5 Kamera Terbaik Canon dari Berbagai Kategori yang Bisa Dibeli Saat Ini

Popularitas Canon di industri kamera tentu sudah tidak perlu diragukan lagi. Sejarah mencatatnya sebagai pabrikan asal Jepang pertama yang memproduksi kamera 35 mm di tahun 1934, dan produk-produknya hingga kini dipercaya dari kalangan fotografer dan videografer amatir sampai profesional.

Sebagai produsen kamera yang sudah eksis sejak lama, wajar kalau portofolio produk Canon kini mencakup banyak kategori sekaligus. Artikel ini bermaksud untuk menyoroti lima kamera terbaik Canon yang bisa konsumen beli saat ini, dari kategori kamera point-and-shoot hingga kamera untuk kebutuhan profesional.

Kamera point-and-shoot Canon terbaik: Canon PowerShot G7 X Mark III

Canon memang sudah lama tidak merilis kamera baru di kategori ini, akan tetapi G7 X Mark III masih tergolong sangat kapabel hingga sekarang. Sensor 1 inci bertipe stacked-nya tak hanya mampu menghasilkan foto 20 megapiksel yang menawan, tapi juga mendongkrak kinerjanya secara drastis. Andai diperlukan, kamera ini siap ‘memberondong’ tanpa henti dengan kecepatan 30 fps.

G7 X Mark III juga sangat kapabel untuk video dengan kemampuan merekam di resolusi 4K 30 fps dan bitrate 120 fps. Kamera ini kerap menjadi pilihan vlogger berkat layarnya yang bisa dihadapkan ke depan, tidak ketinggalan pula mode khusus untuk live streaming langsung ke YouTube.

Banderol Rp9.499.000 memang tidak bisa dibilang murah, tapi kalau Anda menginginkan yang terbaik di kategori point-and-shoot, G7 X Mark III adalah salah satu kandidat yang tepat.

Link pembelian: Canon PowerShot G7 X Mark III

Kamera mirrorless entry-level Canon terbaik: Canon EOS M200

Dengan banderol cuma Rp6.499.000 (sudah termasuk lensa 15-45mm f/3.5-6.3 IS STM), Canon EOS M200 merupakan pilihan bijak bagi yang baru memulai hobi fotografi dan ingin membeli kamera mirrorless pertamanya. Perangkat dibekali sensor APS-C 24 megapiksel, lengkap beserta sistem Dual Pixel autofocus yang amat cekatan.

Kemampuan videonya pun cukup mumpuni, tapi sayangnya ia memiliki crop factor yang cukup besar saat dipakai merekam dalam resolusi 4K. Terlepas dari itu, bodinya yang sangat ringkas membuat kamera ini bisa diandalkan kapan saja dan di mana saja. Ditandemkan dengan lensa pancake, kamera ini dapat disimpan di dalam saku celana.

Link pembelian: Canon EOS M200 (body only)

Kamera mirrorless APS-C Canon terbaik: Canon EOS M6 Mark II

Bagi yang belum tertarik lompat ke segmen full-frame, Canon EOS M6 Mark II bisa jadi alternatif yang menarik. Entah untuk keperluan fotografi maupun videografi, M6 Mark II siap menjalankan tugasnya dengan baik, dan ia merupakan lawan yang sepadan buat Sony A6400 maupun Fujifilm X-T30.

Dibanderol Rp12.999.000 (body only), M6 Mark II mengandalkan sensor APS-C 32,5 megapiksel, prosesor DIGIC 8, dan sistem Dual Pixel AF yang reliabel. Urusan video, ia sanggup merekam dalam resolusi 4K 30 fps tanpa crop sedikitpun, dan sistem Dual Pixel AF-nya juga dapat tetap bekerja dalam mode ini.

Link pembelian: Canon EOS M6 Mark II (body only)

Kamera mirrorless full-frame entry-level Canon terbaik: Canon EOS RP

16 juta tapi full-frame, itulah daya tarik utama dari kamera ini. EOS RP ditujukan bagi mereka yang ingin beralih dari APS-C ke full-frame — khususnya yang memiliki bujet terbatas — guna mendapatkan hasil foto yang lebih baik di kondisi low-light. Meski cuma mengusung sensor beresolusi 26 megapiksel, foto yang dihasilkan EOS RP jelas lebih bagus ketimbang yang dijepret menggunakan kamera mirrorless APS-C.

Kekurangan EOS RP terletak pada kapabilitas videonya, terutama akibat crop factor yang kelewat besar, serta sistem Dual Pixel AF yang tidak bisa aktif di resolusi 4K. Kalau porsi penggunaan Anda berimbang antara foto dan video, saya lebih menyarankan EOS M6 Mark II tadi daripada EOS RP. Namun kalau lebih dominan foto, EOS RP bisa jadi pertimbangan.

Link pembelian: Canon EOS RP (body only)

Kamera mirrorless full-frame Canon terbaik: Canon EOS R5

Buat yang menginginkan kamera mirrorless terbaik dari Canon, pilihannya jatuh pada EOS R5 yang dijual seharga Rp64.850.000. Ia mengemas sensor full-frame 45 megapiksel dan prosesor DIGIC X, plus sistem Dual Pixel AF generasi baru yang mencakup permukaan sensor secara keseluruhan.

Urusan video, EOS R5 juga sangat mumpuni dengan kemampuan merekam dalam resolusi 8K 30 fps selama 30 menit nonstop, atau 4K 120 fps untuk mengabadikan adegan slow-motion. EOS R5 memang bukan kamera mirrorless Canon yang paling mahal, tapi ia adalah yang paling versatile.

Link pembelian: Canon EOS R5 (body only)

Gambar header: Robin McSkelly via Unsplash.

Sony RX100 VII Dirilis, Warisi Sistem Autofocus Canggih ala Sony a9

Sony RX100 VI baru dirilis setahun yang lalu, namun Sony rupanya sudah tidak sabar untuk menghadirkan penerusnya. Yang mungkin bakal menjadi pertanyaan, sejauh apa peningkatan yang mampu dihadirkan suksesornya dalam rentang waktu yang terkesan begitu singkat?

Seakan sudah menjadi tradisi, Sony RX100 VII masih kelihatan mirip seperti sebelum-sebelumnya. Kalau diamati, fisiknya bahkan bisa dibilang identik dengan RX100 VI. Jadi apa yang berubah? Cukup banyak, namun sebagian besar memang tidak tampak secara kasat mata.

Yang paling utama adalah penggunaan sensor Exmor RS baru. Ukurannya masih 1 inci, resolusinya masih 20,1 megapixel, dan konstruksinya pun masih mengadopsi tipe stacked (ditumpuk langsung dengan chip DRAM) seperti sensor milik RX100 VI. Meski demikian, Sony menegaskan bahwa sensor ini merupakan sensor yang baru mereka kembangkan.

Sony RX100 VII

Apa faedah yang dibawa sensor baru ini? Yang pertama adalah titik phase-detection autofocus (PDAF) yang lebih banyak, yang kini berjumlah 357 titik, tidak ketinggalan pula 425 titik contrast-detection autofocus. Kedua dan yang paling menarik adalah teknologi autofocus terbaru yang diwariskan dari mirrorless flagship Sony a9.

Teknologi yang dimaksud adalah Real-Time Tracking dan Real-Time Eye AF, yang memungkinkan kamera untuk mengunci fokus secara akurat meski subjeknya berpindah-pindah, dan ini berlaku untuk foto maupun video. Bukan cuma itu saja, Real-Time Eye AF bahkan bisa diterapkan untuk subjek yang berupa binatang, meski ini hanya terbatas untuk foto saja pada RX100 VII.

Juga diwarisi dari a9 adalah fitur yang dikenal dengan istilah blackout-free shooting, yang berarti pengguna tak akan melihat adanya kedipan pada viewfinder meski kamera tengah menjepret tanpa henti dalam kecepatan 20 fps. Kalau itu masih kurang cepat, RX100 VII juga menyimpan mode baru bernama Single Burst untuk menjepret dalam kecepatan 90 fps.

Sony RX100 VII

Sony tak lupa memperhatikan potensi seri RX100 di segmen videografi profesional, apalagi mengingat hasil rekaman 4K 30 fps-nya memang sudah terbukti bagus. Pada generasi ketujuhnya ini, Sony telah menambahkan colokan mikrofon 3,5 mm, yang berarti hasil rekaman penggunanya tidak harus ternodai hanya karena audionya direkam menggunakan mic bawaan kamera.

Rencananya, Sony RX100 VII bakal dilepas ke pasaran mulai Agustus nanti seharga $1.200. Ya, harga yang sama persis seperti ketika RX100 VI dirilis tahun lalu, yang berarti kabar buruk bagi konsumen yang baru saja membeli kamera tersebut dalam beberapa hari terakhir.

Sumber: DPReview.

Canon Ivy Rec Adalah Kamera Super Mungil Seukuran Flash Disk

Sebuah startup atau perusahaan baru umumnya memanfaatkan platform crowdfunding macam Indiegogo atau Kickstarter guna merealisasikan ide produknya. Namun sesekali ada pula perusahaan besar yang mengambil jalur serupa guna mengukur seberapa besar ketertarikan konsumen akan suatu produk baru yang biasanya berada di luar cakupan zona nyaman sang perusahaan.

Itulah yang hendak dilancarkan Canon dalam waktu dekat. Lewat Indiegogo, mereka memperkenalkan sebuah kamera unik bernama Ivy Rec. Unik karena bentuk dan dimensinya tidak jauh berbeda dari sebuah flash disk, dan bagian atasnya dilengkapi semacam karabiner untuk mengaitkan kamera pada beragam objek.

Sejauh ini Canon belum membeberkan detailnya secara merinci, kecuali beberapa elemen pentingnya: kamera mungil ini dibekali sensor CMOS berukuran 1/3 inci dengan sensor 13 megapixel yang mampu merekam video 1080p 60 fps. Semua itu dikemas dalam rangka yang tahan air hingga kedalaman 1 meter selama 30 menit.

Canon Ivy Rec

Bluetooth dan Wi-Fi turut tersedia, sehingga pengguna dapat memindah hasil foto dan videonya secara wireless, atau memanfaatkan ponselnya sebagai viewfinder. Yang cukup unik, lubang karabiner di atas lensanya juga merangkap fungsi sebagai viewfinder optik. Di bagian bawahnya juga terdapat lubang tripod standar.

Di samping sebuah tombol shutter, Ivy Rec hanya mengemas satu kenop untuk menyala-matikan perangkat sekaligus mengganti mode pemotretan atau perekamannya. Sisanya mungkin baru bisa diatur lewat aplikasi pendampingnya di smartphone.

Sayangnya informasi mengenai Canon Ivy Rec baru sebatas itu. Canon bahkan belum mengungkap kapan kampanye crowdfunding-nya bakal dimulai, dan berapa kira-kira harganya. Semestinya tidak akan terlalu mahal, dan konsumen juga bisa mendapatkan potongan harga sebesar 30% apabila memesan selama masa early bird kampanyenya.

Sumber: DPReview.

Sony RX100 III Video Creator Kit Adalah Bundel Menarik untuk YouTuber yang Tak Membutuhkan Kamera 4K

Seorang vlogger umumnya memulai kiprahnya dengan berbekal kamera smartphone saja. Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya jumlah penonton, sang vlogger biasanya ingin meningkatkan kualitas karyanya. Cara yang termudah tentu adalah dengan membeli sebuah kamera. Apakah harus kamera yang baru dirilis dalam satu atau dua tahun terakhir? Tentu tidak.

Pendapat itu bukan datang dari saya, melainkan dari Sony selaku salah satu produsen kamera paling top saat ini. Mereka baru saja meluncurkan RX100 III Video Creator Kit, sebuah bundel yang mencakup kamera RX100 III itu sendiri, lengkap beserta grip VCT-SGR1, SD card 64 GB, dan baterai NP-BX1 ekstra.

Model terbaru dari seri Sony RX100 saat ini adalah RX100 VI, dan di titik ini RX100 III pun sudah berusia lima tahun sejak perilisannya. Namun itu bukan berarti ia tak bisa menjalankan tugasnya sebagai senjata utama para YouTuber, apalagi dengan bantuan grip yang dapat merangkap peran sebagai tripod tersebut.

Sony RX100 III Video Creator Kit

Sekadar mengingatkan, RX100 III mengemas sensor 1 inci beresolusi 20 megapixel. Ditemani oleh lensa 24-70mm f/1.8-2.8, ia siap merekam video 1080p 60 fps dalam format XAVC S yang amat efisien. Sederhananya, kalau Anda tidak berniat mengunggah video beresolusi 4K, RX100 III saja sebenarnya sudah cukup bisa diandalkan.

Merekam video 4K pun sebenarnya tidak semudah yang kita bayangkan. Hal itu diungkapkan oleh rekan saya, Lukman, saat menguji RX100 VI secara ekstensif: kamera itu hanya bisa merekam video 4K dengan durasi maksimum 5 menit saja, dan setelahnya bodi kamera jadi terasa cukup panas.

Tentunya RX100 VI masih punya banyak keunggulan di sejumlah aspek, namun kalau yang dicari hanya sebatas merekam video 1080p, RX100 III saja sebenarnya sudah cukup. Tanpa harus merogoh kocek terlalu dalam, Anda sudah bisa mendapatkan kamera yang sangat kapabel untuk perekaman video full-HD, dan di saat yang sama juga semakin terbantu berkat kehadiran aksesori macam grip sekaligus tripod beserta baterai ekstra.

Kira-kira demikian yang ingin disampaikan Sony melalui bundel ini. Rencananya, Sony RX100 III Video Creator Kit bakal dipasarkan mulai bulan Juli ini seharga $800. Sayang belum ada informasi terkait ketersediaannya di pasar tanah air.

Sumber: DPReview.

Masih Tangguh, Olympus Tough TG-6 Lebih Jago Urusan Macro Photography Dibanding Pendahulunya

Olympus baru saja merilis kamera anyar. Melihat wujudnya, kita bisa langsung tahu karakter rugged yang ditawarkan oleh kamera bernama Olympus Tough TG-6 ini. Lalu jika kita jeli, kita juga akan menyadari bahwa tampilan luarnya nyaris tidak berbeda ketimbang pendahulunya, Olympus Tough TG-5, yang dirilis dua tahun silam.

Dari segi fisik, Tough TG-6 memang tidak membawa pembaruan yang berarti. Parameter-parameter ketangguhannya masih sama persis: tahan air sampai kedalaman 15 meter tanpa casing, dustproof dan shockproof dari ketinggian 2,4 mm, crushproof sampai 100 kgf, dan freezeproof hingga -10° C. Sedikit berbeda adalah penambahan lapisan anti-reflektif di sekitar sensor TG-6 untuk meminimalkan efek flare dan ghosting.

Sensor yang digunakan pun masih sama: 1/2,3 inci backside-illuminated CMOS dengan resolusi 12 megapixel, lengkap dengan dampingan prosesor TruePic VIII dan lensa 25-100mm f/2.0-4.9. Yang agak berbeda, TG-6 dibekali mode mikroskop yang cukup advanced. Jadi ketika sedang mengunci fokus pada subjek yang berada hanya 1 cm di depan lensa, kamera ini masih bisa memperbesar gambar sampai 44x lipat.

Olympus Tough TG-6

Singkat cerita, Tough TG-6 lebih bisa diandalkan untuk keperluan macro photography ketimbang pendahulunya. Hal yang sama juga berlaku pada skenario bawah air mengingat Olympus juga telah membekali kamera ini dengan mode mikroskop khusus selagi menyelam.

Pembaruan lainnya mencakup LCD beresolusi lebih tinggi; 1,04 juta dot dibanding 460 ribu dot milik pendahulunya. Selebihnya, kamera ini masih menyimpan segala kelebihan yang sudah pendahulunya tawarkan, mulai dari kemampuan merekam video 4K, focus stacking sampai kemampuan untuk menyematkan data-data seperti lokasi, suhu, ketinggian atau arah pada foto dan video yang diambil.

Olympus memilih akhir Juni mendatang sebagai jadwal pemasaran Tough TG-6. Banderol harganya dipatok $449, sama persis seperti model sebelumnya. Mengingat pembaruan yang dihadirkan tergolong kurang signifikan, mungkin akan lebih bijak apabila konsumen Tough TG-5 tidak terburu-buru melakukan upgrade.

Sumber: DPReview.

Tahan Banting, Nikon Coolpix W150 Adalah Kamera yang Tepat untuk Anak-Anak

Melihat gambar di atas, Anda mungkin akan teringat dengan kamera mainan yang biasa dijadikan kado untuk anak-anak. Pada kenyataannya, kamera di atas merupakan perangkat yang fungsional, hanya saja Nikon memang merancangnya agar mudah digunakan, baik oleh orang dewasa maupun anak-anak.

Terlepas dari penampilannya yang imut-imut, kamera bernama Nikon Coolpix W150 ini punya bodi yang cukup tangguh: tahan banting meski terjatuh dari ketinggian 1,8 meter (syarat utama produk yang ditujukan buat anak-anak), serta tahan air sampai sedalam 10 meter. Suhu dingin hingga -10° C pun bukan musuh besar buatnya, begitu pula dengan debu.

Di sektor spesifikasi, kamera ini mengandalkan sensor berukuran 1/3,1 inci (lebih kecil dari sensor kamera saku pada umumnya) dengan resolusi 13 megapixel. Sensor itu ditemani oleh lensa 30-90mm, dan perpaduannya pun dapat dipakai untuk merekam video 1080p dengan audio stereo.

Nikon Coolpix W150

Meski kamera ini masuk di kelas entry, sejumlah fitur seperti AF tracking maupun multiple scene mode rupanya turut tersedia. W150 bahkan juga dilengkapi fitur SnapBridge yang mengandalkan konektivitas Bluetooth untuk mengirim hasil jepretan secara otomatis ke ponsel.

Selain warna putih bermotif tadi, W150 juga tersedia dalam satu motif lain lagi, kemudian tiga warna polos: biru, oranye dan putih. Sayangnya Nikon hingga kini belum menyinggung sama sekali soal harga maupun jadwal pemasarannya.

Sumber: DPReview.

Fujifilm Luncurkan Kamera Compact Rugged Baru, FinePix XP140

Pasar kamera compact berwujud rugged memang tidak seramai dulu, apalagi dengan meningkatnya popularitas action cam dalam beberapa tahun terakhir. Namun hal itu tidak mencegah pabrikan kamera memproduksinya, sebab masih ada nilai lebih yang bisa ditawarkan dibanding action cam.

Salah satunya adalah lensa zoom, seperti yang bisa kita lihat dari produk terbaru Fujifilm berikut ini. Dari penampilannya sudah kelihatan bahwa kamera bernama FinePix XP140 ini dirancang untuk menjadi teman bertamasya, tidak peduli kondisi lingkungannya seperti apa.

Menurut Fujifilm, XP140 sanggup bertahan meski terjatuh dari ketinggian 1,8 meter. Suhu dingin hingga –10º C juga bukan masalah buatnya, dan ia siap diajak menyelam hingga kedalaman 25 meter tanpa perlu dibungkus casing tambahan. Semua itu dikemas dalam dimensi yang tergolong ringkas: 110 x 71 x 28 mm, dengan bobot 207 gram sudah termasuk baterai dan SD card.

Bodi tahan banting merupakan salah satu keunggulan action cam, akan tetapi XP140 sejatinya dapat menjadi alternatif yang lebih ideal apabila penggunanya memerlukan optical zoom hingga sejauh 5x, dengan rentang aperture f/3.9 – f/4.9. Sensornya memang tidak terlalu istimewa, CMOS 1/2,3 inci beresolusi 16,4 megapixel dengan ISO maksimum 12800, tapi itu sebenarnya sudah cukup di kelas ini.

Fujifilm FinePix XP140

Urusan video, XP140 bisa merekam dalam resolusi 4K, tapi hanya 15 fps, sehingga akan lebih bijak memilih opsi 1080p 60 fps sebagai default. Mode slow-motion hingga 4x juga tersedia, tapi hanya dalam resolusi HD saja.

Fitur-fitur modern seperti Wi-Fi dan Bluetooth 4.1 sudah menjadi standar pada XP140, namun yang cukup menarik menurut saya adalah fitur bernama Face Auto Shutter. Berkat fitur ini, kamera dapat menjepret secara otomatis ketika subjek melihat ke arah kamera, ideal untuk mengambil selfie meski LCD-nya tidak bisa dilipat sampai menghadap ke depan.

Rencananya, Fujifilm FinePix XP140 bakal dipasarkan mulai akhir Maret mendatang. Di Amerika Serikat, harganya dipatok $229. Pilihan warna yang tersedia ada lima: biru, hijau, kuning, abu-abu dan putih.

Sumber: SlashGear.

Sony HX99 dan HX95 Diklaim Sebagai Kamera Terkecil dengan 30x Optical Zoom

Anggap Anda baru saja membeli sebuah kamera saku, apa alasan Anda memilihnya ketimbang smartphone? Kalau Anda bilang kualitas gambar, saya yakin Anda bakal dicerca banyak orang, dan jawaban itu pun hanya berlaku untuk kamera-kamera tertentu saja, macam Sony RX100 yang duduk di kelas premium.

Jawaban yang lebih masuk akal mungkin adalah optical zoom. Beberapa smartphone terkini memang ada yang menawarkan fitur optical zoom, tapi tidak lebih dari sebatas 2x atau 3x saja. Untuk zooming ekstrem (di atas 20x) misalnya, kamera saku yang masuk kategori superzoom masih belum bisa ditandingi smartphone.

Sony HX99

Salah satu yang terbaru adalah Sony HX99 dan HX95. Keduanya diklaim sebagai kamera terkecil yang mengemas lensa 24–720mm (30x optical zoom). Kualitas lensanya juga tak perlu diragukan kalau melihat label “ZEISS” di sana, dan Sony tak lupa membekalinya dengan sistem image stabilization yang bakal sangat membantu ketika lensa di-zoom cukup jauh.

Urusan kualitas gambar, HX99 dan HX95 sama-sama mengemas sensor Exmor R 1/2,3 inci dengan resolusi 18 megapixel dan dukungan pemotretan dalam format RAW. Video 4K 30 fps pun dapat ia rekam, sedangkan kecepatan menjepret tanpa hentinya mencapai angka 10 fps. Sistem autofocus-nya diklaim sanggup mengunci fokus secepat 0,09 detik saja.

Sony HX99

Keduanya memiliki desain dan spesifikasi yang identik, akan tetapi HX99 sedikit lebih unggul soal pengoperasian. Meski sama-sama dibekali pop-up viewfinder dan LCD yang bisa dilipat hingga menghadap ke depan (180º), cuma HX99 yang dilengkapi layar sentuh, dan lensanya juga dikitari sebuah control ring yang dapat dikustomisasi untuk mengatur fokus manual atau zooming secara bertahap.

Fitur pelengkap seperti Wi-Fi, NFC dan Bluetooth turut tersedia pada HX99 dan HX95. Keduanya akan dipasarkan di Eropa mulai bulan Oktober mendatang seharga 520 euro (HX99) dan 500 euro (HX95).

Sumber: DPReview dan Sony.

Canon PowerShot SX740 HS Kecil Tapi Andalkan 40x Optical Zoom dan Perekaman Video 4K

Canon baru saja meluncurkan kamera compact baru, PowerShot SX740 HS, menggantikan PowerShot SX730 HS yang dirilis tahun lalu. Tampang luarnya terlihat mirip, sangat mirip bahkan, dan spesifikasinya pun sepintas juga sama persis.

Keunggulan utama kamera ini terletak pada lensanya, dengan focal length setara 24–960mm (40x optical zoom) dan bukaan f/3.3–6.9. Memang belum seekstrem Nikon Coolpix P1000 yang dirilis belum lama ini, tapi toh dimensinya juga jauh lebih ringkas. Sensor 1/2,3 inci beresolusi 20 megapixel milik pendahulunya juga masih ada di sini.

Canon PowerShot SX740 HS

Yang berbeda adalah penggunaan prosesor Digic 8, yang sanggup menggenjot performa kamera secara signifikan. Hasilnya, SX740 HS mampu merekam video dalam resolusi 4K 30 fps (pendahulunya cuma 1080p), dan burst shooting dengan continuous AF bisa dilakukan dalam kecepatan 7,4 fps. Mode time lapse 4K juga tersedia buat yang membutuhkan.

LCD 3 inci yang tertanam di belakangnya bisa dilipat ke atas sampai menghadap ke depan, membuat kamera ini ideal untuk para vlogger. Hal itu semakin diperkuat oleh sistem image stabilization 5-axis yang diklaim mampu mengompensasi guncangan sampai 3-stop.

Canon PowerShot SX740 HS

Wi-Fi, NFC, beserta Bluetooth merupakan fitur standar pada Canon PowerShot SX740 HS. Rencananya, kamera ini akan mulai dipasarkan pada bulan Agustus seharga $399.

Sumber: DPReview dan TechRadar.

Fujifilm XF10 Usung Sensor APS-C dalam Bodi Sekelas Kamera Saku

Fujifilm kembali meluncurkan kamera baru. Bukan mirrorless kali ini, melainkan yang masuk ke kategori kamera saku premium. Produk terakhir dari Fujifilm di segmen ini adalah Fujifilm X70, yang umurnya sekarang sudah dua tahun lebih.

Dinamai Fujifilm XF10, ia lebih pantas dianggap sebagai versi lebih simpel dari X70 ketimbang penerusnya. Desain keduanya cukup mirip, hanya saja XF10 tak lagi kelihatan retro seperti X70. Kendati demikian, premis utamanya masih sama: bodi kecil, sensor besar, dan dilengkapi lensa prime.

Fujifilm XF10

XF10 memiliki dimensi 113 x 64 x 41 mm, akan tetapi di dalamnya bernaung sensor APS-C 24 megapixel – sebagai perbandingan, Sony RX100 VI mengemas sensor 1 inci dalam bodi sebesar 102 x 58 x 43 mm. Resolusinya lebih tinggi dibanding sensor milik X70, akan tetapi yang dipakai oleh XF10 bukanlah sensor X-Trans, melainkan yang mengemas filter warna Bayer standar.

Menemani sensor tersebut adalah lensa fixed 18,5mm f/2.8 (setara lensa 28mm pada kamera full-frame). Focal length seperti ini jelas sangat menarik di mata street photographer – salah satu target pasar X70 – sayangnya XF10 tak lagi dilengkapi tuas untuk mengubah mode fokus dan tilting LCD seperti X70 dulu. Juga berubah adalah kenop shutter speed yang telah digantikan oleh mode dial

Sektor video rupanya juga bukan spesialisasi XF10. Ia memang bisa merekam dalam resolusi 4K, akan tetapi hanya pada kecepatan 15 fps saja. 15 fps menurut saya sangat tidak watchable dan lebih mirip deretan foto yang diputar dalam mode slideshow secara cepat. 1080p 60 fps adalah opsi yang lebih bijak bagi konsumen XF10.

Fujifilm XF10

Satu peningkatan yang dibawa XF10 dibanding X70 adalah joystick mini di bagian belakang, yang sangat praktis digunakan untuk mengubah titik fokus. XF10 juga mengusung layar sentuh, dan lewat layar ini pengguna juga dapat mengaktifkan Square Mode, alias pemotretan dalam aspect ratio 1:1 ala Instagram (pertama kalinya di lini Fuji X-Series).

Berita baiknya, XF10 tidak semahal X70 ketika pertama dirilis. Fujifilm mematok harga $500 untuk XF10, dan pemasarannya dijadwalkan berlangsung mulai Agustus mendatang di Amerika Serikat.

Sumber: DPReview.