Semua yang Perlu Diketahui dari Steam Deck, Handheld PC Besutan Valve

Tidak bisa dipungkiri, Nintendo Switch berhasil membuat tren handheld console jadi populer kembali. Satu demi satu handheld console yang banyak terinspirasi Switch terus bermunculan — GPD Win 3, Aya Neo, One Xplayer — dan puncaknya adalah ketika perangkat dengan konsep serupa datang dari perusahaan sekelas Valve.

Bagi yang ketinggalan berita, Valve baru saja menyingkap Steam Deck, sebuah perangkat portabel yang diproyeksikan sebagai sebuah handheld gaming PC. Anggap saja ini Switch, tapi yang controller-nya tidak bisa dilepas-pasang, dan yang siap menjalankan segudang game PC.

Steam Deck pada dasarnya merupakan opsi yang masuk akal buat para gamer PC. Kalau Anda punya 100+ game di library Steam Anda sekarang, maka semua itu juga bisa Anda mainkan di Steam Deck tanpa perlu membayar apa-apa lagi.

Valve bahkan berbaik hati dan tidak ingin mengunci pengguna Steam Deck dalam ekosistem mereka. Kalau mau, Anda bahkan bisa meng-install Epic Games Store maupun deretan game launcher lainnya di Steam Deck. Anda bahkan bisa menghapus sistem operasi bawaannya dan meng-install Windows jika memang perlu.

Valve memang merancang Steam Deck sebagai sebuah PC tulen. Perangkat menjalankan versi terbaru SteamOS, sistem operasi berbasis Linux yang dapat berfungsi layaknya sebuah sistem operasi komputer tradisional. Dengan begitu, Steam Deck pun bisa dipakai untuk keperluan-keperluan umum seperti browsing atau streaming video.

Valve memastikan bahwa semua game yang tersedia di katalog Steam dapat berjalan secara optimal di Steam Deck. Untuk mewujudkannya, Valve membekalinya dengan custom AMD APU (4-core/8-thread) yang ditenagai arsitektur CPU Zen 2 dan GPU RDNA 2, plus RAM berkapasitas 16 GB.

Di atas kertas, performanya jelas jauh melampaui Nintendo Switch, tapi masih terkesan cupu untuk ukuran gaming PC. Namun itu bukan masalah besar mengingat layarnya cuma memiliki resolusi 1280 x 800; cukup tajam untuk ukuran 7 inci, dan di saat yang sama tidak terlalu menuntut performa GPU. Berdasarkan pengalaman hands-on IGN, Steam Deck cukup kapabel untuk menjalankan sejumlah game berat macam Star Wars: Jedi Fallen Order maupun Death Stranding.

Untuk storage-nya, Steam Deck bakal hadir dalam tiga varian: 64 GB, 256 GB, dan 512 GB. Khusus untuk varian 64 GB, jenis storage yang digunakan adalah eMMC, sedangkan varian 256 GB dan 512 GB mengandalkan SSD NVMe yang punya kecepatan baca dan tulis jauh lebih kencang. Masing-masing varian juga dilengkapi slot kartu microSD untuk keperluan ekspansi storage.

Controller yang lengkap dan mode docked

Posisi stik analog yang sejajar dengan tombol D-Pad dan tombol action mungkin terkesan tidak umum bagi konsumen yang sudah terbiasa dengan layout controller milik PlayStation maupun Xbox, namun ini sengaja dilakukan supaya Steam Deck punya cukup ruang untuk sepasang trackpad. Ingat, Steam Deck dirancang untuk memainkan game PC, dan sejumlah judul memang bakal lebih nyaman dimainkan menggunakan mouse atau trackpad.

Alternatifnya, layar LCD milik Steam Deck merupakan sebuah touchscreen, dan ini bakal sangat cocok untuk judul-judul game kasual maupun yang memanfaatkan sistem point-and-click. Di sisi atas, kita bisa menemukan empat tombol trigger, dan di punggungnya pun masih ada empat tombol trigger ekstra yang configurable. Namun kalau memang tidak bisa lepas dari mouse dan keyboard (ataupun periferal-periferal lainnya), Anda bisa menyambungkan semua itu via Bluetooth, atau via USB dengan bantuan USB hub atau dock.

Dock? Ya, seperti halnya Nintendo Switch, Steam Deck juga dapat dihubungkan ke monitor atau TV via sebuah unit dock. Yang berbeda, unit dock-nya ini harus dibeli secara terpisah. Dalam posisi docked, resolusi display-nya rupanya tidak terbatasi di 720p saja, akan tetapi performanya jelas bakal terdampak kalau pengguna mencoba menaikkan resolusinya.

Harga dan ketersediaan

Rencananya, Valve bakal menjual Steam Deck mulai Desember 2021. Di Amerika Serikat, Valve mematok harga $399 untuk varian 64 GB, $529 untuk varian 256 GB, dan $649 untuk varian 512 GB.

Banderol $399 tentu terdengar sangat menarik karena hanya terpaut $50 dari Nintendo Switch OLED yang diluncurkan baru-baru ini. Berdasarkan pernyataan Gabe Newell sendiri selaku bos Valve, Valve sepertinya memang tidak mengambil untung terlalu banyak (atau malah merugi?) dengan menetapkan harga yang sangat agresif untuk Steam Deck. Kemungkinan yang mereka kejar adalah keuntungan dari penjualan game di Steam, kurang lebih sama seperti strategi yang Microsoft terapkan untuk Xbox.

Kepada IGN, perwakilan Valve menjelaskan bahwa seandainya Steam Deck terbukti berhasil menuai respon positif dan laris terjual, mereka pun siap untuk meluncurkan iterasi-iterasi berikutnya. Tidak menutup kemungkinan juga bakal ada produsen hardware lain yang meluncurkan perangkat handheld serupa, terutama mengingat SteamOS memang dapat digunakan secara cuma-cuma.

Hal ini semakin memperkuat asumsi bahwa Valve memang tidak mencari untung dari penjualan hardware Steam Deck itu sendiri. Semakin banyak perangkat serupa yang tersedia di pasaran, berarti semakin banyak pula konsumen yang terekspos oleh dagangan Steam, dan pada akhirnya yang diuntungkan juga Valve sendiri.

Sumber: IGN.

GPD Win 3 Adalah Handheld Gaming PC yang Sanggup Menjalankan Sederet Game AAA

Januari lalu, Alienware menyingkap Concept UFO, sebuah perangkat handheld mirip Nintendo Switch, tapi yang dibekali komponen PC tulen. Sayang sekali, sesuai dengan namanya, perangkat tersebut sejauh ini masih sebatas konsep, dan Nintendo Switch pun sampai saat ini masih merajai kategori handheld console tanpa ada perlawanan yang berarti.

Ide akan sebuah gaming PC yang dapat digenggam memang bukan hal baru, akan tetapi eksekusinya selama ini bisa dibilang belum begitu matang. Salah satu pabrikan yang sangat getol bereksperimen dengan gaming PC berukuran mini adalah GPD. Perusahaan asal Tiongkok ini memang belum lama berdiri, akan tetapi portofolio produknya sudah mencakup banyak perangkat yang semuanya mengadopsi rancangan yang amat portabel.

Yang terbaru, mereka tengah bersiap untuk meluncurkan GPD Win 3, sebuah handheld gaming PC yang sanggup menjalankan beragam game AAA dengan lancar. Saat melihat wujudnya, tampak jelas bahwa desainnya terinspirasi oleh Nintendo Switch maupun Alienware Concept UFO tadi. Bedanya, sepasang controller di sisi kiri dan kanannya itu tidak bisa dilepas.

Sebagai gantinya, layar GPD Win 3 justru bisa digeser ke atas sehingga pengguna dapat mengetik menggunakan keyboard QWERTY di baliknya. Namun ketimbang menjejalkan keyboard fisik, GPD lebih memilih menyematkan touch keyboard demi memangkas tebal perangkat semaksimal mungkin.

Layarnya sendiri menggunakan panel IPS 5,5 inci dengan resolusi 720p. Penggunaan resolusi HD ketimbang FHD ini menurut saya merupakan keputusan tepat. Daripada memaksakan resolusi FHD tapi game-nya tidak bisa stabil di 60 fps, lebih baik sedikit mengorbankan kualitas visual demi mendapatkan pengalaman bermain yang mulus – saya bilang sedikit karena 720p akan tetap kelihatan tajam di layar sekecil ini, dan itu bisa dibuktikan oleh kepadatan pixel-nya yang berada di angka 268 ppi.

Performanya ditunjang oleh prosesor Intel generasi ke-11 (Tiger Lake). GPD menyediakan dua model untuk Win 3. Model yang pertama dengan prosesor Core i5-1135G7 dan GPU Intel Xe yang dibekali 80 Execution Unit (EU). Model yang kedua dengan prosesor Core i7-1165G7 dan GPU Intel Xe yang dibekali 96 EU.

Kedua model sama-sama dilengkapi dengan RAM LPDDR4-4266 berkapasitas 16 GB serta SSD PCIe 3.0 sebesar 1 TB, dan GPD tidak lupa menyematkan sepasang heat pipe beserta satu kipas pendingin demi memastikan performanya tetap optimal selama sesi gaming berlangsung.

Performanya ini tidak main-main. GPU Intel Xe sendiri sudah terbukti mumpuni untuk menjalankan beragam judul permainan AAA, dan ketika dipadukan dengan resolusi 720p ketimbang 1080p, performanya jelas bakal lebih mulus lagi di GPD Win 3 ini. Video demonstrasi dari GPD menunjukkan Win 3 sanggup menjalankan Borderlands 3 stabil di 60 fps, dan mereka bahkan sempat menjajalnya dengan Microsoft Flight Simulator maupun Red Dead Redemption 2.

Dari segi kontrol, Win 3 mengusung layout yang mungkin sudah sangat dikenal oleh kalangan gamer: sepasang joystick di kiri-kanan, tombol D-Pad di kiri, empat tombol action di kanan, dan empat tombol trigger di atas. GPD tidak lupa menambahkan dua tombol ekstra di bagian punggung Win 3 yang dapat diprogram sesuai kebutuhan, semisal untuk menggantikan tombol “Esc” sehingga pemain tidak perlu repot membuka keyboard-nya setiap kali hendak menekan tombol tersebut.

Di ujung kanan bawah, terdapat sensor sidik jari untuk membuka kunci layar secara mudah. Tombol pengatur volume, jack mikrofon sekaligus headphone, port USB-A maupun USB-C (Thunderbolt 4) semuanya ada, dan seandainya itu masih kurang, GPD juga menawarkan dock eksternal untuk Win 3 yang akan memberikan akses ke sambungan ekstra seperti HDMI atau Ethernet.

Baterai Win 3 diklaim punya kapasitas 44 Wh, dan ini diperkirakan cukup untuk dipakai bermain game berat selama 2 – 3 jam. Charging-nya sendiri hanya memerlukan waktu sekitar 1,5 jam jika menggunakan adapter 65 W.

Semuanya itu ditawarkan dalam harga $799 saja untuk varian Core i5, atau $899 untuk varian Core i7. Seperti sebelum-sebelumnya, GPD kembali memercayakan metode crowdfunding untuk memasarkan Win 3, dan kampanyenya di Indiegogo dikabarkan bakal segera dimulai tidak lama lagi.

Sumber: PC Gamer.