5 Kamera Terbaik Canon dari Berbagai Kategori yang Bisa Dibeli Saat Ini

Popularitas Canon di industri kamera tentu sudah tidak perlu diragukan lagi. Sejarah mencatatnya sebagai pabrikan asal Jepang pertama yang memproduksi kamera 35 mm di tahun 1934, dan produk-produknya hingga kini dipercaya dari kalangan fotografer dan videografer amatir sampai profesional.

Sebagai produsen kamera yang sudah eksis sejak lama, wajar kalau portofolio produk Canon kini mencakup banyak kategori sekaligus. Artikel ini bermaksud untuk menyoroti lima kamera terbaik Canon yang bisa konsumen beli saat ini, dari kategori kamera point-and-shoot hingga kamera untuk kebutuhan profesional.

Kamera point-and-shoot Canon terbaik: Canon PowerShot G7 X Mark III

Canon memang sudah lama tidak merilis kamera baru di kategori ini, akan tetapi G7 X Mark III masih tergolong sangat kapabel hingga sekarang. Sensor 1 inci bertipe stacked-nya tak hanya mampu menghasilkan foto 20 megapiksel yang menawan, tapi juga mendongkrak kinerjanya secara drastis. Andai diperlukan, kamera ini siap ‘memberondong’ tanpa henti dengan kecepatan 30 fps.

G7 X Mark III juga sangat kapabel untuk video dengan kemampuan merekam di resolusi 4K 30 fps dan bitrate 120 fps. Kamera ini kerap menjadi pilihan vlogger berkat layarnya yang bisa dihadapkan ke depan, tidak ketinggalan pula mode khusus untuk live streaming langsung ke YouTube.

Banderol Rp9.499.000 memang tidak bisa dibilang murah, tapi kalau Anda menginginkan yang terbaik di kategori point-and-shoot, G7 X Mark III adalah salah satu kandidat yang tepat.

Link pembelian: Canon PowerShot G7 X Mark III

Kamera mirrorless entry-level Canon terbaik: Canon EOS M200

Dengan banderol cuma Rp6.499.000 (sudah termasuk lensa 15-45mm f/3.5-6.3 IS STM), Canon EOS M200 merupakan pilihan bijak bagi yang baru memulai hobi fotografi dan ingin membeli kamera mirrorless pertamanya. Perangkat dibekali sensor APS-C 24 megapiksel, lengkap beserta sistem Dual Pixel autofocus yang amat cekatan.

Kemampuan videonya pun cukup mumpuni, tapi sayangnya ia memiliki crop factor yang cukup besar saat dipakai merekam dalam resolusi 4K. Terlepas dari itu, bodinya yang sangat ringkas membuat kamera ini bisa diandalkan kapan saja dan di mana saja. Ditandemkan dengan lensa pancake, kamera ini dapat disimpan di dalam saku celana.

Link pembelian: Canon EOS M200 (body only)

Kamera mirrorless APS-C Canon terbaik: Canon EOS M6 Mark II

Bagi yang belum tertarik lompat ke segmen full-frame, Canon EOS M6 Mark II bisa jadi alternatif yang menarik. Entah untuk keperluan fotografi maupun videografi, M6 Mark II siap menjalankan tugasnya dengan baik, dan ia merupakan lawan yang sepadan buat Sony A6400 maupun Fujifilm X-T30.

Dibanderol Rp12.999.000 (body only), M6 Mark II mengandalkan sensor APS-C 32,5 megapiksel, prosesor DIGIC 8, dan sistem Dual Pixel AF yang reliabel. Urusan video, ia sanggup merekam dalam resolusi 4K 30 fps tanpa crop sedikitpun, dan sistem Dual Pixel AF-nya juga dapat tetap bekerja dalam mode ini.

Link pembelian: Canon EOS M6 Mark II (body only)

Kamera mirrorless full-frame entry-level Canon terbaik: Canon EOS RP

16 juta tapi full-frame, itulah daya tarik utama dari kamera ini. EOS RP ditujukan bagi mereka yang ingin beralih dari APS-C ke full-frame — khususnya yang memiliki bujet terbatas — guna mendapatkan hasil foto yang lebih baik di kondisi low-light. Meski cuma mengusung sensor beresolusi 26 megapiksel, foto yang dihasilkan EOS RP jelas lebih bagus ketimbang yang dijepret menggunakan kamera mirrorless APS-C.

Kekurangan EOS RP terletak pada kapabilitas videonya, terutama akibat crop factor yang kelewat besar, serta sistem Dual Pixel AF yang tidak bisa aktif di resolusi 4K. Kalau porsi penggunaan Anda berimbang antara foto dan video, saya lebih menyarankan EOS M6 Mark II tadi daripada EOS RP. Namun kalau lebih dominan foto, EOS RP bisa jadi pertimbangan.

Link pembelian: Canon EOS RP (body only)

Kamera mirrorless full-frame Canon terbaik: Canon EOS R5

Buat yang menginginkan kamera mirrorless terbaik dari Canon, pilihannya jatuh pada EOS R5 yang dijual seharga Rp64.850.000. Ia mengemas sensor full-frame 45 megapiksel dan prosesor DIGIC X, plus sistem Dual Pixel AF generasi baru yang mencakup permukaan sensor secara keseluruhan.

Urusan video, EOS R5 juga sangat mumpuni dengan kemampuan merekam dalam resolusi 8K 30 fps selama 30 menit nonstop, atau 4K 120 fps untuk mengabadikan adegan slow-motion. EOS R5 memang bukan kamera mirrorless Canon yang paling mahal, tapi ia adalah yang paling versatile.

Link pembelian: Canon EOS R5 (body only)

Gambar header: Robin McSkelly via Unsplash.

Moza Moin Camera Adalah Kamera 4K Berukuran Mini dengan Gimbal Terintegrasi

Produsen gimbal kamera yang cukup populer, Moza, baru saja memperkenalkan produk kamera pertamanya, yakni Moin Camera. Melihat bentuknya, tampak jelas bahwa perangkat ini banyak terinspirasi oleh DJI Pocket 2.

Bagi yang kurang familier, perangkat ini pada dasarnya merupakan sebuah kamera yang duduk di atas gimbal 3-axis. Keberadaan gimbal terintegrasi semacam ini membuatnya sangat kapabel untuk merekam video secara mulus, bahkan ketika pengguna tengah merekam sambil berlari sekalipun.

Kameranya sendiri terdiri dari sensor CMOS 1/2,3 inci yang sanggup menjepret foto 12 megapixel (JPEG maupun RAW) serta merekam video beresolusi 4K 60 fps, dan lensa f/2.2 dengan sudut pandang seluas 120°. Kamera ini menawarkan shutter speed antara 60 detik sampai 1/8.000 detik, serta rentang ISO 100 hingga 3200.

Sebagai perbandingan, DJI Pocket 2 hadir mengusung sensor yang berukuran lebih besar di angka 1/1,7 inci, tidak ketinggalan pula lensa dengan bukaan yang juga lebih besar di f/1.8. Singkat cerita, kalau untuk pemotretan maupun perekaman video di kondisi low-light, DJI Pocket 2 semestinya lebih bisa diandalkan ketimbang Moin.

Yang istimewa dari Moin adalah aspek pengoperasiannya. Di saat DJI Pocket 2 mengandalkan layar sentuh mungil yang mudah sekali tertutup jempol, Moin justru menyimpan layar sentuh IPS sebesar 2,45 inci yang dapat diputar-putar, sekaligus yang bisa dilipat rata dengan bodi sampingnya ketika sedang tidak diperlukan.

Namun demikian, konsekuensinya adalah fisik Moin memang kalah ringkas jika dibandingkan dengan DJI Pocket 2. Selisih bobot antara keduanya pun cukup jauh; Moin di 176 gram, sedangkan DJI Pocket 2 di 117 gram. Moin mengemas baterai berkapasitas 950 mAh yang diklaim bisa tahan sampai 145 menit jika digunakan untuk merekam video dalam resolusi 1080p 30 fps.

Di Amerika Serikat, Moza Moin Camera saat ini telah dipasarkan dengan banderol $299, atau kurang lebih sekitar Rp4,38 jutaan. Semoga saja harga jualnya di sini tidak jauh-jauh dari itu sehingga bisa menjadi alternatif yang lebih terjangkau dari DJI Pocket 2.

Sumber: DP Review.

[Review] Canon PowerShot G7 X Mark III, Usung Fitur Video Berlimpah

Harus diakui bahwa hasil foto dan video dari kamera smartphone kualitasnya cukup baik. Namun bagi yang butuh lebih dari kualitas smartphone, tapi juga keberatan dengan dimensi kamera mirrorless apalagi DSLR dan tak mau repot gonta-ganti lensa. Maka kamera compact premium ialah jawabannya, satu diantaranya Canon PowerShot G7 X Mark III.

Saya sudah memotret menggunakan Canon PowerShot G7 X III selama dua minggu. Kamera pocket dengan sensor tipe 1 inci ini juga dikenal luas sebagai kamera vlogging dan punya layar yang bisa di-flip 180 derajat ke atas.

Mengemas lensa zoom 24-100mm (equivalent full frame) dengan aperture lebar F1.8 – 2.8. Secara mengejutkan kamera ini mampu menghasilkan foto bokeh yang cantik dengan warna khas Canon yang cemerlang. Dijual seharga Rp9,9 juta, berikut cerita review Canon PowerShot G7 X Mark III selengkapnya.

Lensa 24-100mm F1.8 – 2.8

review-canon-powershot-g7-x-mark-iii-1
Lensa Canon PowerShot G7 X Mark III | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Canon PowerShot G7 X Mark III mengusung sensor CMOS stacked tipe 1 inci dengan resolusi 20MP. Berpadu dengan prosesor Digic 8 yang mengangkat kinerja kamera secara keseluruhan.

Seperti pendahulunya, G7 X Mark III mengemas lensa zoom 24-100mm. Satu lensa praktis yang mencakup focal length dari wide sampai tele untuk segala jenis fotografi.

Dengan aperture maksimum F1.8 pada focal length 24mm dan F2.8 di 100mm. Tak hanya membuatnya cukup dapat diandalkan dalam situasi kurang cahaya, tapi juga mampu menciptakan foto dengan latar belakang bokeh cantik.

Triknya dengan menggunakan focal length paling panjang (100mm), aperture paling besar (F2.8), dan ISO paling kecil (125). Meskipun bicara soal ketajaman tidak bisa dibandingkan dengan lensa fix pada kamera mirrorless, tapi untuk hasil kamera compact sungguh menyenangkan.

Canon PowerShot G7 X Mark III | Photo by Lukman Azis / Dailysocial
Canon PowerShot G7 X Mark III | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Ring kontrol pada lensa berfungsi untuk mengatur nilai aperture dan ‘clicky‘ saat diputar. Fungsi zoom bisa diakses melalui tuas khusus yang menempel pada tombol shutter di sisi atas kamera. Lalu, untuk metode manual fokus bisa diakses pada tombol navigasi sebelah kiri, akan muncul slider virtual untuk mengatur fokus dan tersedia juga mode macro.

Kamera Vlogging

Canon PowerShot G7 X series telah dikenal sebagai kamera vlogger, sebab memiliki layar 3 inci beresolusi 1.04 juta dot yang dapat ditarik ke atas sampai 180 derajat untuk vlogging atau sekedar selfie dan berguna saat pengambilan foto low angle. Layarnya juga bisa ditarik turun 45 derajat guna membantu framing saat pemotretan high angle.

Port microphone Canon PowerShot G7 X Mark III | Photo by Lukman Azis / Dailysocial
Port microphone Canon PowerShot G7 X Mark III | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Bedanya dengan generasi sebelumnya, kini Canon telah menyediakan port microphone 3.5mm. Namun karena tidak memiliki hot shoe, untuk menempatkan microphone eskternal Anda akan membutuhkan aksesori tambahan seperti cold shoe yang dipasang melalui soket tripod yang berada di bawah kamera.

Selain adanya port microphone, fitur video baru lainnya ialah perekaman video vertikal. Artinya kita bisa menghasilkan video vertikal berkualitas dan bisa langsung diedit di smartphone atau langsung share ke media sosial seperti platform IGTV.

Tidak semua kamera digital dan mirrorless memiliki fasilitas ini. Biasanya saat merekam video dalam posisi vertikal maka hasil videonya tetap horizontal dan dibutuhkan penanganan khusus dengan mengeditnya di software editing video PC seperti Adobe Premiere Pro.

Tombol WiFi Canon PowerShot G7 X Mark III | Photo by Lukman Azis / Dailysocial
Tombol WiFi Canon PowerShot G7 X Mark III | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Selain video vertikal, satu lagi yang akan memanjakan para vlogger ialah fitur live streaming YouTube dalam resolusi 1080p 30 fps. Caranya dengan menekan tombol WiFi yang berada di sebelah kanan body kamera dan hubungkan ke WiFi. Pastikan telah memiliki akun Canon Image Gateway (CIG), melakukan pengaturan di akun YouTube, dan tentu saja harus punya koneksi internet yang kencang.

Desain & Sistem Kontrol

Secara garis besar, tampilan Canon PowerShot G7 X Mark III masih identik seperti pendahulunya. Tanpa hot shoe, tanpa viewfinder electronic, tapi memiliki flash dengan mekanisme pop up.

Bila diperhatikan, di bawah tombol shutter dan roda kontrol mode pengambilan gambarnya (drive dial) ada aksen berwarna merah yang menandakan bahwa kamera ini punya kemampuan video cukup baik.

Sistem kontrol Canon PowerShot G7 X Mark III | Photo by Lukman Azis / Dailysocial
Sistem kontrol Canon PowerShot G7 X Mark III | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Sebagai kamera compact, sistem kontrol manual pada G7 X Mark III terbilang memadai untuk pemotretan cepat. Aperture bisa diatur melalui ring lensa, shutter speed diatur melalui ring tombol navigasi di depan. Untuk pengaturan ISO dan sisanya bisa mengandalkan quick menu di layar sentuh.

Untuk kelengkapan atributnya, bagian kanan terdapat port micro HDMI dan port USB 3.1 Gen 1 Type C yang dilengkapi dengan Power Delivery. Namun kebanyakan kabel USB Type-C bawaan smartphone mungkin tidak bekerja, jadi pastikan charger tersebut mendukung USB Power Delivery.

Lanjut ke sisi kiri ada port microphone eksternal 3.5mm dan tuas untuk memunculkan yang tersembunyi. Sisi atas ada flash, tombol on/off, tombol shutter bersama tuas zoom, serta roda exposure compensation dan roda mode pengambilan gambar.

Lalu, di depan selain layar sentuh 3 inci terdapat juga tombol AE lock, tombol perekaman video, roda putar navigasi yang di dalamnya termasuk untuk fungsi manual fokus, drive mode, flash, dan info.

Canon PowerShot G7 X Mark III | Photo by Lukman Azis / Dailysocial
Canon PowerShot G7 X Mark III | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Di bagian bawah ada soket tripod, slot baterai, dan slot SD card yang mendukung media UHS-I. G7 X III menggunakan jenis baterai NB-13L yang menurut CIPA mampu memberikan 235 jepretan sekali charge dan pengisian dayanya masih menggunakan charger eksternal bawaan.

Saat pengujian saya memotret dalam format Raw dan JPEG, serta sesekali menggunakan mode burst. Dalam hunting foto singkat yang saya lakukan dalam beberapa kesempatan, kamera masih menyisakan satu indikator baterai. Namun lain cerita bila digunakan untuk pengambilan video, sebaiknya memiliki baterai cadangan.

Kemampuan Foto & Video

Sensor 20MP baru dan prosesor Digic 8 menawarkan kinerja kamera yang serba cepat. Canon PowerShot G7 X Mark III ini mampu memotret dalam Raw berturut-turut (Raw burst mode) hingga 30fps dan mendukung perekaman video 4K 30fps.

Hasil membidik bisa disimpan dalam format JPEG, Raw, dan CRaw dalam pilihan aspek rasio 3:2, 4:3, 16:9, dan 1:1. Ada tiga mode area autofocus yang bisa dipilih yakni Face + Tracking, Spot, dan 1-point.

Untuk perekaman videonya, kamera saku ini mampu merekam video 4K UHD 30fps tanpa crop dengan batasan durasi 10 menit dan video high frame rate 1080p 120fps. Pemberlakuan batasan durasi tersebut sangat wajar, mengingat body kamera ini sangat kecil.

Benar saja, saat saya berburu footage 4K dan 1080p 120fps – kamera ini overheat. Padahal clip yang saya ambil rata-rata berdurasi sekitar 1 menit saja. Ketika body panas, akan muncul peringatan di menu kamera dan kita tidak bisa melakukan rekaman sementara waktu, matikan kamera dan tunggu beberapa menit.

Update 24 Februari 2020: Untuk merekam video 4K, kecepatan baca tulis SD card juga akan mempengaruhi kinerja kamera. Rekomendasinya gunakan SD card class 10 dengan video class 30 (V30). Bila kecepatan SD card yang digunakan kurang memadai, kamera akan bekerja ekstra yang berujung salah satunya overheat.

Selain opsi video 4K 30fps, resolusi rekaman video lainnya antara lain 1080p 30fps, 1080p 60fps, dan 720p 60fps. Untuk aktivitas vlogging, mungkin bila di reolusi 1080p – kamera bisa merekam video dalam durasi lama.

Satu lagi, ftur video menarik ialah kelengkapan ND filter 3-stop bawaan. Dengan ini, kita tetap bisa menggunakan aperture besar dengan shutter speed 2x frame rate di kondisi pencahayaan yang agak cerah. Sayangnya, tak ada fitur zebra maupun Log output.

Selain mengemas in-lens stabilization, Canon juga menyediakan mode IS digital dari level low, standard, dan high. Tidak ada crop bila kita menggunakan di level low, sementara untuk standard dan high masing-masing dikenakan crop sebesar 1,11x dan 1,43x. Berikut hasil foto dari Canon PowerShot G7 X Mark III:

Verdict

Canon PowerShot G7 X Mark III | Photo by Lukman Azis / Dailysocial
Canon PowerShot G7 X Mark III | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Awalnya saya agak skeptis, apakah kamera compact premium seperti Canon PowerShot G7 X Mark III ini masih mampu memenuhi kebutuhan para penggunanya seiring dengan perkembangan teknologi kamera smartphone dan kamera mirrorless. Secara mengejutkan kamera ini ternyata memang mampu menyuguhkan kualitas yang jauh lebih baik dari kamera smartphone flagship sekalipun.

Fleksibilitas lensa zoom dan aperture besar, membuatnya dapat diandalkan untuk memotret dalam berbagai skenario. Ciri khas warna Canon juga dapat kita jumpai, sangat sedap dipandang mata. Jelas bisa menjadi opsi bagi yang membutuhkan kamera yang lebih ringkas dari kamera mirrorless sebagai pendamping aktivitas sehari-hari.

Canon PowerShot G7 X Mark III | Photo by Lukman Azis / Dailysocial
Canon PowerShot G7 X Mark III | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Tentu saja, G7 X Mark II memang pantas membawa label kamera vlogging. Canon melengkapinya dengan sederet fitur yang memanjakan para content creator. Dari mulai keberadaan port microphone, fitur live streaming YouTube, video vertikal, resolusi mencapai 4K, hingga ND filter bawaan. Meski mungkin akan sedikit kewalahan bila menjadikannya sebagai alat utama produksi video.

Dibanderol mencapai Rp9,9 juta, memang tidak murah tapi bila melihat fitur-fitur yang ditawarkan saya yakin sepadan. Opsi lain, di rentang harga yang sama kita bisa dapat kamera mirrorless entry-level Canon EOS M50 atau EOS M6 Mark II di kelas menengah.

Sparks

  • Lensa zoom powerful 24-100mm F1.8-2.8
  • Raw burst mode 30 fps
  • Layar 3 inci yang bisa ditarik 180 derajat ke depan untuk vlog
  • Perekaman video 4K 30fps dan 1080p 120fps
  • Dilengkapi ND filter bawaan
  • Live streaming YouTube
  • Port microphone eksternal

Slacks

  • Batasan video 4K 10 menit
  • Isu overheat saat merekam video 4K
  • Daya tahan baterai sangat standar
  • Masih menggunakan charger bawaan khusus
  • Tanpa viewfinder elecronic

Sony RX100 VII Dirilis, Warisi Sistem Autofocus Canggih ala Sony a9

Sony RX100 VI baru dirilis setahun yang lalu, namun Sony rupanya sudah tidak sabar untuk menghadirkan penerusnya. Yang mungkin bakal menjadi pertanyaan, sejauh apa peningkatan yang mampu dihadirkan suksesornya dalam rentang waktu yang terkesan begitu singkat?

Seakan sudah menjadi tradisi, Sony RX100 VII masih kelihatan mirip seperti sebelum-sebelumnya. Kalau diamati, fisiknya bahkan bisa dibilang identik dengan RX100 VI. Jadi apa yang berubah? Cukup banyak, namun sebagian besar memang tidak tampak secara kasat mata.

Yang paling utama adalah penggunaan sensor Exmor RS baru. Ukurannya masih 1 inci, resolusinya masih 20,1 megapixel, dan konstruksinya pun masih mengadopsi tipe stacked (ditumpuk langsung dengan chip DRAM) seperti sensor milik RX100 VI. Meski demikian, Sony menegaskan bahwa sensor ini merupakan sensor yang baru mereka kembangkan.

Sony RX100 VII

Apa faedah yang dibawa sensor baru ini? Yang pertama adalah titik phase-detection autofocus (PDAF) yang lebih banyak, yang kini berjumlah 357 titik, tidak ketinggalan pula 425 titik contrast-detection autofocus. Kedua dan yang paling menarik adalah teknologi autofocus terbaru yang diwariskan dari mirrorless flagship Sony a9.

Teknologi yang dimaksud adalah Real-Time Tracking dan Real-Time Eye AF, yang memungkinkan kamera untuk mengunci fokus secara akurat meski subjeknya berpindah-pindah, dan ini berlaku untuk foto maupun video. Bukan cuma itu saja, Real-Time Eye AF bahkan bisa diterapkan untuk subjek yang berupa binatang, meski ini hanya terbatas untuk foto saja pada RX100 VII.

Juga diwarisi dari a9 adalah fitur yang dikenal dengan istilah blackout-free shooting, yang berarti pengguna tak akan melihat adanya kedipan pada viewfinder meski kamera tengah menjepret tanpa henti dalam kecepatan 20 fps. Kalau itu masih kurang cepat, RX100 VII juga menyimpan mode baru bernama Single Burst untuk menjepret dalam kecepatan 90 fps.

Sony RX100 VII

Sony tak lupa memperhatikan potensi seri RX100 di segmen videografi profesional, apalagi mengingat hasil rekaman 4K 30 fps-nya memang sudah terbukti bagus. Pada generasi ketujuhnya ini, Sony telah menambahkan colokan mikrofon 3,5 mm, yang berarti hasil rekaman penggunanya tidak harus ternodai hanya karena audionya direkam menggunakan mic bawaan kamera.

Rencananya, Sony RX100 VII bakal dilepas ke pasaran mulai Agustus nanti seharga $1.200. Ya, harga yang sama persis seperti ketika RX100 VI dirilis tahun lalu, yang berarti kabar buruk bagi konsumen yang baru saja membeli kamera tersebut dalam beberapa hari terakhir.

Sumber: DPReview.

Canon Ivy Rec Adalah Kamera Super Mungil Seukuran Flash Disk

Sebuah startup atau perusahaan baru umumnya memanfaatkan platform crowdfunding macam Indiegogo atau Kickstarter guna merealisasikan ide produknya. Namun sesekali ada pula perusahaan besar yang mengambil jalur serupa guna mengukur seberapa besar ketertarikan konsumen akan suatu produk baru yang biasanya berada di luar cakupan zona nyaman sang perusahaan.

Itulah yang hendak dilancarkan Canon dalam waktu dekat. Lewat Indiegogo, mereka memperkenalkan sebuah kamera unik bernama Ivy Rec. Unik karena bentuk dan dimensinya tidak jauh berbeda dari sebuah flash disk, dan bagian atasnya dilengkapi semacam karabiner untuk mengaitkan kamera pada beragam objek.

Sejauh ini Canon belum membeberkan detailnya secara merinci, kecuali beberapa elemen pentingnya: kamera mungil ini dibekali sensor CMOS berukuran 1/3 inci dengan sensor 13 megapixel yang mampu merekam video 1080p 60 fps. Semua itu dikemas dalam rangka yang tahan air hingga kedalaman 1 meter selama 30 menit.

Canon Ivy Rec

Bluetooth dan Wi-Fi turut tersedia, sehingga pengguna dapat memindah hasil foto dan videonya secara wireless, atau memanfaatkan ponselnya sebagai viewfinder. Yang cukup unik, lubang karabiner di atas lensanya juga merangkap fungsi sebagai viewfinder optik. Di bagian bawahnya juga terdapat lubang tripod standar.

Di samping sebuah tombol shutter, Ivy Rec hanya mengemas satu kenop untuk menyala-matikan perangkat sekaligus mengganti mode pemotretan atau perekamannya. Sisanya mungkin baru bisa diatur lewat aplikasi pendampingnya di smartphone.

Sayangnya informasi mengenai Canon Ivy Rec baru sebatas itu. Canon bahkan belum mengungkap kapan kampanye crowdfunding-nya bakal dimulai, dan berapa kira-kira harganya. Semestinya tidak akan terlalu mahal, dan konsumen juga bisa mendapatkan potongan harga sebesar 30% apabila memesan selama masa early bird kampanyenya.

Sumber: DPReview.

Sony RX100 III Video Creator Kit Adalah Bundel Menarik untuk YouTuber yang Tak Membutuhkan Kamera 4K

Seorang vlogger umumnya memulai kiprahnya dengan berbekal kamera smartphone saja. Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya jumlah penonton, sang vlogger biasanya ingin meningkatkan kualitas karyanya. Cara yang termudah tentu adalah dengan membeli sebuah kamera. Apakah harus kamera yang baru dirilis dalam satu atau dua tahun terakhir? Tentu tidak.

Pendapat itu bukan datang dari saya, melainkan dari Sony selaku salah satu produsen kamera paling top saat ini. Mereka baru saja meluncurkan RX100 III Video Creator Kit, sebuah bundel yang mencakup kamera RX100 III itu sendiri, lengkap beserta grip VCT-SGR1, SD card 64 GB, dan baterai NP-BX1 ekstra.

Model terbaru dari seri Sony RX100 saat ini adalah RX100 VI, dan di titik ini RX100 III pun sudah berusia lima tahun sejak perilisannya. Namun itu bukan berarti ia tak bisa menjalankan tugasnya sebagai senjata utama para YouTuber, apalagi dengan bantuan grip yang dapat merangkap peran sebagai tripod tersebut.

Sony RX100 III Video Creator Kit

Sekadar mengingatkan, RX100 III mengemas sensor 1 inci beresolusi 20 megapixel. Ditemani oleh lensa 24-70mm f/1.8-2.8, ia siap merekam video 1080p 60 fps dalam format XAVC S yang amat efisien. Sederhananya, kalau Anda tidak berniat mengunggah video beresolusi 4K, RX100 III saja sebenarnya sudah cukup bisa diandalkan.

Merekam video 4K pun sebenarnya tidak semudah yang kita bayangkan. Hal itu diungkapkan oleh rekan saya, Lukman, saat menguji RX100 VI secara ekstensif: kamera itu hanya bisa merekam video 4K dengan durasi maksimum 5 menit saja, dan setelahnya bodi kamera jadi terasa cukup panas.

Tentunya RX100 VI masih punya banyak keunggulan di sejumlah aspek, namun kalau yang dicari hanya sebatas merekam video 1080p, RX100 III saja sebenarnya sudah cukup. Tanpa harus merogoh kocek terlalu dalam, Anda sudah bisa mendapatkan kamera yang sangat kapabel untuk perekaman video full-HD, dan di saat yang sama juga semakin terbantu berkat kehadiran aksesori macam grip sekaligus tripod beserta baterai ekstra.

Kira-kira demikian yang ingin disampaikan Sony melalui bundel ini. Rencananya, Sony RX100 III Video Creator Kit bakal dipasarkan mulai bulan Juli ini seharga $800. Sayang belum ada informasi terkait ketersediaannya di pasar tanah air.

Sumber: DPReview.

Masih Tangguh, Olympus Tough TG-6 Lebih Jago Urusan Macro Photography Dibanding Pendahulunya

Olympus baru saja merilis kamera anyar. Melihat wujudnya, kita bisa langsung tahu karakter rugged yang ditawarkan oleh kamera bernama Olympus Tough TG-6 ini. Lalu jika kita jeli, kita juga akan menyadari bahwa tampilan luarnya nyaris tidak berbeda ketimbang pendahulunya, Olympus Tough TG-5, yang dirilis dua tahun silam.

Dari segi fisik, Tough TG-6 memang tidak membawa pembaruan yang berarti. Parameter-parameter ketangguhannya masih sama persis: tahan air sampai kedalaman 15 meter tanpa casing, dustproof dan shockproof dari ketinggian 2,4 mm, crushproof sampai 100 kgf, dan freezeproof hingga -10° C. Sedikit berbeda adalah penambahan lapisan anti-reflektif di sekitar sensor TG-6 untuk meminimalkan efek flare dan ghosting.

Sensor yang digunakan pun masih sama: 1/2,3 inci backside-illuminated CMOS dengan resolusi 12 megapixel, lengkap dengan dampingan prosesor TruePic VIII dan lensa 25-100mm f/2.0-4.9. Yang agak berbeda, TG-6 dibekali mode mikroskop yang cukup advanced. Jadi ketika sedang mengunci fokus pada subjek yang berada hanya 1 cm di depan lensa, kamera ini masih bisa memperbesar gambar sampai 44x lipat.

Olympus Tough TG-6

Singkat cerita, Tough TG-6 lebih bisa diandalkan untuk keperluan macro photography ketimbang pendahulunya. Hal yang sama juga berlaku pada skenario bawah air mengingat Olympus juga telah membekali kamera ini dengan mode mikroskop khusus selagi menyelam.

Pembaruan lainnya mencakup LCD beresolusi lebih tinggi; 1,04 juta dot dibanding 460 ribu dot milik pendahulunya. Selebihnya, kamera ini masih menyimpan segala kelebihan yang sudah pendahulunya tawarkan, mulai dari kemampuan merekam video 4K, focus stacking sampai kemampuan untuk menyematkan data-data seperti lokasi, suhu, ketinggian atau arah pada foto dan video yang diambil.

Olympus memilih akhir Juni mendatang sebagai jadwal pemasaran Tough TG-6. Banderol harganya dipatok $449, sama persis seperti model sebelumnya. Mengingat pembaruan yang dihadirkan tergolong kurang signifikan, mungkin akan lebih bijak apabila konsumen Tough TG-5 tidak terburu-buru melakukan upgrade.

Sumber: DPReview.

Tahan Banting, Nikon Coolpix W150 Adalah Kamera yang Tepat untuk Anak-Anak

Melihat gambar di atas, Anda mungkin akan teringat dengan kamera mainan yang biasa dijadikan kado untuk anak-anak. Pada kenyataannya, kamera di atas merupakan perangkat yang fungsional, hanya saja Nikon memang merancangnya agar mudah digunakan, baik oleh orang dewasa maupun anak-anak.

Terlepas dari penampilannya yang imut-imut, kamera bernama Nikon Coolpix W150 ini punya bodi yang cukup tangguh: tahan banting meski terjatuh dari ketinggian 1,8 meter (syarat utama produk yang ditujukan buat anak-anak), serta tahan air sampai sedalam 10 meter. Suhu dingin hingga -10° C pun bukan musuh besar buatnya, begitu pula dengan debu.

Di sektor spesifikasi, kamera ini mengandalkan sensor berukuran 1/3,1 inci (lebih kecil dari sensor kamera saku pada umumnya) dengan resolusi 13 megapixel. Sensor itu ditemani oleh lensa 30-90mm, dan perpaduannya pun dapat dipakai untuk merekam video 1080p dengan audio stereo.

Nikon Coolpix W150

Meski kamera ini masuk di kelas entry, sejumlah fitur seperti AF tracking maupun multiple scene mode rupanya turut tersedia. W150 bahkan juga dilengkapi fitur SnapBridge yang mengandalkan konektivitas Bluetooth untuk mengirim hasil jepretan secara otomatis ke ponsel.

Selain warna putih bermotif tadi, W150 juga tersedia dalam satu motif lain lagi, kemudian tiga warna polos: biru, oranye dan putih. Sayangnya Nikon hingga kini belum menyinggung sama sekali soal harga maupun jadwal pemasarannya.

Sumber: DPReview.

Fujifilm Luncurkan Kamera Compact Rugged Baru, FinePix XP140

Pasar kamera compact berwujud rugged memang tidak seramai dulu, apalagi dengan meningkatnya popularitas action cam dalam beberapa tahun terakhir. Namun hal itu tidak mencegah pabrikan kamera memproduksinya, sebab masih ada nilai lebih yang bisa ditawarkan dibanding action cam.

Salah satunya adalah lensa zoom, seperti yang bisa kita lihat dari produk terbaru Fujifilm berikut ini. Dari penampilannya sudah kelihatan bahwa kamera bernama FinePix XP140 ini dirancang untuk menjadi teman bertamasya, tidak peduli kondisi lingkungannya seperti apa.

Menurut Fujifilm, XP140 sanggup bertahan meski terjatuh dari ketinggian 1,8 meter. Suhu dingin hingga –10º C juga bukan masalah buatnya, dan ia siap diajak menyelam hingga kedalaman 25 meter tanpa perlu dibungkus casing tambahan. Semua itu dikemas dalam dimensi yang tergolong ringkas: 110 x 71 x 28 mm, dengan bobot 207 gram sudah termasuk baterai dan SD card.

Bodi tahan banting merupakan salah satu keunggulan action cam, akan tetapi XP140 sejatinya dapat menjadi alternatif yang lebih ideal apabila penggunanya memerlukan optical zoom hingga sejauh 5x, dengan rentang aperture f/3.9 – f/4.9. Sensornya memang tidak terlalu istimewa, CMOS 1/2,3 inci beresolusi 16,4 megapixel dengan ISO maksimum 12800, tapi itu sebenarnya sudah cukup di kelas ini.

Fujifilm FinePix XP140

Urusan video, XP140 bisa merekam dalam resolusi 4K, tapi hanya 15 fps, sehingga akan lebih bijak memilih opsi 1080p 60 fps sebagai default. Mode slow-motion hingga 4x juga tersedia, tapi hanya dalam resolusi HD saja.

Fitur-fitur modern seperti Wi-Fi dan Bluetooth 4.1 sudah menjadi standar pada XP140, namun yang cukup menarik menurut saya adalah fitur bernama Face Auto Shutter. Berkat fitur ini, kamera dapat menjepret secara otomatis ketika subjek melihat ke arah kamera, ideal untuk mengambil selfie meski LCD-nya tidak bisa dilipat sampai menghadap ke depan.

Rencananya, Fujifilm FinePix XP140 bakal dipasarkan mulai akhir Maret mendatang. Di Amerika Serikat, harganya dipatok $229. Pilihan warna yang tersedia ada lima: biru, hijau, kuning, abu-abu dan putih.

Sumber: SlashGear.

Kaleidoskop Industri Kamera Tahun 2018

Pergantian tahun sudah hampir di depan mata. Namun sebelum kita menyambut tahun yang baru lagi, ada baiknya kita meninjau kembali apa saja yang terjadi di industri kamera pada tahun ini.

2018 sejatinya merupakan tahun yang menarik buat industri kamera. Utamanya karena tahun ini resmi tercatat sebagai tahun dimulainya ‘peperangan’ di kancah mirrorless full-frame. Namun tentu saja itu baru sebagian dari cerita utuhnya.

Nikon, Canon, dan Panasonic umumkan kamera mirrorless full-frame

Canon EOS R / Canon
Canon EOS R / Canon

Seperti yang kita tahu, Sony lewat lini a7-nya telah mendominasi segmen mirrorless full-frame sejak tahun 2013. Selang lima tahun dan tiga generasi Sony a7, barulah datang rival yang sepadan dari Nikon, Canon, dan Panasonic.

Adalah Nikon yang memulai semuanya. Setelah gagal dengan Nikon 1 hingga akhirnya lini tersebut dipensiunkan, pada bulan Agustus lalu Nikon resmi menyingkap Nikon Z 7 dan Z 6. Dua-duanya sama-sama mengusung sensor full-frame, dan perbedaan di antaranya kurang lebih mirip seperti Sony a7R dan a7.

Panasonic Lumix S1R / Panasonic
Panasonic Lumix S1R / Panasonic

Tidak lama setelahnya, giliran Canon yang mengungkap Canon EOS R, melanjutkan rivalitas abadi antaranya dan Nikon ke segmen mirrorless full-frame. Debut Canon di ranah ini memang cuma diwakili satu kamera saja, akan tetapi mereka menegaskan bahwa EOS R baru yang pertama.

Akan tetapi berita yang paling mengejutkan datang bersamaan dengan event Photokina di bulan September, yakni pengumuman kamera mirrorless full-frame dari Panasonic: Lumix S1R dan S1. Mengejutkan karena Panasonic adalah pencetus platform Micro Four Thirds, namun ternyata mereka tergiur juga untuk ikut menginvasi lahan kekuasaan Sony.

Kamera mirrorless full-frame pertama Zeiss dan bangkitnya kembali brand Zenit

Zeiss ZX1 / Zeiss
Zeiss ZX1 / Zeiss

Masih seputar Photokina 2018, Zeiss rupanya juga sempat mengumumkan kamera mirrorless full-frame pertamanya: Zeiss ZX1. Keistimewaannya terletak pada integrasi software Adobe Lightroom CC, dimaksudkan agar pengguna bisa langsung menyunting hasil tangkapannya di kamera.

Photokina 2018 juga tercatat sebagai era kebangkitan dedengkot kamera asal Rusia, Zenit. Upaya mereka melahirkan kamera mirrorless full-frame bernama Zenit M, saudara kandung Leica M (Typ 240) yang memang merupakan hasil kolaborasi langsung antara Zenit dan Leica.

Fujifilm umumkan dua kamera mirrorless medium format

Lineup Fujifilm GFX / Fujifilm
Lineup Fujifilm GFX / Fujifilm

Tidak seperti tiga brand Jepang di atas, Fujifilm rupanya tidak tertarik mengembangkan kamera mirrorless full-frame – dan ini sudah dikonfirmasi langsung oleh petinggi senior Fujfilm kepada DPReview. Mereka justru memilih untuk mengumumkan dua kamera mirrorless medium format baru: GFX 50R dan GFX 100 yang masih berupa prototipe.

Kamera mirrorless lain yang diluncurkan tahun ini

Fujifilm X-T3 / Fujifilm
Fujifilm X-T3 / Fujifilm

Masih seputar Fujifilm, tahun ini mereka resmi memperkenalkan Fujifilm X-T3, kamera mirrorless flagship terbarunya yang mengusung sensor X-Trans generasi keempat, yang kini mengadopsi desain backside illuminated, serta jauh lebih kapabel untuk urusan mengambil video.

Sebelum itu, Fujifilm sebenarnya sudah sukses membuktikan bahwa mereka tak lagi payah soal videografi lewat Fujifilm X-H1. Untuk kalangan konsumen yang lebih casual, penawaran mereka tahun ini mencakup Fujifilm X-A5 dan Fujifilm X-T100.

Panasonic Lumix GH5S / Panasonic
Panasonic Lumix GH5S / Panasonic

Bicara soal video, tentunya kita tidak bisa mengesampingkan Panasonic, apalagi mengingat di awal tahun ini mereka sempat mengumumkan Lumix GH5S. Selain itu, Panasonic juga sempat meluncurkan Lumix GX9, suksesor Lumix GX8 yang kini dibekali sensor tanpa low-pass filter dan sistem image stabilization 5-axis.

Beralih ke sepupu Panasonic, yakni Olympus, tahun ini mereka memperkenalkan Olympus PEN E-PL9. Memang bukan model flagship, akan tetapi jeroannya rupanya nyaris identik dengan Olympus OM-D E-M1 Mark III yang merupakan kamera termahalnya, dengan pengecualian pada sistem image stabilization-nya.

Blackmagic Pocket Cinema Camera 4K / Blackmagic
Blackmagic Pocket Cinema Camera 4K / Blackmagic

Kembali mengulas Canon, EOS R bukanlah satu-satunya kamera mirrorless yang mereka rilis tahun ini. Jauh sebelumnya sudah ada EOS M50, yang menurut rekan saya Lukman dideskripsikan sebagai kamera mirrorless basic tapi berfitur komplet.

Di luar brandbrand populer, ada Blackmagic yang memperkenalkan Pocket Cinema Camera 4K. Kamera ini punya spesifikasi yang cukup mirip dengan Panasonic Lumix GH5S, akan tetapi harganya hanya berkisar separuhnya saja, dan ia juga sangat cocok buat konsumen yang terbiasa memotret dengan smartphone berkat layar sentuh masif yang mendominasi panel belakangnya.

Kamera DSLR dan kamera pocket yang layak disorot tahun ini

Pentax K1 Mark II / Pentax
Pentax K1 Mark II / Pentax

DSLR? Ya, DSLR masih belum mati, dan Pentax membuktikannya dengan sebuah kamera yang sanggup memotret dalam kondisi gelap gulita: Pentax K-1 Mark II. Kelebihan utama kamera ini terletak pada sensor full-frame dengan tingkat ISO maksimum 819200, lengkap dengan penyempurnaan sistem image stabilization 5-axis sehingga mode resolusi tingginya bisa dijalankan tanpa tripod.

Untuk kamera pocket, sulit mencari yang lebih menarik dari lini Sony RX100, dan setelah sempat vakum di tahun 2017, tahun ini hadir Sony RX100 VI. Untuk edisi keenamnya, Sony telah membekalinya dengan lensa dengan kemampuan zoom yang jauh, selagi masih mempertahankan kualitas gambarnya melalui sensor berukuran lebih besar dari biasanya.

Sony RX100 VI / Sony
Sony RX100 VI / Sony

Sensor 1 inci RX100 VI masih kurang besar? Alternatifnya tahun ini adalah Panasonic Lumix LX100 II, yang datang membawa sensor Four Thirds dengan resolusi 17 megapixel, lebih tinggi dari pendahulunya yang selisih usianya berjarak hampir empat tahun.

Sensor Four Thirds masih saja kurang besar? Coba Anda lirik Fujifilm XF10, yang mengusung sensor APS-C dalam bodi sekelas kamera saku. Kekurangannya, kamera ini kurang bisa diandalkan untuk pengambilan video, sebab opsi resolusi 4K-nya cuma terbatas di 15 fps saja.

GoPro dan action cam lain yang hadir tahun ini

Lineup GoPro Hero 7 / GoPro
Lineup GoPro Hero 7 / GoPro

Tentu saja kita tidak boleh melewatkan segmen yang satu ini, sebab action cam boleh dianggap sebagai alternatif yang lebih fleksibel dari kamera pocket. Tahun ini, bintangnya tentu saja adalah trio GoPro Hero 7, dan untuk model unggulannya, GoPro telah menyiapkan teknologi image stabilization internal yang luar biasa efektif sampai-sampai bisa menandingi kombinasi action cam plus gimbal.

Bicara soal fleksibilitas, ada Insta360 One X yang merupakan action cam 360 derajat. Seperti GoPro Hero 7 Black, ia juga mampu merekam dengan sangat stabil, tapi malah dalam format 360 derajat dan resolusi 5,7K. Fleksibilitasnya semakin terjamin berkat kemampuan untuk ‘mengekstrak’ hasil rekaman 360 derajat menjadi video 1080p normal.

DJI Osmo Pocket / DJI
DJI Osmo Pocket / DJI

Terakhir ada DJI Osmo Pocket yang bisa dibilang paling unik sendiri. Ia merupakan kamera plus gimbal dalam satu kemasan, akan tetapi ukurannya kurang lebih setara dengan mayoritas smartphone. Meski tidak head-to-head dengan GoPro, ia tetap merupakan alternatif yang sangat menarik buat konsumen.

Prediksi tren kamera tahun depan

Sony a9 / Sony
Sony a9 / Sony

Seperti yang saya bilang tadi, topik bahasan utama mengenai kamera tahun ini adalah full-frame, dan itu semestinya masih akan terus berlanjut hingga tahun depan. Canon misalnya, dengan tegas mengatakan bahwa EOS R barulah kamera pertama dari lini mirrorless full-frame-nya.

Saya yakin Sony tidak akan tinggal diam begitu saja menghadapi rival-rival barunya. Di luar lini Sony a7, mereka sebenarnya punya ‘senjata’ lain yang lebih mematikan, yaitu Sony a9 yang memiliki performa melampaui DSLR. Sayang penerusnya tidak hadir tahun ini, sehingga kemungkinan besar Sony bakal menyingkapnya tahun depan.

Hal lain yang kerap dianggap sepele namun berperan krusial adalah dukungan firmware update. Adalah Fujifilm yang memulai tren ini sejak lama, dan tahun ini sepertinya Sony sudah mulai menyusul. Semoga saja tahun depan semakin banyak lagi produsen kamera yang menyadari betapa pentingnya firmware update di mata konsumen.