Phase One IQ3 Achromatic Ialah Kamera Medium Format Seharga $50.000 yang Hanya Bisa Memotret Hitam-Putih

Leica M Monochrom merupakan salah satu produk paling kontroversial dalam sejarah perkembangan teknologi kamera digital. Bagaimana tidak, kamera seharga $7.450 itu cuma bisa mengambil gambar hitam-putih saja. Ya, Anda tak mungkin mengambil foto untuk dijadikan iklan produk Crayola dengan kamera ini.

Akan tetapi foto hitam-putih tentunya memiliki kesan artistik tersendiri, dan sekarang M Monochrom bukan satu-satunya pilihan jika Anda ingin benar-benar mendedikasikan waktu dan talenta Anda ke fotografi hitam-putih. Kalau Anda punya modal berlebih, Phase One baru saja meluncurkan kamera medium format yang hanya bisa memotret foto hitam-putih.

Dinamai IQ3 Achromatic, secara teknis ia merupakan modul belakang yang mencakup sensor dan layar, dan yang kompatibel dengan sistem IQ3 XF maupun bodi kamera medium format lain. Layaknya M Monochrom, sensor 100 megapixel milik IQ3 Achromatic tidak dilengkapi filter warna Bayer. Menurut Phase One, absennya filter warna ini memungkinkan sensor untuk berfokus hanya pada detail, nuansa dan pencahayaan.

Modul Phase One IQ3 Achromatic tanpa dipasang ke bodi kamera medium format / Phase One
Modul Phase One IQ3 Achromatic tanpa dipasang ke bodi kamera medium format / Phase One

Sederhananya, gambar yang dihasilkan IQ3 Achromatic bakal terlihat lebih mendetail ketimbang kamera lain yang sama-sama mengemas sensor 100 megapixel dengan lapisan filter warna Bayer. Karena tidak perlu menangkap informasi warna, sensor Achromatic ini juga dapat menerima lebih banyak cahaya – ISO 200 setara dengan ISO 50 pada sensor ber-filter warna standar.

ISO maksimumnya sendiri berada di angka 51200, menjadikannya sebagai yang paling sensitif terhadap cahaya dalam segmen medium format menurut Phase One. Akan tetapi yang tidak kalah istimewa, IQ3 Achromatic bisa digunakan untuk fotografi inframerah tanpa perlu dikalibrasi ulang, dan gambar dalam spektrum cahaya inframerah ini bisa kita lihat langsung lewat layar belakangnya.

Kembali ke soal modal berlebih tadi, Phase One IQ3 Achromatic saat ini telah dipasarkan seharga $50.000 – bukan typo. Berikut sejumlah sampel foto untuk memberikan gambaran terkait kualitas yang dijanjikannya.

Sampel foto Phase One IQ3 Achromatic / Phase One
Sampel foto Phase One IQ3 Achromatic / Phase One
Sampel foto Phase One IQ3 Achromatic / Phase One
Sampel foto Phase One IQ3 Achromatic / Phase One
Sampel foto Phase One IQ3 Achromatic / Phase One
Sampel foto Phase One IQ3 Achromatic / Phase One
Gambar atas di-zoom bagian tengahnya, bisa Anda lihat tingkat detailnya yang mengesankan / Phase One
Gambar atas di-zoom bagian tengahnya, bisa Anda lihat tingkat detailnya yang mengesankan / Phase One
Sampel foto Phase One IQ3 Achromatic dalam spektrum cahaya inframerah / Phase One
Sampel foto Phase One IQ3 Achromatic dalam spektrum cahaya inframerah / Phase One

Sumber: 1, 2, 3.

DJI dan Hasselblad Ungkap Bundel Drone dan Kamera Medium Format Beresolusi 100 Megapixel

Kerja sama antara DJI dan Hasselblad kembali membuahkan platform fotografi udara kelas dewa. Setelah tahun lalu mereka mengungkap bundel drone plus kamera medium format untuk pertama kalinya, kali ini keduanya kembali mengambil rute yang sama, namun dengan penyempurnaan teknis yang cukup signifikan.

Bundel ini masih terdiri dari tiga komponen utama, yakni drone, gimbal dan kamera. Spesifiknya hexacopter DJI M600 Pro, gimbal Ronin MX dan kamera Hasselblad H6D. H6D inilah yang sejatinya menjadi bintang utama di sini, mengingat ia mengusung sensor medium format (53,4 x 40 mm) dengan resolusi 100 megapixel.

Dipadukan dengan Ronin MX yang sejatinya merupakan gimbal 3-axis, pengguna sejatinya dapat menghasilkan foto udara yang spektakuler, baik dari segi ketajaman maupun dynamic range – dengan sensor sebesar ini, pencahayaan yang minim sejatinya bukan lagi masalah besar.

Drone-nya sendiri juga telah menerima penyempurnaan. Selain sistem transmisi sinyal Lightbridge 2, DJI turut menyematkan sistem navigasi D-RTK GNSS. Jangan pedulikan namanya, namun yang pasti sistem ini sanggup menyajikan penempatan posisi yang akurat sampai level sentimeter.

DJI berencana memasarkan bundel M600/Ronin MX/H6D ini mulai kuartal ketiga tahun ini. Harganya belum dirincikan, namun bisa dipastikan setara harga mobil mengingat kameranya saja dibanderol $33.000 tanpa satu pun lensa.

Sumber: DPReview dan DJI.

Hasselblad Pamerkan Konsep Kamera Medium Format Berdesain Modular

Di saat Fujifilm tengah memamerkan prototipe kamera mirrorless medium format-nya, dedengkot kamera medium format Hasselblad malah ‘bermain-main’ dengan konsep kamera modular bernama V1D 4116 Concept dalam rangka memperingati ulang tahun perusahaan yang ke-75 (1941 – 2016), sehingga muncullah label “4116” pada namanya.

Lewat konsep ini, Hasselblad ingin mencoba merefleksikan pencapaian mereka di masa lalu dengan kemajuan teknologi modern. Desain V1D banyak terinspirasi oleh kamera klasik Hasselblad V yang serba kotak. Pun demikian, kubus aluminium ini bisa diperluas fungsionalitasnya dengan bantuan sejumlah modul.

Hasselblad V1D 4116 Concept tanpa dipasangi modul / Hasselblad
Hasselblad V1D 4116 Concept tanpa dipasangi modul / Hasselblad

Ibaratnya Project Ara tapi untuk kamera; sisi atas, bawah, kiri dan kanan V1D dapat dipasangi sejumlah modul seperti display, viewfinder maupun hand grip. Seandainya diperlukan, pengguna boleh saja memasangkan dua display sekaligus di belakang dan atas V1D.

Desain modular ini juga dapat memanjakan para fotografer kidal, dimana grip-nya yang mengemas tombol shutter bisa diposisikan di sebelah kiri. V1D sederhananya tidak cuma ingin memenuhi kriteria pengguna akan sebuah kamera dengan kualitas gambar terbaik, tetapi juga mengakomodasi perbedaan konfigurasi yang menjadi pilihan masing-masing pengguna.

Display di belakang, viewfinder di atas; atau bisa juga dua display sekaligus di belakang dan atas / Hasselblad
Display di belakang, viewfinder di atas; atau bisa juga dua display sekaligus di belakang dan atas / Hasselblad

Hasselblad menegaskan bahwa V1D baru sebatas konsep dan belum ada prototipe yang bisa didemonstrasikan. Tidak ada yang tahu apakah kamera ini bakal benar-benar direalisasikan menjadi produk final atau tidak, apalagi soal banderol harganya.

Sumber: Hasselblad dan DPReview.

Fujifilm Pamerkan Prototipe Kamera Mirrorless Medium Format, GFX 50S

Penantian yang cukup lama terhadap Fujifilm X-Pro2 membuat banyak pihak berspekulasi bahwa Fujifilm akan merilis kamera tersebut bersama sensor full-frame. Tebakannya meleset, X-Pro2 masih menggunakan sensor APS-C, meski resolusi dan performanya di kondisi low-light meningkat pesat.

Lalu kapan Fujifilm akan mengikuti tren full-frame di ranah mirrorless? Jawabannya kemungkinan tidak akan pernah, sebab Fujifilm baru-baru ini mengumumkan prototipe kamera mirrorless medium format, GFX 50S. Yup, daripada full-frame, kenapa tidak langsung lompat lebih jauh ke medium format saja?

Sensor yang terdapat dalam Fujifilm GFX 50S memiliki ukuran 4x lebih besar dari sensor APS-C dan 1,7x lebih besar dari sensor full-frame / Fujifilm
Sensor yang terdapat dalam Fujifilm GFX 50S memiliki ukuran 4x lebih besar dari sensor APS-C dan 1,7x lebih besar dari sensor full-frame / Fujifilm

Fujifilm GFX 50S bukanlah kamera mirrorless medium format pertama. Gelar tersebut dipegang oleh Hasselblad X1D yang diumumkan bulan Juni lalu. Pun begitu, ini merupakan kamera medium format digital pertama yang pernah Fujifilm produksi sejak mereka meninggalkan film.

Sepintas GFX 50S terlihat seperti Fujifilm X-T2 yang disuntik steroid. Tidak heran, mengingat sensor beresolusi 51,4 megapixel di dalamnya memiliki ukuran 4x lebih besar dari sensor APS-C, atau 1,7x lebih besar ketimbang sensor full-frame. Fujifilm mengklaim mengembangkan sensor ini sendiri, jadi semestinya tone warna yang dihasilkan tidak jauh-jauh dari lini yang ditawarkan lini X-Series sekarang, tapi dengan detail berkali lipat lebih bagus.

Fujifilm GFX 50S dilengkapi EVF yang bisa dilepas-pasang, dimiringkan dan diputar posisinya / Fujifilm
Fujifilm GFX 50S dilengkapi EVF yang bisa dilepas-pasang, dimiringkan dan diputar posisinya / Fujifilm

Menemani GFX 50S nantinya adalah jajaran lensa dengan tipe mount baru (G Mount). Variasinya mencakup tipe fixed dan zoom, dan jika melihat tradisi Fujifilm selama ini, kualitas optiknya sepertinya tidak perlu diragukan. Seluruh lensa ini juga dirancang agar tahan terhadap cuaca ekstrem, sama seperti bodi GFX 50S sendiri.

Rencananya kamera ini baru akan diluncurkan secara resmi pada awal tahun depan. Harganya diperkirakan tidak lebih dari $10.000 untuk bundel bersama lensa prime 63 mm, dan Fujifilm juga bakal menyediakan beragam aksesori lain seperti misalnya EVF yang bisa dilepas-pasang, dimiringkan dan diputar.

Sumber: DPReview.

DJI dan Hasselblad Umumkan Buah Kerja Sama Mereka Berupa Bundel Drone Profesional dan Kamera Medium Format

Apa kabar DJI dan Hasselblad? Menjelang akhir tahun lalu, DJI membeli sebagian saham Hasselblad, dan keduanya memutuskan untuk menjalin kerja sama di bidang teknis. Tentu saja semuanya langsung berspekulasi, dan yang paling gampang adalah angan-angan bahwa DJI akan membundel drone kelas profesionalnya dengan kamera medium format Hasselblad.

Bagi yang menginginkan peristiwa tersebut terjadi, saya ucapkan selamat. DJI baru-baru ini mengumumkan bundel produk baru berupa drone M600 dan kamera Hasselblad A5D. Yup, ini merupakan paket drone medium format perdana yang bisa dibeli oleh konsumen.

DJI M600 sendiri merupakan hexacopter yang secara khusus dirancang untuk mengakomodasi kebutuhan videografer profesional di lapangan. Dipadukan dengan gimbal Ronin MX, drone tersebut sanggup menggotong muatan berbobot total 6 kg.

Hasselblad A5D mengemas sensor yang ukurannya dua kali lipat sensor full-frame, dengan resolusi 50 megapixel / Hasselblad
Hasselblad A5D mengemas sensor yang ukurannya dua kali lipat sensor full-frame, dengan resolusi 50 megapixel / Hasselblad

Di sisi lain, Hasselblad A5D merupakan kamera medium format yang didesain secara spesifik untuk keperluan aerial photography. Alhasil, ketika ketiga perangkat ini dipadukan menjadi satu paket, pengguna akan mendapatkan kualitas gambar terbaik dalam resolusi 50 megapixel yang bisa ditangkap dengan menggunakan sebuah drone.

Menurut CEO Hasselblad, Perry Oosting, kerja sama ini merupakan tahap pengembangan yang alami bagi mereka. Apa yang mereka lakukan sederhananya adalah memadukan kualitas optik terbaik untuk aerial photography dengan platform drone paling canggih yang pernah DJI buat.

Sejauh ini DJI belum mengungkapkan banderol harga dari bundel M600 dengan A5D. M600 sendiri harus ditebus dengan biaya $4.600 – belum termasuk gimbal Ronin MX – sedangkan harga Hasselblad A5D bisa menembus angka $14.500.

Sumber: Digital Trends dan Hasselblad.

Hasselblad X1D, Kamera Mirrorless Medium Format Pertama di Dunia

Tidak banyak orang mengenal kamera medium format. Kamera jenis ini biasanya punya bodi amat bongsor, performa lamban dan harga selangit. Hal ini pun menyebabkan tidak semua fotografer profesional merasa perlu memilikinya. Mereka yang memilih kamera medium format biasanya hanya terpaku pada satu aspek, yaitu kualitas gambar.

Ukuran sensor medium format sangat masif, bahkan jauh lebih besar ketimbang sensor full-frame yang kerap kita jumpai pada DSLR kelas atas. Umumnya dibarengi oleh resolusi yang sangat tinggi, sensor medium format sanggup menangkap gambar dengan detail yang sangat tajam dan dynamic range yang amat luas.

Di ranah medium format, Hasselblad merupakan nama yang paling dikenal. Brand asal Swedia ini sudah tiga perempat abad memproduksi kamera medium format, dan di pertengahan tahun 2016 ini mereka memutuskan untuk melakukan inovasi besar-besaran. Buah pemikirannya? Kamera mirrorless medium format pertama di dunia.

Hasselblad X1D mengemas sensor medium format beresolusi 50 megapixel / Hasselblad
Hasselblad X1D mengemas sensor medium format beresolusi 50 megapixel / Hasselblad

Dijuluki Hasselblad X1D, ia merupakan satu-satunya kamera mirrorless yang mengemas sensor medium format sejauh ini. Sensor ekstra besar tersebut dibungkus dalam kemasan yang lebih kecil dari DSLR, dengan bobot hanya separuh kamera medium format pada umumnya (725 gram).

Elegan dan premium adalah dua kata sifat yang tepat untuk menggambarkan fisik X1D. Hasselblad bahkan tak segan membubuhkan label “Handmade in Sweden” pada bodi X1D yang tahan terhadap cuaca ekstrem tersebut. Kontrolnya pun termasuk lengkap, dengan kenop putar di atas hand grip dan satu lagi di panel belakang.

Sisi belakangnya sendiri didominasi oleh layar sentuh 3 inci beresolusi 920 ribu dot, didampingi oleh electronic viewfinder (EVF) beresolusi 2,36 juta dot. Tepat di atas EVF tersebut, tertanam hotshoe yang kompatibel dengan beragam aksesori untuk kamera besutan Nikon. Di bagian samping, pengguna akan menjumpai slot SD card ganda, port mini HDMI serta port USB-C.

Pengoperasian bisa dilakukan via layar sentuh dan tampilan yang simpel / Hasselblad
Pengoperasian bisa dilakukan via layar sentuh dan tampilan yang simpel / Hasselblad

Namun tentu saja hal terpenting yang patut disorot dari X1D adalah kinerjanya dalam menciptakan gambar berkualitas. Sensor medium format miliknya punya resolusi 50 megapixel, dengan rentang ISO 100 – 25600 dan dynamic range mencapai 14 stop. Gampangnya, hasil jepretan X1D tak kalah dibanding Hasselblad H6D yang berukuran jauh lebih besar dan berharga tiga kali lipat.

Agar hasil fotonya optimal dan tajam dari ujung ke ujung, Hasselblad telah merancang dua lensa anyar, yakni 45 mm f/3.5 dan 90 mm f/4.5. Keduanya memakai mount yang berbeda dari lini lensa H System bikinan Hasselblad, akan tetapi pengguna tetap bisa memakai lensa-lensa tersebut dengan bantuan adapter.

Hasselblad X1D datang bersama dua lensa baru guna memastikan hasil fotonya optimal / Hasselblad
Hasselblad X1D datang bersama dua lensa baru guna memastikan hasil fotonya optimal / Hasselblad

Tujuan Hasselblad menciptakan X1D bukan sekadar untuk pamer semata, tetapi mereka memang merasa tergerak untuk membawa keunggulan kamera medium format ke kalangan konsumen yang lebih luas. Membuat versi mirrorless merupakan langkah yang tepat, namun mereka masih harus menekan harganya semaksimal mungkin.

Untuk itulah mereka berencana memasarkan Hasselblad X1D seharga $8.995 body only, $11.290 bersama lensa 45 mm f/3.5, atau $13.985 dengan kedua lensa barunya sekaligus. Sebagai perbandingan, Sony A7R II yang mengusung sensor full-frame dijajakan seharga $3.200 body only.

Sumber: PetaPixel dan Hasselblad.

Bersensor Masif, Hasselblad H6D Siap Jepret Foto 100 Megapixel

Selama 75 tahun berkiprah, nama Hasselblad selalu dikaitkan dengan fotografi medium format berkat kamera-kameranya yang besar, mahal, tapi sanggup menghasilkan gambar dengan tingkat detail luar biasa. Dunia pun mengakui reputasi perusahaan asal Swedia ini, salah satunya adalah ketika Buzz Aldrin memotret Neil Armstrong sedang menjejakkan kakinya pertama kali di Bulan.

Kini Hasselblad kembali membuktikan jati dirinya sebagai maestro fotografi. Mereka belum lama ini memperkenalkan kamera medium format baru, Hasselblad H6D, yang bisa dibilang sebagai produk tercanggihnya sejauh ini.

H6D datang dalam dua varian. Satu dibekali sensor CMOS 50 megapixel, sedangkan satunya mengemas sensor 100 megapixel. Resolusi tentu saja bukanlah penentu segalanya; ukuran fisik sensornya yang bahkan lebih besar ketimbang sensor full-frame menjadi jaminan atas tingkat detail yang bisa dihasilkan, apalagi didukung oleh deretan lensa super-tajam besutan Hasselblad.

Contoh hasil foto Hasselblad H6D / Hasselblad
Contoh hasil foto Hasselblad H6D / Hasselblad
Foto di atas setelah di-crop 100 persen
Foto di atas setelah di-crop 100 persen

Namun dilihat dari segi angka saja, 100 megapixel itu benar-benar masif, tepatnya 11.600 x 8.700 pixel. Seandainya hasil foto ingin Anda crop 100 persen, tetap saja masih sangat ideal untuk dicetak menjadi baliho seukuran rumah, dan ketajaman detailnya dijamin tidak berkurang sedikitpun.

Dari segi performa, mungkin DSLR kelas menengah saja bisa memotret lebih cepat ketimbang H6D. Tapi itu memang bukan fokus Hasselblad. Mereka benar-benar memprioritaskan kualitas gambar di atas segalanya, terutama mengingat dynamic range-nya bisa mencapai 15 stop guna mempertahankan sebanyak mungkin detail pada area shadow dan highlight.

Sisi belakang Hasselblad H6D dihuni oleh layar sentuh 3 inci beresolusi tinggi / Hasselblad
Sisi belakang Hasselblad H6D dihuni oleh layar sentuh 3 inci beresolusi tinggi / Hasselblad

Kendati demikian, Hasselblad tak lupa menyematkan sejumlah fitur yang paling tidak bisa memudahkan proses pengambilan gambar, seperti salah satunya sistem autofocus yang bisa mengunci fokus pada suatu titik dan terus mempertahankannya selagi fotografer mengatur ulang komposisinya.

Sejumlah fitur yang mendefinisikan kamera modern turut hadir pada H6D. Di antaranya adalah perekaman video 4K, layar sentuh berukuran 3 inci, konektivitas Wi-Fi, USB 3.0 dan slot kartu memori ganda (CF maupun SD card).

Lalu untuk siapa sebenarnya kamera ini? Hmm, pastinya bukan semua orang, bahkan fotografer profesional pun mungkin belum tentu membutuhkannya. Namun seandainya Anda mau menggunakan kamera yang bisa memberikan kualitas gambar terbaik dari yang terbaik, well, Hasselblad H6D bisa didapat seharga $27.000 untuk versi 50 megapixel, atau $33.000 untuk versi 100 megapixel, dan ini sama sekali belum termasuk lensa.

Sumber: The Verge dan Hasselblad.

Makin Serius Tekuni Aerial Photography, DJI Beli Saham Hasselblad

DJI belum lama ini memberikan kabar yang agak mengejutkan. Pabrikan drone asal Tiongkok tersebut telah membeli saham Hasselblad – meski hanya sebagian kecil darinya, tapi DJI sekarang menduduki kursi dewan direksi Hasselblad. Sekedar informasi, Hasselblad sendiri merupakan perusahaan asal Swedia yang dikenal akan kamera medium-format buatannya.

Mengapa Hasselblad? Karena perusahaan ini sejatinya punya banyak pengalaman di bidang aerial photography, dimana kamera buatan Hasselblad telah dijadikan kepercayaan di sejumlah misi NASA, termasuk halnya Program Apollo yang mendaratkan manusia untuk pertama kalinya di Bulan.

Nah, seperti yang kita tahu, aerial photography sendiri merupakan bidang dimana drone besutan DJI banyak memegang peranan penting. DJI sendiri belakangan juga tidak segan memperkenalkan kamera buatannya sendiri. Maka dari itu, tidak heran apabila DJI tertarik untuk saling berbagi keahlian teknis bersama Hasselblad demi memajukan industri aerial photography.

Akuisisi saham ini juga bukan berarti brand Hasselblad akan sirna begitu saja dan dilebur dengan DJI, mengingat jumlahnya tergolong minoritas. Keduanya masih akan beroperasi sendiri-sendiri, dan Hasselblad pun masih akan terus memproduksi kamera beserta perlengkapan lainnya di markasnya di Swedia.

Menurut CEO DJI, Frank Wang, Hasselblad dan DJI sama-sama memiliki passion untuk menyediakan teknologi imaging yang terbaik buat para sosok kreatif, membuat kedua perusahaan tergerak untuk menggabungkan keahlian masing-masing dalam berinovasi. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan kalau ke depannya DJI akan merilis drone kelas profesional yang dilengkapi kamera rancangan Hasselblad.

Sumber: PR Newswire dan Wired.