Apa itu Sandwich Generation: Pengertian, Penyebab, dan Solusinya

Baru-baru ini istilah sandwich generation sering kita dengar di berbagai media sosial. Beberapa orang bahkan menganggap istilah ini sebagai sebuah tren. Lalu, apa yang sebenarnya dimaksud dengan sandwich generation? Mengapa banyak anak muda yang menggunakan istilah ini?

Nah, simak penjelasan dan informasi lebih jelasnya di bawah ini!

Pengertian Sandwich Generation

Sandwich generation adalah istilah yang biasa digunakan untuk menyebut seseorang yang harus menanggung beban hidup atas dirinya sendiri, orangtua, dan anak-anaknya (Alavi, dkk., 2015). Fenomena ini disebut dengan sandwich karena merujuk pada mereka yang harus membiayai generasi sebelum dan setelahnya, seperti sebuah roti lapis yang menghimpit daging, keju, dan sayuran.

Istilah sandwich generation sendiri sebenarnya sudah muncul sejak lama dan pertama kali diperkenalkan oleh Dorothy Miller melalui jurnalnya yang berjudul The ‘Sandwich’ Generation: Adult of the Aging pada tahun **1981. Saat ini, istilah sandwich generation kembali dipopulerkan oleh generasi Y dan generasi Z yang dikenal sering mengungkapkan keluhan dan keresahan di media sosial.

Generasi Y merupakan generasi milenial yang lahir pada tahun 1981-1995 di saat era digital mulai booming. Setelah generasi Y, ada generasi Z atau juga dikenal sebagai strawberry generation yang lahir pada rentang tahun 1996-2012. Kemudian, disusul dengan generasi alpha yang lahir pada era digital saat ini.

Penyebab Munculnya Sandwich Generation

Umumnya, sandwich generation lahir dari orang tua yang sudah tidak produktif lagi. Dilansir dari cosmopolitan.co.id, ada beberapa penyebab munculnya sandwich generation, antara lain:

1. Minimnya Pengetahuan dan Perencanaan Finansial Jangka Panjang

Salah satu hal yang menjadi penyebab utama munculnya sandwich generation adalah pengetahuan finansial yang masih kurang. Di negara berkembang seperti Indonesia, masih banyak orang tua yang enggan repot-repot menabung untuk dana pensiun. Selain karena mindset yang masih kurang, hal ini juga disebabkan oleh pengeluaran yang lebih banyak dari pemasukan.

2. Adanya Budaya Timbal Balik Kepada Orang Tua

Mayoritas orang di Indonesia masih menganggap bahwa banyak anak akan mendatangkan banyak rezeki. Hal ini menyebabkan adanya anggapan bahwa orang tua bisa menggantungkan hidupnya pada anaknya saat mereka sudah tidak bekerja lagi. Selain itu, beberapa orang juga masih meyakini bahwa pengorbanan yang sudah dilakukan oleh orang tua meupakan suatu kewajiban yang harus dibayar kembali.

3. Tuntutan Sosial Tinggi

Penyebab lain munculnya sandwich generation adalah akibat tuntutan sosial yang tinggi. Beberapa orang masih menganggap definisi sukses dari seseorang adalah ketika ia sudah menikah dan berumah tangga. Hal inilah yang kemudian melahirkan masalah baru, berumah tangga saat kondisi finansial belum matang justru hanya akan menambah beban yang harus ditanggung seseorang.

Solusi Keluar dari Siklus Sandwich Generation

Sandwich generation biasanya akan terjadi secara berulang. Biasanya, orang tua yang hidup di generasi sebelumnya juga mengalami hal yang serupa, sehingga mereka memiliki kecenderungan untuk melakukan hal yang sama pada generasi setelahnya. Namun, sandwich generation bukan berarti tidak dapat diputus siklusnya.

Hal pertama yang dilakukan tentunya mulai menanamkan mindset dalam diri sendiri dan memiliki keinginan kuat untuk keluar dari siklus ini. Selain itu, kamu juga bisa memulainya dengan belajar mengelola keuangan sejak dini. Hindari perilaku konsumtif dan jangan lupa untuk menabung, mempersiapkan dana darurat dan asuransi.

Keluar dari siklus sandwich generation mungkin juga membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Maka dari itu, jangan lupa untuk melakukan kegiatan lain yang dapat membuatmu terhindar dari stres. Jangan lupa untuk terbuka dengan keluargamu jika rasanya beban yang kamu tanggung sudah terlalu berat.

Referensi:

Alavi, K., Subuh, N., Mohamad, M. S., Ibrahim, F., Sarnon, N., & Nen, S. (2015). Peranan Kesejahteraan Keluarga dan Daya Tahan dalam Pengukuhan Keluarga Sandwich. Akademika85(1), 25–32.

Dapatkan Berita dan Artikel lain di Google News

Karakteristik Generasi Y dalam Lingkungan Pekerjaan

Banyak pembahasan mengenai perbedaan generasi Y (mereka yang lahir di antara tahun 1983 sampai 2001) dengan generasi-generasi sebelum atau sesudahnya. Kebanyakan menyoal kondisi mereka di tempat kerja, karena generasi Y merupakan generasi pertama yang dipengaruhi penuh oleh teknologi digital di tempat kerja mereka. Salah satunya ada JakPat, situs jajak pendapat yang memberikan laporan beberapa perbedaan antara generasi Y dengan generasi X, generasi di atasnya.

Generasi Y atau sering disebut millennial adalah generasi pertama yang dengan mudah mendapatkan akses terhadap informasi dan juga terhubung satu sama lain lintas negara di seluruh dunia. Keunggulan inilah yang pada akhirnya posisi millennial memegang peranan penting dalam setiap perusahaan.

Dari total 618 responden yang tersebar di seluruh Indonesia laporan JakPat memaparkan bahwa ada beberapa kemiripan seperti keinginan memiliki lebih dari 10 atasan dalam hidup mereka dengan alasan untuk mengembangkan karier dan berpikir bahwa generasi mereka lebih baik dari generasi para orang tua mereka.

Tidak dapat dipungkiri cara millennial bekerja dan bagaimana mereka menyelesaikan masalah dipengaruhi oleh budaya teknologi yang berkembang dengan pesat berbarengan dengan perkembangan usia mereka. Mereka jadi mahir dalam memanfaatkan teknologi.

Di buku Millenials @Work karya Chip Espinoza di ungkapkan banyak perbedaan-perbedaan antara para millennial dengan yang lainnya. Beberapa yang paling terlihat adalah kebiasaan mereka berganti-gati pekerjaan. Bukan karena mereka tidak kompeten, tetapi lebih mencari kebahagiaan dalam pekerjaan mereka. Para millennial percaya bekerja dengan perasaan bahagia bisa berpengaruh pada hasil kerja dan percepatan promosi mereka di tempat kerja.

7 dari 10 responden mementingkan kebahagiaan dalam bekerja
7 dari 10 responden mementingkan kebahagiaan dalam bekerja / Jakpat

Di survei yang dilakukan JakPat, dengan 59,71% responden yang merupakan millennial, juga menunjukkan hal yang sama. Dari kesimpulannya, JakPat menjelaskan bahwa 7 dari 10 responden mereka akan memutuskan keluar dari pekerjaan jika memang pekerjaan mereka tidak membuat mereka bahagia. Bahagia bagi millennial bisa dikatakan setara dengan uang.

Tak hanya itu millennial juga digambarkan sering memiliki kesulitan berkomunikasi dengan atasan, terlebih dengan mereka yang berbeda generasi. Espinoza dalam bukunya menyebutkan inilah yang menjadi hal yang pada akhirnya memicu persepsi buruk terhadap millennials oleh para manajer.

Padahal sebenarnya keinginan berkomunikasi dengan generasi sebelumnya merupakan salah satu hal yang terus diupayakan millennial. Dalam laporan survei JakPat juga disebutkan bahwa kebanyakan dari responden mereka ingin bekerja satu tim dengan orang-orang yang berada di generasi di atasnya.

[Guest Post] Membangkitkan Generasi Y yang Produktif

Editorial: Generasi Y, yang kini sedang ada di bangku kuliah, bekerja di sebuah perusahaan atau sedang mengembangkan bisnis akan memegang peran penting dalam perkembangan industri dalam kurung waktu 5-10 tahun ke depan, Josep William Widjaya sebagai bagian dari universitas (dosen) memliliki pandangan menarik atas kondisi ini dan juga pendapat tentang bagaimana membangkitkan generasi Y untuk bisa menjadi generasi yang produktif.

Anda seorang Generasi Y? Iya, jika Anda terlahir di antara tahun 1980 hingga 1995, dan paling tidak mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

Continue reading [Guest Post] Membangkitkan Generasi Y yang Produktif