Bukan Sebatas Mobil R/C, Sphero RVR Adalah Robot yang Dapat Dikustomisasi Sepenuhnya

Desember lalu, Sphero mengumumkan bahwa mereka sudah berhenti memproduksi robot-robot mainannya hasil kemitraannya bersama Disney. Langkah tersebut merupakan bagian dari upaya Sphero untuk memaksimalkan sumber dayanya di ranah STEM, di samping merilis robot baru bernama Bolt.

Belum ada setahun berselang pasca peluncuran Bolt, Sphero sudah siap dengan robot edukatif lain. Namanya RVR, diambil dari kata rover yang menggambarkan wujud beserta fungsinya. RVR bukan sebatas mobil R/C biasa yang bisa dikendalikan via smartphone, ia benar-benar merupakan sebuah robot yang dapat dikustomisasi sepenuhnya.

Sphero RVR

Di balik sasis semi-transparannya, bernaung sederet sensor: sensor warna, sensor cahaya, infra-merah, magnetometer, accelerometer, gyroscope, dan sensor inersia 9-poros yang memungkinkannya untuk saling bertukar sinyal sekaligus berinteraksi dengan robot Sphero lain.

Sensor-sensor tersebut turut didampingi 10 buah LED yang bisa dikustomisasi secara individu, magnetic encoder beresolusi tinggi, serta gear super-presisi dengan peredam suara dan getaran. Secara keseluruhan, RVR sangatlah kompleks terlepas dari kulit luarnya yang kelihatan simpel.

Sphero RVR

RVR juga mengemas karakter sebuah rover yang kental. Berkat gardan berlapis bajanya, permukaan terjal maupun jalan menanjak pun siap ia lewati. Sphero bahkan telah melengkapinya dengan roll cage untuk melindungi komponen-komponen sensitif di dalam RVR, semisal baterainya yang dapat dilepas-pasang, serta di-charge via USB-C.

RVR turut dibekali expansion port universal yang kompatibel dengan beragam development board populer, macam Raspberry Pi, Arduino dan Micro:Bit, sehingga para geek dapat memaksimalkan potensinya dengan leluasa. Juga tidak ketinggalan adalah kompatibilitas dengan platform Sphero Edu, dan Sphero pun sudah menyiapkan kurikulum pembelajaran khusus untuk RVR.

Sphero RVR

Satu hal yang tidak biasa bagi Sphero adalah pemasaran RVR. Di sini Sphero memilih memanfaatkan platform crowdfunding Kickstarter sebagai mediumnya, dengan maksud agar lebih mudah menerima masukan dari para backer yang kebagian jatah lebih dulu. Harga termurah yang bisa ditebus adalah $199, lebih murah $50 dari estimasi harga ritelnya.

Sumber: VentureBeat.

Taihe Gemini Ibarat Microsoft Surface yang ‘Tak Bernyawa’

Monitor portable kedengarannya kurang begitu berguna bagi sebagian besar orang. Wajar, mengingat mayoritas akan lebih memilih membeli tablet ketimbang sebatas layar yang tak ‘bernyawa’. Kendati demikian, kita tak boleh lupa dengan mereka yang terbiasa bekerja menggunakan dua monitor.

Mereka yang sudah terbiasa dengan setup semacam ini di meja kerjanya, tentu akan merasa sedikit kesulitan ketika harus bekerja di luar, di kedai kopi misalnya. Dan inilah yang menjadi salah satu alasan di balik lahirnya perangkat bernama Taihe Gemini berikut ini.

Taihe Gemini

Seperti yang bisa Anda lihat, wujudnya mirip dengan tablet Microsoft Surface, akan tetapi perannya tidak lebih dari sebatas display tambahan saja. Letak kemiripan utamanya tentu terdapat pada kickstand terintegrasi yang dapat menopang perangkat dalam beragam sudut. Pertanyaannya, mengapa ia bisa sampai dibuat hampir rata dengan permukaan meja kalau fungsinya hanya sebatas menampilkan konten saja?

Well, Taihe rupanya telah menyiapkan dua varian Gemini. Dua-duanya sama-sama mengemas layar 15,6 inci, tapi yang pertama mengemas resolusi 4K dengan dukungan 100% spektrum warna Adobe RGB, sedangkan yang kedua mengemas resolusi 1080p dan merupakan sebuah panel sentuh.

Varian touchscreen ini akan sangat ideal digandengkan dengan ponsel seperti Samsung Galaxy Note 9 yang mendukung fitur DeX (Desktop Experience). Jadi setelah tersambung, kita bisa langsung mengoperasikan Taihe Gemini layaknya sebuah tablet, dengan tampilan sistem operasi mirip perangkat desktop.

Taihe Gemini

Apa saja perangkat yang bisa disambungkan ke Gemini? Banyak, terutama jika Anda memilih varian yang berlayar 4K. Varian ini datang membawa port HDMI, Mini DisplayPort, USB-C, dan sepasang port USB 3.0. Varian 1080p-nya di sisi lain agak lebih terbatas dengan hanya dua port Mini HDMI, dua micro USB dan USB-C.

Sebagai perangkat portable, tentu saja Gemini mengusung baterainya sendiri. Dalam satu kali pengisian, Gemini diyakini dapat beroperasi sampai sekitar lima jam, lebih dari cukup untuk satu sesi bekerja di kedai kopi.

Kampanye crowdfunding Taihe Gemini di Kickstarter masih menyisakan beberapa hari, dan targetnya sudah jauh terlampaui. Harga paling murah yang bisa didapat para backer adalah $189 untuk varian 1080p atau $329 untuk varian 4K. Harga retail-nya masing-masing diestimasikan berkisar $299 dan $499.

Sumber: The Verge.

Terbuat dari Kertas, Weather Poster Suguhkan Informasi Cuaca Layaknya Smart Display

Dewasa ini, mengecek ramalan cuaca bukan lagi hal yang sulit dengan begitu banyaknya aplikasi yang tersedia untuk smartphone. Namun semua itu sama saja bohong seandainya kita baru teringat untuk mengecek sesaat setelah meninggalkan kediaman.

Solusi yang lebih ideal bisa dengan menggunakan smart display macam Google Home Hub, terutama apabila perangkat tersebut ditempatkan di dekat pintu keluar rumah atau apartemen. Masih perlu alternatif lainnya? Coba lirik perangkat bernama Weather Poster berikut ini.

Weather Poster boleh Anda kategorikan sebagai smart display, akan tetapi ia sebenarnya tidak lebih dari secarik kertas yang dilengkapi dengan sebuah microprocessor. Istimewanya, kertas ini dicetak menggunakan “tinta pintar” yang dapat berganti warna ketika dipanaskan.

Berbekal data dari internet, iconicon yang terdapat pada poster ini akan berubah warna berdasarkan kondisi cuacanya. Ya, perangkat ini hanya bisa berfungsi untuk menampilkan ramalan cuaca, dan itu pun secara sangat terbatas. Namun kita juga harus ingat bahwa ia sama sekali tidak dilengkapi dengan layar digital.

Weather Poster

Maka dari itu, Weather Poster akan sangat ideal dijadikan dekorasi ruangan sekaligus pengingat untuk membawa payung jika digantungkan di dekat pintu keluar. Pengembangnya, startup asal Australia bernama Typified, sengaja mengawinkan elemen seni dan teknologi guna menciptakan produk yang berguna dalam kehidupan modern macam Weather Poster ini.

Yang saya sayangkan, harganya tergolong mahal. Di Kickstarter, Typified mematok harga early bird paling murah AU$189. Belum lagi ada biaya tahunan sebesar $7,5 untuk data ramalan cuacanya setelah dua tahun pemakaian.

Satu catatan terakhir, mengingat “tinta pintar” pada poster ini bereaksi terhadap panas, pengembangnya tidak menyarankan konsumen yang tinggal di area panas untuk membelinya, sebab kinerja Weather Poster akan kacau apabila suhu di kediaman kita selalu berada di angka 29° C atau lebih. Ya, sepertinya produk ini memang kurang cocok buat kita di Indonesia, namun tetap saja idenya meleburkan seni dan teknologi sangatlah menarik.

Sumber: The Verge.

SwitchPod Adalah Kombo Monopod + Tripod yang Wajib Dimiliki Para Vlogger

Awalnya hanya bermodalkan smartphone, seiring waktu para vlogger biasanya akan meng-upgrade ‘perlengkapan perang’ yang dimilikinya. Kamera adalah yang biasanya diganti pertama kali, namun terlepas dari apa kamera yang digunakan, aksesori pendukung macam monopod dan tripod tidak kalah krusial dalam keseharian seorang vlogger.

Monopod untuk dipegang dan dibawa-bawa, sedangkan tripod untuk diletakkan di atas meja atau permukaan rata lainnya. Porsi penggunaan keduanya tidak tentu, sehingga biasanya seorang vlogger punya keduanya. Namun sekarang ada alternatif menarik yang bisa merangkap keduanya.

Namanya SwitchPod, dan ia merupakan kombo monopod + tripod dengan penampilan sekaligus mekanisme penggunaan yang simpel. Berpindah dari mode handheld ke mode tripod bisa dilakukan dalam hitungan detik, demikian pula sebaliknya. Ini jelas berbeda dari perangkat siluman lainnya, macam Joby Gorillapod misalnya, yang memerlukan waktu untuk diatur sedemikian rupa terlepas dari fleksibilitasnya.

SwitchPod

Jangan tertipu oleh ketiga kakinya yang tipis. Bahan aluminium merupakan jaminan atas ketangguhannya, dan pengembangnya mengklaim SwitchPod sanggup menopang beban hingga seberat 45 kg. Mount tripod yang digunakan sendiri standar, dan kompatibel dengan kamera apapun, mulai dari DSLR sampai kamera pocket dan smartphone.

Kata-kata saya mungkin kurang bisa menggambarkan potensi asli dari SwitchPod. Maka dari itu, silakan tonton video perkenalan dari pengembangnya di bawah ini. Perangkat ini sekarang sedang dipasarkan melalui situs crowdfunding Kickstarter seharga $79 ($20 lebih murah dari estimasi harga ritelnya).

Sumber: DPReview.

Aspara Ialah Taman Pintar Mini Tempat Mengembangkan Sayuran

Praktek bertani secara organik telah diterapkan sejak abad ke-20. Istilah ini mengacu pada metode bercocok tanam tanpa menggunakan bahan kimia sintetis, baik untuk menyuburkan ataupun memberantas hama, agar hasilnya lebih aman dikonsumsi manusia. Namun selama buah-buahan dan sayuran itu dibeli, kita tidak akan pernah tahu zat apa yang terkandung di dalamnya.

Jika Anda ingin agar bahan-bahan makanan itu benar-benar aman, jalan keluar terbaiknya adalah menanam buah dan sayur sendiri. Bertambahnya penduduk memang membuat lahan bercocok tanam kian menyempit, namun berbekal teknologi, mulai bermunculan-lah solusi atas masalah ini. Salah satunya ialah Aspara, sebuah taman pintar mini untuk menumbuhkan sayuran.

Sejatinya, Aspara adalah unit smart grower portable berbasis hidroponik. Ukurannya cukup mungil dan desainnya simpel, sehingga ia cocok ditempatkan di dapur tanpa membuat rumah jadi terlihat berantakan. Dalam beroperasi, Aspara memanfaatkan kombinasi dari sistem pencahayaan LED, teknologi pengairan otomatis serta didukung beragam sensor. Dan semua fungsi dan fiturnya dapat diakses lewat aplikasi mobile.

Mari kita bahas cara Aspara mengembangkan sayuran terlebih dulu. Pertama, metode hidroponik memungkinkan penggunaan air yang lebih hemat, kira-kira hanya 10 persen dari ‘berkebun’ secara konvensional. Kebun pintar mini ini juga memberikan kita kendali penuh terhadap iklim, sehingga pertumbuhan tanaman lebih optimal dan diklaim membuat perkembangannya 50 persen lebih pesat.

Aspara 1

Selain itu, Aspara ditopang sejumlah sensor built-in yang bertugas untuk memantau dan merekam perkembangan tanaman, melaporkan jika ada anomali, menakar kadar nutrisi, temperatur udara, kelembapan, hingga suhu air. Sensor-sensor di sana secara otomatis dapat mengatur cahaya, aliran air, serta mode penanaman berdasarkan kebutuhan tanaman. Dengan observasi yang presisi itu, pemberian air dan pupuk jadi lebih akurat.

Aspara 4

Aspara juga memiliki sistem cadangan air, dan mampu menyalurkannya secara cerdas sesuai kondisi dan tingkat pertumbuhan tanaman. Misalnya, semakin besar sayuran, maka kebutuhan akan air jadi meningkat dan perangkat bisa menyesuaikannya.

Aspara 3

Untuk mulai berkebun bersama Aspara, produsen menyediakan lebih dari 15 pilihan bibit dalam kapsul – dari mulai berbagai jenis selada, seledri, tomat ceri, kemangi, lobak merah, dan lain-lain. Selanjutnya, Anda hanya tinggal menempatkan kapsul di slot yang sudah disediakan.

Aspara 5

Meski kampanye crowdfunding Aspara berjalan cukup mulus di Kickstarter, konsumen Indonesia belum dipersilakan untuk memesannya (dijual seharga mulai dari HK$ 2573 atau kisaran US$ 330). Jika tersedia, Aspara tak cuma bisa menjadi alternatif dalam mengembangkan makanan sendiri, tapi juga dapat berperan sebagai media edukasi.

Real Racer Persilakan Anda ‘Masuk’ dan Balapan Dengan Mobil Mainan

Pepatah bilang, anak laki-laki sebetulnya tidak pernah tumbuh dewasa; mainan mereka saja yang jadi bertambah mahal. Lihat saja kegemaran kaum Adam terhadap ranah otomotif. Hobi mereka bisa dipuaskan dengan mobil sungguhan, atau lewat koleksi miniatur serta mainan remote control. Itu artinya, kecintaan pada alat transportasi dapat dimulai dari umur yang sangat belia.

Jika Anda punya impian untuk bisa berkompetisi di arena balap, namun belum memiliki izin atau bosan dengan video game, sebuah solusi menarik ditawarkan oleh tim Kobotix. Perusahaan mainan asal Hong Kong ini memperkenalkan Real Racer, yaitu perpaduan unik antara miniatur, mainan remote control, serta cross reality. Real Racer memungkinkan kita menjadi supir virtual mobil balap mainan.

Real Racer terdiri dari tiga bagian: mobil mainan, unit remote, dan head-mounted display. Pernahkah Anda mendengar mengenai balapan drone? Penyajian Real Racer kurang lebih sama seperti itu. Pilh sirkuit, nyalakan remote serta mobil miniaturnya, kenakan headset, dan selanjutnya Anda siap beraksi. Perspektif disajikan dalam sudut pandang orang pertama via kamera high-definition (720p) yang ada di punggung mobil.

Real Racer 1

Lewat Real Racer, Anda dipersilakan menyetir ugal-ugalan karena tidak ada yang akan terluka dan Kobotix turut memastikan agar mobil awet serta tahan benturan. Produsen menjelaskan bagaimana mereka telah menemukan solusi atas pilihan mainan remote control FPV (first-person view) yang ada sekarang. Biasanya Anda hanya dapat memilih model murahan atau super-kompleks dengan harga super-mahal. Real Racer mengisi celah di antara kedua kategori ini.

Real Racer 3

Agar bisa bekerja, Real Racer membutuhkan dukungan smartphone. Perangkat ini diperlukan untuk menjalankan aplikasi (tersedia buat Android serta iOS) demi mengakses kamera. Kemudian, Anda tinggal menyelipkan ponsel di bagian visor headset. Kobotix melengkapi Real Racer dengan teknologi stream video low latency, disalurkan via koneksi Wi-Fi, dengan jarak trasmisi mencapai 30 meter.

Real Racer 1

Mobil miniatur dapat melesat di kecepatan maksimal 20km per jam, bergerak dengan menggunakan empat roda (4-wheel drive) sehingga siap dimainkan di beragam jenis permukaan (kecuali jenis sirkuit outdoor), juga dibekali suspensi independen di masing-masing roda. Saat baterai habis, proses penggantiannya sangat ringkas karena ditopang sistem quick swap.

Real Racer 5

Real Racer sudah bisa Anda pesan di situs crowdfunding  Kickstarter, dan para backer bahkan dipersilakan buat mendesain mobil mereka sendiri. Mainan ini dijajakan seharga mulai dari US$ 97 (retail US$ 130), rencananya akan didistribusikan pada bulan Februari 2019.

Smartwatch VIITA Titan HRV Ialah Buah Dari Perpaduan Konsep Mewah dan Pintar

Para pemerhati horologi biasanya menyukai jam dengan kompleksitas mekanis tinggi serta varian yang punya sejarah unik di belakang pembuatannya, namun hal itu tidak menghentikan para perusahaan arloji tradisional untuk menanamkan kemampuan pintar di produk-produk baru mereka. Upaya ini kadang menghasilkan perangkat yang jauh lebih unik dari smartwatch.

Menurut tim VIITA Watches sendiri, sejauh ini belum ada jam pintar yang mempunyai karakteristik serta kualitas dari arloji mewah. Yang mereka permasalahkan bukan sekadar desain, tapi dukungan material-material premium demi memastikan perangkat punya daya tahan tinggi sehingga kita tidak was-was dalam menggunakannya. Hal tersebut mendorong sang produsen asal Austria itu untuk meramu VIITA Titan HRV.

Lewat Titan HRV, VIITA Watches mencoba membangun smartwatch dengan bahan-bahan paling tangguh dan keras di alam. Produk ini mengusung arahan desain khas jam pintar berlayar bundar, memiliki diameter 46-milimeter, ketebalan 16-milimeter (ukurannya termasuk raksasa), dan berbobot 87-gram. Selanjutnya, Titan HRV memanfaatkan layar sentuh TFT-LCD beresolusi 320x290p buat menyampaikan informasi.

Penampilan smartwatch ini menonjolkan kesan modern dan mungkin Anda merasakan sedikit tema militer di sana. Wujudnya itu tampaknya dimaksudkan buat merepresentasikan ketangguhan struktur. VIITA Watch menggunakan keramik zirconium sebagai bahan penyusul bezel, membentuk bagian housing dari titanium ‘grade 1′ yang keras tapi ringan, memilih logam aluminium kelas pesawat terbang buat jadi backcover, lalu melindungi layarnya dengan kristal safir.

VIITA Titan HRV 2

Titan HRV turut dibekali kemampuan tahan air 10-ATM. Dengan dukungan ini, sang produsen mempersilakan Anda buat mengenakannya kapan saja, baik ketika mandi ataupun berenang. 10-ATM dapat dikatakan setara seperti kemampuan anti-air 100-meter, namun perlu diketahui bahwa perangkat ini belum siap diajak menyelam.

VIITA Titan HRV 4

Fitur Titan HRV tentu tidak kalah dari smartwatch yang ada di pasar. Ia mampu melacak aktivitas Anda (kecepatan, jarak tempuh, detak jantung, pembakaran kalori), mengetahui tingkat stres, menyampaikan notifikasi panggilan dan pesan masuk serta aplikasi, bahkan bisa membantu pengguna menemukan smartphone-nya. Selain itu, Titan HRV juga ditunjang kapabilitas machine learning buat mempelajari kebiasaan Anda sehari-hari dan memberi rekomendasi target latihan berdasarkan data tersebut.

VIITA Titan HRV 3

VIITA Titan HRV sudah bisa Anda pesan melalui situs crowdfunding  Indie Gogo dan Kickstarter. Produk rencananya akan mulai didistribusikan pada bulan Desember nanti, disusul batch kedua di bulan Maret 2019. Harga retail produk dipatok di US$ 820, tapi dapat dimiliki cukup dengan mengeluarkan US$ 351 selama masa pengumpulan dana masih berlangsung.

Berkat Kampanye Susulan, Developer Shenmue III Raih Pendanaan di Atas $7 Juta

Game bagus yang terlahir dari kampanye crowdfunding ada banyak, tapi rasanya sulit mencari yang pamornya sebesar Shenmue III. Begitu populernya franchise game open-world tersebut, kampanye crowdfunding untuk sekuel terbarunya ini sukses mengumpulkan dana lebih dari $6 juta dalam waktu satu bulan saja.

Namun dari awal Ys Net selaku developer-nya menargetkan dana $10 juta demi mewujudkan formula open-world sejati pada Shenmue III. Untuk itu, mereka melangsungkan kampanye susulan yang baru saja berakhir pada bulan Oktober lalu. Kampanye susulan tersebut berhasil mendatangkan dana ekstra sekitar $800 ribu.

Secara total, Ys Net kini memiliki modal $7.179.510 dari 81.087 backer yang berpartisipasi. Belum mencapai target semestinya, tapi paling tidak cukup untuk menyelesaikan proyek ambisius ini.

Terkait jadwal perilisannya, Shenmue III sudah meleset dua kali dari perkiraan. Terakhir diberitakan, 27 Agustus 2019 ditetapkan menjadi tanggal peluncuran resmi Shenmue III di PlayStation 4 dan PC. Masih hampir satu tahun lagi, tapi saya kira para penggemarnya lebih memilih menunggu agak lama tapi hasilnya memuaskan, daripada terburu-buru dan dibuat kecewa.

Di titik ini, saya maklum apabila banyak yang skeptis dengan Shenmue III dan bertanya-tanya apakah hasil akhirnya bisa sebagus yang mereka harapkan. Mungkin yang dinantikan sekarang bukanlah sebagus apa Shenmue III bakalannya, melainkan kapan penggemarnya bisa mulai memainkannya.

Sumber: Polygon.

Laserlight Core Dirancang untuk Menyelamatkan Pesepeda dari Titik Buta Pengemudi Mobil

Kalau Anda sempat membeli mobil baru dalam satu atau dua tahun terakhir, semestinya Anda pernah mendengar tentang fitur yang dikenal dengan istilah blind spot monitoring. Mobil yang dilengkapi fitur ini dapat memperingatkan pengemudi ketika ada pengendara lain di sebelah kiri atau kanannya (titik buta yang biasanya tidak kelihatan di kaca spion).

Fitur ini merupakan kabar baik bagi para pesepeda, yang umumnya paling mudah masuk ke titik buta seorang pengemudi mobil ketika hendak mendahului di sebuah tikungan. Sayangnya, tidak seperti sabuk pengaman tiga titik, blind spot monitoring belum menjadi fitur standar untuk semua mobil.

Laserlight Core

Ketimbang membuat petisi agar semua pabrikan mobil menjadikan blind spot monitoring sebagai fitur standar, alternatif yang lebih masuk akal buat para pesepeda adalah perangkat bernama Laserlight Core berikut ini. Kata “laser” pada namanya semestinya bisa menjadi indikasi bahwa ia bukan sekadar lampu sepeda biasa.

Ya, perangkat ini memanfaatkan teknologi proyeksi laser untuk menampilkan gambar pada jarak enam meter di depan sepeda yang dipasangi. Gambarnya sendiri merupakan icon sepeda berwarna hijau dalam ukuran yang cukup besar, sehingga pengemudi mobil yang tidak dilengkapi blind spot monitoring dapat melihatnya dengan mudah di siang atau malam hari dan menyadari bahwa ada seorang pesepeda di sampingnya.

Laserlight Core

Hasilnya, berdasarkan studi yang dilakukan Transport Research Lab di Inggris, proyeksi ini membuat pesepeda 32% lebih kelihatan di jalan. Selain untuk meningkatkan visibilitas di sebelah mobil, proyeksinya juga bisa berfungsi sama di pertigaan atau perempatan jalan.

Untuk lampunya sendiri, tingkat kecerahan maksimumnya mencapai 400 lumen, akan tetapi ada sejumlah mode yang bisa dipilih sesuai kebutuhan demi efisiensi energi. Untuk konsumsi yang paling boros (proyeksi laser menyala terus dan lampu seterang 300 lumen), baterai Laserlight Core hanya bisa bertahan sampai 1,5 jam; sedangkan untuk yang paling hemat (tanpa proyeksi laser dan lampu berkedip), baterainya tahan sampai 41 jam.

Laserlight Core

Charging-nya menggunakan kabel micro USB, dan instalasinya sangat mudah dengan mengandalkan satu dudukan saja di setang sepeda. Secara keseluruhan, bobot perangkat tidak lebih dari 100 gram.

Laserlight Core saat ini sudah bisa dipesan melalui situs crowdfunding Kickstarter. Harganya paling murah saat ini $75, 20% di bawah estimasi harga ritelnya.

TourBox Ibarat Game Controller-nya Para Ilustrator Digital

Mengedit foto di komputer sebenarnya hanya memerlukan mouse, akan tetapi kehadiran alat bantu macam Loupedeck sangatlah membantu ketika kegiatan tersebut sudah menjadi suatu rutinitas. Loupedeck, bagi yang tidak tahu, bisa diibaratkan sebagai audio mixer, tapi untuk mengoperasikan Adobe Lightroom – dan kini Adobe Premiere Pro CC juga.

Sekarang, muncul produk lain berkonsep serupa, tapi dengan eksekusi yang agak berbeda. Namanya TourBox, dan kalau melihat wujudnya, ia bisa diibaratkan sebagai game controller, tapi untuk para ilustrator digital.

TourBox kompatibel dengan Adobe Photoshop, PaintTool SAI maupun Lightroom – dukungan terhadap software lain sudah direncanakan oleh pengembangnya. Deretan kenop dan tombolnya dapat diprogram sesuai kebutuhan, sehingga pada akhirnya bisa menggantikan peran keyboard shortcut sepenuhnya.

TourBox

Layout TourBox begitu unik, akan tetapi didasari oleh pemikiran posisi yang logis. Kemiripannya dengan sebuah gamepad tampak betul dari tombol D-pad empat arahnya, dan secara default tombol ini bisa dipakai untuk berganti tool.

TourBox dimaksudkan untuk digunakan dengan satu tangan selagi tangan lainnya mengoperasikan mouse atau stylus di atas tablet grafis. Di Photoshop misalnya, pengguna dapat memanfaatkan TourBox untuk mengontrol parameter brush (flow, size, opacity, hardness) tanpa harus melepaskan stylus dari satu tangannya.

TourBox memiliki dimensi yang ringkas (117 x 110 x 30 mm) dengan sasis dari material ABS, sehingga bobotnya pun cukup ringan di angka 386 gram. Ia hanya membutuhkan sambungan USB untuk berfungsi, dan ia kompatibel baik dengan perangkat Windows maupun macOS.

Seperti Loupedeck, TourBox bukanlah perangkat yang wajib dimiliki, akan tetapi kehadirannya bisa sangat membantu efektivitas para pekerja desain. Perangkat ini sekarang tengah ditawarkan lewat kampanye crowdfunding di Kickstarter dengan harga paling murah $89 (40% lebih murah dari estimasi harga ritelnya).