League of Legends Pro League Kembali Diadakan Pada 9 Maret 2020

Ketika virus Corona mewabah di Tiongkok, industri esports juga terkena dampaknya. Riot Games terpaksa harus menangguhkan penyelenggaraan liga nasional League of Legends Pro League (LPL). Pada akhir pekan lalu, akhirnya muncul kabar baru tentang penyelenggaraan liga esports tersebut. Melalui akun resmi Twitter, tim LPL mengatakan bahwa LPL akan kembali dimulai pada 9 Maret 2020. Sementara siaran pertandingan dari turnamen itu akan mulai disiarkan pada 15 Maret 2020.

Untuk memastikan bahwa para pemain profesional yang bertanding di LPL tidak terjangkit virus Corona, mereka harus dikarantina selama 14 hari terlebih dulu. Selain itu, mereka juga harus dinyatakan sehat oleh rumah sakit di tempat mereka berada. Sampai wabah virus Corona mereda, pertandingan LPL akan diadakan secara online. Sejak LPL pertama kali diadakan pada 2013, ini adalah kali pertama LPL diadakan secara online.

Para pemain diminta untuk datang ke marksa organisasi esports tempatnya bernaung untuk ikut serta dalam pertandingan online LPL. Namun, jika seorang pemain tinggal di provinsi yang memberlakukan karantina dan melarang warganya keluar dari rumah, maka mereka diperbolehkan untuk bertanding dari tempat mereka tinggal. Untuk memastikan tidak ada pemain yang beruat curang, tim LPL akan mendatangkan wasit saat memungkinkan.

League of legends pro league kembali diadakan
League of Legends Pro League sempat terhambat karena virus Corona. | Sumber: Riot Games via The Esports Observer

“Kemungkinan, akan ada masalah teknis tak terduga yang akan muncul, tapi kami akan berusaha untuk memastikan masalah itu diselesaikan secepat mungkin,” kata tim LPL dalam akun Twitter mereka.

LPL bukanlah satu-satunya turnamen esports yang terdampak oleh wabah virus Corona. Sejumlah liga esports lain juga terpaksa menunda atau bahkan membatalkan pertandingan karena kekhawatiran akan virus Corona. Activision Blizzard memutuskan untuk membatalkan pertandingan Overwatch League di Tiongkok. Tak lama kemudian, mereka juga memutuskan untuk menunda pertandingan OWL yang diadakan di Korea Selatan. Sementara League of Legends Champions Korea kini diselenggarakan di studio kosong tanpa penonton. Turnamen Intel Extreme Masters (IEM) Katowice bahkan mendadak harus membatalkan penyelenggaraan turnamen di hadapan penonton dan mengubah format turnamen menjadi online.

Sumber header: Riot Games via The Rift Herald

Pemerintah Shanghai Ingin Pastikan Turnamen Esports Tetap Berjalan

Penyebaran virus Corona menyebabkan sejumlah turnamen esports ditunda, seperti WESG 2019 Asia Pacific CS:GO. Pada hari Rabu, 26 Februari 2020, pemerintah Shangai membuat pernyataan resmi, menyatakan bahwa mereka akan “berusaha sekuat tenaga” untuk memastikan turnamen esports besar yang akan diadakan di Tiongkok tetap bisa diselenggarakan. Salah satunya adalah League of Legends World Championship, yang akan diadakan di Shanghai Stadium sekitar bulan Oktober dan November 2020.

Dalam usahanya untuk memastikan turnamen esports berjalan lancar, pemerintah Shanghai menyarankan agar penyelenggara turnamen mengganti format turnamen offline menjadi online. Sejauh ini, diperkirakan ada lebih dari 400 pertandingan LAN yang terpengaruh oleh wabah virus Corona. Selain itu, pihak pemerintah juga mengatakan bahwa perusahaan esports yang mengalami kerugian akibat dampak dari virus Corona akan diprioritaskan untuk mendapatkan pendanaan dari pemerintah, menurut laporan VP Esports.

Tak berhenti sampai di situ, pemerintah Shanghai juga berjanji bahwa mereka akan berusaha keras untuk memastikan LWC 2020 tetap berjalan. Memang, LWC baru akan diadakan sekitar Oktober atau November, tapi wabah virus Corona telah menyebabkan berbagai turnamen esports ditunda atau bahkan dibatalkan. Jika wabah virus Corona belum dapat diatasi hingga musim gugur mendatang, maka ini mungkin akan menyebabkan masalah dalam penyelenggaraan LWC 2020.

Sejauh ini, di Tiongkok, telah ada 77 ribu orang yang terjangkit virus Korona. Untungnya, penyebaran virus Corona di Shanghai tidak terlalu parah. Meskipun memiliki populasi lebih dari 34 juta orang, hanya 335 orang yang telah terkonfirmasi terkena virus Corona di Shanghai. Kawasan yang terkena dampak terbesar akibat virus Corona adalah provinsi Hubei, yang menjadi tempat pertama virus Corona muncul. Per 25 Februari 2020, di Hubei, terdapat 65 ribu orang yang terjangkit virus Corona sementara jumlah korban meninggal mencapai lebih 2,5 ribu orang.

League of Legends bukan satu-satunya game esports yang terkena dampak virus Corona. Sebelum ini, Activision Blizzard juga memutuskan untuk memindahkan semua pertandingan Overwatch League di Tiongkok ke Korea Selatan. Namun, tampaknya, mereka juga harus membatalkan pertandingan di Korea Selatan karena virus Corona.

Sementara itu, selain memastikan turnamen esports masih berjalan, pemerintah Shanghai juga akan memudahkan proses birokrasi bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang esports dan game. Bagi publisher yang hendak meluncurkan game baru, pemerintah akan menyederhanakan proses aplikasi online untuk mendapatkan persetujuan pemerintah.

Sumber header: Nexus League of Legends

GirlGamer Esports Festival Mau Dorong Partisipasi Perempuan di Esports

Sebagai industri yang didominasi oleh laki-laki, esports masih memiliki masalah seksisme. Xiaomeng “VKLiooon” Li, pemenang Hearthstone Grandmasters Global Finals, memiliki pengalaman pahit ketika mengikuti turnamen esports. Padahal, jumlah perempuan yang tertarik dengan esports tidak sedikit. Menurut laporan Newzoo pada 2019, sebanyak 46 persen fans esports merupakan perempuan. Sementara studi Interpret menunjukkan bahwa 30 persen penonton esports adalah perempuan. Sayangnya, meskipun cukup banyak perempuan yang menonton esports, jumlah atlet esports perempuan tidak banyak. Masalah inilah yang Grow uP eSports coba atasi dengan menyelenggarakan GirlGamer Esports Festival (GGF).

Seperti namanya, GGF adalah kompetisi esports yang khusus ditujukan untuk pemain profesional perempuan. Dua game yang diadu dalam turnamen ini adalah Counter-Strike: Global Offensive dan League of Legends. Turnamen tersebut akan diadakan di Dubai, Uni Emirat Arab pada 19 Februari 2020 sampai 22 Februari 2020. Selain pertandingan esports, acara ini juga menyertakan kontes cosplay dan konferensi industri esports.

“Kami menggunakan kesempatan ini untuk mengadakan konferensi dan seminar untuk mengedukasi para pemain tentang industri esports dan membantu mereka mengembangkan karir. Dan pada saat yang sama, kami ingin mengajarkan para orangtua tentang cara untuk mendukung anak-anak mereka serta cara untuk membangun hubungan yang lebih dekat di rumah,” kata pihak penyelenggara, Fernando Pereira, dikutip dari Daily Esports.

Pemain CS:GO asal Swedia, Zainab "zAAz" Turkie. | Sumber: DailyEsports
Pemain CS:GO asal Swedia, Zainab “zAAz” Turkie. | Sumber: DailyEsports

Saat ini, jumlah pemain perempuan profesional jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan pemain laki-laki. Dan ini memperlambat pertumbuhan penonton esports perempuan, menurut Interpret. GGF diadakan dengan harapan untuk membuat semakin banyak perempuan tertarik menjadi pemain profesional atau terjun ke industri esports. Pemain yang ikut serta dalam GGF diharapkan tidak hanya mendapatkan pengalaman dalam bertanding offline, tapi juga eksposur.

Memang, pemain perempuan tidak pernah dilarang untuk bergabung dengan tim esports. Meskipun begitu, sangat jarang ada tim yang memasukkan pemain perempuan. Dalam sejarah Overwatch League, hanya ada satu pemain perempuan, yaitu Kim “Geguri” Se-Yeon. Pada 2016, dia dituduh melakukan kecurangan. Blizzard lalu memonitor Geguri sebelum dia bisa kembali berlaga. Ini merupakan indikasi bahwa seksisme masih menjadi masalah yang harus diselesaikan di industri esports.

Tahun ini, GGF berhasil menggandeng sejumlah merek kosmetik sebagai rekan. Menurut laporan The Esports Observer, beberapa merek yang mendukung GGF antara lain Carefree dari Johnson & Johnson, L’Occitane, dan Benefit Cosmetics. Selain itu, Logitech G juga turut serta untuk menjadi rekan. Sebelum ini GGF juga berhasil menjalin kerja sama dengan Sephora di Portugis. Ini menunjukkan kesuksesan mereka dalam mengajak merek kosmetik masuk ke dunia esports.

Sumber header: Daily Esports

Perbarui Kontrak dengan T1, Faker Juga Dapatkan Hak Kepemilikan

Lee “Faker” Sang-hyeok, pemain yang dianggap sebagai salah satu pemain League of Legends terbaik di dunia, baru saja memperbarui kontraknya dengan T1. Kontrak ini berlaku selama tiga tahun, dimulai sejak tahun 2020. Memang, Riot Games, developer League of Legends, menentukan bahwa sebuah kontrak pemain dengan tim profesional dapat berlaku paling lama selama tiga tahun. Dengan tanda tangan kontrak baru ini, Faker juga akan mendapatkan hak kepemilikan atas T1 Entertainment & Sports. Setelah dia mengundurkan diri sebagai pemain profesional, dia akan masuk menjadi bagian dari tim eksekutif dalam perusahaan.

“Saya senang karena dapat kembali bermain untuk T1 dan saya berterima kasih pada semua fans di seluruh dunia yang telah mendukung saya selama ini,” kata Faker pada ESPN. “Saya bangga memiliki hak kepemilikan atas T1 dan saya tidak sabar untuk bekerja bersama dengan para pemimpin perusahaan di luar kapasitas saya sebagai pemain. Saya cinta tim ini dan saya bangga karena saya bisa ikut menentukan masa depan dari organisasi T1.”

Nama Faker memang sangat dikenal oleh fans League of Legends, salah satu game esports dengan dampak terbesar pada ekosistem. Pada 2013, di awal karirnya sebagai pemain profesional, Faker berhasil memenangkan liga League of Legends di Korea Selatan. Setelah itu, dia ikut serta dalam World Championship dan membawa pulang gelar juara. Ketika itu, dia masih berumur 17 tahun. Sejak saat itu, dia telah memenangkan berbagai gelar, baik sebagai individu atau sebagai tim. Sampai sekarang, dia telah memenangkan World Championship tiga kali dan liga Korea Selatan tujuh kali.

Menariknya, sepanjang karirnya sebagai pemain profesional, Faker tetap setia dengan T1. Padahal, ada banyak tim yang berani menawarkan gaji besar. Dia mengaku, ada tim League of Legends asal Amerika Utara yang berani menawarkan cek kosong untuknya. Meskipun begitu, dia menolak semua tawaran yang ada. Alasannya, karena dia ingin membuat bangga para fansnya di Korea Selatan.

Di negara asalnya, Faker telah menjadi kebanggaan nasional. Dia sering muncul di televisi dan juga menjadi bintang iklan. Popularitasnya tak hanya terbatas di Korea Selatan. Fans asal Tiongkok bahkan rela menunggu di luar hotel tempat T1 dan Faker menginap dengan harapan mereka akan bisa bertemu dan mendapatkan tanda tangan salah satu pemain esports terbaik dunia tersebut.

Sementara itu, T1, tim tempat Faker bernaung, pertama kali didirikan pada 2003 dengan nama SK Telecom T1. Pada awalnya, perusahaan telekomunikasi Korea Selatan, SK Telecom mendirikan T1 hanya sebagai bagian dari divisi marketing mereka. Namun, pada akhir 2019, SK Telecom mengumumkan bahwa mereka akan membuat perusahaan joint venture dengan perusahaan telekomunikasi Amerika Serikat, Comcast. Sejak saat itu, T1 menjadi perusahaan mandiri dan tidak lagi bergantung pada SK Telecom. Karena itu, salah satu rencana utama T1 pada 2020 adalah memulai program komersial. Tujuannya agar mereka tetap bisa mandiri secara finansial.

Pokimane Gelontorkan Rp600 juta Untuk Beasiswa Esports

Esports dan pendidikan mungkin memang sedang jadi topik yang hangat diperbincangkan belakangan. Dalam kasus Indonesia saja, setidaknya sudah ada 20 sekolah yang punya program pendidikan game dan juga esports di dalamnya. Apalagi kehadiran esports di lembaga pendidikan punya beberapa keuntungan, salah satunya seperti bisa membuat siswa jadi lebih jarang bolos.

Terkait topik tersebut, salah satu yang sedang hangat dibahas adalah kehadiran beasiswa esports yang diberikan oleh salah satu selebriti gamers yaitu Imane Anys (Pokimane). Sosok yang terkenal sebagai streamer League of Legends dan Fortnite meugumumkan hal ini pada 13 Januari 2013 lalu. Ia mengatakan bahwa dirinya bersama dengan University of California Irvine (UCI) membuat sebuah inisiatif bernama beasiswa ‘Poki’.

Untuk program beasiswa ini, Pokimane sendiri memberikan US$50.000 (sekitar Rp600 juta) kepada UCI. Beasiswa ini akan diberikan kepada para mahasiswa UCI yang tergabung ke dalam program kegiatan esports. Tak hanya sampai situ saja, Pokimane juga mengatakan bahwa ia juga akan beasiswanya akan mengutamakan empat jurusan eksakta yaitu sains, teknologi, teknik, dan matematika.

“Saya senang sekali pada akhirnya bisa memberikan sesuatu kepada dunia gaming, yang mana dunia tersebut sudah banyak memberikan sesuatu kepada saya.” Ucap Pokimane dalam rilis resmi kampus UCI. “Saya suka sekali dapat berbagi pengalaman tentang bagaimana saya bisa mencapai karir saya sekarang ini, dengan harapan hal tersebut bisa membantu siapapun yang sedang berada dalam perjalannanya. Saya juga teramat senang bisa mendukung program esports UCI, karena para mahasiswa di sana dapat secara selaras fokus di bidang gaming sambil mengejar gelar sarjana mereka; yang tentunya tidak mudah berdasarkan pengalaman yang saya alami.” ucapnya.

Sumber: UCI Esports
UCI Esports jadi salah satu tim universitas yang dilirik karena kemenangannya di kejuaraan nasional League of Legends antar kampus di tahun 2018. Sumber: UCI Esports

“Ini sungguh berkah yang luar biasa dari Pokimane, membuat kami jadi sangat senang.” Mark Deppe Director of UCI Esports memberikan pendapatnya. “Komunitas gaming telah bekontribusi menunjukkan passion dan energinya ke dunia esports, dan kami sangat ingin bisa mengakui dan menghadiahi mereka yang sangat berkomitmen untuk hal ini. Lagi-lagi saya berterima kasih banyak atas kemurahan hati dari Poki, dan saya berharap beasiswa ini bisa menginspirasi serta menciptakan gamers dan streamer yang sukses di masa depan.”

UCI merupakan salah satu kampus besar di Amerika Serikat yang aktif di bergeliat di tengah perkembangan esports yang pesat di sana. Kampus ini memiliki program kegiatan esports resmi di dalam kampus yang diberi nama UCI Esports. Berkat unit kegiatan tersebut, mereka memiliki tim League of Legends tersendiri yang sempat menjuarai kejuaraan nasional League of Legends antar kampus di tahun 2018. Tak hanya itu, dua tahun sebelum itu (23 September 2016) kampus ini juga membuat UCI Esports Arena, yang membuat mereka menjadi salah satu yang pertama kali membuat arena esports di area kampus.

Sumber header: dualshockers

Pringles Jadi Sponsor League of Legends European Championship 2020

Setelah menjadi sponsor di gelaran acara LEC Summer Finals 2019, Pringles kembali menjadi snack partner dari 2020 Spring Split. Pringles akan melakukan promosi melalui kode yang bisa didapatkan pada kemasan kalengnya. Dengan kode ini, pembeli bisa menukarkannya dengan banyak hadiah menarik dari Riot Games. Meliputi Hextech skins (Hextech Renekton, Hextech Jarvan IV, Hextech Malzahar, Hextech Kog’Maw, Hextech Alistar), EUR50 berupa Riot Points dan paket Hextech keys beserta chest-nya. Penggemar bisa menikmati promosi tersebut dari tanggal 12 Februari sampai 5 Mei 2020.

Namun, hadiah utamanya adalah 10 undangan VIP eksklusif ke studio LEC yang ada di Berlin. Termasuk melihat kegiatan di balik layar, bertemu dengan para casters, bermain League of Legends di panggung LEC, dan tiket gratis LEC. Jadi, bagi para penggemar yang belum mendapatkan kesempatan memenangkan undian dari Pringles di LEC musim lalu bisa kembali berharap untuk diundang ke studio LEC. Pasalnya, Pringles juga melakukan raffle yang sama pada bulan September lalu.

Pringles semakin yakin dengan esports

Sumber: Team Secret Instagram
Sumber: Team Secret Instagram

Pringles pertama kali menginjakkan kaki di esports pada tahun 2017 silam. Mereka bekerja sama dengan ESL dalam gelaran acara ESL One Hamburg. Pada tahun 2019 pun Pringles masih setia untuk mendukung acara milik ESL. Bahkan mereka memperluas kerja sama di esports dengan menjadi sponsor acara LEC Summer Finals 2019 dan akhirnya memperpanjang kerja sama dengan Riot Games pada tahun 2020 ini. Pringles memutuskan untuk mengganti pengeluaran iklan mereka dari olahraga menjadi esports bukan tanpa alasan.

Dominik Schafhaupt selaku Marketing Manager dari Kellogg’s Eropa Utara berkata, “esports menawarkan sesuatu yang tidak dimiliki oleh olahraga tradisional, yaitu akses ke penonton yang lebih muda pada rentang umur 21 sampai 34 tahun. Terutama mereka yang memiliki pemasukan yang tinggi pada umur yang muda. Bagi Kellogg’s, hal ini telah berubah dari eksperimen investasi menjadi investasi yang berlanjut.”

Menyasar segmen demografi yang mereka inginkan dengan biaya sponsor yang lebih murah dibandingkan olahraga tradisional. Tidak ada alasan bagi Pringles untuk tidak meneruskan investasi mereka di esports. 

Tim League of Legends Ini Punya Program Hijaukan Bumi

Pada Januari 2020, Tricia “megumixbear” Sugita ditunjuk sebagai CEO FlyQuest, menggantikan Ryan Edens yang menjadi President. Salah satu tugas pertama Sugita sebagai CEO adalah membuka markas FlyQuest, yang dinamai Greenhouse. Sugita telah memiliki banyak pengalaman di industri esports. Dia pernah menjadi pemain profesional StarCraft II sebelum menjadi caster, streamer, dan interviewer. Sebelum ditunjuk sebagai COO FlyQuest pada 2018, Sugita juga pernah menjadi Head of Partnership dari Immortals. Setelah membuka markas baru FlyQuest, Sugita mengumumkan program baru mereka untuk menghijaukan Bumi dengan nama Go Green.

“Untuk memulai 2020, kami meluncurkan program pertama kami — Go Green,” kata Sugita, dikutip dari The Esports Observer. “Kami percaya, semua orang bisa membuat perubahan nyata pada Bumi kita dan dengan ini, kami juga ingin membuka diskusi tentang masalah lingkungan. Warna hijau merupakan simbol dari kehidupan, alam, pertumbuhan, harmoni, dan lingkungan. Semua itu penting bagi kami.”

Jersey dari FlyQuest. | Sumber: Colin Young-Wolff / Riot Games via The Verge
Jersey dari FlyQuest. | Sumber: Colin Young-Wolff / Riot Games via The Verge

Filosofi Go Green dari FlyQuest tidak hanya terlihat pada markas mereka — yang memang dicat berwarna hijau — tapi juga pada desain jersey dan kegiatan mereka. Misalnya, ketika FlyQuest membuka booth di studio Riot Games di Los Angeles bersama dengan tim-tim lain yang berlaga di League of Legends Championship Series, booth FlyQuest terlihat unik. Di sini, Sugita dan para pemain FlyQuest berlatih ikebana, yaitu seni menata bunga Jepang. Sugita mengaku, dia telah berlatih ikebana selama kurang lebih 30 tahun dan  ini memengaruhi pola pikirnya.

Tak berhenti sampai di situ, pada akhir Januari 2020, FlyQuest juga mengumumkan program untuk menanam pohon berdasarkan performa tim. Jadi, untuk setiap kill yang didapatkan oleh pemain FlyQuest, mereka akan menanam satu pohon. Sementara setiap kemenangan yang  mereka dapatkan, mereka akan menanam 100 pohon. Inisiatif ini disambut dengan baik oleh fans dan tim-tim LCS lain. Ketika bertanding melawan Cloud9 dan Dignitas, keduanya memutuskan untuk ikut menanam pohon. Sementara Evil Geniuses memilih untuk menyumbangkan buku berdasarkan performa pemain.

Sumber: Twitter
Sumber: Twitter

“Kami bangga karena rekan kami di LCS ingin melakukan sesuatu yang sangat penting bagi FlyQuest,” kata Sugita pada The Verge. Sugita mengaku, pada awalnya, tidak semua orang setuju degan program yang dia buat, seperti soal desain jersey tim yang menampilkan bunga. Sebagian orang khawatir bahwa desain jersey ini membuat para pemain FlyQuest tidak terlihat seperti tim esports atau membuat para pemain merasa tidak nyaman. Namun, sekarang, semua pemain dan pelatih sudah setuju dan justru mendukung program Sugita. Dia merasa, inisiatif ini justru mendekatkan anggota tim dan staf dengan satu sama lain.

Tentu saja, FlyQuest juga memiliki keinginan untuk menang. Saat ini, mereka duduk di tengah klasemen LCS dengan tiga kemenangan dan tiga kekalahan. Tujuan mereka tahun ini adalah untuk bisa lolos kualifikasi dan bertanding di League of Legends World Championship. Sugita percaya, inisiatifnya terkait penghijauan tidak akan mengganggu performa para pemain, tapi justru membuat mereka merasa bahwa proses untuk mencapai sebuah tujuan sama pentingnya dengan pencapaian tujuan itu sendiri.

Sumber header: Twitter

Q4 2019, League of Legends Punya Dampak Terbesar ke Ekosistem Esports

League of Legends menjadi game esports di PC yang memiliki dampak paling besar pada ekosistem esports pada Q4 2019, menurut The Esports Observer. Satu-satunya game esports yang bisa menyaingi League of Legends adalah Counter-Strike: Global Offensive. Ada beberapa hal yang diperhatikan untuk menentukan besar dampak game esports pada ekosistem, seperti jumlah pemain aktif bulanan, total hadiah kemenangan, total jam video ditonton, dan jumlah turnamen yang diselenggarakan. Anda bisa melihat persentase hal-hal yang dihitung pada gambar di bawah.

Indikator untuk indeks dampak game esports pada ekosistem. | Sumber: The Esports Observer
Indikator untuk indeks dampak game esports pada ekosistem. | Sumber: The Esports Observer

Salah satu alasan mengapa League of Legends menjadi game dengan dampak paling besar adalah karena game buatan Riot Games itu masih memiliki jumlah pemain aktif paling besar jika dibandingkan dengan game lain. Tak hanya itu, pada Q4 2019, game ini juga menjadi game yang paling banyak ditonton di Twitch dengan total jam ditonton sebesar 271 juta jam.

Mengingat Riot Games mengadakan 2019 World Championship pada akhir tahun, itu tidak aneh. Di hadapan lebih dari 20 ribu penonton live, tim Tiongkok, FunPlus Phoenix berhasil meraih gelar juara. Sebagai juara, mereka mendapatkan 37,5 persen dari total hadiah US$2,3 juta, yaitu US$834 ribu. Pada babak final, concurrent viewers di channel Twitch Riot Games mencapai 674 ribu orang. Selain itu, ada juga penonton yang memilih untuk menonton di channel lain, seperti YouTube. Dilaporkan, Average Minute Audience (AMA) dari pertandingan final LWC mencapai 21,8 juta, dengan concurrent viewers mencapai 44 juta.

CS:GO duduk di posisi kedua dalam daftar game yang memberikan dampak paling besar. Salah satu hal yang membuat CS:GO bisa menyaingi League of Legends adalah karena banyaknya turnamen yang diadakan sepanjang Q4 2019 lalu. Ada 181 turnamen CS:GO yang diadakan, sekitar 22,7 persen dari total turnamen esports yang ada. Selain itu, pada Q4, ada tiga turnamen CS:GO dengan format panjang yang berakhir, yaitu StarSeries & i-League CS:GO Season 8, 2019 BLAST Pro Series: Global Final 2019, dan ESL Pro League Season 10 – Finals.

Total jam video ditonton dari ESL Pro League Finals mencapai 4,47 juta jam dengan 197 ribu concurrent viewers. Sementara AMA turnamen tersebut mencapai 52 ribu orang, naik 38,94 persen dari Season 9. Selain itu, juga ada beberapa turnamen CS:GO lain yang digelar, seperti DreamHack Masters Malmö. Dua channel di Twitch yang menyiarkan kompetisi itu mendapatkan total jam video ditonton sebesar 3,88 juta jam dan 1,17 juta jam.

Posisi ketiga diisi oleh Dota 2. Memang, turnamen Dota 2 paling bergengsi, The International, telah diadakan pada Q3 2019. Namun, ada sejumlah turnamen major yang membuat Dota 2 tetap memiliki impact pada ekosistem. Salah satunya adalah DOTA Summit 11 yang diadakan di Los Angeles, Amerika Serikat. Selain itu, pada tiga bulan terakhir dari 2019, juga digelar MDL CHengdu Major, yang dimenangkan oleh tim asal Filipina, TNC Predator. Channel yang menyiarkan MDL CHengdu Major dalam bahasa Inggris mendapatkan total jam ditonton sebanyak 3,04 juta jam sementara channel dalam bahasa Rusia mendapatkan 2,34 juta jam.

Sumber: The Esports Observer
Sumber: The Esports Observer

Player Unknown’s Battleground menjadi game battle royale yang memiliki dampak paling besar. Sepanjang Q4 2019, total hadiah dari semua turnamen PUBG yang mencapai US$7,1 juta. Turnamen dengan total hadiah paling besar adalah PUBG Global CHampionship 2019 dengan total hadiah US$4 juta, yang dimenangkan oleh Gen.G. Sementara itu, pengaruh Fortnite pada ekosistem esports mulai memudar. Tidak heran, selama Q4, Epic hanya menyelenggarakan satu turnamen major.

Rocket League ada di posisi kelima dalam daftar game dengan dampak paling besar pada ekosistem esports. Disusul oleh Hearthstone, Rainbow Six Siege, dan World of Warcraft. Dalam BlizzCon 2019, untuk pertama kalinya, Hearthstone GrandMasters 2019 Global Finals dimenangkan oleh gamer perempuan, Xiaomeg “VKLiooon” Li. Sementara turnamen terbesar dari Rainbox Six Siegediadakan di Tokoname, Jepang. Turnamen Pro League Season 10 – Finals diselenggarakan oleh ESL dengan total hadiah US$290 ribu. Turnamen itu dimenangkan oleh tim asal Ukrania, Natus Vincere. Posisi ke sembilan diduduki oleh World of Warcraft. Alasan game tersebut bisa naik tiga peringkat adalah karena game itu memiliki jumlah penonton setia yang cukup banyak. Arena World Championship 2019, yang merupakan turnamen World of Warcraft, memiliki total hadiah US$330 ribu juga diadakan di BlizzCon 2019.

Peringkat 10 sampai 15 diisi oleh Overwatch, StarCraft II, FIFA 20, Call of Duty: Modern Warfare, Magic: The Gathering Arena, and Tekken 7. Pada Q4, liga Overwatch memang sudah berakhir. Karena itu, tidak heran jika posisi game Activision Blizzard itu turun hingga lima peringkat. Sementara turnamen StarCraft II, 2019 WCS Global Finals diadakan pada BlizzCon 2019. Turnamen itu dimenangkan oleh Park “Dark” Dyung Woo yang membawa pulang US$700 ribu.

Daftar game dengan dampak terbesar. | Sumber: The Esports Observer
Daftar game dengan dampak terbesar. | Sumber: The Esports Observer

FIFA 20, yang duduk di peringkat 12, memiliki jumlah penonton yang cukup banyak di Twitch. Karena itulah, posisi game ini cukup tinggi meski ia baru dirilis pada September 2019. Selain itu, FIFA 20 juga diuntungkan karena turnamen game sepak bola ini sering dipadankan dengan liga sepak bola, seperti eSuperliga Season 3 di Denmark yang diselenggarakan oleh DreamHack. Sepanjang Q4 2019, tidak ada turnamen major untuk Call of Duty: Modern Warfare, yang baru dirilis pada Oktober 2019. Namun, viewership game tersebut sangat tinggi. Dalam dua minggu sejak game itu dirilis, total jam video Modern Warfare ditonton mencapai 12 juta jam.

Secara keseluruhan, turnamen esports dari Magic: The Gathering Arena memiliki total hadiah sebesar US$2 juta sepanjang Q4 2019. Kompetisi terakhirnya, Mythic Championship, adalah salah satu turnamen Magic: The Gathering Arena dengan jumlah penonton paling banyak. Total video ditonton dari turnamen itu mencapai 1,37 juta jam. dengan concurrent viewers mencapai 100 ribu orang. Tekken 7 ada di posisi 15 dan menjadi game fighting pertama yang masuk dalam peringkat 15 besar. Salah satu alasan Tekken 7 bisa naik dua peringkat adalah karena total hadiah Tekken World Tour Finals 2019 yang mencapai US$250 ribu.

Sumber header: Dexerto

LEC Perpanjang Kontrak Kerja Sama dengan Minuman Energi Red Bull

Seiring dengan perkembangan esports, tak heran jika semakin banyak brand non-endemik yang turut terjun ke dalam ekosistem ini. Berdasarkan laporan Esports Observer, dikabarkan bahwa setidaknya ada 75 kontrak sponsorship dari brand non-endemik di ekosistem esports pada Q3 2019 lalu. Hal tersebut jadi tidak heran, karena salah satu peran turnamen esports adalah menjadi sarana marketing ataupun branding.

Baru-baru ini, brand non-endemik malah sepertinya menjadi semakin yakin dengan esports. Ini terlihat lewat salah perpanjangan kontrak antara Red Bull dengan League of Legends European Championship (LEC) di tahun 2020. Dengan ini, maka Red Bull akan menjadi official drink partner untuk LEC selama tahun 2020 ini.

Mengutip dari Esports Insider, belum ada informasi yang lebih terperinci terkait bentuk rekanan antar kedua pihak ini. Namun demikian, diperkirakan bahwa bentuk kerja samanya akan mirip seperti tahun 2019 lalu.

Sumber: Twitter @LEC
Sumber: Twitter @LEC

Pada 209, Red Bull juga bekerja sama dengan LEC. Ketika itu, dampak kerja sama ini adalah berupa bentuk-bentuk kegiatan activations di dalam gelaran LEC. Tak hanya itu pada saat pengumuman kerja sama tahun 2019 lalu, kedua pihak mengatakan akan membangun wadah kompetitif League of Legends tingkat grassroot di wilayah Eropa.

LEC memang bisa dibilang sebagai salah satu liga League of Legends yang cukup sukses belakangan ini. Mengutip Esports Charts, tayangan LEC Summer 2019 memiliki penonton terbanyak di saat bersamaan sebanyak 841.147 orang dengan 22.118.801 total jam ditonton. Liga ini juga berhasil mengajak kerja sama banyak brand non-endemik. Sebelum akhirnya memperpanjang kontrak dengan Red Bull, Kia Motors dan Alienware juga sudah bekerja sama untuk mensponsori LEC pada 16 Januari 2020 lalu. Pada tahun 2019 lalu, LEC malah sempat mendapat sponsor yang tak kalah menarik, yaitu perusahaan minyak Shell.

Sumber: Red Bull Official Sites
Arslan Ash, pemain Tekken 7 asal Pakistan yang disponsori oleh Red Bull. Sumber: Red Bull Official Sites

Sementara dari sisi lain, brand Red Bull di dunia esports juga sudah cukup punya banyak pengalaman. Secara internasional, kehadiran mereka cukup terasa di skenal FGC. Red Bull punya salah satu turnamen Street Fighter yang prestis yaitu Red Bull Kumite 2019. Mereka juga mensponsori pemain Tekken 7 Arslan Ash. Di Indonesia, Red Bull juga sempat menggelar Red Bull Rebellion Rising Stars Challenge sebagai saran mencari bakat-bakat baru di skena MLBB.

Kerja sama ini tentu menjadi hal yang penting bagi kedua pihak. Kerja sama ini juga seakan menjadi pembuktian bagi LEC ataupun bisnis esports League of Legends secara keseluruhan, bahwa mereka masih dan akan tetap menjadi salah satu liga esports terbesar di dunia.

Sumber header: Riot Games

Psikolog Excel Esports Ingin Fokus Pada Sisi Kemanusiaan Atlet Esports Profesional

Pada November 2019, Excel Esports, tim yang berlaga di League of Legends European Championship, mempekerjakan psikolog Fabian Broich sebagai Head of Performance. Dalam wawancara dengan Lara Lunardi, dia menjelaskan tugasnya di Excel. Dia bercerita, dia pernah mengenyam pendidikan di psikologi olahraga dan memiliki pengalaman sebagai pemain olahraga profesional, walau dia tidak tahu banyak tentang dunia esports. Meskipun begitu, dia justru menganggap, ketidaktahuannya menguntungkan.

“Saya sesekali bermain video game, tapi saya tidak tahu keadaan dunia esports profesional, jadi saya mulai bekerja untuk tim tanpa memiliki bias apapun, yang justru menguntungkan saya. Saya bisa menjadi lebih dekat dengan para atlet esports karena saya bisa melihat bagaimana kehidupan mereka dan sering bertemu dengan mereka, sementara dalam tim sepak bola, para atlet hanya latihan selama satu atau dua jam, dan Anda tidak bisa bertemu dengan mereka terlalu sering karena mereka selalu sibuk,” kata Broich, seperti dikutip dari Inven Global.

Tugas utama Broich sebagai Head of Performance adalah untuk memastikan para pemain tidak memiliki masalah di luar game. “Memastikan para pemain baik-baik saja, mendapatkan tidur cukup, nutrisi yang baik, dan fokus pada kegiatan fisik dan keadaan mental mereka agar mereka bisa memberikan performa terbaik,” ujarnya.

Fabian Broich. | Sumber: Esports Insider
Fabian Broich. | Sumber: Esports Insider

Broich mengatakan, prioritas utamanya dalam memastikan kesehatan mental para pemain adalah menciptakan keadaan yang kondusif. Setelah itu, fokus lainnya adalah pada jadwal tidur pemain. Menurutnya, porsi tidur pemain penting karena selain latihan, tidur juga menghabiskan banyak waktu para pemain. Dia mengungkap beberapa hal lain yang harus dia perhatikan antara lain tingkat stres pemain dan kemampuan pemain untuk mengatasi tekanan. Dia harus membantu pemain untuk mengatasi sumber stres eksternal, seperti komentar negatif di media sosial.

Salah satu dampak negatif yang muncul pada pemain esports setelah mereka sukses rasa sombong. Terkait hal ini, Broich mengatakan bahwa sebagai pemain profesional, seseorang memang seharusnya memiliki rasa percaya diri tinggi. “Tentu saja Anda harus sangat percaya diri, jika Anda tidak percaya pada diri Anda sendiri, Anda tidak akan sukses. Dan itulah yang membedakan para pemain profesional dengan satu sama lain, karena mereka biasanya ada di level yang sama. Jadi, orang yang merasa paling percaya diri dan fokus untuk meningkatkan performa mereka, itulah pemain yang akan bisa bertahan di liga profesional atau bahkan naik level,” ujarnya.

Dia menyebutkan, dia tidak hanya ingin meningkatkan performa pemain, tapi juga membiarkan mereka untuk berkembang sebagai manusia. “Kami tidak ingin melihat pemain sebagai produk, kami ingin melihat pertumbuhan mereka sebagai manusia,” dia berkata. “Di lingkungan profesional seperti ini, banyak orang yang narsis, tapi selama narsisme itu masih dalam tahap wajar, Anda memang perlu sedikit narsis untuk bisa sukses.”

Broich bercerita, kebanyakan pemain hanya melihat diri mereka sebagai seorang pemain profesional yang bertugas untuk memenangkan tim. “Tentu saja, kita ingin bisa menang, tapi kami juga fokus pada pertumbuhan pemain karena kami percaya, pemain yang memiliki gaya hidup sehat akan bisa memberikan performa terbaik,” katanya. Namun, dia juga mengaku bahwa mereka harus bisa menunjukkan hasil sesuai harapan dari organisasi esports tempat pemain bernaung.

Ketika membandingkan esports dengan olahraga tradisional, salah satu hal yang Broich bahas adalah tentang bagaimana para pemain biasanya belum mengetahui tentang dinamika tim, bahwa kemenangan tim tidak sepenuhnya tergantung pada mereka. “Mereka belajar untuk mendekatkan diri dan mereka sadar bahwa mereka memiliki peran yang berbeda-beda dan mereka harus dapat bekerja sama, serta mereka juga belajar bahwa terkadang, mereka tak selalu menjadi fokus semua orang. Mereka adalah pemain yang baik, tapi biasanya tidak ada pemain yang mencoba untuk saling mendekatkan diri dengan satu sama lain. Jadi, itu yang jadi fokus saya sekarang,” ujarnya.

Sekilas, menjadi pemain profesional terlihat mudah. Tugas mereka hanyalah “bermain”. Namun, studi ilmiah menunjukkan bahwa pembekalan mental untuk para atlet esports juga penting. Di Indonesia, salah satu tim yang memiliki psikolog adalah BOOM Esports.