UniPin Resmi Menggelar Kompetisi Esports SEACA Tingkat Asia Tenggara

Potensi esports di Indonesia terus meningkat, hal tersebut dibuktikan dari munculnya sejumlah kompetisi besar di ranah gaming. Salah satunya dari UniPin esports, mereka telah resmi menggelar kompetisi esports tingkat Asia Tenggara bertajuk SEACA (South East Asia Cyber Arena) yang berlangsung pada tanggal 17 sampai 21 Oktober 2018.

Kompetisi SEACA ini menghadirkan tim-tim profesional dari Malaysia, Thailand, Singapura, dan Filipina – mereka akan berlaga untuk memperebutkan total hadiah senilai Rp1,4 milyar. Beberapa game yang dipertandingkan antara lain: Mobile Legends: Bang Bang, Arena of Valor (AOV), PlayerUnknown’s Battleground (PUBG), Point Blank, dan DOTA 2.

Kompetisi SEACA diawali babak kualifikasi, di Indonesia sendiri telah digelar di 16 kota dan menjaring 230 finalis. Acara finalnya akan diadakan di Mall Taman Anggrek Jakarta dan diagendakan dibuka oleh Presiden Republik Indonesia, Bapak Ir. H. Joko Widodo (Jokowi).

Foto 4

Di acara SEACA ini, turut menghadirkan kompetisi World Electronic Sports Games (WESG) dengan total hadiah sebesar US$5,5 juta, di mana pemenangnya akan dikirim untuk bertanding mewakili Indonesia di kancah Internasional yang grand final- nya akan diselenggarakan di China.

Perkembangan Esports

Menurut Newzoo, pada tahun 2017 terdapat 43,7 juta gamer di Indonesia yang rela membelanjakan uangnya hingga total US$880 juta dan menempatkan Indonesia di posisi 16 dunia dari sisi pendapatan yang berasal dari game online.

Sementara, di kawasan Asia Tenggara terdapat 9,5 juta penggiat esports, jumlah ini akan naik dua kali lipat di tahun 2019. Diperkirakan total jumlah penonton esports lebih dari 40 juta orang di tahun 2019, dan Indonesia termasuk dalam 6 negara besar selain Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam yang menyumbang 98% penggiat esports di kawasan ini.

Setelah pada Asian Games 2018 menjadi pertandingan eksibisi, esports akan mulai dipertandingkan di ajang Asian Games 2022 mendatang. Fenomena meningkatnya pertumbuhan industri esports di kawasan Asia Tenggara ini yang menjadi pertimbangan PT. Dua Puluh Empat Jam Online membentuk UniPin esports untuk menggelar acara SEACA.

Foto 3

“Kami ingin membangun dan mempromosikan gaya hidup sehat melalui esports. Hal ini sejalan dengan visi kami menjadikan Indonesia sebagai pusat esports se-Asia Tenggara, karena Indonesia memiliki potensi yang sangat besar yaitu populasi terbesar di Asia Tenggara dan ke-4 di dunia. Kami yakin dan mampu untuk mencapai visi dan misi tersebut, karena kami memiliki dukungan teknologi dan analisis data yang memudahkan untuk memetakan perilaku dan preferensi para gamer.” Ujar Co-founder & CEO UniPin, Ashadi Ang.

“Melalui event SEACA ini kami berharap akan memotivasi serta menumbuhkan kesadaran pada generasi muda bahwa esports bila ditekuni secara sungguh-sungguh dan profesional akan menjadi profesi yang sangat menjanjikan. Harapan kami kedepannya dukungan dari berbagai pihak, khususnya pemerintah akan semakin besar sehingga industri esports akan semakin berkembang dan Indonesia sebagai pusat eSports di Asia Tenggara akan tercapai.” tambah Ashadi.

Selain itu, kompetisi Cosplay juga turut meramaikan acara ini dan penutupan akan dihadiri oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Bapak Rudiantara S.Stat. MBA, serta performance dari RAN. Bagi masyarakat umum yang ingin hadir menonton, acara ini tidak dipungut biaya dan bisa langsung datang ke Mall Taman Anggrek.

Disclosure: DailySocial merupakan media partner UniPin Esports

Mencicipi Game VR Kompetitif Pertama Buatan Anak Bangsa, Codename: Mindvoke

Eksekusi sebuah produk teknologi perlu dilakukan secara tepat. Terlalu cepat, biasanya pasar belum siap; tapi jika terlambat, maka peluang untuk jadi pionir lewat begitu saja. Kasus ‘terlalu cepat’ itu sempat terjadi pada platform VR mindVoke kreasi Shinta VR. Platform ini memungkinkan user menciptakan sendiri dunia virtual berbekal PC/smartphone, kemudian mempersilakan kita men-share-nya.

Terlepas dari upaya Shinta VR mendesainnya sebagai platform user-friendly, konsumen ternyata belum siap mengadopsinya. mindVoke dirilis hanya beberapa bulan setelah Oculus Rift dan HTC Vive dilepas, dan mungkin, saat itu belum banyak pengguna menyadari kecanggihan serta potensi VR. Namun semangat Shinta VR meramu produk berbasis virtual reality belum padam. Anda mungkin sudah tahu, mindVoke kini menjelma jadi game kompetitif berjudul Codename: Mindvoke.

Hampir sama seperti strategi yang dilakukan OmniVR, Shinta VR mencoba memperkenalkan karya barunya itu melalui kompetisi offline. Tapi berbeda dari VR League, Codename: Mindvoke menjadi primadona di turnamennya. Dan sebelum babak penyisihan minggu lalu dimulai, saya diberikan kesempatan untuk mencobanya lebih dulu.

 

Hands-on, eyes-on

Layaknya mayoritas game action virtual reality, Codename: Mindvoke mengusung perspektif orang pertama. Penyajiannya sedikit mengingatkan saya pada arena virtual reality EXA Outpost di Kuala Lumpur, Malaysia. Namun ketika EXA fokus pada pengalaman kooperatif, Mindvoke dirancang sebagai permainan kompetitif. Di versi ini, game menyajikan pertandingan antar-tim dua lawan dua.

mindvoke3

Tim Shinta VR menjelaskan bagaimana permainan ini dibangun menggunakan engine Unity. Mereka sempat mempertimbangkan buat memanfaatkan Unreal, tapi memutuskan memilih Unity karena developer lebih memahami tool-nya dan waktu untuk mempelajari Unity jauh lebih singkat dari Unreal. Shinta VR juga mengaku mereka sangat memerhatikan faktor optimalisasi software sehingga game dapat mencapai kriteria resolusi 2160×1200p di 90Hz.

mindvoke2

mindvoke4

Hal lain yang saya tangkap ialah, Codename: Mindvoke berjalan di platform SteamVR, disuguhkan menggunakan head-mounted display HTC Vive beserta controller-nya. Di arena kompetisi yang berlokasi di What’s Up Cafe Kemanggisan ini, Shinta VR memanfaatkan laptop MSI dengan kartu grafis Nvidia GeForce GTX 1060. Dan dari pengalaman saya menikmatinya, game berjalan dengan mulus – saya sama sekali tidak merasakan motion sickness ketika bermain ataupun waktu melepas headset.

mindvoke6

mindvoke1

Sebelum memulai, Mindvoke meminta pemain memasukkan nickname dan nama tim. Setelah itu, game membawa kita ke ruang tunggu virtual di mana Anda bisa beradaptasi dengan sistem kendalinya. Mindvoke menggunakan sistem navigasi berbasis teleportasi, yang segera mengingatkan saya pada Doom VFR. Teleportasi merupakan metode bergerak utama, dan Anda juga dapat mengombinasikannya bersama kemampuan ‘terbang’ yang mengonsumsi energi.

mindvoke13

Karakter-karakter pemain direpresentasikan oleh avatar berupa manusia setengah badan – hanya bagian atas tubuh saja yang ditampilkan. Lalu pemain disajikan tiga pilihan senjata: pistol, pedang dan panah. Pistol merupakan opsi yang paling mudah digunakan, pedang adalah spesialis jarak dekat, sedangkan panah ialah senjata tersulit tapi paling mematikan. Untuk bergerak ke suatu lokasi, Anda perlu menekan touchpad dan menentukan arahnya.

mindvoke12

mindvoke8

Percobaan pertama saya tidak bisa dikatakan sukses. Butuh beberapa kali sesi bermain agar gamer dapat lebih lancar mengombinasikan teknik teleportasi, menembak dan menoleh. Sejumlah hal krusial saya sadari setelah dibuat bertekuk lutut oleh tim Shinta VR: komunikasi dengan rekan satu tim Anda sangat penting, kemudian semakin tinggi posisi karakter, semakin luas juga ruang pengawasan Anda. Itu alasannya pemain berpanah sangat berbahaya ketika menempati posisi tinggi.

mindvoke5

Mindvoke menyajikan art direction khas sci-fi dengan warna-warni yang cerah. Shinta VR mengakui ada banyak aspek di sisi visual yang dapat mereka sempurnakan, namun Anda tidak akan terlalu memperhatikan kekurangan grafisnya ketika sedang sibuk membidik lawan sembari berteriak meminta perlindungan. Selama turnamen berlangsung, peserta akan bertanding di arena surealis bertema makanan.

mindvoke7

mindvoke9

 

Rencana ke depan

Awalnya Mindvoke didesain sebagai permainan multiplayer kooperatif, namun Shinta VR menyadari ada satu faktor yang belum ada di versi awal kreasi mereka itu: tujuan bermain. Menurut developer, ada banyak elemen unik diekspos oleh formula multiplayer. Beberapa yang saya lihat meliputi kerja sama, komunikasi, elemen persaingan, serta lebih seru buat disaksikan. Dan untuk sekarang, game VR kompetitif memang terbilang masih jarang.

mindvoke11

Selanjutnya, Shinta VR punya agenda untuk melepas Codename: Mindvoke di Steam tahun ini (walaupun belum diketahui kapan tepatnya akan meluncur). Di versi baru itu nanti, game kabarnya siap mendukung mode 5 versus 5.

Turnamen Codename: Mindvoke sendiri akan terus dilangsungkan di sepanjang tahun, digelar di gerai-gerai What’s Up Cafe. Shinta VR sengaja memilih lokasi-lokasi yang berdekatan dengan kampus, dan ‘season pertama’ ini dilaksanakan di area Kemanggisan dari mulai tanggal 6 sampai 28 April 2018.