Strategi Telkomsel Lewat Konvergensi Mobile dan Fixed Broadband

Beberapa hari lalu, Telkomsel resmi memperkenalkan Telkomsel One sebagai wajah baru penggabungan layanan mobile broadband dan IndiHome. Peresmian ini menandai langkah awal operator pelat merah ini masuk ke layanan fixed-mobile convergence (FMC).

FMC merupakan perpaduan antara layanan telekomunikasi berbasis mobile dan fixed broadband. Sebelum diresmikan, penyatuan unit bisnis IndiHome ke Telkomsel ditandatangani lewat Perjanjian Pemisahan Bersyarat (Conditional Spin-Off Agreement) pada 6 April 2023.

Per kuartal I 2023, IndiHome tercatat punya 9,5 juta pengguna, naik 7% dari periode sama tahun lalu. IndiHome mengklaim telah menguasai 75,2% pangsa pasar broadband di Indonesia.

Pengalihan ini menandai strategi Telkom Group untuk menata bisnis. Telkom akan fokus pada layanan B2B, sedangkan anak Telkomsel mengelola penuh layanan telekomunikasi untuk B2C. Adapun, integrasi Telkomsel dan IndiHome mencakup pengelolaan layanan fixed broadband, fixed line, IPTV, dan bundling layanan digital lainnya.

Dalam keterangannya waktu itu, Direktur Utama Hendri Mulya Sjam mengungkap bahwa langkah FMC ini dapat memperkuat posisi Telkomsel sebagai perusahaan telekomunikasi digital terdepan di tanah air,  konvergensi ini dapat mengakselerasi pengalaman masyarakat menikmati layanan digital yang setara.

Strategi akuisisi baru

Industri telekomunikasi dihadapkan pada tantangan untuk mendongkrak pertumbuhan bisnis seiring dengan penetrasi pengguna seluler yang sudah melampaui 100%. Hal ini membuat ruang untuk akuisisi pelanggan baru menjadi sulit.

Laporan Capital IQ, Telkom, dan Kearney di 2021 menyebutkan bahwa industri telekomunikasi berdasarkan pendapatan 30 perusahaan telekomunikasi global teratas di periode 2011-2021 hanya tumbuh rata-rata sebesar 2%.

Kendati pasar seluler sudah jenuh, menurut analisis McKinsey Oxford Economic, ada peluang pendapatan baru yang dapat diciptakan lewat konvergensi layanan telekomunikasi mengingat penetrasi fixed broadband di Indonesia baru 14%.

Perlu diketahui, pelanggan Telkomsel menyusut signifikan hingga 20 juta menjadi 156 juta di 2022, dari posisi tahun sebelumnya yang sebesar 175 juta. Pihaknya menyebut bahwa penyusutan tersebut adalah upaya ‘bersih-bersih’ Telkomsel untuk menyisihkan pelanggan pasif yang tidak berkontribusi terhadap bisnisnya.

Churn rate

Sementara, dalam laporan analisis Oliver Wyman, konvergensi mobile dan fixed broadband diperkirakan bakal menjadi senjata ampuh bagi operator telekomunikasi untuk memaksimalkan retensi pelanggan, meningkatkan ARPU, menurunkan tingkat perpindahan pelanggan ke kompetitor (churn rate), hingga mendapatkan pangsa pasar baru.

Di sisi operasional, konvergensi memungkinkan operator untuk menyatukan seluruh prose berkaitan dengan layanan customer, mulai dari marketing, penjualan, aktivasi, hingga customer care. Demikian juga integrasi di back-end.

Sumber: Oliver Wyman

Laporan ini menyebut bahwa pengguna layanan konvergensi menunjukkan penurunan tingkat churn rate hingga 50% dibandingkan pengguna yang tidak terkonvergensi. Operator layanan FMC di Prancis tercatat telah mencapai penetrasi mobile tertinggi di atas 60% dengan layanan fixed broaband.

Application Information Will Show Up Here

IndiHome Dilebur ke Telkomsel, Valuasinya Tembus Rp58 Triliun

IndiHome, unit bisnis milik PT Telkom Indonesia Tbk (IDX: TLKM), siap dilebur ke PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) melalui penandatanganan Perjanjian Pemisahan Bersyarat (Conditional Spin-Off Agreement) pada 6 April 2023. Telkom akan menggabungkan layanan fixed broadband dan mobile broadband (selular) ke dalam satu entitas bisnis.

Aksi penggabungan IndiHome mencakup layanan internet, voice bundling (termasuk voice only dengan akses homewifi), IPTV, OTT, layanan digital, beserta seluruh pelanggannya ke Telkomsel.

“Berdasarkan Perjanjian Pemisahan Bersyarat, nilai dari segmen usaha IndiHome yang akan dipisahkan adalah sebesar Rp58,2 triliun,” demikian disampaikan VP Investor Relations Telkom Edwin Sebayang dalam keterbukaan informasi di BEI, Kamis (6/3).

Sebagai bagian dari rencana pemisahan ini, Telkom dan Telkomsel menandatangani perjanjian komersial Wholesale Agreement terkait penyediaan infrastruktur, layanan fixed broadband core, dan layanan IT system. Adapun, aksi korporasi ini telah mengantongi persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) baik Telkom dan Telkomsel.

Singapore Telecom Mobile Pte Ltd (Singtel) juga akan menambah kepemilikan sahamnya di Telkomsel sekitar 0,5 poin menjadi 30,1% dengan membayar Rp2,7 triliun. Menurut laporan Reuters, transaksi tersebut ditargetkan rampung kuartal III 2023. Saat ini, IndiHome menguasai 75,2% pangsa pasar broadband di Indonesia.

“Pelepasan unit bisnis ini dilakukan untuk mempertahankan daya saing dan keunggulan Telkom dalam menghadapi persaingan usaha di sektor telekomunikasi Indonesia. Demikian juga untuk mengakselerasi proses pemerataan layanan broadband,” tambah Edwin.

Dalam wawancara dengan DailySocial.id tahun lalu, Direktur Digital Business Telkom M. Fajrin Rasyid sebelumnya mengaku tidak tahu mengenai rencana penggabungan tersebut mengingat IndiHome berada di Direktorat Consumer, berbeda dengan Divisinya.

“Namun, the digital strategy will follow the business. Yang pasti, salah satu premisnya adalah kolaborasi produk IndiHome dan Telkomsel akan lebih baik dengan penggabungan ini,” ungkap Fajrin.

Berdasarkan kinerja Telkom per 31 Desember 2022, pengguna Telkomsel tercatat sebesar 156,8 juta pelanggan, sedangkan pengguna IndiHome berkisar 9,2 juta pelanggan.

LinkNet Resmi Dicaplok XL Axiata

PT Link Net Tbk (IDX: LINK) resmi dicaplok oleh PT XL Axiata Tbk (IDX: EXCL) dan Axiata Berhad. Perusahaan melepas 1,81 miliar saham dengan nilai sebesar Rp8,72 triliun.

Dalam keterangan resminya, Direktur Eksekutif Lippo Group John Riady mengungkap divestasi saham ini menjadi salah satu strategi transformasi untuk memperkuat neraca dan mengumpulkan dana segar guna investasi lain di masa depan.

Saat ini, saham LinkNet dikuasai oeh Asia Link Dewa Pte Ltd dan Lippo Group melalui anak usahanya PT First Media Tbk (IDX: KBLV). Jumlah saham yang dilepas sebesar 1,81 miliar saham atau mewakili 66,03% dari jumlah saham disetor dan modal ditempatkan.

“LinkNet memiliki prospek cerah. Terlebih lagi, perusahaan mencatatkan kinerja keuangan sehat meskipun di momen pandemi Covid-19, tercermin dari nihilnya utang. Namun, perusahaan butuh strategi ekspansi lebih jauh dan signifikan untuk garap pasar digital di Indonesia,” tuturnya.

LinkNet akan memperkuat layanan konektivitas berbasis fiber optic dan VSAT berkecepatan tinggi, solusi TIK untuk memenuhi kebutuhan bisnis pelanggan, seperti cloud dan data center, dan perangkat penunjang berbasis teknologi lainnya.

Memperkuat bisnis fiber optic

Sebagaimana diketahui, XL Axiata memang tengah menggenjot pembangunan jaringan fiber optic di Indonesia untuk dapat memenuhi kebutuhan jaringan segmen B2B. Ini menjadi strategi diversifikasi bisnis XL Axiata ke jaringan tetap (fixed connectivity).

“Tujuan pengambilalihan saham ini adalah untuk mengembangkan dan memperluas jaringan usaha, serta memperkuat posisi XL dan induk usaha di bidang jasa telekomunikasi,” ungkap Sekretaris Perusahaan XL Axiata Ranty Astari Rachman seperti dikutip dari keterbukaan informasi BEI.

Saat ini XL menyediakan layanan broadband berbasis fiber optic melalui produk XL Home dan XL Satu Fiber. Pada produk XL Satu Fiber, layanan ini merupakan gabungan antara layanan fiber optic dan seluler yang dapat dipakai secara bersamaan.

Perusahaan menyebut jumlah rumah yang telah dilewati jaringan fiber optic-nya telah mencapai sebanyak 650.000 rumah di Indonesia. Hingga kuartal III 2921, XL telah membangun 153 ribu jaringan BTS, termasuk di antaranya adalah 69,9 ribu jaringan BTS 4G.

Sebelumnya, Ketua Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Ririek Adriansyah memproyeksikan pertumbuhan pendapatan industri telekomunikasi keseluruhan sebesar 3% secara tahunan. Rinciannya, bisnis konektivitas diestimasi tumbuh 4%, bisnis Teknologi, Informasi, Komunikasi (TIK) 8%, dan bisnis digital sebesar 12% pada periode 2020-2024.

Bersama Mitra Lokal, Facebook Bangun Jaringan Fiber Optik di Indonesia

Facebook memperluas program Facebook Connectivity ke Indonesia dengan mengget Alita Praya Mitra, perusahaan penyedia jaringan infrastruktur lokal. Facebook ingin membangun jaringan infrastruktur fiber optik sepanjang 20 ribu kilometer untuk meningkatkan konektivitas buat lebih dari 10 juta masyarakat Indonesia.

Direktur Utama Alita Teguh Prasetya menjelaskan, target pembangunan ini akan diarahkan ke Bali, Jawa, Sumatera dan Sulawesi. Masuk ke kota tier dua dan tiga karena di sana masih ada pasar yang belum bisa dijangkau oleh perusahaan operator dalam menyediakan layanan broadband.

Alita dan Facebook akan menanamkan investasi untuk ketersediaan dan efisiensi distribusi serat backhaul yang lebih baik. Alita akan sepenuhnya memiliki, membangun, memelihara dan mengoperasikan jaringan fiber green field dan menyediakan kapasitas besar untuk operator jaringan seluler dan penyedia jasa internet. Facebook akan memberikan dukungan untuk proses perencanaan jaringan fiber tersebut.

“Dengan tools dari Facebook, pembangunan jaringan ini menjadi lebih cepat dan lebih efisien. Mereka juga mentransfer teknologinya agar bisa kami gunakan secara gratis,” kata Teguh seperti dikutip dari Liputan6.

Teguh melanjutkan dukungan dari Facebook kepada perusahaan tidak hanya dari sisi materi saja. Namun juga sisi teknologi, termasuk transfer pengetahuan. Dia bilang investasi yang diberikan kepada Alita nominalnya kurang dari $100 juta atau hampir 1,5 triliun Rupiah.

“Ini sebagai long term investasi Facebook Connectivity,” katanya dikutip dari Merdeka.com.

Kepala Kebijakan Publik Facebook Indonesia Ruben Hattari mengatakan kerja sama ini penting karena sekitar 3,5 miliar orang di dunia belum terhubung dan merasakan manfaat internet broadband.

“Kami terus mencari model-model baru, kami terus mencari teknologi baru, mitra bisnis baru, dan tentu mitra-mitra strategis di seluruh dunia untuk bagaimana kita bisa addressing problem tersebut,” terang Ruben.

Dia juga menegaskan peran Facebook Connectivity dalam kerja sama bukan sebagai provider. Perusahaan akan memberi dukungan teknologi seperti analitik dan infrastruktur.

Saat ini pembangunan infrastruktur sudah dimulai untuk tahap pertama sepanjang 3 ribu kilometer di Jawa, Bali, Sumatera dan Sulawesi. Pada fase ini nantinya akan menghubungkan 10 juta orang dengan akses internet terbaik.

Adapun Alita kini memiliki akses fiber optik sepanjang lebih dari 3 ribu pembangunan di 40 kota dari enam provinsi, a.l: Denpasar, Bandung, Cilegon, Cirebon, Malang, Manado, Semarang, Serang, Solo, Surabaya dan Tegal.

“Melalui kemitraan ini, kami dapat mendukung 56 kota di 8 provinsi pada akhir 2021. Alita akan terus mengembangkan infrastruktur jaringan akses telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan para penyedia layanan telekomunikasi dan ICT,” imbuh Teguh.

Kancah Facebook Connectivity

Facebook Connectivity adalah program internal dari perusahaan untuk mengatasi soal konektivitas. Dalam perjalanannya, sebelum masuk ke Indonesia, Facebook telah berinvestasi ke berbagai negara, seperti Meksiko, Kolombia, Kongo, Peru dan Brazil; mayoritas masuk ke negara Afrika atau lainnya dengan tingkat ekonomi yang rendah.

Sumber: Facebook Connectivity
Sumber: Facebook Connectivity

Dalam rangkaian program ini, Facebook memiliki berbagai inisiatif. Di antaranya mendirikan Telecom Infrastructure Project (TIP) bersama perusahaan telekomunikasi tersohor seperti Vodafone dan Telefonica. TIP fokus pada pengembangan alternatif teknologi komunikasi yang membuat harga data jauh lebih murah, sehingga lebih banyak orang yang terjun ke dunia online.

Berikutnya ada Terragraph yang lebih diarahkan pada pengembangan solusi konektivitas nirkabel bandwidth tinggi dan murah untuk pusat kota. Malaysia, Puerto Rico, California menjadi contoh negara yang sudah menjajal layanan ini.

Layanan lainnya ada Analytics, Free Basics, High Altitude Connectivity, Internet Exchange Points, Magma, OpenCellular, Rural Access dan Express Wi-Fi. Inti dari seluruh layanan di sini adalah bagaimana orang bisa mengakses internet di manapun lokasi mereka.

Menurut laporan dari 2019 EIU Internet Inclusivity Index, diestimasi ada 3,8 miliar orang di dunia yang belum memiliki koneksi internet yang cepat dan andal. Penelitian ini juga mengungkap dari tahun-tahun sebelumnya, kemajuan teknologi telah berhenti yang menghasilkan kesenjangan digital.

Meskipun layanan internet seluler terus meningkat, masih banyak negara dengan tingkat pendapatan perkapita yang rendah mengalami pertumbuhan yang melambat.

Visi Facebook dalam menghubungkan dunia dengan jaringan internet tentu adalah hal yang mulia. Tapi bisa menjadi perhatian khusus di balik seluruh rencananya ini. Sebab, semakin banyak orang di internet, semakin banyak penambahan pengguna Facebook.

Platform dapat memanfaatkan data-data tersebut untuk membuat algoritma yang jauh lebih canggih, untuk memprediksi bagaimana Anda menanggapi iklan dan bagaimana Anda akan berperilaku.

Facebook bisa memprediksi siapa kandidat yang kemungkinan bakal Anda pilih saat pesta politik. Bahkan saat ini, juga terjadi di Indonesia, akun Facebook bisa menjadi salah satu komponen dalam menentukan skoring kredit saat mengajukan pinjaman. Berapa bunga dan limit yang tepat sesuai dengan jejak online calon nasabah.

Pada akhirnya, pendapatan iklan yang bisa dihimpun Facebook akan semakin tebal. Forbes melaporkan, Facebook mengantongi pendapatan dari iklan sebesar $70 miliar pada tahun lalu. Bila dirata-rata, pendapatan iklan yang dikantongi dari tiap pengguna adalah $7,26 untuk per kuartalnya.

Application Information Will Show Up Here

Ubiqu Hadirkan Konektivitas Internet Melalui Antena, Targetkan Pengguna di Daerah Pelosok

Mengusung slogan “internet dari langit”, layanan Ubiqu diluncurkan. Memanfaatkan satelit Nusantara Satu yang diluncurkan awal tahun ini, produk yang dikembangkan PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) tersebut mampu menghadirkan solusi penyebaran layanan internet dengan pemancar antena untuk pengguna rumahan.

Layanan tersebut juga dipasarkan untuk daerah-daerah yang tidak terjangkau konektivitas berbasis kabel, misalnya di pulau terluar, gunung, hutan, dan lainnya. Layanan Ubiqu sebenarnya sudah mulai didesain sejak dua tahun lalu, namun sekarang dengan bantuan satelit baru, mereka berkomitmen untuk menghadirkan produk internet terjangkau bagi masyarakat.

“Ubiqu telah diluncurkan sejak dua tahun lalu. Namun dengan menggunakan Nusantara Satu yang merupakan satelit berkapasitas tinggi dengan teknologi terbaru yakni High Throughput Satellite (HTS), membuat internet satelit yang kami tawarkan ke masyarakat menjadi solusi yang paling terjangkau, karena memiliki kuota yang lebih besar, kecepatan lebih tinggi, namun lebih hemat di kantong,” ujar Direktur Niaga PSN Agus Budi Tjahjono.

Dalam penerapannya, menurut Agus, selama masih menghadap langit dan tidak terhalang dengan benda lain seperti pohon, rumah, dan sebagainya, internet satelit Ubiqu dapat langsung menyala dan memancarkan internet.

“Mungkin bagi masyarakat di perkotaan yang sudah sangat terfasilitasi, sambungan internet bukan lagi permasalahan besar. Namun bagi masyarakat Indonesia di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), internet satelit menjadi solusi dan berdampak positif untuk mereka. PSN melalui Ubiqu menjadi bagian untuk mengurangi digital gap di seluruh wilayah di Indonesia,” ujar Agus menjelaskan misi perusahaannya.

Untuk paket perangkat, meliputi Antena VSAT, Mounting VSAT, BUC, kabel, modem satelit, dan wifi router; Ubiqu mengenakan biaya mulai 7,9 juta Rupiah. Sementara untuk langganan internet bulanan, pengguna bisa memilih paket berkuota maupun paket unlimited.

Pihak Ubiqu juga mengatakan bahwa dalam memasarkan layanan mereka memiliki tantangan, yakni pada proses pendistribusian dan pemasangan perangkat satelitnya. Misalnya untuk mengirimkan satu paket perangkat Ubiqu ke area pelosok saja dapat menempuh seharian penuh dengan akses transportasi yang tidak mudah.

“Ubiqu murni produk komersial PSN, namun kami juga memiliki tugas untuk terus melayani masyarakat dan membantu pemerintah dengan melakukan pemerataan komunikasi. Ubiqu, diharapkan dapat menjadi solusi untuk mewujudkan keadilan sosial, salah satunya terkait perolehan informasi. Sebagai contoh, saat ini Ubiqu telah menjadi solusi utama bagi masyarakat di Jayawijaya, Papua, untuk dapat memperoleh akses internet,” jelasnya.

nPerf Rilis Laporan Penilaian Kecepatan Koneksi Internet Mobile di Indonesia

Dalam laporan bertajuk “Barometer of Mobile Internet Connections in Indonesia”, nPerf menguji kecepatan layanan internet dari enam penyedia operator seluler Indonesia di paruh pertama tahun 2018.

nPerf adalah salah satu software benchmark mobile internet populer yang dipakai untuk mengukur kecepatan dan kualitas jaringan seluler di seluruh dunia.

Secara total, dalam surveinya nPerf melakukan 319.552 kali tes meliputi kecepatan downloading, streaming, dan browsing.

Hasilnya Smartfren dinobatkan duduk di peringkat pertama dengan kecepatan unduhan rata-rata sebesar 13,94 Mbps. Disusul oleh Telkomsel 6,27 Mbps. Posisi ketiga ada Bolt dengan kecepatan 5,85 Mbps, diikuti XL Axiata 5,41 Mbps, Indosat Ooredoo 2,82 Mbps, dan terakhir ada Tri 2,75 Mbps.

Angka ini merupakan rata-rata yang di ambil dari semua generasi teknologi seluler masing-masing operator, baik 2G, 3G, dan 4G.

“Kecepatan unduhan Smartfren meningkat 45% dibandingkan 2017, lebih tinggi daripada XL Axiata 24%. Sedangkan Bolt dan Telkomsel turun secara rata-rata,” tulis nPerf dalam laporannya.

Selain mencatat kecepatan unduhan rata-rata tertinggi, Smartfren mencatatkan kinerja latensi yang sangat baik sebesar 68,98 ms, sehingga tergolong kriteria ideal untuk kegiatan yang membutuhkan konektivitas stabil seperti game online. Kemudian disusul XL Axiata 85,53 ms, dan Tri 92,64 ms.

Hasil uji streaming dan browsing

Kendati unggul di kecepatan unduhan, Smartfren masih kalah dalam menjaga performa untuk streaming dan browsing. Untuk browsing saja (di luar YouTube), Smartfren mencatatkan rata-rata kecepatan 21,99%. XL Axiata (21,03%) dan Telkomsel (28,87%) lebih unggul soal kecepatan browsing.

Sementara dalam tes streaming, nPerf mengukur kualitas jaringan menonton video di platform streaming YouTube. Hasilnya XL Axiata (65,16%) unggul, lalu diikuti Bolt (64,58%), Tri (62,83%), dan Telkomsel (61,34%). Smartfren ada di posisi kelima (55,78%), terakhir Indosat Ooredoo (51,8%).

Dari sisi unggahan, baik Smartfren dan Telkomsel bersaing ketat. Kecepatan unggah Telkomsel adalah 4,41 Mbps, sementara Smartfren 4,21 Mbps. Disusul XL Axiata (3,95 Mbps), Tri (2,83 Mbps), Indosat Ooredoo (2,33 Mbps) dan Bolt (1,08 Mbps).

“Telkomsel telah menyediakan kecepatan unggah terbaik pada paruh pertama tahun 2018, seperti pada tahun 2017. Namun, memperhatikan perkembangan Smartfren, XL Axiata, dan Tri yang sangat bagus, sementara Telkomsel secara signifikan terjadi penurunan dari kinerjanya.”

nPerf turut mencatat rasio jaringan 3G dan 4G dari masing-masing operator. Hasilnya menunjukkan Bolt dan Smartfren memiliki koneksi 4G yang nyaris 100%, masing-masing sebesar 99,98% dan 99,90%. Pencapaian ini bisa jadi dikarenakan keduanya tidak mengoperasikan jaringan di luar itu.

Sementara itu, Tri mencatat connection rate 73,35%, XL Axiata 69,90%, Telkomsel 63,08%, dan Indosat Ooredoo 60,17%.

Secara keseluruhan skor Smartfren yang diberikan nPerf untuk uji jaringan internet adalah 25.242 nPoint. Telkomsel menyusul dengan 21.692 nPoint, XL Axiata (20.353 nPoint), dan Bolt (15.573 nPoint).

Akamai: Kecepatan Internet Rata-Rata Indonesia Kini 6,4 Mbps

Secara periodik dalam jangkauan kuartal (3 bulanan), lembaga riset Akamai mengadakan survei di seluruh dunia terhadap konektivitas internet dan beberapa komponen pendukung lain dalam kaitannya dengan penggunaan oleh konsumen. Pada laporan kali ini Indonesia masuk dalam beberapa highlight pembahasan, salah satunya terkait dengan sebaran kecepatan konektivitas broadband.

Dalam laporan tersebut disampaikan sebanyak 64% dari total pengguna di Indonesia masih menikmati kecepatan setara atau di bawah 4 Mbps. Berikutnya penikmat konektivitas di atas 10 Mbps hanya 12% dari total pengguna dan di atas 15 Mbps hanya ada 3,1%.

Jika mengambil data rerata kecepatan konektivitas, per kuartal ketiga ini Indonesia berada di urutan ke-63 secara global dengan kecepatan rata-rata 6,4 Mbps atau naik 115% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Korea Selatan, Hong Kong, dan Singapura berada di tempat teratas untuk negara-negara Asia.

Screen Shot 2016-12-18 at 11.10.23 PM

Terkait jumlah aktivasi konektivitas baru, di kuartal ketiga (Q3) tahun 2016, Akamai mencatat adanya kenaikan 0,7% secara global yakni mencapai 806 juta, mengalami kenaikan 6 juta pengguna dibanding dengan laporan kuartal kedua tahun ini. Indonesia masih menyumbang angka aktivasi yang minim, yakni hanya di kisaran 3 juta aktivasi.

Khusus untuk konektivitas mobile, secara global trafik bertumbuh sebesar 11% dengan rata-rata kecepatan tertinggi mencapai 23,7 Mbps dan terendah di kisaran 2,2 Mbps.

Hasil laporan di atas sejalan dengan apa yang tercatat dalam hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII). Oktober lalu pihaknya mengumumkan bahwa kini lebih dari separuh warga Indonesia telah menggunakan internet, atau totalnya mencapai 132,7 juta orang dari populasi sebesar 256,2 juta orang. Terkait persebarannya, sebanyak pulau Jawa (65%), Sumatera (15,7%), Sulawesi (6,3%), Kalimantan (5,8%), Bali dan Nusa Tenggara (4,7%), terakhir Maluku dan Papua (2,5%).

Ericsson: Pengguna Smartphone di Indonesia Kini Capai 38 Persen

Ericsson merilis Mobility Report untuk kawasan Asia Tenggara dan Oceania untuk kuartal pertama 2016. Dalam laporan tersebut disebutkan poin-poin penting terkait dengan tren smartphone, IoT, hingga penggunaan 4G dan LTE secara global. Dikupas juga makin besarnya antusias kalangan millennial terhadap konten video streaming dan social video dibandingkan tayangan televisi konvensional.

Dalam presentasinya, Presiden Direktur Ericsson Indonesia Thomas Jul menegaskan hasil survei ini dilakukan secara global dan bertujuan untuk mencari tahu tren terkini serta prediksi ke depan secara global.

“Dari data yang berhasil dikumpulkan terdapat hal-hal penting untuk dicatat khususnya oleh operator telekomunikasi di Indonesia,” kata Thomas kepada media di Jakarta.

Mobile subscription dan subscriber

Kawasan Asia Pacific (APAC) menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi dalam hal mobile subscription dan subscriber. Indonesia memberikan kontribusi pertumbuhan jumlah pengguna baru sebanyak 5 juta di kuartal pertama 2016, menjadikan Indonesia berada di posisi ketiga di kawasan APAC, dengan India di posisi pertama dan Myanmar di posisi kedua. Secara keseluruhan ada kenaikan sekitar 3% secara global.

Dalam laporan disebutkan penetrasi smartphone subscription di Indonesia pada tahun 2015 sebanyak 38% dan diperkirakan hingga tahun 2021 akan meningkat menjadi 98%.

Disebutkan pula oleh Thomas, Indonesia memiliki jumlah langganan smartphone tertinggi di Asia Tenggara dan Oceania, tercatat dengan hampir 100 juta di tahun 2015 dan diprediksi tumbuh menjadi 250 juta langganan smartphone di akhir 2021.

“Indonesia tercatat merupakan salah satu negara di Asia Pacific dengan jumlah kepemilikan smartphone paling tinggi, dan diperkirakan pada tahun 2018 nanti pengguna smartphone akan mengalahkan pengguna telepon seluler [feature phone] di Indonesia,” kata Thomas.

Tren teknologi 4G dan LTE

Hal menarik yang juga dipaparkan dalam Mobility Report tersebut adalah tahun 2016 secara perlahan masyarakat sudah mulai meninggalkan teknologi 2G dan 3G dengan beralih menggunakan 4G. Meskipun saat ini teknologi 2G sudah banyak ditinggalkan di Eropa dan Amerika, kawasan Asia Pacific khususnya Indonesia masih belum bisa untuk meninggalkan 2G.

“Sebelumnya diprediksi teknologi 2G akan mati memasuki tahun 2016 hingga 2021, namun faktanya saat ini masih banyak negara yang menggunakan teknologi 2G khususnya Indonesia. Secara perlahan kemungkinan masyarakat mulai beralih ke teknologi 4G dan LTE,” kata Thomas.

Tercatat selama kuartal pertama 2016 terdapat 150 juta pelanggan LTE baru. Diperkirakan pada tahun 2021 pengguna teknologi LTE mencapai 4,3 miliar secara global.

Data mobile broadband vs Wi-Fi

Dalam laporan tersebut dikupas juga mengenai kebiasaan masyarakat yang mengakses internet. Penggunaan mobile broadband dan Wi-Fi merupakan pilihan dari pengguna. Di Indonesia sendiri penggunaan internet saat mengakses video, chat platform, social media lebih didominasi dengan penggunaan Wi-Fi. Hal ini disebabkan koneksi Wi-Fi yang lebih stabil dan tidak boros. Dari data yang dikumpulkan oleh Ericsson terlihat tahun 2015 penggunaan mobile broadband lebih unggul dari Wi-Fi, namun demikian tahun 2016 penggunaan Wi-Fi semakin meningkat di Indonesia.

Apabila membuat perbandingan rata-rata data mobile broadband dan pertumbuhan Wi-Fi di bulan Maret 2016 dan Maret 2015, rata-rata traffic data per pengguna untuk mobile broadband dan Wi-Fi di Indonesia tumbuh sekitar 80%, peningkatan tertinggi di kawasan Asia Tenggara dan Oceania. Permintaan untuk kapasitas yang lebih besar dan kecepatan data tertinggi merupakan dua dari banyak faktor yang mempengaruhi performa jaringan pada teknologi akses tanpa kabel.

“Menyadari bahwa penetrasi langganan mobile broadband diharapkan tumbuh mendekati 80% dan penetrasi langganan smartphone akan lebih dari 50% di akhir 2016, peningkatan lebih dari 150 juta nomor smartphone antara 2015 dan 2021 penting bagi operator untuk terus mengoptimalkan jaringan performa,” kata Thomas.

Tren media sosial dan konten video

Hal menarik lainnya yang dicatat oleh laporan Ericsson adalah kebiasaan masyarakat Indonesia menggunakan internet setiap harinya. Disebutkan YouTube merupakan aplikasi yang paling banyak diakses oleh masyarakat Indonesia, disusul dengan WhatsApp, BlackBerry Messenger, Google dan LINE. Survei ini dilakukan sepanjang bulan Mei 2016 di platform Android dan iOS.

Ericsson ConsumerLab juga menyebutkan, pada tahun 2015 terungkap bahwa 2 dari 10 smartphone dan pengguna internet di Indonesia menggunakan semua kategori aplikasi utama setiap hari yaitu, media sosial, instant messaging dan social video.

Secara keseluruhan berdasarkan survei yang dilakukan di Australia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Indonesia, YouTube merupakan aplikasi yang paling dominan, disusul dengan media sosial, video streaming, messaging dan browsing.

“Kalangan millennial tercatat merupakan kategori yang paling banyak memanfaatkan media sosial, messaging dan video streaming setiap harinya, menjadikan media konvensional seperti televisi secara perlahan mulai ditinggalkan,” kata Thomas.

Tren Internet of Things (IoT)

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Antara 2015 dan 2021 jumlah perangkat yang terkoneksi dengan IoT diperkirakan akan tumbuh 23% per tahun. IoT selular diprediksi akan mengalami pertumbuhan tinggi. Dari total 28 miliar perangkat yang terkoneksi di tahun 2021, hampir 16 miliar merupakan perangkat IoT.

Asia Pacific menunjukkan pertumbuhan IoT yang cukup signifikan dibandingkan kawasan lainnya mulai dari tahun 2009 dan diprediksi hingga tahun 2021. Namun demikian Eropa Barat merupakan kawasan yang diprediksi paling banyak mengadopsi teknologi IoT terutama memanfaatkan koneksi untuk mobil.

Selain otomotif fasilitas lainnya yang berpotensi untuk dihubungkan dengan teknologi IoT adalah, aplikasi industri, remote manufacturing, kesehatan, keamanan berkendara (traffic safety).

“Saat ini IoT mengakselerasi selagi harga perangkat menurun dan aplikasi-aplikasi inovatif bermunculan. Dari tahun 2020 implementasi komersial untuk jaringan 5G akan memberikan kapabilitas tambahan yang penting bagi IoT, seperti network slicing dan dan kapasitas untuk menghubungkan lebih banyak perangkat dibandingkan sekarang,” tandas Senior Vice President & CSO Ericsson Rima Qureshi.

Kemenkominfo Optimis 2019 Seluruh Kabupaten Kota Akan Terhubung Internet Cepat

Keberadaan dan manfaat internet untuk menyulut kemajuan di berbagai bidang sudah tak diragukan lagi. Banyak pembuktian yang sudah menunjukkan bagaimana transformasi cara tradisional ke modern dapat memberikan optimalisasi dan efisiensi bagi harkat hidup orang banyak. Meyakini akan hal itu, Kemenkominfo berambisi untuk memastikan seluruh kabupaten kota di Indonesia dapat terhubung ke internet broadband di tahun 2019. Tidak hanya sekedar terhubung, melainkan dengan kualitas yang baik.

Hal tersebut disampaikan langsung oleh Menkominfo yang akrab dipanggil Chief RA. Dalam sebuah kesempatan kunjungan di Batam, Chief RA menegaskan visinya untuk membuat akses internet dapat dinikmati secara menyeluruh di Indonesia. Salah satu aksi nyata yang dipaparkan adalah pemerintah akan terjun langsung membangun dan mengawasi infrastruktur pitalebar dalam proyek Palapa Ring, yang sudah disinggung sejak tahun sebelumnya.

Menilik data Kemenkominfo, dari total 514 kabupaten kota di Indonesia, baru sekitar 400 yang telah terhubung ke akses internet cepat. Selain itu kecepatan pun tak merata. Chief RA mengambil contoh perbandingan konektivitas internet di Jakarta 20 kali lebih cepat dibanding dengan yang ada di wilayah Indonesia bagian timur. Terkait dengan persebaran harga pun demikian, di luar Jawa kebanyakan lebih mahal.

Program besar Pitalebar Indonesia sendiri yang menginisiasi langkah tersebut sudah digaungkan pemerintah sejak pertengahan 2014. Melalui Peraturan Presiden No. 96 Tahun 2014 tentang Rencana Pitalebar Indonesia 2014-2019 pemerintah akan melakukan penataan ulang strategi pembangunan pitalebar secara nasional dan menyeluruh, tentu dengan harapan agar seluruh masyarakat Indonesia di seluruh penjuru dapat menikmati manfaat dari jaringan internet.

Pembangunan akses internet berkecepatan tinggi jelas merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari strategi bangsa Indonesia untuk mewujudkan jaringan internet yang merata. Selain bertujuan untuk persebaran informasi yang tak terbatas, perwujudan ini juga ditujukan untuk meningkatkan daya saing masyarakat berkat internet.

Hasil Diskusi Para Ahli Mengenai Meledaknya Smartphone 4G LTE

Istilah 4G LTE belakangan mendapatkan perhatian intensif dari media, vendor dan konsumen Indonesia, meski sebetulnya ia telah dilepas beberapa tahun silam. Faktor pemicu tidak lain adalah mulai aktifnya para operator ternama beralih ke standard baru ini. Tapi apa dampaknya buat kita semua dan industri, serta upaya seperti apa yang akan mempermudah proses adopsi? Continue reading Hasil Diskusi Para Ahli Mengenai Meledaknya Smartphone 4G LTE