuk mengembangkan fitur di aplikasi A, misalnya. Belum tentu fitur itu dibutuhkan customer atau sama dengan saya. Dengan mengacu pada data, kita tahu apa yang dibutuhkan. Ini saya coba tularkan ke organisasi, baik direktorat maupun grup.

Bagaimana struktur organisasi hingga pengembangan Digital Business ke depan?

J: Mengubah unit bisnis di Telkom butuh prosedur. Namun, kami kelola secara agile. Kami bentuk tribe yang dedicated membuat suatu produk. Chapter itu functional, semacam horizontalnya, terdapat manager, engineer, atau designer. Masing-masing punya tribe. Saat ini, ada 20 tribe, mulai dari logistik, agrikultur, health, dan education.

Pengembangan produknya dibagi dalam dua kategori, yakni internal dan eksternal. Di internal, tujuannya untuk dorong customer experience atau business process. Di eksternal, pengembangan produk bertujuan pada growth sehingga tribe bisa capai pendapatan dan valuasi. Ini menjadi justifikasi investasi yang telah dikelarkan. Perusahaan besar umumnya menghitung pendapatan per karyawan, EBITDA per karyawan.

Bagi tribe yang belum menghasilkan pendapatan karena masih di growth stage atau EBITDA masih negatif, kami ukur valuasi per karyawan. Jadi, kami tahu valuasi untuk tribe dengan 100 orang sekian atau tribe 50 orang sekian. Telkom punya Digital Investment Committee (DIC) untuk mengevaluasi kinerja dan metrik ini. Kalau tidak bagus, opsinya bisa tutup atau garap peluang baru. Jadi, tidak perlu ubah organisasi, geraknya lebih cepat.

Untuk mengukur keberhasilan bisnis digital, kami pakai metrik RBV atau revenue, benefit, dan valuation. Hasilnya bisa berupa pendapatan, efisiensi, atau peningkatan customer experience. Biasanya, produk startup-based belum ada pendapatan, tetapi baru GMV. Ini menghasilkan valuasi. Nah, untuk mencapai OKR, parameter ini tidak harus terpenuhi ketiganya.

Sejak tahun lalu, Digital Business mengalami pertumbuhan pesat. Kami telah mengembangkan Logee (logistik), Agree (Agrikultur), dan Pasar Digital (UMKM). GMV Logee dan PaDi sudah capai triliunan Rupiah per tahun, sedangkan Agree sudah ratusan miliar Rupiah per tahun. Agree kini tak hanya bermain di pertanian saja, tetapi juga ke perikanan.

Saya melihat ketiga sektor di atas punya potensi besar ke depannya. Secara umum, biaya logistik Indonesia masih tinggi, banyak ruang untuk digitalisasi. Industrinya juga sangat besar, mulai dari first mile, middle, dan last mile. Ada pandemi atau tidak, orang tetap butuh logistik. Sejumlah riset juga menyebut logistik sebagai sektor dengan pertumbuhan tercepat beberapa tahun terakhir.

Di agrikultur, setiap orang butuh makan, itu kebutuhan dasar meski ada pandemi atau resesi. Potensi UMKM juga masih besar. Untuk jump start, PaDi masuk ke segmen BUMN, tetapi kami perluas juga nanti untuk enterprise.

Bagaimana strategi eksekusinya?

J: Essentially, kami menerapkan strategi buy, build, and borrow. Kami bangun kapabilitas internal, misalnya melalui training. Namun, bangun kapabilitas itu butuh waktu, apalagi untuk level senior. Dalam hal ini, kami coba model borrow dan buy. Bisa lewat kerja sama atau membeli perusahaan yang punya keahlian. SDM juga dikombinasikan antara internal dan prohire.

Strategi ini untuk mengkomplemen kapabilitas sebagaimana yang saya jelaskan di awal. Bagaimana ke depannya? Ketiga cara tersebut akan terus kami lakukan untuk memastikan kapabilitas tercapai. Tentu ini tergantung pada justifikasi investasi, karena tidak bisa bakar uang terus kalau tidak menghasilkan.

Apakah ada rencana untuk spin off unit bisnis digital?

J: Sebagai bagian dari BUMN, membentuk anak usaha harus melalui justifikasi menyeluruh. Kami sedang menganalisis karena ada kemungkinan ke sana. Opsi ini makes sense karena spin-off dapat membuka kolaborasi dengan partner, baik melalui investasi maupun kerja sama mendalam.

Technically, saat ini sulit kalau ada yang mau berinvestasi [ke unit bisnis] karena berarti investasinya masuk ke Telkom dong. Jika di-spin off, investor bisa menjadi pemegang saham di perusahaan. Unit mana yang akan dilepas duluan? Tentu saja yang paling siap. Namun, jika lihat skala atau ukuran [bisnisnya], yang sudah triliunan itu Logee dan PaDi UMKM. Apalagi, PaDi sedang dipersiapkan untuk ekspansi ke luar segmen BUMN saja.

Sebagai perusahaan digital-telco, kami tak hanya menawarkan produk digital saja, tetapi juga platform dan infrastruktur. Ini menjadi kelebihan kami jika bicara kebutuhan yang sifatnya terintegrasi. Satu hal yang kami lakukan di Digital Business dan Direktorat Strategic Portfolio adalah mengorkestrasi portofolio digital di Telkom Group untuk memastikan terciptanya kolaborasi.

Bagaimana rencana spin-off IndiHome ke  Telkomsel?

J: IndiHome sebetulnya berada di Direktorat Consumer, tetapi the digital strategy  will follow the business. Kami belum tahu rencana detail pengembangan dari sisi digital [setelah bergabung dengan Telkomsel].

Bisa saja namanya nanti bukan IndiHome lagi. Ini belum diputuskan, masih didiskusikan. Yang pasti, salah satu premisnya adalah kolaborasi produk IndiHome dan Telkomsel akan lebih baik dengan penggabungan ini.

Apa sektor lain yang ingin Anda eksplorasi selanjutnya?

J: Telkom banyak terekspos dengan tren di green economy. Personally, saya memang tertarik untuk mengeksplorasi. Ini sesuatu yang sedang kami pelajari. How can we play, apa yang dapat Telkom bantu untuk digitalisasi.

Kami mulai ngobrol dengan Gesists, anak usaha BUMN di bidang motor listrik. Mereka memproduksi motor listrik, tapi barangkali ada kebutuhan aplikasi untuk enhance layanannya. Kami sedang analisis posisi Telkom dengan melihat tren-tren besar ini. Kami tak mau masuk ke bisnis kalau tidak punya kapabilitas.

Who knows ke depannya Telkom akan menyasar bisnis lain yang adjacent atau berdampingan.

Logee Hadirkan Solusi Rantai Pasok Logistik di Indonesia

Pandemi Covid-19 telah mendorong transformasi digital di berbagai sektor, tidak terkecuali logistik. Salah satu pemain yang sudah mendigitalkan layanannya adalah “Logee”. Startup ini merupakan salah satu inisiatif baru dari Leap Digital Telkom untuk memajukan efisiensi dan efektivitas rantai pasok logistik.

Logee merupakan platform digital yang menawarkan solusi lengkap bagi berbagai kategori pemain logistik lokal. Tidak hanya mendigitalkan proses supply chain, mereka turut menghubungkan ekosistem secara luas untuk proses perdagangan yang lebih optimal. Salah satu fitur andalannya adalah Logee Trans, sebuah marketplace untuk armada truk.

Head of Logee Trans Dumoli HM Sirait mengungkapkan, Logee Trans hadir sebagai platform B2B yang menjembatani kebutuhan dan pasokan pemilik barang dan pemilik armada. Aplikasi Logee menyediakan fitur yang bisa diandalkan pemilik kargo dengan pemilik armada truk guna menginput dan menyimpan rute pengiriman rutin.

“Logee Trans memiliki visi menjadi platform yang netral dan aman yang mengutamakan kepentingan para pemilik barang dan pemilik truk dalam ekosistem pengangkutan barang di Indonesia. Ke depan, kami juga akan full menjadi perusahaan DigiCo dengan melepas saham ke publik,” ungkapnya pada keterangan resmi.

Jangkauan dan model bisnis

Sebagai aplikasi, Logee Trans disebut menyasar perusahaan-perusahaan yang ingin dimudahkan dalam pengiriman barang, dan juga para pemilik armada yang menginginkan kemudahan mendapatkan pesanan untuk meningkatkan produktivitas bisnis, efisiensi, dan efektivitas. Dua produk andalan mereka, yakni Logee Truck Apps dan Ecologee Web (Logee Port).

Dumoli memaparkan, Logee Trans Truck Marketplace memiliki dua model bisnis. Pertama, Pay As You Use atau penggunaan aplikasi sebagai marketplace B2B. Logee Trans memberikan akses kemudahan, kecepatan, transparansi mencari armada guna mendapatkan muatan yang dilengkapi fitur-fitur digitalisasi. Selain itu, Charge Per Transaction yang memungkinkan pemilik barang akan dibebankan charge fee.

Kedua model bisnis ini dinilai memberikan fleksibilitas, baik kepada pemilik kargo dan pemilik truk. Adapun,skema pembayaran Logee Trans Truck Marketplace yang ditawarkan adalah Internal B2B, Non 4th PL, dan 4th PL. Dengan menggabungkan dua model bisnis dengan tiga skema pembayaran tersebut, pihaknya mengklaim dapat mendorong produktivitas pengiriman barang dari pemilik kargo.

Saat ini, ekosistem Logee menyediakan setidaknya 84. 215 armada, dengan 507 trucker, dan 606 distributor yang menjangkau seluruh Indonesia.
Perusahaan juga telah bekerja sama dengan beragam pemain logistik untuk menciptakan ekosistem yang saling terhubung, seperti KAI Logistik, Pupuk Indonesia Pangan, dan Bangun Bantala Indonesia.

Belum lama ini, perusahaan meresmikan kerja sama dengan startup penyedia software business di bidang supply chain dan transportasi, McEasy. Kerja sama lintas sektoral ini dipercaya efektif untuk menjangkau lebih banyak pengguna hingga ke pelosok daerah yang belum tersentuh teknologi.

Perkembangan sektor logistik

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, pada tahun 2021 sektor logistik mampu tumbuh 3,24%. Banyak faktor yang melandasinya, mulai dari permintaan tinggi dari sektor e-commerce, sampai dengan transformasi digital yang ada di bisnis logistik itu sendiri.

Penetrasi digital diperlukan untuk membantu berbagai proses, membuatnya efisien, dan mengarah pada akselerasi bisnis. Pelaku sektor logistik juga dituntut harus memahami berbagai teknologi terkini guna dimanfaatkan dengan baik oleh pelaku usaha, di antaranya big data analytics, artificial intelligence, internet of things, cloud logistics, serta robotics & automation.

Di Indonesia, tren positif bisnis logistik juga menjadi kesempatan tersendiri bagi startup digital yang fokus menggarap sektor logistik untuk turut mengakomodasi pasar. Saat ini ada berbagai startup dengan solusi unik di bidang logistik, mulai dari layanan agregator, pengantaran, sampai dengan manajemen armada.

Beberapa jasa logistik yang fokus pada pengantaran, termasuk AnterAja, Paxel, Sicepat, dan J&T Express yang sudah menyandang gelar decacorn melalui putaran pendanaan sebesar $2,5 miliar atau setara Rp35,6 triliun valuasi mencapai $20 miliar (sekitar Rp285 Rupiah).

Dekonstruksi GovTech Edu, Unit Edtech Telkom untuk Mendukung Ekosistem Pendidikan Indonesia

Proses belajar berbasis teknologi merupakan tren yang, jika eksekusi dengan tepat, dapat memperbaiki akses dan kualitas proses belajar. Edukasi berbasis teknologi (edtech) tidak hanya mengubah media penyampaian dengan menggunakan perangkat teknologi belajar, tetapi juga memahami paradigma dan proses kognitif siswa untuk menjalankan model pembelajaran berbasis digital.

Pendekatan solusi edtech dan target penggunanya memang beragam. Dalam menyelesaikan isu ini di Indonesia, perlu pemetaan melalui riset mendalam agar menghasilkan teknologi yang tepat guna. Hal inilah yang dilakukan GovTech Edu saat pertama kali dirintis.

“Hasil riset ini kami jadikan sebagai landasan dalam menciptakan dan mengembangkan teknologi tepat guna. Teknologi yang diciptakan dan dikembangkan harus bersifat inklusif dan dengan skala yang besar karena target dari pengguna teknologi ini tidak hanya terbatas pada kriteria tertentu. Cakupannya sangat luas dan beragam,” ucap COO GovTech Edu Daniel Tumiwa kepada DailySocial.id.

Pengenalan solusi GovTech Edu
Pengenalan solusi GovTech Edu

Apa itu GovTech Edu

GovTech Edu adalah unit independen yang dibentuk Telkom Indonesia untuk mengambil bagian dari tantangan besar yang ingin diselesaikan  Kemendikbudristek. GovTech Edu berada di bawah Direktorat Digital Business and Technology yang dipimpin Fajrin Rasyid, mantan President Bukalapak.

Tim GovTech kini berjumlah lebih dari 300 orang dengan pengalaman kerja di perusahaan teknologi dan multinasional. Mereka semua sepenuhnya bekerja secara online, mengingat dirintis pertama kali saat pandemi sedang hebat melanda. Jajaran petinggi GovTech Edu diisi tiga orang. Selain Daniel, ada Ibrahim Arief (CTO) dan Rangga Husnaprawira (CPO).

Berbeda dengan startup edtech pada umumnya, GovTech Edu memosisikan diri sebagai mitra Kemendikbudristek. GovTech Edu fokus mengembangkan teknologi untuk membantu pengelolaan sekolah dan peningkatan mutu pendidikan sesuai arah kebijakan Kemendikbudristek. Hal inilah yang menjadi pembeda eksklusif dibandingkan startup yang dibangun pihak swasta.

Kedua belah pihak melakukan riset untuk mendapatkan gambaran mengenai apa yang mendasari krisis pendidikan di Indonesia. Saat ini GovTech Edu masih fokus menciptakan solusi untuk Kemendikbudristek, dengan tujuan menciptakan inovasi yang tepat guna sehingga mendukung proses akselerasi transformasi pendidikan.

Output yang dihasilkan adalah area inovasi yang secara tata kelola bukan dirancang untuk kepentingan komersialisasi, melainkan untuk melayani masyarakat.

“Pembiayaan sepenuhnya dari Kemendikbudristek dengan menggunakan dana APBN,” ujar Daniel.

Seluruh karya pekerjaan ini sepenuhnya milik Kemendikbudristek. Telkom bertindak sebagai pihak yang menyediakan solusi secara menyeluruh. Solusi tersebut termasuk desain produk dan platform, pengembangan produk dan platform, mendukung proses transformasi digital dalam kementerian,  management project dan talenta digital yang sekarang berjumlah lebih dari 400 orang, dan pendalaman & pengembangan skema pendanaan dan organisasi yang ideal untuk pekerjaan sejenis.

Payung kebijakan Merdeka Belajar yang dikeluarkan kementerian merupakan terobosan dan solusi yang diharapkan membuka peluang bagi seluruh pemangku kepentingan, baik itu guru, murid, mahasiswa, dosen, agar dapat berpartisipasi aktif dan kompetitif dalam mengenyam pendidikan. Dua turunan dari kebijakan tersebut adalah hadirnya Kurikulum Merdeka dan platform Merdeka Mengajar yang diluncurkan pada Merdeka Belajar episode kelima belas.

Dalam membawa perubahan ini, guru punya peranan penting. Menteri Kemendikbudristek Nadiem Makarim menyampaikan, guru harus di-merdeka-kan, guru harus merdeka untuk mengajar, belajar, dan berkarya.

Jika guru memiliki kemampuan tersebut, GovTech Edu dapat mewujudkan pembelajaran yang menyenangkan dan relevan untuk peserta didik.

“Hal inilah yang mendasari seluruh ekosistem teknologi pendidikan ini diciptakan dan dikembangkan. Agar guru dan seluruh pemangku kepentingan dalam ekosistem pendidikan saling terkoneksi satu sama lainnya, saling menginspirasi sehingga dapat berkembang bersama untuk mencapai tujuan transformasi pendidikan Indonesia.”

GovTech Edu

Tak hanya kementerian, GovTech Edu juga mengandeng berbagai mitra dalam berbagai inisiatif dengan beragam skala dan tujuan. Misalnya, mitra yang fokus pada pengayaan materi untuk platform Merdeka Mengajar dari berbagai penggiat pendidikan, NGO, dan edtech.

Contoh lainnya, mitra yang terlibat dalam penyusunan dan implementasi program-program kegiatan di luar kampus guna mendukung program Kampus Merdeka dan mitra lainnya yang berfokus pada penguatan SIPLah, dan AkunBelajar.id.

Daniel menuturkan, proses kerja sama dengan kementerian ini jadi tantangan yang dirasakan di awal. Misalnya, perbedaaan cara kerja yang harus mencocokkan antara cara kerja ala tim digital dengan pola kerja birokrat, dan sebaliknya. Kemitraan antara kedua belah pihak sejauh ini sudah berjalan selama dua tahun dan bekerja sama dengan beberapa direktorat jenderal.

Pada tahap awal GovTech Edu dianggap sebagai vendor, padahal sebenarnya adalah mitra. Seiring dengan peluncuran produk, fokus beralih pada performa dan hasil intervensi teknologinya, membuat segala sesuatu menjadi sangat selaras.

“Saat ini teknologi sudah menjadi bagian inti dari setiap perencanaan program di kementerian dan hal ini dapat dikatakan menjadi salah satu pembeda dari Kemendikbudristek dibandingkan institusi pemerintah lainnya.”

Produk GovTech Edu

CTO GovTech Edu Ibrahim Arief mengatakan, ada tantangan tersendiri bagi GovTech Edu saat mengembangkan produk yang tepat guna. Misalnya saat fase product design, harus memikirkan bagaimana produk dapat diterima dengan baik pengguna, langsung terasa manfaatnya, mudah digunakan, dan benar-benar membuat pekerjaan pengguna lebih baik.

Delighting our users adalah core philosophy kami. Dan semua aktivitas lainnya juga sejalan dengan filosofi yang berfokus pada pengguna. Kemudian tantangan lainnya adalah membangun infrastruktur cloud yang andal untuk menangani perubahan skala yang dibutuhkan setiap saat,” ucap Ibrahim, yang sebelumnya pernah bekerja di Bukalapak sebagai VP of Engineering.

Meski demikian, tantangan terbesar yang harus diselesaikan adalah menemukan teknologi terbaik yang bisa membantu memecahkan masalah yang dihadapi pemerintah dan masyarakat.

Siklus iterasi yang cepat antara Product Discovery, Product Development, dan Product Feedback yang sudah lazim dilakukan di industri digital adalah konsep yang baru bagi pemangku kepentingan di sisi pemerintah.

“Tapi seiring berjalannya waktu mereka [pemerintah] bisa berjalan seiring dengan semangat ini.”

Sejauh ini ada lima produk yang sudah dirintis GovTech Edu: Merdeka Mengajar; Rapor Pendidikan; ARKAS, SIPLah dan TanyaBos; AkunBelajar.id; dan Kampus Merdeka. Masing-masing produk menyasar kebutuhan berdasarkan masalah spesifik yang ingin dipecahkan.

GovTech Edu

Merdeka Mengajar adalah platform Learning Management System (LMS) yang membantu guru dalam mengajar sesuai kemampuan murid, mengakses materi pelatihan mandiri, membantu guru menginspirasi rekan sejawat dan terkoneksi dengan komunitas guru yang berlokasi di seluruh Indonesia.

“Kurang lebih sekitar enam bulan platform ini dirilis sudah memiliki 1,6 juta unduhan dengan rating 4.8 di Play Store. Juga memiliki 2,7 juta penguna aktif di situs dan aplikasi, serta menyediakan lebih dari 55 ribu konten di dalamnya.”

Kemudian, Rapor Pendidikan adalah dasbor tunggal yang membantu kepala sekolah dan guru mengidentifikasi, merefleksi, dan membenahi kualitas sekolah sesuai dengan kompilasi data hasil Asesmen Nasional, Data Pokok Pendidikan (Dapodik), Kompetensi Guru dan berbagai data terkait pendidikan lainnya yang diolah menjadi lebih dari 280 indikator.

Output yang dihasilkan dari produk ini adalah menyajikan data capaian murid (literasi dan numerasi), iklim keamanan sekolah, dan data lainnya. Sejak diluncurkan pada 1 April 2022, dalam empat bulan, Rapor Pendidikan telah terhubung dengan lebih dari 100 ribu satuan pendidikan dan 30 dinas pendidikan dna 475 dinas kabupaten/kota.

Berikutnya, ARKAS, SIPLah dan TanyaBos punya keterikatan satu sama lainnya karena dapat terintegrasi untuk memudahkan tata kelola, pengadaan barang, dan forum untuk berbagi informasi dan tanya jawab. ARKA adalah aplikasi tunggal tata kelola anggaran sekolah yang terintegrasi dengan data pusat dan regulasi terkini, sehingga membantu Satdik dalam proses administrasi yang lebih cepat, nyaman, dan aman.

SIPLah adalah platform pengadaan yang terintegrasi dengan mitra e-commerce dan puluhan ribu penyedia barang dan jasa. Para vendor ini telah memenuhi peraturan keuangan terkini karena sudah melengkapi dirinya dengan fitur regulasi pajak terbaru yang membua pelaporan satuan didik jadi lebih mudah. Terakhir, TanyaBos adalah forum tanya jawab seputar penggunaan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Setidaknya ada 3 ribu topik dalam forum tersebut.

AkunBelajar adalah akun resmi untuk akses berbagai program dan teknologi yang dibuat oleh Kemendikbudristek dan platform eksternal yang mendukung proses belajar mengajar yang lebih baik. Sebanyak 9 juta akun murid, guru, kepala sekolah, dan operator sekolah teraktivasi di dalamnya.

Terakhir, di tingkat lanjutan tersedia Kampus Merdeka untuk membantu persiapan karir bagi mahasiswa melalui berbagai pengalaman di luar kampus, menyediakan akses ke ribuan mitra industri dan organisasi, dan kesempatan mengembangkan diri dan pertukaran budaya. Saat ini terdapat lebih dari 720 ribu mahasiswa teregistrasi, 2.655 perguruan tinggi berpartisipasi, dan 2.700 mitra industri mengambil bagian dalam program tersebut.

Angka-angka di atas bakal terus didorong demi mencapai titik critical mass. Critical mass menggambarkan bahwa dalam konsep konsumsi kolaboratif sebuah platform harus mampu memberikan beragam pilihan yang cukup demi merangkul konsumen potensial mereka. Sehingga sebuah platform diharapkan memiliki fitur yang beragam serta memiliki ketersediaan unit produk/layanan yang cukup agar dapat bertahan dalam jangka panjang. Jika platform tersebut tidak dapat memberikan pilihan yang cukup, maka konsumen kemungkinan besar tidak dapat menemukan apa yang mereka cari.

Pasalnya, istilah “ganti menteri, ganti peraturan” memiliki pengaruh yang kuat dalam suatu program kerja pemerintah Indonesia. Risiko itu juga bakal menghantui GovTech Edu. Dengan kata lain, GovTech Edu harus mencapai pertumbuhan pengguna yang signifiikan agar dapat memberikan dampak yang lebih besar. Namun begitu, struktur di bawah naungan Telkom Group menjadi jaminan bahwa ambisi tersebut dapat tetap dilanjutkan, didukung dengan model bisnis yang solid.

Perjalanan GovTech Edu tidak sampai di sini saja. Perusahaan tetap merekrut lebih banyak talenta baru untuk berkontribusi secara positif pada pendidikan Indonesia. “Kesempatan untuk berkontribusi meningkatkan produk-produk teknologi yang sudah terbukti memiliki jutaan pengguna aktif yang bisa membentuk masa depan pendidikan Indonesia juga menjadi daya tarik bagi talenta-talenta yang memiliki keselarasan dengan misi kami.” tandas Ibrahim.

Ekosistem edtech Indonesia

Sektor edtech di Indonesia cukup berkembang pesat. Dua pemain yang saat ini mendominasi adalah Ruangguru dan Zenius – secara statistik kunjungan situs dan unduhan aplikasi Ruangguru lebih unggul. Varian sub-produk yang dimiliki keduanya juga nyaris memiliki kesamaan.

Satu hal yang selalu digaungkan Zenius adalah di sisi materi. Alih-alih mengajak peserta didik hanya menghafal, materi di Zenius mengedepankan pada pemahaman konsep fundamental dan cara berpikir kritis melalui berbagai studi kasus.

Produk Ruangguru

Pendanaan di sektor ini juga cukup kencang. Berdasarkan laporan Startup Report 2021, pendanaan yang dikucurkan ke vertikal bisnis edtech terus tumbuh, baik dari startup yang menerima maupun nominal investasinya.

Di skala regional, menurut laporan e-Conomy SEA yang disusun Google, Temasek, dan Bain & Company, healthtech dan edtech tetap menjadi sektor yang baru lahir sejak pandemi. Tercatat startup healthtech menerima investasi $1,1 miliar pada Semester 1 2021, sementara edtech mengumpulkan $200 juta pada periode yang sama.

Paxel Kantongi Pendanaan Seri C Sebesar 340 Miliar Rupiah

Startup logistik Paxel mengantongi pendanaan seri C sebesar $23 juta atau lebih dari 340 miliar Rupiah. Putaran keempat ini disuntik PT Astra Digital Internasional (ADI), Central Capital Ventura (CCV), MDI Ventures, Susquehanna International Group (SIG), Endeavour Catalyst, FJ Labs, dan PT Amsaka Investama Sejahtera.

Paxel sebelumnya memperoleh pendanaan seri B senilai $9,4 juta atau setara Rp134,7 miliar Rupiah pada Maret 2022 yang dipimpin MDI Ventures, serta partisipasi dari SIG, PT Luminary Media Nusantara, Bamboo Gold Services, dan Galilee Capital Ventures.

Dalam keterangan resminya, Presiden Direktur Astra Djony Bunarto Tjondro mengatakan investasi ini sejalan dengan upaya perusahaan mempercepat transformasi digital melalui produk dan layanan inovatif. “Kami telah memiliki digital roadmap untuk memetakan perkembangan digitalisasi yang relevan dengan bisnis dan peningkatan kompetisi dan kemampuan digital Grup Astra,” tuturnya.

Presiden Direktur CCV Armand Widjaja menambahkan, saat ini pihaknya telah memperluas fokus investasi ke embedded finance, seperti logistik dan commerce, tak hanya fintech. Ia meyakini pertumbuhan bisnis Paxel akan memberikan dampak besar kepada industri UMKM di Indonesia.

Berdiri di 2017, Paxel menawarkan sejumlah layanan logistik yang membantu pelaku UMKM untuk melakukan pengiriman barang melalui Paxel sameday delivery, smart locker PaxelBox. PaxelBig, PaxelMarket, dan layanan jemput-kelola sampah ecommerce PaxelRecycle. 

Per Juni 2022, Paxel tercatat telah melayani lebih dari 2000 UMKM, 2 juta pengguna, dan mengirimkan lebih dari 17 juta paket dengan klaim tingkat ketepatan waktu di atas 98%. Jangkauannya meliputi 11 provinsi di 86 kabupaten/kota, 589 kecamatan dan 4.846 Desa di Pulau Jawa, Bali, Sulawesi, dan Sumatera.

Ekspansi pasar

Lebih lanjut, pendanaan ini akan dimanfaatkan untuk memperluas jangkauan operasional Paxel ke luar Pulau Jawa, serta memperkuat last mile dan fulfillment cold chain untuk melayani segmen B2C dan B2B. Pihaknya juga akan memperkuat SDM dan teknologi demi mencapai sustainability growth.

Di samping itu, pendanaan ini akan membuka pintu kolaborasi pengembangan layanan Paxel terhadap jaringan ekosistem raksasa yang dimiliki Astra, Telkom, dan BCA.

Paxel mengklaim dalam empat tahun terakhir telah mengantongi pertumbuhan pendapatan dan pengguna masing-masing sebesar 240% dan 176% per tahun. Selain itu, gross margin juga disebut tumbuh 3,6 kali dan menjadi positif pada kuartal ketiga 2020.

Industri logistik di Indonesia merupakan salah satu penyumbang PDB nasional terbesar dan terus tumbuh selama pandemi. Situasi lockdown memicu konsumen dan pelaku bisnis mencari alternatif untuk mendistribusikan produk ke konsumen, terutama di sektor F&B. Kami melihat Paxel memiliki solusi di bidang ini dan telah membangun infrastruktur yang memungkinkan pengiriman cepat.” ujar Managing Partner MDI Ventures Kenneth Li.

Industri logistik

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) di kuartal III 2021, Supply Chain Indonesia (SCI) memperkirakan sektor logistik dapat menyumbang Rp699,1 triliun terhadap PDB atau tumbuh 1,08% (YoY) di 2022

Chairman SCI Setijadi memproyeksikan kinerja sektor logistik, baik transportasi, pergudangan, dan kurir, membaik di sepanjang 2022. Pertumbuhan sektor ini akan didorong utamanya oleh sektor pengolahan, terutama non-migas, diikuti oleh sektor pertanian, perikanan, hingga perdagangan. Pada 2021, industri pengolahan non-migas disumbang sebagian besar dari industri makanan dan minuman (38,4%), kimia dan farmasi (11,4%), barang logam dan elektronik (8,7%), alat angkut 8,4%, serta tekstil dan pakaian 6,1%.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Akbar Djohan menambahkan, pertumbuhan industri logistik dalam negeri di 2022 akan dikerek dari dua sektor; (1) pasar yang telah terintegrasi dengan teknologi digital dan (2) logistik yang bersifat penting dan menjadi komoditas utama untuk mendongkrak penerimaan negara.

Application Information Will Show Up Here

MDI-Telkom Business Match Working 2022, Jembatani 49 Investor Dengan 100+ Startup Indonesia

MDI Ventures bersama dengan Telkom Indonesia berkolaborasi mempertemukan lebih dari 100 startup tahap awal (early stage) dan tahap berkembang (growth stage) di Indonesia dengan 49 investor melalui acara “MDI-Telkom Business Match Working 2022”. Ini merupakan sebuah acara virtual bertajuk pencocokan bisnis, dengan tujuan membuka peluang kolaborasi untuk sinergi berkelanjutan. 

Perhelatan ini sekaligus menjadi bagian dari program B20 Indonesia dengan acara utama B20 Indonesia Summit yang akan diadakan pada 13-14 November 2022 di Bali. B20 sendiri adalah salah satu forum dialog resmi komunitas bisnis global dalam rangka Presidensi G20 Indonesia yang dipimpin oleh KADIN Indonesia.

Dalam sambutannya, M. Fajrin Rasyid selaku B20 Digitalization Task Force Deputy Chair menyatakan, inisiatif ini sejalan dengan misi B20 yang menjembatani ekosistem startup dengan investor di berbagai industri guna mendorong pertumbuhan ekonomi digital dan inovasi di Indonesia. 

Seperti diketahui, saat ini ekonomi dunia digerakkan oleh teknologi digital. Pandemi Covid-19 semakin mengakselerasi pertumbuhan ekonomi digital. Data tahun 2021, kolaborasi ekonomi digital telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap PDB Indonesia, sekitar 3% atau sebanyak US$70 miliar.

Tentunya diperlukan strategi digital untuk mengembangkan dan menciptakan ekosistem digital yang berkelanjutan guna mendongkrak produktivitas masyarakat Indonesia. 

Fajrin menambahkan, B20 Digitalization Task Force merumuskan rekomendasi kebijakan untuk mengatasi kesenjangan digital, terutama di bidang ekonomi digital. 

B20 Digitalization Task Force, kata Fajrin, ingin memastikan bahwa digitalisasi dapat mendorong pertumbuhan di masa depan, serta memastikan untuk dapat menjembatani kesenjangan digital, yang pada akhirnya menghasilkan transformasi digital yang inklusif.

“B20 Digitalization Task Force mendorong konektivitas dan akses universal  dalam ekonomi digital, mengusung terobosan untuk ekonomi digital yang berkelanjutan dan tangguh melalui infrastruktur digital dan memastikan pola pikir siap digital untuk individu dan UMKM,” kata Fajrin

Melalui kegiatan ini pula, diharapkan mampu membuka peluang bagi generasi produktif Indonesia untuk tumbuh dan mendapatkan hak inklusif di sektor kesehatan, energi, masyarakat cerdas, inklusivitas keuangan, dan sektor rantai pasokan, yang pada akhirnya akan menciptakan pertumbuhan ekonomi. 

CEO MDI Ventures Donald Wihardja menambahkan pihaknya secara konsisten terus mencari dan memantau startup terbaik di kawasan ini sekaligus mengeksplorasi peluang yang ada secara menyeluruh serta memastikan tidak ada inovator dan potensi yang tertinggal.

Jika melihat kondisi startup Indonesia saat ini, DailySocial.id mencatat sepanjang Q1 2022 pendanaan startup meningkat lebih dari 2x lipat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Namun demikian, memasuki Q2 2022 sejumlah gejolak muncul, turut berdampak langsung pada iklim investasi startup. 

Dengan hadirnya acara MDI-Telkom Business Match Working 2022 diharapkan mampu menciptakan kolaborasi ekonomi dan pengembangan bisnis yang berkelanjutan bagi semua pihak yang terlibat.

Libatkan lebih dari 100 startup tahap awal dan berkembang

Sebanyak 115 startup (61 startup tahap awal dan 54 startup tahap berkembang) telah bergabung dan telah dikurasi dari berbagai latar belakang dan industri, dari tahap awal hingga tahap pertumbuhan. Mereka hadir dari kategori edtech, fintech, proptech, artificial intelligence, agritech, dan masih banyak lagi. Dalam kegiatan ini, mereka melakukan 1-on-1 matchmaking pitching dalam jangka waktu 12 jam, yang menjelaskan dan berbagi inovasi dan bisnis mereka model kepada 49 investor yang menghadiri acara ini.

“Kami berharap acara hari ini akan membantu para pelaku startup menemukan mitra dan investor yang tepat untuk membantu mengembangkan bisnis mereka ke tingkat berikutnya,” tambah M. Fajrin Rasyid. 

Menurut Fajrin, tanpa kolaborasi, inovasi hanya sebuah ide yang tidak pernah berhasil. Untuk itu, perlu selain menghubungkan pelaku startup dengan modal ventura, pemerintah juga perlu bergandengan tangan dengan investor, perusahaan, dan lembaga dan individu visioner lainnya.

Melalui bantuan BUMN khususnya Telkom, investor dan startup akan memiliki wadah dan ekosistem untuk mengintegrasikan insiatif sektor publik dan swasta terkait transformasi ekonomi Indonesia yang inklusif dan memiliki dampak luas bagi masyarakat. 

Indra Utoyo: Proses Belajar yang Tak Pernah Berhenti untuk Ciptakan “Value-Driven Innovation” (Bagian I)

Kecintaan Indra Utoyo terhadap teknologi, digital, dan inovasi tak pernah padam sekalipun ia berpindah haluan dari telekomunikasi hingga berlabuh ke perbankan. Alih-alih mencapai posisi kemapanan, ia justru mengaku ingin terus belajar dan menemukan hal-hal baru.

Belasan tahun ia habiskan untuk memperkuat pondasi Telkom sebagai penyedia konektivitas terbesar di Tanah Air sampai akhirnya ia dipercaya untuk memimpin transformasi digital bank BUMN BRI .

Pada gelaran program gagasannya Indigo enam tahun lalu, ia sempat mengatakan bahwa peran entreprenuer muda sangat penting dalam memecahkan masalah dengan cara baru di era digital yang laju perkembangannya sudah tak terbendung lagi.

Ia berharap legacy yang ia tinggalkan dapat terus dibagikan sehingga dapat melahirkan generasi-generasi entreprenuer bertalenta. Kini ia menikmati babak barunya untuk memupuk talenta serta mengorkestrasi layanan dan inovasi di Allo Bank.

Bagaimana Anda melihat perjalanan karier Anda dari sektor telekomunikasi sampai ke perbankan?

Jawab: Sebetulnya berkarier [di perbankan] tidak saya rencanakan. Saya bekerja di Telkom selama hampir 17 tahun, di mana 10 tahun terakhir menjadi direksi. Di Telkom, saya mengeksplorasi hal baru, baik itu inovasi, IT, hingga digital. Di situlah [perjalanan di dunia digital] saya dimulai. Saya juga mendirikan program inkubator dan akselerator Indigo.

Kemudian, saya pindah ke BRI yang sebelumnya tidak pernah saya bayangkan. Saat itu saya diminta untuk membenahi sistem IT dan memimpin transformasi digital supaya BRI bisa beradaptasi dan tetap relevan bagi nasabah di era digital. Saya melakukan inovasi, mengembangkan produk digital banking — ada PINANG dan CERIA — dan melakukan massive collaboration dengan pemain digital.

Alhadumdulillah, BRI kini sudah punya pondasi yang baik. Saya membangun digital BRI dengan future-ready IT dan arsitektur di masa depan. Saya siapkan agar dapat mengakomodasi volume yang besar. Itu legacy yang saya tinggalkan [di Telkom dan BRI]. Namun, yang terpenting adalah meninggalkan talent dan culture yang terus membaik.

Apakah kemampuan dan kapabilitas Anda selama ini di telekomunikasi menjadi lebih tereskalasi begitu masuk ke perbankan?

J: Ini pertanyaan bagus. Memang saya merasakannya ketika berkarier di perbankan. Yang membuat saya tertarik adalah bagaimana bank konvensional memadukan layanan banking dengan teknologi karena bisa emerge dengan sektor lain. Kita merasa tumbuh karena proses belajar terus berjalan.

Bank bicara segmen B2C, B2B, atau SME. Bank mendorong inisiatif bisnis untuk tumbuh. Apalagi ada mata rantai di belakangnya. Pemilik bisnis dibantu dengan layanan keuangan. Makanya bank agak berbeda karena lekat dengan semua sektor. Apapun bisnisnya pasti butuh layanan keuangan. Untuk simpan uang atau pembiayaan misalnya. Bank memahami business process. Itulah peran bank.

Ini yang membedakan telekomunikasi dengan perbankan karena sifatnya horizontal bukan vertikal. Sektor telekomunikasi fokus pada platform dan punya basis data kuat. Sebagai penyedia konektivitas dan penyimpanan data, perannya bagus. Selain itu juga mengakomodasi kebutuhan harian konsumen, misalnya pulsa atau paket data. Namun, telekomunikasi kurang dalam hal konteks [bisnis] sebuah sektor, kurang menguasai business process dari konsumen.

Di Telkom, ada misi [membangun] ekosistem digital. Saat itu saya mengembangkan [solusi digital], seperti health dan logistic. Namun, sebetulnya model bisnis Telkom adalah platform, infrastruktur. Sementara business process di sektor terkait bukan ranah Telkom. Artinya, butuh partner di sektor itu agar Telkom bisa engage dengan konsumennya.

Bagaimana Anda bertransisi dari BRI yang notabene fokus ke UMKM ke Allo Bank yang didukung mega ekosistem CT Corp?

J: Ini menarik. Saya menyadari bahwa kita perlu terampil berkolaborasi. Leadership akan berbeda, bukan lagi memimpin satu perusahaan, melainkan menyelaraskan dengan ekosistem. Kita mengorkestrasi ekosistem yang didukung frekuensi, kecepatan, dan pola pikir yang sama.

Misalnya, ada pertukaran value antara Allo Bank dengan Transmart. Belanja di Transmart cukup bahwa ponsel. Mungkin mereka akan merasa kolaborasi ini dapat menghasilkan data, jadi tahu apa yang disukai konsumen. Kita bisa lebih engage untuk memberikan hal baru. Konsumen bisa sering bertransaksi karena layanan lebih personalized. Jadi ke depan bisa semakin relevan. Ini semua menjadi value-driven. 

Di awal, mungkin masih banyak PR. Pemahaman di ekosistem masih baru, produk perlu banyak di-improve. Perlu waktu untuk menguasai produk sampai di tahap ‘oh pakai Allo Bank bisa lebih tumbuh’, itu seninya. Tantangannya bagaimana bermain sebagai ekosistem dan melakukannya bersama dengan tim. Pada dasarnya, semua akan bicara value.

Dari BUMN kini ke perusahaan swasta, apakah Anda kini merasa lebih nyaman untuk deliver sebuah inovasi?

J: Mestinya lebih mudah karena [sebelumnya] sistemnya lebih rigid dengan tata kelola sedemikian panjang. Sementara, di sini kita lebih punya speed yang diseimbangkan dengan kualitas. Speed bisa lebih dominan. Namun, saya tidak suka kemapanan dan senang terhadap hal-hal baru. Sejak di Telkom, saya memang begitu. Kalau kamu tanya apa INDIGO punya KPI? Ya tidak ada. Itu saya bikin sendiri sehingga jadi lah sesuatu. Maka itu, kita harus memadukan entrepreneurship dan strategic management.

Untuk menghadapi hal-hal yang tidak pasti, butuh keberanian mencoba. Ini saya terapkan ketika di Telkom maupun BRI. Sementara CT Corp berawal dari entrepreneurial sehingga lebih mudah pada aspek kecepatan. Yang penting, arahnya jelas dan punya pondasi kuat untuk memanuver gerakan kita ke depan. Ini sedang saya bangun di Allo Bank, tentu didukung Pak CT dan grup. Bagaimana Allo Bank bisa siap ke depan, tak hanya kecepatan, tapi fokus untuk menciptakan value.

Sebagai seseorang yang passion terhadap teknologi dan digital, apakah ada yang ingin Anda eksplorasi maupun belum tercapai saat ini?

J: Perjalanan saya masih jauh dan masih tahap awal, tetapi saya punya aspirasi yang jelas, yakni bagaimana menghadirkan kehidupan dalam satu genggaman, all in one.

Ke depan arahnya ada AI, crypto, hingga blockchain. Sekarang kita bicara Web3, tapi Jack Dorsey (Co-founder Twitter) sudah bicara Web5. Artinya, kita harus adaptasi terus agar dapat memberikan value baru dengan model bisnis yang saya rasa akan terus berkembang dengan Web3.

Kita juga akan berhadapan dengan kompetitor yang membawa pendekatan baru. Ini akan menjadi perjalanan yang tidak akan berhenti untuk beradaptasi dan bertransformasi supaya [implementasi] bisa semakin luas.