Panasonic Sedang Kerjakan Dua Kamera Mirrorless Full-Frame: Lumix S1R dan S1

Kehadiran Nikon Z 7 dan Nikon Z 6 beserta Canon EOS R semestinya sudah cukup membuat Sony sebagai penguasa di segmen kamera mirrorless full-frame khawatir. Namun ternyata masih ada lagi pihak lain yang juga ingin ikut menginvasi lahan dominasi Sony, yaitu Panasonic. Di ajang Photokina 2018, pelopor tren mirrorless itu mengumumkan bahwa mereka sedang mengerjakan dua kamera mirrorless full-frame.

Kamera tersebut adalah Panasonic Lumix S1R dan S1. Layaknya seri Sony a7 yang selalu dibagi dua (tiga kalau a7S yang video-oriented juga dimasukkan hitungan), S1R adalah model flagship dengan sensor full-frame beresolusi 47 megapixel, sedangkan S1 ‘hanya’ 24 megapixel. Yang cukup unik, kedua kamera ini tidak menggunakan dudukan lensa (mount) baru seperti halnya Nikon Z dan Canon EOS R, melainkan L-mount besutan Leica.

Kendati demikian, Panasonic masih akan mengembangkan lensa L-mount bikinannya sendiri. Tiga yang sudah direncanakan adalah 50mm f/1.4, 24-105mm, dan 70-200mm, lalu tujuh lainnya akan menyusul tidak lewat setahun setelah kedua kamera ini diluncurkan. Demi semakin memperluas ekosistem lensa yang ditawarkan, Panasonic dan Leica juga telah menggandeng Sigma untuk ikut memproduksi lensa L-mount.

Panasonic Lumix S1R and Lumix S1

Berhubung masih dalam tahap pengembangan (yang dipamerkan baru prototipenya), detail mengenai S1R dan S1 pun belum terlalu lengkap. Beberapa yang esensial di antaranya adalah kemampuan merekam video 4K 60 fps (pertama untuk mirrorless full-frame kata Panasonic), dan sistem image stabilization internal yang dapat dikombinasikan dengan stabilization bawaan lensa.

Kedua kamera dilengkapi layar sentuh yang dapat dimiringkan pada tiga poros (atas, bawah dan samping, macam milik Fujifilm X-T3), sayang bukan yang model fully-articulated. Slot memory card-nya ada dua, satu untuk SD card biasa dan satu untuk XQD card. Menyesuaikan dengan target pasarnya, sasisnya telah dirancang agar tahan terhadap cuaca yang tidak ramah.

Rencananya, kedua kamera ini baru akan dipasarkan pada awal tahun 2019 mendatang. Harganya belum diketahui, tapi sudah pasti lebih mahal daripada Lumix GH5S, yang merupakan kamera termahal Panasonic saat ini.

Sumber: DPReview.

Fujifilm X-T3 Datang Membawa Sensor Generasi Baru dan Kapabilitas Video Superior

Sebelum Fujifilm X-T2 diluncurkan dua tahun lalu, tidak ada kamera dari lini X-Series yang jago perihal video. Pernyataan ini bukan semata karena X-T2 adalah yang pertama menawarkan opsi perekaman dalam resolusi 4K, tetapi memang hasil rekaman videonya tergolong jelek untuk standar kamera mirrorless.

Kondisinya sudah berubah drastis sekarang. Fujifilm X-H1 yang dirilis di bulan Februari kemarin sejatinya didedikasikan bagi kalangan videografer selagi masih menawarkan kualitas foto khas lini X-Series. Formula ini terus dimatangkan sampai akhirnya lahir Fujifilm X-T3.

Kalau hanya mengamati fisiknya secara sepintas, sulit rasanya membedakan antara X-T3 dan pendahulunya. Fujifilm memang tidak banyak mengubah desainnya, kecuali memperbesar ukuran kenop-kenop di panel atas serta tombol-tombol di panel belakang. Yang berubah signifikan adalah jeroan alias bagian dalamnya.

Fujifilm X-T3

X-T3 merupakan kamera pertama yang mengemas sensor X-Trans 4; masih APS-C, tapi kini beresolusi 26 megapixel dan sudah menganut desain backside-illuminated demi semakin meningkatkan performanya di kondisi minim cahaya. Native ISO terendah yang bisa dipilih sekarang ISO 160, bukan lagi ISO 200 seperti pada sensor X-Trans generasi sebelumnya.

Sensor ini hadir bersama chip X-Processor 4 yang berinti empat (quad-core) dan menjanjikan kinerja tiga kali lebih cepat dari sebelumnya. Prosesor baru ini juga merupakan salah satu alasan terbesar mengapa X-T3 semakin cekatan untuk urusan perekaman video.

Selain menawarkan resolusi maksimum 4K 60 fps, X-T3 juga sanggup menghasilkan output video 10-bit 4:2:0 langsung ke SD card yang terpasang (menggunakan codec H.265/HEVC) atau 10-bit 4:2:2 ke external recorder via HDMI. Barisan angka ini mungkin terdengar membingungkan bagi konsumen secara luas, tapi sangat penting di mata videografer.

Sepintas kapabilitas video X-T3 terdengar lebih superior ketimbang X-H1, akan tetapi X-H1 masih lebih unggul soal satu hal, yaitu image stabilization 5-axis. Kalau merekam tanpa bantuan tripod atau gimbal, X-H1 yang memang video-oriented pasti dapat menghasilkan video yang lebih bagus ketimbang X-T3.

Fujifilm X-T3

Sistem autofocus-nya juga ikut disempurnakan, kini mengandalkan 2,1 juta phase detection pixel dengan coverage 100% (jumlah total titik fokusnya 425). Fujifilm mengklaim kinerja sistem AF milik X-T3 1,5 kali lebih cepat dari X-T2, plus mampu mengunci fokus pada tingkat pencahayaan serendah –3EV (X-T2 cuma sampai –1EV). Lebih lanjut, fitur Eye Detection AF di X-T3 dapat diaktifkan dalam mode AF-C maupun ketika merekam video.

Untuk memotret tanpa henti, X-T3 mencatatkan angka 11 fps menggunakan shutter mekanis, atau 20 fps dengan shutter elektronik. Andai perlu lebih ngebut lagi, pengguna bisa mengaktifkan mode “Sports Finder” yang akan meng-crop gambar sebesar 1,25x, tapi mendongkrak kecepatannya menjadi 30 fps.

Fujifilm X-T3

Beralih ke aspek pengoperasian, X-T3 dibekali viewfinder elektronik (EVF) berpanel OLED dengan resolusi 3,69 juta dot dan tingkat perbesaran 0,75x, serta yang cukup langka, refresh rate setinggi 100 fps tanpa harus mengandalkan bantuan aksesori opsional vertical grip seperti sebelumnya. Tidak seperti pendahulunya, X-T3 kini dilengkapi layar sentuh, dan layar ini masih bisa dimiringkan ke atas-bawah maupun ke kiri.

Soal konektivitas, X-T3 pun juga lengkap. Jack headphone maupun mikrofon semuanya ada, demikian pula HDMI dan USB-C, serta Wi-Fi dan Bluetooth. Baterainya diklaim bisa bertahan sampai 390 jepretan, sedikit lebih awet ketimbang kamera mirrorless full-frame Nikon dan Canon yang diumumkan baru-baru ini.

Fujifilm berniat memasarkan X-T3 mulai 20 September mendatang seharga $1.500 (body only) atau $1.900 bersama lensa XF 18–55mm f/2.8–4. Seperti biasa, pilihan warna yang tersedia ada dua: serba hitam atau kombinasi silver dan hitam.

Sumber: DPReview.

Canon EOS R Memulai Babak Kompetisi Baru di Segmen Kamera Mirrorless Full-Frame

Ternyata tidak butuh waktu lama bagi Canon untuk merespon peluncuran Nikon Z 7 dan Z 6 dua minggu lalu. Dengan kehadiran Canon EOS R, rivalitas abadi antar keduanya resmi berlanjut sampai ke segmen mirrorless full-frame.

Tidak seperti Nikon yang sempat gagal di kancah mirrorless, Canon belakangan semakin menunjukkan keseriusannya di ranah ini, dan mereka rupanya juga tergiur untuk mengusik dominasi Sony. Canon memang hanya mengumumkan satu kamera mirrorless full-frame, tapi mereka menegaskan bahwa ini baru yang pertama.

Canon EOS R

Di atas kertas, EOS R bisa dibilang duduk di tengah-tengah Nikon Z 7 dan Z 6. Sensor full-frame miliknya yang didampingi prosesor DIGIC 8 ini memiliki resolusi 30,3 megapixel, dengan tingkat ISO 100 – 40000 (dapat ditingkatkan lagi menjadi 50 – 102400). Sensor ini dibekali low-pass filter untuk mengurangi efek moiré, tapi dampaknya ketajaman jadi sedikit berkurang.

Yang sangat mengesankan dari EOS R, layaknya DSLR kelas atas Canon, adalah sistem autofocus Dual Pixel-nya. Total ada 5.655 titik fokus yang dapat dipilih, yang menjangkau 88% bentang vertikal dan 100% bentang horizontal. Fitur eye detection turut tersedia, dan ini absen pada Nikon Z 7 maupun Z 6.

Kemampuan menjepret tanpa henti EOS R tergolong lumayan: 8 fps dengan AF-S, atau 5 fps dengan AF-C. Untuk video, pengguna dapat merekam dalam resolusi maksimum 4K 30 fps langsung ke memory card, atau ke external recorder via HDMI jika membutuhkan bitrate lebih. Opsi slow-motion pun juga tersedia, sayang cuma 120 fps pada resolusi 720p.

Canon EOS R

Sama seperti pesaingnya, EOS R juga menggunakan dudukan lensa baru bernama RF-mount. Diameternya sama persis seperti EF-mount (54 mm), akan tetapi jaraknya ke sensor tentu lebih dekat karena tidak ada lagi cermin (mirrorless), dan ini memungkinkan konstruksi lensa yang lebih simpel dan ringkas.

Alasan klasik menggunakan kamera Canon adalah ekosistem lensanya yang begitu luas, dan ini tentu masih berlaku pada EOS R, sebab Canon telah menyediakan adaptor untuk lensa-lensa EF, EF-S, TS-E dan MP-E. 12 pin elektrik yang digunakan RF-mount juga diklaim bisa mewujudkan komunikasi yang lebih sigap dan mendalam antara kamera dan lensa.

Canon EOS R

Lanjut ke bagian fisik, EOS R mengusung sasis magnesium yang tahan terhadap cuaca ekstrem. Bobotnya berkisar 660 gram, sudah termasuk baterai. Baterainya sendiri diklaim dapat bertahan sampai 370 jepretan, tapi yang unik, EOS R bisa di-charge langsung menggunakan kabel USB layaknya kamera saku.

EOS R dilengkapi layar sentuh 3,2 inci beresolusi 2,1 juta dot yang fully-articulated, alias bisa kita tarik ke samping dan putar-putar sesuka hati, tidak seperti Nikon Z 7 dan Z 6 yang cuma bisa di-tilt ke atas atau bawah. Di atasnya, tentu saja ada electronic viewfinder (EVF) berpanel OLED dengan resolusi 3,69 juta dot dan tingkat perbesaran 0,76x.

Canon EOS R

Namun bagian terunik EOS R berada tepat di samping kanan EVF tersebut. Bagian kecil itu merupakan semacam touchpad multi-fungsi yang akan memberikan akses cepat ke berbagai pengaturan seperti autofocus, ISO atau white balance, dan tentu saja semua ini bisa diprogram sesuai kebutuhan masing-masing pengguna. Wi-Fi maupun Bluetooth juga sudah menjadi fitur standar pada kamera ini.

Secara harga, Canon EOS R lebih mirip Nikon Z 6. Bodinya saja dibanderol $2.300, sedangkan bundel bersama lensa RF 24–105mm f/4 L IS USM dibanderol $3.400. Resmi sudah, jangan ada lagi yang bilang “Canon dan Nikon tidak serius menyikapi persaingan di kancah mirrorless”.

Sumber: DPReview.

Leica M10-P Siap Menggoda Street Photographer Berkantong Tebal

Leica belum lama ini mengungkap suksesor dari kamera mirrorless Leica M10 yang dirilis pada awal tahun lalu. Dinamai Leica M10-P, pembaruan yang dibawanya tergolong sedikit (desainnya sama), akan tetapi cukup signifikan terutama bagi para penggiat street photography.

Itu dikarenakan desain M10-P yang lebih minimalis sekaligus stealthy; Anda tak akan menemukan logo merah khas Leica di mana pun pada M10-P. Perubahan kecil namun sepele ini setidaknya bisa membantu menimbulkan kesan di mata publik bahwa sang fotografer tidak sedang menggunakan kamera mahal, sehingga momen-momen candid bisa diabadikan dengan lebih leluasa.

Leica M10-P

Juga sangat membantu menyuguhkan kesan stealthy itu adalah bunyi shutter mekanis yang jauh lebih halus. Bunyi jepretan M10-P nyaris tidak terdengar sama sekali, apalagi kalau kita menggunakannya di tempat-tempat umum.

LCD 3 inci di bagian belakangnya sepintas terlihat sama, akan tetapi Leica telah membubuhkan panel sentuh untuk memudahkan pengoperasian. Kehadiran touchscreen pastinya akan sangat membantu ketika melihat-lihat hasil foto, plus bakal mempermudah pengaturan fokus yang lebih presisi.

Leica M10-P

Selebihnya, M10-P mengusung spesifikasi utama yang sama persis seperti pendahulunya, yakni sensor CMOS full-frame 24 megapixel, dengan rentang ISO 100 – 50000. Tidak ada satu pun colokan di tubuhnya, tapi untungnya masih ada Wi-Fi. Viewfinder dan lain sebagainya pun masih identik dengan M10 standar.

Leica M10-P saat ini sudah dipasarkan seharga $7.995 dalam dua pilihan warna: hitam-silver atau serba hitam. Kenaikan harganya dibandingkan M10 standar terbilang sangat tinggi jika melihat minimnya fitur baru yang dihadirkannya, tapi ya begitulah Leica.

Sumber: DPReview.

Nikon Z 7 dan Z 6 Siap Mengusik Dominasi Sony di Pasar Mirrorless Full-Frame

Yang ditunggu-tunggu sejak lama akhirnya datang juga. Nikon telah memperkenalkan secara resmi kamera mirrorless full-frame pertamanya. Sesuai rumor sebelumnya, ada dua kamera sekaligus yang dihadirkan, yaitu Nikon Z 7 dan Nikon Z 6.

Keduanya memiliki dimensi beserta wujud fisik yang identik. Perbedaannya hanya di bagian dalam: meski sama-sama bersensor full-frame, resolusinya berbeda, Z 7 mengemas 45,7 megapixel, sedangkan Z 6 ‘cuma’ 24,5 megapixel. Pendekatannya kurang lebih mirip seperti yang Sony ambil dengan seri a7 dan a7R.

Nikon Z 7 / Nikon
Nikon Z 7 / Nikon

Z 7 sebagai model flagship mewarisi banyak fitur salah satu DSLR terunggul Nikon saat ini, D850. Sensor masif dengan ISO 64 – 25600 tersebut datang bersama performa yang sangat mumpuni. Utamanya adalah sistem hybrid autofocus 493 titik yang mencakup 90% bentang horizontal dan vertikal, dan burst shooting dalam kecepatan 9 fps.

Urusan video, Z 7 siap merekam dalam resolusi 4K 30 fps langsung di memory card, atau dengan bantuan external recorder via HDMI jika memerlukan bitrate yang lebih tinggi lagi. Uniknya, Z 6 justru bisa dibilang lebih superior soal video ketimbang Z 7.

Ini dikarenakan resolusi sensornya yang lebih kecil, sehingga Z 6 dapat merekam video yang oversampled (karena memakai penampang sensor secara menyeluruh), yang akhirnya bisa kelihatan lebih tajam ketika resolusinya diturunkan menjadi 4K. Untuk Z 7, kualitas yang sama hanya bisa didapatkan kalau merekam dalam format Super 35. Kasusnya sama seperti Sony a7 III dan a7R III, di mana a7 III yang resolusi sensornya lebih kecil justru lebih bagus hasil rekaman videonya.

Nikon Z 7 / Nikon
Nikon Z 7 / Nikon

Z 6 rupanya juga lebih sensitif terhadap cahaya, dengan rentang ISO 100 – 51200. Sistem hybrid autofocus-nya tidak secanggih Z 7 dengan 273 titik saja, akan tetapi kemampuan menjepret tanpa hentinya berada di kecepatan 12 fps (lebih ngebut karena resolusi yang lebih kecil tentu saja).

Untuk pertama kalinya, Nikon juga menerapkan sistem image stabilization 5-axis di dalam kamera, baik untuk Z 7 maupun Z 6. Sistem ini juga dapat dipadukan dengan image stabilization bawaan deretan lensa Nikon yang mengusung label “VR” (Vibration Reduction).

Bicara soal lensa, Z 7 dan Z 6 menggunakan dudukan baru bernama Z-mount. Diameter dudukannya ini mencapai 55 mm – terbesar di kelas mirrorless full-frame – memungkinkan akomodasi terhadap lensa dengan aperture yang sangat besar, hingga sebesar f/0.95.

Nikon Z 6 / Nikon
Nikon Z 6 / Nikon

Kedua kamera sama-sama menggunakan sasis magnesium yang tahan terhadap cuaca ekstrem, lagi-lagi sama seperti Nikon D850. Berhubung ini mirrorless, jendela bidiknya sudah menganut model elektronik, akan tetapi resolusinya sangat tinggi di angka 3,6 juta dot, dengan tingkat perbesaran 0,8x.

Di bawah viewfinder tersebut ada layar sentuh 3,2 inci beresolusi 2,1 juta dot yang bisa di-tilt. Di panel atas, terdapat layar OLED kecil untuk menampilkan sejumlah parameter kamera. Seperti yang bisa kita lihat, hand grip-nya pun juga sangat gemuk sehingga pasti nyaman sekali untuk digenggam.

Konektivitas Wi-Fi sudah pasti tersedia, demikian pula Bluetooth, yang mewujudkan sistem Nikon SnapBridge yang inovatif. Satu hal yang menurut saya kurang adalah, baterainya kecil, dengan klaim daya tahan hingga 330 jepretan saja.

Nikon Z 6 / Nikon
Nikon Z 6 / Nikon

Secara keseluruhan, bisa kita lihat kalau Nikon tidak mau mengulangi kesalahannya dengan ‘almarhum’ Nikon 1, yang terkesan setengah-setengah dalam menghadapi persaingan di pasar mirrorless. Kedua kamera baru ini siap mengusik dominasi lini Sony a7 dan a7R, yang selama ini memang tidak mempunyai lawan sepadan.

Soal harga, Nikon Z 7 dibanderol $3.400 untuk bodinya saja saat dipasarkan mulai 27 September mendatang, atau $4.000 bersama lensa Nikkor Z 24–70mm f/4 S. Nikon Z 6 baru akan menyusul di akhir bulan November. Harganya jauh lebih bersahabat: $2.000 body only, atau $2.600 dengan lensa 24–70mm yang sama.

Sumber: DPReview 1, 2.

Lini Kamera Mirrorless Nikon 1 Resmi Dipensiunkan

Rumor mengenai kamera mirrorless full-frame Nikon perlahan semakin menjurus ke arah kenyataan. Setelah bocoran spesifikasinya beredar, sekarang muncul laporan bahwa lini kamera mirrorless Nikon 1 telah di-discontinue, dan ini telah dikonfirmasi langsung oleh Nikon kepada DPReview.

Nikon 1, bagi yang tidak tahu, sudah eksis sejak tahun 2011, dan sampai detik ini terdiri dari 11 kamera dan 12 lensa yang berbeda. Model terakhirnya, Nikon 1 J5, dirilis lebih dari tiga tahun yang lalu, dan ini sejatinya bisa menjadi indikasi bahwa Nikon tak lagi tertarik untuk meneruskannya.

Salah satu alasan mengapa lini Nikon 1 kurang populer dibanding penawaran dari produsen lainnya adalah ukuran sensornya yang kecil; cuma 1 inci, setara dengan kamera saku kelas atas macam Sony RX100. Sensor ini bahkan lebih kecil ketimbang sensor Micro Four Thirds yang digunakan Panasonic dan Olympus, yang sudah termasuk mini jika dibandingkan sensor APS-C.

Ini juga sepertinya yang menjadi alasan mengapa Nikon memutuskan untuk beralih ke sensor full-frame buat kamera mirrorless berikutnya. Mereka tampaknya tidak mau mengulangi kesalahan sebelumnya, dan lagi kamera mirrorless full-frame Sony terbukti laris manis di pasaran terlepas dari harganya yang mahal.

Beberapa model dari lini Nikon 1 masih akan dipasarkan selama stoknya masih ada. Namun seumpama saya sedang berburu kamera mirrorless sekarang, lini Nikon 1 pasti tak akan masuk pertimbangan sama sekali, kecuali diskonnya benar-benar luar biasa miring.

Sumber: DPReview.

Nikon Dikabarkan Segera Luncurkan Dua Kamera Mirrorless Full-Frame Sekaligus

Kita semua yang mengikuti perkembangan industri kamera tahu betul bahwa Canon dan Nikon, terlepas dari statusnya sebagai dua produsen DSLR terbesar, tertinggal di segmen mirrorless. Terakhir diberitakan pada bulan September tahun lalu, Nikon sedang menyiapkan kamera mirrorless baru. Bukan sembarang mirrorless, tapi yang bersensor full-frame.

Jelas sekali Nikon membidik Sony sebagai incarannya, yang hingga kini memang masih mendominasi segmen kamera mirrorless full-frame. Beberapa bulan berselang, belum ada kabar lagi terkait rencana Nikon ini, hingga akhirnya situs Nikon Rumors buka suara mengenai rumor terbarunya.

Dilaporkan bahwa Nikon tengah bersiap meluncurkan dua kamera mirrorless sekaligus, dan keduanya semestinya mengusung sensor full-frame. Perbedaannya, yang satu mengemas resolusi antara 24 – 25 megapixel, sedangkan satunya 45 – 48 megapixel. Anggap saja ini seperti cara Sony membedakan antara model a7 dan a7R, meski bisa saja pendekatan yang diambil Nikon berbeda.

Secara fisik, dimensi kedua kamera ini dirumorkan mirip seperti lini Sony a7, yang berarti jauh lebih ringkas ketimbang deretan DSLR full-frame Nikon. Kendati demikian, Nikon dikabarkan juga memprioritaskan faktor ergonomi, di mana hand grip kedua kamera ini seharusnya lebih nyaman digenggam ketimbang milik Sony.

Ilustrasi perbandingan dimensi kamera mirrorless terbaru Nikon dengan DSLR Nikon D850 / PetaPixel
Ilustrasi perbandingan dimensi kamera mirrorless terbaru Nikon dengan DSLR Nikon D850 / PetaPixel

Kemampuan merekam video 4K, burst shooting secepat 9 fps dan sistem image stabilization 5-axis juga bakal menjadi fitur-fitur unggulan kedua kamera baru ini. Perihal kontrol, panel belakangnya bakal dihuni oleh viewfinder elektronik beresolusi 3,6 juta dot, sekali lagi sekelas dengan penawaran Sony.

Kedua kamera dikabarkan juga akan menggunakan dudukan lensa baru, yang sempat bocor pengajuan hak patennya. Rumor lengkapnya juga mengatakan bahwa Nikon sudah menyiapkan tiga lensa guna menemani kedua kamera mirrorless barunya, yakni lensa 24-70mm, 35mm dan 50mm.

Kalau benar, kabarnya dua kamera ini bakal diumumkan secara resmi menjelang akhir bulan Juli ini juga. Harganya diperkirakan berada di kisaran $4.000 untuk model 45 megapixel, sedangkan model 25 megapixel di bawah $3.000. Harga tersebut sudah termasuk lensa 24-70mm untuk masing-masing kamera.

Semoga saja rumor ini banyak benarnya, dan yang paling penting menurut saya adalah jadwal perilisannya jangan sampai meleset jauh, sebab sudah waktunya Nikon melawan secara serius di persaingan kamera mirrorless yang semakin hari semakin memanas.

Sumber: Nikon Rumors via PetaPixel.

Fujifilm X-T100 Bidik Pengguna Kamera DSLR untuk Beralih ke Mirrorless

Di tengah perkembangan teknologi kamera smartphone yang begitu pesat. Mungkin Anda bertanya-tanya, apakah kita masih membutuhkan kamera digital?

Saya juga pernah berpikir demikian dan pengalaman yang memberikan jawaban kepada saya. Saya merasa kurang puas dengan hasil foto saat traveling dan saya juga kesulitan memotret dalam cahaya temaram saat menghadiri acara peliputan bila hanya bermodalkan ponsel pintar.

Tapi saya tak mau juga dibuat repot, dari situ saya paham betul bahwa yang dibutuhkan ialah sebuah kamera mirrorless. Bentuknya ringkas dan punya kemampuan fleksibilitas lensa yang bisa diganti-ganti seperti kamera DSLR.

Bicara mengenai mirrorless, perusahaan kamera asal Jepang yakni Fujifilm telah meluncurkan kamera mirrorless terbaru ke Indonesia – Fujifilm X-T100 dalam acara yang bertajuk ‘show me your world‘ di Suasana Restaurant, Aston Jakarta (28/05/2018).

Menurut Johannes J. Rampi, General Manager Electronic Imaging & Consumer Printing Division Fujifilm, produk ini masuk ke kategori low to mid. Konsepnya adalah kamera mirrorless yang terbentuk dari desain ala kamera DSLR dengan jendela bidik.

“Dengan fitur utama seperti adanya electronic view finder, perangkat ini ditunjukkan untuk mereka yang masih menggunakan kamera DSLR agar beralih ke kamera mirrorless,” ujarnya.

Fitur dan Spesifikasi Fujifilm X-T100

Di jantung Fujifilm X-T100 tertanam sensor APS-C ukuran 24,2-megapixel yang dikombinasikan dengan teknologi reproduksi warna milik Fujifilm. Terdapat 11 variasi mode film simulation dan 17 variasi advanced filters.

Fujifilm X-T100 juga telah dilengkapi RAM 8GB, serta sistem deteksi gerakan autofokus dan algoritma autofokus terbaru yang membuatnya jadi lebih cepat dan lebih akurat dalam mencari titik fokus.

Di seri ini, SR+ Auto Mode telah mengombinasikan teknologi pengenal subjek dan gambar. Fungsi otomatis ini membuat X-T100 lebih simpel dan mudah dipakai oleh siapapun.

Kamera ini menawarkan pengaturan ISO dari ISO 200 hingga ISO 12800 yang bisa diekspansi dari ISO 100 hingga ISO 51200 dan mampu melakukan shooting 6fps pada 26 frame.

Hands-on Fujifilm X-T100

Dalam acara peluncuran, saya berkesempatan mencicip kecanggihan Fujifilm X-T100. ‘Berkelas’ itulah kesan pertama yang saya dapat sesaat setelah menyentuhnya.

Kamera mirrorless ini memiliki dimensi yang ringkas (121x83x47,4 mm) dengan desain stylish bergaya retro yang identik dengan seri X-T, di mana punya tiga tombol kontrol di bagian atas. Bobotnya sendiri mencapai 448 gram dan dibuat dengan rangka alumunium anti-karat.

Bagi saya lumayan berat tapi dengan build quality yang sangat baik, hal tersebut sepertinya bukan kekurangan. Bobot tersebut justru memberikan kesan padat, solid, serta feel yang mantap dalam genggaman tangan dan nyaman saat digunakan untuk memotret.

Kamera ini dilengkapi layar LCD sentuh 3 inci yang dapat digerakkan secara horizontal hingga 177 derajat, memiliki port 2.5mm dan hotshoe. Sehingga memudahkan untuk membuat vlog, Anda menggunakan external microphone untuk mendapat kualitas audio yang lebih baik.

Untuk kualitas perekaman videonya, kamera ini mampu merekam video format 4K pada 15fps hingga sekitar 30 menit, video Full HD hingga 59,94fps, dan video slow motion hingga 4x di resolusi HD 720p.

Daya tahan baterai sendiri diklaim tahan lama, di mana sekali charge bisa digunakan untuk memotret hingga sekitar 430 foto. Berkat konektivitas WiFi dan Bluetooth yang dimilikinya, hasil foto dan video dapat dipindahkan dengan mudah ke smartphone.

Harga Fujifilm X-T100

fujifilm-x-t100-9

Bila tertarik dengan Fujifilm X-T100, keran pre-order telah dibuka mulai pada tanggal 30 Mei 2018 hingga 8 Juni 2018 di website resmi Fujifilm Indonesia dengan bonus menarik. Serta, tersedia dalam berbagai pilihan warna yakni dark silverblack, dan champagne gold.

Untuk body only, Fujifilm X-T100 dibanderol Rp9 juta dan Rp10,5 juta dengan lensa Kit XC 15-45mm f/3.5-5.6 power zoom. Lensa tersebut dapat digunakan untuk berbagai subjek fotografi dengan jangkauan fokus dari 15mm hingga 1200mm (ekuivalen 35mm).

Fujifilm X-T100 Adalah Fujifilm X-A5 dengan Desain yang Lebih Pro

Baru tiga bulan yang lalu, Fujifilm meluncurkan kamera mirrorless kelas entry baru bernama X-A5. Sekarang, mereka kembali memperkenalkan kamera baru lagi untuk segmen yang sama, yang mereka namai X-T100.

X-T100 boleh dibilang merupakan X-A5 dalam kemasan yang berbeda. Spesifikasinya nyaris sama persis, dari mulai sensor sampai baterainya. Seperti X-A5, X-T100 turut menggunakan sensor APS-C 24 megapixel biasa, bukan yang berlabel X-Trans seperti kamera-kamera lain Fujifilm yang menduduki segmen menengah ke atas.

Sensor ini ditemani oleh sistem phase-detection autofocus (PDAF) 91 titik, dan kinerja burst shooting-nya mencapai angka 6 fps. Resolusi video maksimum yang dapat direkam adalah 4K, hanya saja dalam kecepatan 15 fps. Sekali lagi, sama persis seperti X-A5, bahkan baterainya juga diklaim tahan sampai 430 jepretan.

Fujifilm X-T100

Yang berbeda, seperti kelihatan jelas dari gambar, adalah desainnya. X-T100 mengadopsi gaya ala DSLR, macam yang diusung X-T20 maupun X-T2, dan itulah alasan di balik penamaannya. ‘Punuk’ di atas lensanya itu merupakan rumah untuk viewfinder elektronik, dengan panel OLED beresolusi 2,36 juta dot untuk membantu pengguna mengatur komposisi selagi matahari sedang terang-terangnya.

Kalau Anda perhatikan, panel depannya tampak begitu bersih, sampai-sampai hand grip pun tidak ada. Namun tak usah khawatir, sebab Fujifilm berbaik hati menyediakan aksesori hand grip yang bisa dilepas-pasang pada paket penjualannya. Lalu ketika menengok ke panel atasnya, tampak superioritas X-T100 dalam hal kontrol dibanding X-A5.

Fujifilm X-T100

X-T100 mempunyai satu kenop putar ekstra di bagian ini, diposisikan bersama tuas untuk memunculkan LED flash di sebelah kiri. Beralih ke panel belakang, tampak layout yang cukup mirip, namun ternyata layar sentuh 3 incinya sudah fully articulated, alias dapat dibuka ke samping kiri, lalu diputar-putar 360 derajat.

Selebihnya, Anda bakal mendapat fitur yang sama seperti X-A5, termasuk konektivitas Bluetooth di samping Wi-Fi. Itulah mengapa harganya tidak berbeda jauh. Fujifilm X-T100 dibanderol $599 tanpa lensa, atau $699 bersama lensa 15-45mm f/3.5-5.6 OIS tipe power zoom, saat mulai dipasarkan pada pertengahan Juni mendatang. Pilihan warnanya sendiri ada tiga: full hitam, kombinasi silver-hitam, dan yang paling gres, kombinasi emas-hitam.

Sumber: DPReview.

[Rekomendasi] 5 Kamera Mirrorless Kelas Menengah untuk Keperluan Profesional

Bentukan yang ringkas dan bobot ringan, jadi mudah dibawa ke mana-mana. Cara pakainya user friendly atau mudah digunakan. Serta hasil jepretan yang lebih baik dari smartphone, bahkan bisa diadu dengan DSLR karena lensanya juga bisa dilepas-pasang atau diganti. Apa yang Anda suka dari kamera mirrorless?

Setelah mengulas kamera mirrorless level pemula yang cocok untuk Anda yang baru pertama kali ingin punya kamera digital. Sekarang mari ke level berikutnya, kali ini saya akan membahas kamera mirrorless level menengah. Daftar kamera berikut yang cocok untuk Anda membutuhkan kamera spesifikasi lebih tinggi untuk keperluan profesional.

1. Canon EOS M100 – Rp7,5 Juta

kamera-mirrorless-canggih-untuk-keperluan-profesional-1

Canon EOS M100 boleh dibilang penerus EOS M10 dengan ukuran yang ramping dan ringan yang sangat cocok untuk traveling. Pengorbanan dari bentuknya yang ringkas ialah tidak adanya hotshoe untuk memasang flash atau mic external.

Dilengkapi dengan 24,2-megapixel APS-C sensor dengan procesor DIGIC 7 dan sistem autofokus Dual Pixel, kinerja autofokus EOS M100 lebih cepat dan bisa mengikuti subjek yang bergerak ketika membidik foto ataupun video.

Fitur-fitur EOS M100 antara lain built-in WiFi, layar LCD yang bisa diputar ke atas, Bluetooth untuk menghubungkan kamera dengan smartphone, mode Creative Assist untuk membantu pemula untuk mendapatkan hasil foto sesuai keinginan.

2. Sony Alpha A6000 – Rp8 Juta

kamera-mirrorless-canggih-untuk-keperluan-profesional-2

Ada beberapa alasan kenapa Sony Alpha A6000 begitu populer di dunia fotografi. Berbekal body yang ringkas dan desain klasik, selain tombol mode pemotretan, pada bagian atas kamera juga terdapat flash internal, hot shoe atau dudukan untuk memasang lampu kilat, dan viewfinder elektronik.

Alpha A6000 punya sensor APS-C CMOS 24,3-megapixel dan prosesor Bionz X dengan rentang ISO yang tinggi sampai 25.600. Kamera mirrorless ini memiliki autofocus tercepat di kelasnya yakni sekitar 0,06 detik dengan 179 titik fokus.

Dengan harga berkisar 8 juta, kamera ini tentu tak luput dari kekurangan. Sony Alpha hanya mampu merekam video dengan format full HD 1080p, belum mendukung 4K. Selain itu, absennya jack audio membuatnya tak bisa dipasangkan dengan mic eksternal.

3. Fujifilm X-A5 – Rp9 Juta

kamera-mirrorless-canggih-untuk-keperluan-profesional-3

Fujifilm X-A5 mengusung penampilan ala kamera antik. Tubuhnya terbuat dari logam, yang dipadu lapisan kulit sintetis, dengan desain tubuh balok khas perangkat fotografi klasik. Warna kulitnya – ada hitam, coklat dan pink.

Kamera mirrorless ini punya sensor CMOS APS-C 23,5×15,7mm 24,2-megapixel, dengan sensitivitas ISO yang tinggi hingga 51.200. Didukung kapabilitas continuous shooting 6-frame/detik maksimal kira-kira 10-frame atau 3fps maksimal 50-frame. Fujifilm juga menyediakan mode burst 4K buat menjepret foto sebanyak 15-frame/detik.

X-A5 merupakan kamera pertama di lini X-A yang dibekali phase-detection autofocus (PDAF). Sistem hybrid AF ini memungkinkan kamera untuk mengunci fokus dua kali lebih cepat ketimbang model sebelumnya, sekaligus lebih cekatan dalam membekukan subjek yang sedang bergerak.

Soal video, X-A5 dapat merekam dalam resolusi 4K dan memanfaatkan kemampuan multi-focus. Lalu ada pula fitur high speed recording di 1280x720p untuk menciptakan video slow motion. Serta yang tak kalah penting, ada port 2,5mm untuk microphone.

4. Canon EOS M50 – Rp11 Juta

kamera-mirrorless-canggih-untuk-keperluan-profesional-4

Bagi Anda yang punya kebutuhan menciptakan video berkualitas tinggi, Canon EOS M50 bisa merekam video 4K. Kamera mirrorless ini menggunakan sensor CMOS APS-C 24,1-megapiksel dengan prosesor gambar DIGIC 8. Dilengkapi rentang ISO 25600 hingga 51200 yang membantu mengambil gambar di kondisi minim cahaya
.
EOS M50 punya sistem AF yang cepat dan akurat, berkat teknologi Dual Pixel CMOS AF serta fitur touch & drag AF yang bisa memindahkan area fokus dengan sentuhan jari di LCD yang bisa diputar 360 derajat.

Kita juga bisa menambahkan aksesori seperti mic external atau lampu tambahan. Uniknya, ada mode silent saat pengambilan gambar, sehingga suara di sekitar pun tidak akan ikut terekam dalam video.

5. Sony Alpha A6300 – Rp13 Juta

kamera-mirrorless-canggih-untuk-keperluan-profesional-5

Untuk keperluan profesional, penerus Sony Alpha A6000 ini punya kemampuan yang lebih mumpuni, selaras dengan harganya.

Sony membenamkan sensor APS-C, Exmor CMOS resolusi 24,2-megapixel dipadukan dengan prosesor Bionz X yang diklaim mampu menghasilkan gambar dengan kualitas tinggi pada rentang ISO 100 hingga 51200.

Alpha A6300 punya kemampuan perekaman video 4K dan sistem 4D Focus yang diklaim mampu menghadirkan kecepatan auto focus (AF) yang tinggi yakni 425 titik phase-detect yang diposisikan di seluruh area gambar.

Sony juga turut dibekali input mikrofon, electronic view finder tipe XGA OLED dengan resolusi 2,4 megapiksel, konektivitas WiFi hingga NFC, dan layar 3 inci yang sayangnya belum touchscreen.