Kerja Sama dengan GUNNAR Optiks, ESL Bakal Buat Kacamata Khusus Gamer

ESL baru saja menandatangani persetujuan lisensi dengan perusahaan pembuat kacamata GUNNAR Optiks. Dengan perjanjian ini, penyelenggara turnamen tersebut akan dapat membuat kacamata gaming bermerek ESL. Dimulai pada 2020, perjanjian kerja sama antara ESL dan GUNNAR akan berlangsung selama tiga tahun. Sayangnya, tidak diketahui berapa nilai dari kerja sama ini.

GUNNAR didirikan pada 2006. Sejak saat itu, mereka telah terjun ke dunia esports sejak beberapa tahun lalu. Pada 2012, mereka pernah bekerja sama dengan Team SoloMid, lapor The Esports Observer. Melalui kerja sama dengan GUNNAR, ESL akan meluncurkan dua lini kacamata pada 2020. Keduanya akan kembali merilis lini kacamata baru pada 2021 dan 2022. ESL bisa mendapatkan perjanjian lisensi dengan GUNNAR berkat Beanstalk, badan lisensi merek global ESL.

ESL Gunnar optiks
Sebelum ini, GUNNAR telah membuat kacamata khusus gamer. | Sumber: GUNNAR Asia

“Sebagai perusahaan pemimpin di dunia esports, kami terus berusaha untuk menawarkan pengalaman profesional pada para atlet esports,” kata David Hiltscher, VP Shop, Merchandise, Licensing, ESL Gaming, lapor Esports Insider. “Tujuan kami adalah untuk menyediakan produk unik, inovatif, dan bermanfaat dalam esports. Jadi, masuk akal bagi kami untuk bekerja sama dengan perusahaan pembuat kacamata gaming terbaik, GUNNAR Optiks. Kami tidak sabar untuk menyediakan kacamata bermerek ESL yang didesain khusus untuk para pemain profesional dan fans mereka.”

Sementara itu, Georgina Petrie, Director of Marketing – Gaming, GUNNAR Optiks berkata, “Sejak didirikan pada 2006, GUNNAR dengan cepat menyadari pentingnya mendukung gamer dengan menciptakan kacamata yang akan membuat pengalaman bermain game mereka menjadi lebih baik dan melindungi mata mereka. Gamer merupakan target utama merek kami. Karena itu, kami memang berencana menjalin kerja sama dengan ESL dengan tujuan untuk membuat kacamata inovatif dan langsung menyediakannya ke tangan orang-orang yang membutuhkannya.”

Belakangan, semakin banyak perusahaan non-endemik  yang tertarik untuk masuk ke industri esports, baik sebagai sponsor atau rekan kerja sama. Pada Februari lalu, ESL menandatangani kontrak sponsorship dengan Angkatan Udara dan Angkata Laut Amerika Serikat. Sementara itu, BMW bekerja sama dengan lima organisasi esports sekaligus. Ini menunjukkan besarnya potensi industri esports. Diperkirakan, esports memang akan menjadi industri bernilai US$1 miliar pada tahun ini.

Jajaki Esports, Lazada Gandeng EVOS Esports

Secara global, industri esports diperkirakan akan bernilai US$1 miliar pada tahun 2020. Sementara di Indonesia, pemasukan dari industri mobile game diperkirakan mencapai US$624 juta. Menurut data Newzoo, dari 82 juta pengguna smartphone di Tanah Air, sekitar 52 juta merupakan mobile gamer. Ini menunjukkan besarnya potensi esports dan tingginya minat masyarakat Indonesia akan mobile game. Jadi, tidak heran jika Lazada tertarik untuk mendukung ekosistem mobile game dan esports. Untuk melakukan itu, mereka memutuskan untuk bekerja sama dengan EVOS Esports.

Lazada mengumumkan kerja samanya dengan EVOS Esports pada hari ini, Rabu, 15 April 2020. Melalui kerja sama ini, EVOS akan membuka official store di Lazada. Selain itu, EVOS juga akan mengisi program livestreaming Lazada Cyber Combat. Di sini, para penggemar esports akan bisa bertanding melawan tim EVOS. Pertandingan tersebut akan disiarkan di channel LazLive setiap hari Selasa. Program Cyber Combat akan dijalankan mulai 12 Mei 2020 sampai 28 Juli 2020.

Tak hanya itu, Lazada dan EVOS juga akan melakukan pencarian bakat. Dalam pencarian bakat ini, pertama-tama, EVOS dan Lazada akan memilih 250 orang yang tertarik menjadi pemain profesional Mobile Legends dan 250 orang lain di Free Fire. Dari 250 orang tersebut, akan dipilih satu pemenang. Masing-masing pemenang berhak untuk masuk ke divisi Mobile Legends Academy dan divisi Free Fire dari EVOS setelah melalui masa tryout selama satu bulan.

Sawitri Hertoto, VP Marketing of Lazada Indonesia menjelaskan, Lazada ingin mendukung esports karena memang sesuai dengan misi mereka. Selain itu, esports juga mulai dipertandingkan dalam acara olahraga bergengsi, seperti SEA Games 2019. “Kalau dilihat, peminat esports, baik pengamat, pemain profesional dan amatir, kebanyakan itu dari kalangan generasi muda, milenial dan gen Z. Ini sesuai dengan target market Lazada,” ujar perempuan yang akrab dengan panggilan Pipi ini dalam konferensi pers online.

lazada evos esports
Sawitri Hertoto – VP Marketing of Lazada Indonesia.

Sementara itu, Hartman Haris, EVOS Esports Co-Founder and Chief Business Officer menjelaskan, industri esports di Indonesia memang sudah semakin maju. Salah satu tolok ukurnya adalah jumlah penonton. Dia bercerita, sekitar tiga tahun lalu, pada saat EVOS baru dibentuk, jumlah penonton pertandingan esports biasanya tidak mencapai 1.000 orang. Sebagai perbandingan, pada babak final MPL Season 5 — yang mempertemukan EVOS dan RRQ — peak viewer mencapai 1 juta orang.

Menurut Hartman, salah satu alasan mengapa ekosistem esports berkembang di Indonesia adalah karena jumlah pengguna smartphone yang terus bertambah. Namun, ekosistem esports di Indonesia masih tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara maju. “Salah satunya adalah dalam jaringan telekomunikasi atau internet. Sekarang memang sudah jauh lebih baik, tapi masih kalah jauh dari negara berkembang. Kedua, masalah payment. Ketiga, ecommerce,” ujarnya. “Yang dua hal pertama, itu di luar kendali saya. Tapi, yang ketiga, inilah alasan kami bekerja sama dengan Lazada.”

Bagi Lazada, melalui kerja sama dengan EVOS yang berlangsung selama satu tahun, mereka berharap akan bisa menambah konsumen mereka. “Kita memang selalu mau menambah pelanggan kami. Dan kalau soal pelanggan kan tidak cuma melihat dari umur. Kami juga ingin mendekatkan diri dengan komunitas gaming yang selalu mengikuti tren industri, seperti esports,” ujar Sawitri.

Di tengah pandemik virus corona, EVOS masih bisa menjalankan bisnisnya. Terkait hal ini, Hartman menjelaskan, “Kita beruntung karena pola bisnis kita memang kebanyakan online, menggunakan internet.” Namun, dia mengaku, EVOS terpaksa harus menunda berbagai kegiatan offline yang hendak mereka jalankan. “Kita juga mengalami banyak kendala. Tapi, setidaknya kita bisa melakukan kegiatan online.”