Katsuhiro Harada Protes Pemerintah Jepang Batasi Durasi Main Game Anak

Konsumsi game bagi anak sepertinya memang sedang menjadi satu perhatian tersendiri bagi pemerintah di beberapa negara. Salah satu negara yang pertama kali memunculkan perhatian ini adalah Tiongkok. Pada November 2019 lalu, pemerintah Tiongkok sudah mengeluarkan regulasi baru untuk meminimalisir dampak buruk bermain game. Regulasi tersebut termasuk membatasi durasi main game dan serta membuat jam malam untuk gamers usia muda.

Walhasil regulasi tersebut berdampak kepada beberapa game, seperti Epic Games yang batasi waktu main Fortnite di Tiongkok, sertai Arena of Valor yang menyiapkan fitur Face Recognition untuk mengetahui usia pemain. Tak hanya di Tiongkok, Jepang juga kini kabarnya sudah menerapkan regulasi serupa, lewat sebuah peraturan daerah.

Peraturan ini diberi nama Net Game Addiction Measure Ordinance, yang diterapkan di prefektur Kagawa, Shikoku, Jepang. Peraturan ini akan membatasi waktu main warga yang berusia di bawah 18 tahun jadi hanya satu jam per hari saja. Melihat regulasi ini, Katsuhiro Harada, produser dan direktur seri game Tekken, lalu memberikan tanggapan yang cukup keras.

Twit tersebut jika diterjemahkan secara kasar berarti. “Para orang tua yang tumbuh dewasa dengan tidak bijak menjadikan game sebagai kambing hitam atas ketidakmampuan mereka untuk mendidik anak mereka secara bijak.” Mengutip Siliconera, peraturan daerah ini tidak hanya sekadar membatasi durasi main game anak-anak di bawah 18 tahun jadi 60 menit saja per hari (akhir pekan 90 menit), namun juga menerapkan jam malam yang melarang anak-anak untuk menggunakan telepon genggam di atas pukul 22:00.

Memang tidak seperti Tiongkok, yang memaksa pengembang untuk mengubah bagian dalam game untuk pembatasan durasi pemain, peraturan daerah yang diterapkan di Jepang ini bisa dibilang hanya bersifat sebagai arahan dari pemerintah kepada para orang tua dalam mengatur konsumsi game anak. Masih dari Siliconera, kebijakan ini sendiri sebenarnya masih menjadi perdebatan bagi kalangan umum di Jepang, karena cara menegakkan peraturannya yang masih jadi tanda tanya.

Lebih lanjut, Harada secara vokal menentang hal ini lewat beberapa seri twit lainnya. Ia mengatakan bahwa orang-orang yang membuat kebijakan ini adalah “orang orang dengan pikiran membosankan yang tidak dapat memberikan anak anak ide dan inspirasi.”

Terakhir, Harada kembali menegaskan bahwa bentuk perlawanan yang ia lakukan lewat opini pribadinya sendiri ini tidak ada hubungannya dengan penjualan game Tekken sendiri. Ia menjabarkan bahwa penjualan game Tekken 7 yang sudah mencapai jutaan unit, lebih banyak terjual di pasar barat (Eropa dan AS), ketimbang pasar Jepang yang hanya menyumbang 4 persen dari total penjualan dengan hanya 5 juta kopi saja terjual. “Jadi peraturan daerah ini tidak ada urusannya dengan penjualan Tekken 7. Namun, saya merasa ini akan memberikan dampak negatif kepada budaya gaming di Jepang.”. Ucap Harada.

Pada akhirnya, regulasi pembatasan waktu bermain game memang seakan menjadi pedang bermata dua bagi masyarakat. Pada satu sisi, pembatasan ini mungkin baik bagi tumbuh kembang anak, seraya memberi pedoman kepada orang tua terhadap cara konsumsi game terbaik bagi anak. Namun pada sisi lain, kebijakan seperti ini sedikit banyak juga akan mempengaruhi industri game itu sendiri. Walau mungkin tidak terasa untuk saat ini, pergeseran budaya seperti yang disebut Harada bisa jadi akan memberi dampak besar terhadap bisnis game di masa depan.

Sumber Header: Red Bull Esports

Katsuhiro Harada Diangkat Menjadi Supervisor Esports di Bandai Namco

Sepanjang 2018, Bandai Namco adalah salah satu penerbit game yang berperan sangat aktif di dunia esports. Mulai dari penampilan debut Dragon Ball FighterZ di EVO, Tekken World Tour yang akhirnya dimenangkan oleh pengguna karakter Panda, hingga Dragon Ball FighterZ World Tour Saga, rasanya selalu ada kejadian menarik dalam tahun tersebut. Kini Bandai Namco menyambut kedatangan tahun baru 2019 dengan strategi baru pula.

Katsuhiro Harada, director serta produser yang menangani seri Tekken dan Summer Lesson, kini mendapatkan jabatan baru, yaitu kepala dan supervisor tim Fighting Game Esports Strategy di Bandai Namco. Dalam surat terbuka yang disampaikannya lewat media sosial, Harada berkata bahwa Bandai Namco akan terus mengembangkan turnamen serta komunitas esports di sekitar tiga seri fighting game andalan mereka, yaitu Dragon Ball FighterZ, Tekken, dan Soul Calibur.

Katsuhiro Harada
Katsuhiro Harada juga tetap menjadi penanggung jawab seri Tekken | Sumber: Katsuhiro Harada

“Kami sudah merencanakan sebanyak mungkin turnamen resmi selama tahun depan (2019), sambil terus mendukung turnamen yang digelar oleh komunitas. Ditambah lagi, kami juga ingin mencari cara untuk membantu aktivitas turnamen serta komunitas di masa depan,” ujar Harada dalam surat terbuka tersebut. Ia juga menjelaskan bahwa kondisi Bandai Namco di setiap wilayah bisa berbeda, jadi bila komunitas fighting game memiliki pertanyaan atau masalah, sebaiknya langsung menghubungi kantor Bandai Namco terdekat.

Update kondisi Dragon Ball FighterZ

Anda yang mengikuti dunia fighting game kompetitif mungkin sudah tahu bahwa beberapa waktu lalu Dragon Ball FighterZ sempat mengalami masalah. Game ini ditarik dari sejumlah turnamen besar tanpa alasan yang jelas, namun diskusi di komunitas fighting game memunculkan kecurigaan pada masalah lisensi. Salah satu turnamen besar yang batal menampilkan Dragon Ball FighterZ adalah EVO Japan 2019.

Banyak penggemar Dragon Ball FighterZ yang mengungkapkan kekecewaannya terhadap Toei Animation, selaku pemegang hak cipta atas film animasi Dragon Ball. Akan tetapi Toei Animation telah mengeluarkan pernyataan bahwa mereka tidak tahu-menahu tentang penarikan Dragon Ball FighterZ dari turnamen tersebut.

Bila bukan Toei Animation, siapa “dalang” di balik masalah ini? Sulit untuk menebaknya, karena hak cipta akan franchise Dragon Ball itu sendiri dipegang oleh banyak pihak. Selain Toei Animation, ada Bird Studio, Shueisha, Funimation Productions, serta Bandai Namco sendiri yang turut terlibat. Tapi setidaknya kini kemungkinan penyebabnya sudah semakin menyempit. Mudah-mudahan saja masalah ini cepat terselesaikan.

Kedudukan turnamen dalam hak cipta

Menurut Ultra David (tokoh veteran fighting game yang berprofesi sebagai pengacara), legalitas penggunaan suatu properti intelektual (IP) dalam wujud turnamen sebetulnya masih abu-abu. Tapi pada dasarnya, pemegang hak cipta memang berhak mengatur siapa saja yang boleh menampilkan IP mereka di depan publik. Bila dianalogikan dengan olahraga, hak cipta atas olahraga sepak bola memang tidak ada, tapi tetap ada hak cipta atas penyiaran olahraga tersebut, misalnya di stasiun televisi.

Ultra David & James Chen
Ultra David dan James Chen di Capcom Cup 2018 | Sumber: Ultra David

Selama ini legalitas turnamen tidak pernah menjadi masalah karena turnamen itu sendiri skalanya masih kecil. Andai dipermasalahkan pun, biaya yang dikeluarkan untuk mengurusnya di meja hijau akan terlalu besar. Tapi zaman sekarang berbeda. Esports telah menjadi industri bernilai jutaan dolar, dan masalah hak cipta mulai terasa penting untuk diperhatikan.

Ultra David sendiri tidak bisa memastikan siapa yang menyebabkan masalah di sekitar Dragon Ball FighterZ. Tapi hukum atas hak cipta ini sudah sangat jelas. Karena itu ia menyarankan, bila komunitas esports ingin mempertahankan pengadaan turnamen tak resmi, sebaiknya mereka melakukannya lewat bada legislatif, bukan lewat pengadilan. Bila komunitas bisa meyakinkan badan legislatif untuk menciptakan undang-undang mengayomi turnamen esports, itu akan jauh lebih baik daripada “berkelahi” melawan pemegang hak cipta.

Sumber: EventHubs, Katsuhiro HaradaDPG at Law, Toei Animation

Perjalanan Tekken Dari Game Arcade Menjadi eSport

Seri Tekken sangat populer di kawasan Asia. Sudah lama fans menyebutnya sebagai permainan fighting paling teknis, dipuji karena menyajikan gameplay yang detail, solid dan seimbang. Bermula dari arcade lebih dari dua dekade silam, game milik Namco ini sering dipertandingkan di kompetisi-kompetisi bergengsi, dan kini beridiri setara dengan judul-judul eSport lain.

Sejak 2013, Tekken menjadi bagian permanen dari ajang Evo Championship, bahkan jadi game eksklusif di banyak channel-channel eSport. Melegendanya Tekken ialah buah dari kerja keras Katsuhiro Harada, producer, sutradara dan juga pengisi suara karakter permainan. Dan di TGS kemarin, Venture Beat memperoleh kesempatan buat berbincang-bincang langsung dengan Harada dan desainer Michael Murray, membahas mengenai perjalanan panjang Tekken dan statusnya saat ini sebagai judul kompetitif.

Tekken 7 2

Berdasarkan penjelasan sang producer, evolusi Tekken dari arcade ke eSport merupakan hal yang alami. Sejak awal, kreasi timnya itu sangat mendukung acara-acara turnamen, elemen tersebut sudah ada sebelum meroketnya kepopularitasan eSport. Namun dengan naik daunnya ranah kompetitif, terekspos pula banyak selebriti-selebriti online. Lalu tersedianya versi console memudahkan orang mengadakan ajang latihan, kualifikasi hingga turnamen dari jarak jauh.

Pendekatan ini turut diusung dalam judul terbaru permainan mereka, Tekken 7. Game telah didukung fitur online play, sehingga memungkinkan diadakannya kejuaraan arcade di lokasi berbeda, pertama kali tersedia di franchise ini. Kata Murray, mode online juga akan dihadirkan pada versi console Tekken 7, rencananya segera meluncur pada triwulan pertama atau kedua 2017.

Di inkarnasi terkini, struktur Tekken betul-betul ‘eSport ready‘. Harada menggunakan implementasi Rage Art sebagai sampelnya. Fitur ini membuat karakter Anda lebih berbahaya saat health mereka jatuh di bawah level kritis. Rage Art mendongkrak tingkat keampuhan serangan, bisa digunakan dalam beberapa cara, salah satunya ialah mengeluarkan teknik mematikan yang juga mengaktifkan efek sinematik di mana kamera jadi berpindah-pindah. Dengan begini, pertandingan bukan cuma terasa seru bagi pemain, tapi asik untuk ditonton.

Tekken 7 1

Bandai Namco mengungkapkan rasa hutang budi mereka pada arcade dan tidak berniat melupakan jasa platform ini. Harada mengerti rasa frustasi para gamer di luar Jepang yang harus menunggu versi console dirilis untuk bisa menikmati Tekken 7. Namun ia menyampaikan, tanpa meluncurkannya di arcade terlebih dulu, timnya tidak dapat meneruskan seri permainan melewati Tekken 5. Meski begitu ia mengaku, penyesuaikan akan terus dilakukan, dan terlalu fokus ke arcade juga bukanlah keputusan bijaksana.

Dan dalam menyajikan game ke platform berbeda, tantangan terbesar bagi developer ialah menemukan titik keseimbangan. Jika dirancang sebagai permainan arcade, maka durasi, narasi dan momentum harus disajikan lebih cepat; berbeda dari console.

Kabar gembiranya, filosofi desain Tekken pelan-pelan berubah, Namco kini tak lupa fokus pada kualitas dan kuantitas konten demi memuaskan khalayak eSport.

Tekken 7 3

Pokkén Tournament Menghadirkan Pokémon Dalam Game Fighting a la Tekken

Tahukah Anda, setidaknya Nintendo telah merilis lebih dari 35 judul game dan 20 lebih anime, film dan serial TV Pokémon. Didirikan oleh Nintendo di tahun 1998, tim The Pokémon Company bertanggung jawab dalam proses pemasaran dan lisensi brand tersebut. Dan di waktu dekat, Anda akan kembali menjadi saksi inkarnasi Pokémon terbaru. Continue reading Pokkén Tournament Menghadirkan Pokémon Dalam Game Fighting a la Tekken