Diana Instant Square, Kamera Film Instan dengan Lensa Dapat Ditukar Meluncur di Kicstarter

Bagi penggemar kamera film cetak instan, tentunya Anda sudah amat familier dengan seri Instax dari Fujifilm.

Perusahaan kamera asal Jepang itu belum lama ini meluncurkan kamera Instax Square SQ6 ke Indonesia yang dibanderol Rp2,049 juta.

Diana-Instant-Square

Namun bagi yang mendambakan kamera analog dengan format square seperti Fujifilm Instax SQ6 tapi dengan fasilitas lebih lengkap, jawabannya datang dari Lomography.

Mereka baru-baru ini telah merilis sebuah kampanye di Kickstarter untuk pembiayaan produksi kamera Diana Instant Square.

Sebuah kamera Instax pertama di dunia yang mendukung lensa yang dapat ditukar (interchangeable) dan memiliki hot shoe atau dudukan untuk untuk memasang lampu flash pada kamera.

Ya, Diana Instant Square kompatibel dengan square film Fujifilm Instax dan juga kompatibel dengan semua lensa milik kamera instant Diana F+.

Diana-Instant-Square-2

Dalam paket penjualannya sendiri, kita bisa memilih jenis lensa yang berbeda, seperti:

  • 20mm fisheye
  • 38mm super-wide-angle
  • 55mm wide-angle (+ close-up attachment)
  • 75mm kit lens
  • 110mm telephoto

Selain itu, Diana Instant Square juga dilengkapi dengan cermin untuk selfie, viewfinder yang bisa dilepas, dan dukungan aksesori lainnya.

Diana-Instant-Square-3

Diana-Instant-Square-1

Dalam proses pengambilan gambarnya Anda memiliki kontrol untuk mengatur fokus secara manual dan nilai aperture misalnya ke F11, F19, atau F32.

Bila tertarik, harga normal Diana Instant Square akan dibanderol US$100 atau sekitar Rp1,4 juta. Namun bila Anda membantu program crowdfunding yang digelar di Kickstarter, Anda cukup membayar US$65 atau Rp900 ribuan untuk versi klasik.

Sementara untuk versi edisi khusus dibanderol US$77 atau Rp1 jutaan. Rencananya unit akan dikirim mulai bulan Desember untuk versi klasik dan bulan Januari 2019 untuk edisi khusus.

Berikut spesifikasi lebih lengkapnya:

  • Film Format: Fujifilm Instax Square Film
  • Film Size: 86 mm x 72 mm
  • Dimensions: (WxHxD) 140 mm x 115 mm x 98 mm
  • Exposure Area: 62 mm x 62 mm
  • Shutter Speed: N (1/60), B (Bulb Mode, Unlimited)
  • Aperture: Manual settings, cloudy (f/11), partlysunny (f/19), sunny (f/32)
  • Film Ejection Mechanism: Motorized
  • Multiple Exposures: Unlimited
  • Flash: Diana F+ Flash (with adapter, included in package),hot shoe (with adapter, included in package)
    Interchangeable Lens Mount: Diana F+ bayonet mount
    Focal Length of Kit Lens: 75 mm
  • Zone Focusing Setting (kit lens): 1-2 m / 2-4 m / 4 m-infinity
  • Viewfinder: Reverse-Galilean, detachable
  • Battery Supply: 4x AAA batteries
  • Filter Thread Diameter on 75 mm kit lens: 30.5 x 0.75

Sumber: Dpreview

Tips Memotret Foto Landscape dengan Mode Manual/Pro Kamera Smartphone

Kali ini saya ingin mengulas tips mengambil foto landscape atau pemandangan bermodalkan kamera smartphone. Memang landscape photography idealnya menggunakan kamera DSLR ataupun mirrorless yang memiliki sensor besar.

Meski begitu, dengan memanfaatkan mode manual atau pro/profesional pada kamera ponsel pintar, di mana kita bisa dengan leluasa menyesuaikan rentang ISO, shutter speed, focus mode, exposure, dan white balance. Maka kita bisa menghasilkan kualitas foto landscape yang mengagumkan, langsung saja kita mulai.

1. Tripod dan Self Timer

tips-memotret-foto-landscape-dengan-mode-manual-pro-kamera-smartphone-1

Getaran tangan kita saat memotret akan mempengaruhi ketajaman foto. Solusinya adalah kita bisa menggunakan tripod smartphone dan fitur self timer.

Harga tripod untuk smartphone memang bervariasi, namun untuk awal saya merekomendasikan Xiaomi Mi Selfie Stick Tripod. Perangkat seharga Rp300 ribu itu bisa berfungsi sebagai tongsis ataupun tripod dengan kualitas cukup bagus dan bisa diputar 360 derajat.

2. Aspek Rasio dan Resolusi Kamera

tips-memotret-foto-landscape-dengan-mode-manual-pro-kamera-smartphone-2
Foto: Pengaturan kamera Huawei Nova 2i

Untuk menangkap pemandangan lebih luas, kita bisa mengatur aspek rasio ke 18:9 atau ke mode wide-angle. Namun artinya resolusi kamera akan turun yang mungkin mempengaruhi kualitas hasil bidikan.

Di smartphone Huawei Nova 2i yang saya gunakan misalnya, resolusi penuh 16-megapiksel berada pada aspek rasio 4:3. Sementara, pada aspek rasio 18:9 mentok pada 11-megapiksel. Selain itu, saat ini sudah banyak smartphone dual camera dengan konfigurasi lensa wide-angle yang ideal untuk memotret foto landscape.

3. Simpan Bidikan Dalam Format RAW

tips-memotret-foto-landscape-dengan-mode-manual-pro-kamera-smartphone-3
Foto: Pengaturan kamera Huawei Nova 2i

Bila smartphone mendukung, sebaiknya simpan bidikan foto landscape dalam format RAW. Memang ukuran file-nya akan membengkak, sebagai pembanding format JPG hanya sekitar 3-5 megabyte dan format RAW pada Huawei Nova 2i ukurannya 30-an megabyte.

Kelebihan foto dalam format RAW ialah menyimpan detail foto yang lebih baik sehingga memudahkan Anda dalam proses pengeditan di aplikasi edit gambar seperti Photoshop, Lightroom, dan lainnya. Anda bisa menyesuaikan kontras, ketajaman, warna, dan eksposur sehingga foto yang diperoleh menjadi optimal.

4. Rentang ISO

tips-memotret-foto-landscape-dengan-mode-manual-pro-kamera-smartphone-4
Foto: Pengaturan kamera Huawei Nova 2i

ISO adalah tingkat kepekaan sensor kamera, semakin rendah ISO maka hasil foto akan lebih tajam dan semakin tinggi ISO maka noise hasil yang didapat semakin terlihat. Karena kita memotret pemandangan dengan tripod dalam kondisi cahaya melimpah, maka pakailah ISO terendah yakni 50 atau 100.

5. Shutter Speed

tips-memotret-foto-landscape-dengan-mode-manual-pro-kamera-smartphone-5
Foto: Pengaturan kamera Huawei Nova 2i

Shutter speed atau kecepatan rana memiliki peranan penting dalam mengatur terang gelapnya foto. Semakin lama durasinya, maka semakin banyak cahaya yang masuk dan akan menghasilkan foto yang terang.

Satuan shutter speed adalah dalam detik atau pecahan detik. Dalam praktik kali ini saya menggunakan 1/40 s sampai kisaran 1/200 s, tergantung kondisi pencahayaan.

6. Exposure

tips-memotret-foto-landscape-dengan-mode-manual-pro-kamera-smartphone-6
Foto: Pengaturan kamera Huawei Nova 2i

Selain kombinasi ISO dan shutter speed, untuk mendapatkan foto landscape dengan kecerahan yang kita inginkan maka kita bisa mengubah nilai exposure atau exposure compensation. Untuk sengaja membuat foto lebih gelap dengan menurunkan nilai exposure atau lebih terang dengan menaikkan nilai exposure.

7. White Balance

tips-memotret-foto-landscape-dengan-mode-manual-pro-kamera-smartphone-7
Foto: Pengaturan kamera Huawei Nova 2i

Apa yang mata kita lihat dan yang ditampilkan oleh kamera mungkin berbeda dan white balance akan mengoreksi dampak warna cahaya pada foto. Kita bisa mendapatkan foto yang warnanya akurat atau dengan sengaja untuk membuat nuansa yang berbeda.

8. Komposisi

Satu lagi yang menentukan foto landscape sukses adalah komposisi, bagaimana menentukan subjek utama, latar belakang, dan lainnya. Setidaknya kita harus memahami komposisi dasar aturan segitiga dan masih banyak komposisi lain yang bisa kita eksplorasi seperti komposisi diagonal, komposisi kurva s, serta komposisi pola dan irama.

Verdict

ISO: 50, S:1/50 s, EV: 1, F:2,2, WB: Auto
ISO: 50, S:1/50 s, EV: 1, F:2,2, WB: Auto
ISO: 50, S:1/50 s, EV: 1, F:2,2, WB: Cloudy
ISO: 50, S:1/50 s, EV: 1, F:2,2, WB: Cloudy
ISO: 50, S:1/50 s, EV: 1, F:2,2, WB: Cool white
ISO: 50, S:1/50 s, EV: 1, F:2,2, WB: Cool white
ISO: 50, S:1/50 s, EV: 1, F:2,2, WB: Incandescent
ISO: 50, S:1/50 s, EV: 1, F:2,2, WB: Incandescent
ISO: 50, S:1/50 s, EV: 1, F:2,2, WB: Daylight
ISO: 50, S:1/50 s, EV: 1, F:2,2, WB: Daylight

Demikian tips pemula untuk menjadi seorang landscaper bermodalkan smartphone, tentunya nanti Anda bisa berinvestasi lebih baik dengan membeli kamera mirrorless ataupun DSLR. Tapi, untuk menjadi fotografer profesional memang membutuhkan biaya yang luar biasa besar, dari kamera, lensa, dan perlengkapannya. Jadi menurut saya, maksimalkan yang kita punya sekarang dan terus bereksplorasi.

Leica C-Lux, Kamera Saku dengan Kemampuan Super Optical Zoom 15x

Pasar compact camera atau kamera digital saku entry-level, eksistensinya memang telah tergerus oleh smartphone. Namun kamera saku high-end belum mati dan masih punya kemampuan yang tidak dimiliki oleh ponsel pintar.

Ya, kemampuan tersebut adalah optical zoom yang mampu memperluas atau mempersempit bidang pandang tanpa menurunkan kualitas foto. Keunggulan itu juga diusung oleh kamera saku terbaru besutan Leica.

Leica-C-Lux

Pabrikan kamera asal Jerman itu telah mengumumkan Leica C-Lux, kamera saku dengan kemampuan super optical zoom 15x dan digital zoom 2x. Sangat ideal sebagai teman travelling, ditunjang bentukan yang ringkas berdimensi 113x67x46 mm yang tidak makan tempat, dan bobot yang ringan 340 gram saja.

Lebih jauh, Leica C-Lux dilengkapi dengan lensa zoom 24-360mm F3.3-6.4 dan sensor BSI-CMOS 1 inci ukuran 20-megapixel. Hasil bidikannya bisa disimpan dalam format JPEG atau RAW agar lebih leluasa meng-edit nantinya.

Leica-C-Lux-Midnight-Blue
en.leica-camera.com
Leica-C-Lux-Light-Gold
en.leica-camera.com

Saat memotret, Anda bisa memanfaatkan monitor LCD 3 inci (1,2 juta titik) dan karena sudah mendukung layar sentuh maka Anda bisa menentukan fokus dan shutter melalui layar. Selain itu, Leica C-Lux juga telah dilengkapi dengan viewfinder dengan resolusi 2,3 juta titik dan pembesaran 0,53x.

Soal perekam video, Leica C-Lux mampu merekam video hingga resolusi 4K dengan frame rate 30 fps dan bit-rate 100 Mbps. Kamera saku ini juga dilengkapi fitur 4K Photo yang memperbolehkan Anda mengambil foto JPEG 8-megapixel dari video 4K tersebut.

Hasil foto dan video tersebut bisa dengan mudah Anda kirim ke smartphone melalui konektivitas WiFi dan Anda juga bisa mengendalikan kamera dari jarak jauh. Mengenai harga dan ketersediaan, Leica C-Lux dibanderol US$1050 atau sekitar Rp14,7 jutaan dan tersedia mulai bulan Juli dengan pilihan warna midnight blue atau light gold.

Sumber: Dpreview

Sony RX100 VI Datang Membawa Lensa Zoom yang Amat Jauh dan Performa Lebih Gegas

Setelah dirilis hampir dua tahun silam, Sony RX100 V akhirnya punya penerus. Generasi terbarunya, RX100 VI, membawa peningkatan yang cukup signifikan, meski desain dan dimensi bodinya kurang lebih masih sama seperti ketika generasi pertamanya diperkenalkan di tahun 2012.

Sensor berukuran besar (1 inci) sudah menjadi ciri khas seri RX100 sejak lama. Hal itu tidak berubah di generasi keenamnya, dan resolusinya tetap berada di kisaran 20,1 megapixel. Yang istimewa, sensor ini merupakan tipe stacked yang menyatu dengan chip DRAM, dan image processor-nya juga sudah ditemani oleh front-end LSI.

Sony RX100 VI

Anda tak perlu memusingkan istilah-istilah tersebut. Intinya, performa RX100 VI meningkat pesat dibanding pendahulunya: burst shooting dengan kecepatan 24 fps dalam posisi AF menyala dan buffer rate hingga 233 gambar (naik dari 150), phase-detection autofocus dengan kemampuan mengunci fokus dalam 0,03 detik saja, dan kinerja EyeAF Tracking dua kali lebih kencang.

Untuk video, RX100 VI masih mempertahankan opsi perekaman 4K 30 fps yang sangat mendetail (karena memanfaatkan seluruh penampang sensor). Slow-motion dalam kecepatan ekstrem 960 fps juga masih tersedia, tapi mungkin yang lebih ideal untuk sehari-hari adalah dalam kecepatan 120 fps dengan resolusi 1080p.

Sony RX100 VI

Namun yang mungkin lebih menarik justru adalah lensanya. Kalau sebelum-sebelumnya RX100 tergolong terbatas perihal zooming, RX100 VI berbeda sebab ia telah dibekali lensa 24-200mm (sebelumnya cuma 24-70mm). Sayangnya, aperture-nya jadi menurun dari f/1.8-2.8 menjadi f/2.8-4.5, dan kamera tak lagi dilengkapi ND filter terintegrasi.

Viewfinder elektronik dengan mekanisme pop-up masih tersedia, bahkan semakin sempurna karena tak lagi harus ditarik ujungnya secara manual (setelah nongol ke atas) ketika hendak digunakan. Di bawahnya, ada LCD yang bisa dimiringkan 90 derajat ke bawah, atau 180 derajat ke atas untuk memudahkan pengambilan selfie.

Sony RX100 VI

Menariknya, untuk pertama kalinya di seri RX100 LCD ini merupakan layar sentuh. Sudah sejak menjajal RX100 generasi pertama di tahun 2012 saya mengimpikan kehadiran touchscreen, dan akhirnya Sony mengabulkannya lewat RX100 VI, sehingga mengatur titik fokus bakal jauh lebih mudah mulai sekarang.

Di Amerika Serikat, Sony RX100 VI bakal dilepas ke pasaran mulai bulan depan dengan harga $1.200, $200 lebih mahal ketimbang RX100 V saat pertama kali diluncurkan.

Sumber: DPReview.

Sony Ungkap Panel Viewfinder Elektronik Beresolusi 5,76 Juta Dot

Sudah menjadi rahasia umum apabila Sony memasok sejumlah komponen kamera ke pabrikan lain, termasuk ke para pesaingnya, mulai dari sensor sampai panel OLED untuk viewfinder elektronik (EVF). Untuk komponen yang terakhir itu, Sony sudah menyiapkan versi baru yang lebih canggih.

Perkembangan teknik miniaturisasi merupakan kunci di balik panel EVF baru ini. Bagaimana tidak, bentang diagonal penampangnya cuma 12,6 milimeter, akan tetapi resolusinya mencapai 5,76 juta dot (1600 x 1200 pixel). Angka ini 1,6 kali lebih tinggi dibanding EVF milik Sony a7R III maupun Panasonic Lumix GH5 yang ‘hanya’ beresolusi 3,69 juta dot.

Sony 5.76 million dot OLED viewfinder display

Secara default, panel EVF ini dapat menampilkan live view dalam kecepatan 120 fps, tapi ada juga mode yang lebih responsif di angka 240 fps. Meski lebih superior hampir di segala aspek, Sony mengklaim konsumsi energinya sama kecilnya seperti panel EVF generasi sebelumnya.

Perbandingan ketajaman panel OLED baru (kiri) dan versi sebelumnya (kanan) / Sony
Perbandingan ketajaman panel OLED baru (kiri) dan versi sebelumnya (kanan) / Sony

Sony berencana memproduksi panel EVF baru ini secara massal di bulan November nanti. Yang bakal kebagian jatah pertama kali sudah pasti merupakan kamera bikinan Sony sendiri, namun saya yakin pabrikan lain juga bakal cepat menyusul, dengan catatan mereka bersedia harga kameranya naik secara cukup drastis, atau laba yang didapat lebih sedikit kalau kepuasan konsumen yang menjadi prioritas.

Alasannya, harga panel EVF ini tidak murah. Sony mematok harga 50.000 yen (± Rp 6,4 juta) untuk unit sampelnya, meski pabrikan yang membeli dalam jumlah besar tentunya bakal mendapat potongan harga. Dengan banderol semahal itu untuk viewfinder-nya saja, sudah pasti kamera yang bakal mengusung panel EVF ini masuk di kategori premium.

Sumber: DPReview.

RED Sederhanakan Lineup Kameranya Sekaligus Pangkas Harganya Secara Drastis

Memahami lineup kamera sinema yang ditawarkan RED itu gampang-gampang susah. Kuncinya ada pada penamaannya, yang berarti kita harus hafal mana yang merujuk ke tipe bodi dan mana yang untuk tipe sensor. Situasinya memang jauh dari kata ideal, dan RED sendiri rupanya menyadari akan hal itu.

Mereka pun memutuskan untuk menyederhanakan lineup-nya menjadi tiga model saja: DSMC2 Monstro 8K VV, DSMC2 Helium 8K S35, dan DSMC2 Gemini 5K S35. DSMC sendiri merupakan singkatan dari Digital Stills and Motion Capture, dan ini merujuk pada jenis bodi kamera yang digunakan.

RED DSMC2 cameras

Ketiga kamera di atas menggunakan bodi yang sama persis, sehingga perbedaannya hanya terletak pada sensornya, yang diwakili oleh masing-masing namanya. Cinema5D punya cara mudah untuk memahami perbedaannya. Berikut rangkumannya:

  • Monstro bisa kita anggap sebagai versi full-frame, sebab sensor ini mampu merekam video 8K 60 fps dalam format VistaVision (VV). Ukuran sensornya adalah yang paling besar, dan kalau diukur panjang diagonalnya, sangat mirip dengan sensor full-frame (Monstro 46,31 mm, full frame 43,27 mm).
  • Sama seperti Monstro, Helium juga bisa merekam video 8K 60 fps, hanya saja dalam format Super 35 yang lebih umum. Kalau diamati, dimensi fisik sensornya juga lebih kecil ketimbang Monstro.
  • Gemini punya dimensi yang tak jauh berbeda dari Helium (sedikit lebih besar), hanya saja resolusinya terbatas di 5K 96 fps, juga dalam format Super 35. Bukan cuma itu perbedaannya, Gemini juga mengemas teknologi Dual ISO yang membuatnya superior di kondisi minim cahaya.

Namun yang lebih menarik lagi justru adalah pemangkasan harga atas ketiga kamera tersebut. Monstro kini dibanderol $54.500, Helium $24.500, dan Gemini $19.500. Dibandingkan harga lamanya, konsumen bisa menghemat lebih dari $25.000 untuk Monstro dan Helium, atau $5.000 untuk Gemini. Berbahagialah Anda yang dulu belum tertarik membeli, atau yang masih menabung.

Sumber: DPReview.

Fujifilm X-T100 Bidik Pengguna Kamera DSLR untuk Beralih ke Mirrorless

Di tengah perkembangan teknologi kamera smartphone yang begitu pesat. Mungkin Anda bertanya-tanya, apakah kita masih membutuhkan kamera digital?

Saya juga pernah berpikir demikian dan pengalaman yang memberikan jawaban kepada saya. Saya merasa kurang puas dengan hasil foto saat traveling dan saya juga kesulitan memotret dalam cahaya temaram saat menghadiri acara peliputan bila hanya bermodalkan ponsel pintar.

Tapi saya tak mau juga dibuat repot, dari situ saya paham betul bahwa yang dibutuhkan ialah sebuah kamera mirrorless. Bentuknya ringkas dan punya kemampuan fleksibilitas lensa yang bisa diganti-ganti seperti kamera DSLR.

Bicara mengenai mirrorless, perusahaan kamera asal Jepang yakni Fujifilm telah meluncurkan kamera mirrorless terbaru ke Indonesia – Fujifilm X-T100 dalam acara yang bertajuk ‘show me your world‘ di Suasana Restaurant, Aston Jakarta (28/05/2018).

Menurut Johannes J. Rampi, General Manager Electronic Imaging & Consumer Printing Division Fujifilm, produk ini masuk ke kategori low to mid. Konsepnya adalah kamera mirrorless yang terbentuk dari desain ala kamera DSLR dengan jendela bidik.

“Dengan fitur utama seperti adanya electronic view finder, perangkat ini ditunjukkan untuk mereka yang masih menggunakan kamera DSLR agar beralih ke kamera mirrorless,” ujarnya.

Fitur dan Spesifikasi Fujifilm X-T100

Di jantung Fujifilm X-T100 tertanam sensor APS-C ukuran 24,2-megapixel yang dikombinasikan dengan teknologi reproduksi warna milik Fujifilm. Terdapat 11 variasi mode film simulation dan 17 variasi advanced filters.

Fujifilm X-T100 juga telah dilengkapi RAM 8GB, serta sistem deteksi gerakan autofokus dan algoritma autofokus terbaru yang membuatnya jadi lebih cepat dan lebih akurat dalam mencari titik fokus.

Di seri ini, SR+ Auto Mode telah mengombinasikan teknologi pengenal subjek dan gambar. Fungsi otomatis ini membuat X-T100 lebih simpel dan mudah dipakai oleh siapapun.

Kamera ini menawarkan pengaturan ISO dari ISO 200 hingga ISO 12800 yang bisa diekspansi dari ISO 100 hingga ISO 51200 dan mampu melakukan shooting 6fps pada 26 frame.

Hands-on Fujifilm X-T100

Dalam acara peluncuran, saya berkesempatan mencicip kecanggihan Fujifilm X-T100. ‘Berkelas’ itulah kesan pertama yang saya dapat sesaat setelah menyentuhnya.

Kamera mirrorless ini memiliki dimensi yang ringkas (121x83x47,4 mm) dengan desain stylish bergaya retro yang identik dengan seri X-T, di mana punya tiga tombol kontrol di bagian atas. Bobotnya sendiri mencapai 448 gram dan dibuat dengan rangka alumunium anti-karat.

Bagi saya lumayan berat tapi dengan build quality yang sangat baik, hal tersebut sepertinya bukan kekurangan. Bobot tersebut justru memberikan kesan padat, solid, serta feel yang mantap dalam genggaman tangan dan nyaman saat digunakan untuk memotret.

Kamera ini dilengkapi layar LCD sentuh 3 inci yang dapat digerakkan secara horizontal hingga 177 derajat, memiliki port 2.5mm dan hotshoe. Sehingga memudahkan untuk membuat vlog, Anda menggunakan external microphone untuk mendapat kualitas audio yang lebih baik.

Untuk kualitas perekaman videonya, kamera ini mampu merekam video format 4K pada 15fps hingga sekitar 30 menit, video Full HD hingga 59,94fps, dan video slow motion hingga 4x di resolusi HD 720p.

Daya tahan baterai sendiri diklaim tahan lama, di mana sekali charge bisa digunakan untuk memotret hingga sekitar 430 foto. Berkat konektivitas WiFi dan Bluetooth yang dimilikinya, hasil foto dan video dapat dipindahkan dengan mudah ke smartphone.

Harga Fujifilm X-T100

fujifilm-x-t100-9

Bila tertarik dengan Fujifilm X-T100, keran pre-order telah dibuka mulai pada tanggal 30 Mei 2018 hingga 8 Juni 2018 di website resmi Fujifilm Indonesia dengan bonus menarik. Serta, tersedia dalam berbagai pilihan warna yakni dark silverblack, dan champagne gold.

Untuk body only, Fujifilm X-T100 dibanderol Rp9 juta dan Rp10,5 juta dengan lensa Kit XC 15-45mm f/3.5-5.6 power zoom. Lensa tersebut dapat digunakan untuk berbagai subjek fotografi dengan jangkauan fokus dari 15mm hingga 1200mm (ekuivalen 35mm).

Fujifilm X-T100 Adalah Fujifilm X-A5 dengan Desain yang Lebih Pro

Baru tiga bulan yang lalu, Fujifilm meluncurkan kamera mirrorless kelas entry baru bernama X-A5. Sekarang, mereka kembali memperkenalkan kamera baru lagi untuk segmen yang sama, yang mereka namai X-T100.

X-T100 boleh dibilang merupakan X-A5 dalam kemasan yang berbeda. Spesifikasinya nyaris sama persis, dari mulai sensor sampai baterainya. Seperti X-A5, X-T100 turut menggunakan sensor APS-C 24 megapixel biasa, bukan yang berlabel X-Trans seperti kamera-kamera lain Fujifilm yang menduduki segmen menengah ke atas.

Sensor ini ditemani oleh sistem phase-detection autofocus (PDAF) 91 titik, dan kinerja burst shooting-nya mencapai angka 6 fps. Resolusi video maksimum yang dapat direkam adalah 4K, hanya saja dalam kecepatan 15 fps. Sekali lagi, sama persis seperti X-A5, bahkan baterainya juga diklaim tahan sampai 430 jepretan.

Fujifilm X-T100

Yang berbeda, seperti kelihatan jelas dari gambar, adalah desainnya. X-T100 mengadopsi gaya ala DSLR, macam yang diusung X-T20 maupun X-T2, dan itulah alasan di balik penamaannya. ‘Punuk’ di atas lensanya itu merupakan rumah untuk viewfinder elektronik, dengan panel OLED beresolusi 2,36 juta dot untuk membantu pengguna mengatur komposisi selagi matahari sedang terang-terangnya.

Kalau Anda perhatikan, panel depannya tampak begitu bersih, sampai-sampai hand grip pun tidak ada. Namun tak usah khawatir, sebab Fujifilm berbaik hati menyediakan aksesori hand grip yang bisa dilepas-pasang pada paket penjualannya. Lalu ketika menengok ke panel atasnya, tampak superioritas X-T100 dalam hal kontrol dibanding X-A5.

Fujifilm X-T100

X-T100 mempunyai satu kenop putar ekstra di bagian ini, diposisikan bersama tuas untuk memunculkan LED flash di sebelah kiri. Beralih ke panel belakang, tampak layout yang cukup mirip, namun ternyata layar sentuh 3 incinya sudah fully articulated, alias dapat dibuka ke samping kiri, lalu diputar-putar 360 derajat.

Selebihnya, Anda bakal mendapat fitur yang sama seperti X-A5, termasuk konektivitas Bluetooth di samping Wi-Fi. Itulah mengapa harganya tidak berbeda jauh. Fujifilm X-T100 dibanderol $599 tanpa lensa, atau $699 bersama lensa 15-45mm f/3.5-5.6 OIS tipe power zoom, saat mulai dipasarkan pada pertengahan Juni mendatang. Pilihan warnanya sendiri ada tiga: full hitam, kombinasi silver-hitam, dan yang paling gres, kombinasi emas-hitam.

Sumber: DPReview.

Fujifilm Instax Square SQ6 Adalah Kamera Instan Analog Berwujud Logo Lama Instagram

Setahun yang lalu, Fujifilm meluncurkan sebuah kamera instan yang sangat unik. Kamera bernama Instax Square SQ10 itu unik bukan semata karena menghasilkan potret dalam format kotak, tapi juga karena sistem hybrid (digital dan analog) yang diadopsinya.

Sekarang, Fujifilm memutuskan untuk melakukan hal yang berbeda dengan merilis Instax Square SQ6. Berbeda karena SQ6 murni merupakan kamera instan analog, yang dapat menghasilkan potret berukuran 62 x 62 mm di atas kertas 86 x 72 mm.

Desainnya sepintas kelihatan mirip seperti SQ10, namun dengan sudut-sudut yang lebih kaku sehingga membuatnya makin mirip dengan logo lama Instagram. Di samping lensa 32 mm-nya, terdapat cermin kecil yang berfungsi untuk membantu pengguna mengambil selfie. Dalam mode selfie ini, kamera akan mengatur tingkat kecerahan dan fokusnya secara otomatis.

Fujifilm Instax Square SQ6

Pada kenyataannya, SQ6 memang dibekali sensor untuk mendeteksi kondisi pencahayaan di sekitarnya, lalu mengatur shutter speed dengan sendirinya. Pengguna hanya perlu menjepret tanpa memusingkan parameternya meskipun kamera ini termasuk jenis analog.

Mode pemotretan lainnya mencakup mode makro, dengan jarak paling dekat 30 cm, mode landscape, serta mode double exposure yang memungkinkan pengguna untuk menggabungkan dua gambar di dalam satu kertas film. Juga tidak kalah unik adalah kehadiran tiga filter warna (oranye, ungu dan hijau) yang ‘disemburkan’ melalui flash bawaannya.

Nuansa nostalgia tentunya menjadi nilai jual utama Fujifilm Instax Square SQ6. Di samping itu, kamera ini juga merupakan alternatif yang lebih terjangkau untuk SQ10 berkat banderol harganya yang cuma $130. Di AS, kamera ini akan dipasarkan mulai 25 Mei mendatang.

Sumber: DPReview.

Kecil tapi Bandel, Panasonic Lumix FT7 Juga Dilengkapi Viewfinder Elektronik

Mayoritas smartphone terkini sudah bisa Anda ajak berenang. Namun kalau niat Anda adalah menyelam di laut selagi mengabadikan keindahannya, opsi berwujud ringkas masih harus dijatuhkan pada deretan kamera compact berbodi tangguh, macam yang baru diluncurkan oleh Panasonic berikut ini.

Dari luar kamera bernama Panasonic Lumix FT7 ini memang kelihatan bandel. Tanpa dibantu casing tambahan, ia siap Anda ajak menyelam sampai kedalaman 31 meter. Jatuh dari ketinggian 2 meter pun bukan masalah besar baginya, demikian pula untuk suhu dingin sampai -10 derajat Celsius.

Panasonic Lumix FT7

Yang unik dari kamera ini adalah kehadiran sebuah viewfinder elektronik, yang tergolong jarang kita temui di kategori ini. Viewfinder-nya memang bukan termasuk ukuran yang proper, hanya 0,2 inci, dengan tingkat perbesaran 0,45x dan resolusi 1,17 juta dot. Meski demikian, kehadirannya masih akan sangat berguna ketika memotret di darat selagi matahari bersinar amat terang.

Di dalamnya, bernaung sensor BSI (backside illuminated) 1/2,3 inci dengan resolusi maksimum 20,4 megapixel. Lensa yang menemani memiliki focal length 28-128mm, dengan rentang aperture f/3.5-5.9. Bukan yang terbaik, tapi setidaknya Anda bisa melakukan zooming tanpa harus mendekat terlebih dulu.

Seperti Panasonic lainnya, perekaman video selalu mendapat perhatian khusus. FT7 menawarkan opsi perekaman dalam resolusi 4K 30 fps, 1080p 60 fps, atau 720p 120 fps. Fitur 4K Photo yang menjadi ciri khas Panasonic pun turut tersedia. Soal pengoperasian, sayang LCD 3 inci di belakangnya bukan layar sentuh.

Panasonic Lumix FT7

Sistem autofocus-nya sendiri mengandalkan teknik contrast-detection, dengan 49 titik yang bisa dipilih. Tracking subjek bergerak diklaim dapat dilakukan dalam kecepatan 5 fps, sedangkan kecepatan burst shooting-nya mencapai angka 10 fps. Baterainya sendiri diyakini bisa bertahan hingga 300 jepretan.

Konektivitas Wi-Fi sudah pasti tersedia, sayangnya Bluetooth masih belum. Perangkat ini rencananya bakal dipasarkan mulai musim panas mendatang seharga $449 dengan tiga pilihan warna: hitam, biru dan oranye.

Sumber: DPReview.