Fujifilm Siapkan Kamera Mirrorless Medium Format Ketiga dengan Resolusi 102 Megapixel

Fujifilm GFX 50R bukan satu-satunya kamera mirrorless medium format yang diumumkan Fuji di ajang Photokina 2018. Mereka rupanya juga tengah menyiapkan kamera GFX yang ketiga. Kamera ini belum bernama, tapi saya yakin nantinya bakal ada label angka “100” pada namanya sebagai penanda resolusi sensornya yang mencapai 102 megapixel (dengan dimensi fisik sensor yang sama: 43,8 x 32,9 mm).

Resolusi setinggi itu sebenarnya bukanlah hal baru di industri fotografi digital. Hasselblad H6D yang dirilis di tahun 2016 juga mengemas sensor medium format semasif itu, akan tetapi ia tidak masuk kategori mirrorless. Fujifilm GFX 100 (sementara kita juluki itu dulu supaya gampang) di sisi lain merupakan kamera mirrorless.

Dimensinya memang lebih besar daripada GFX 50S yang sudah termasuk bongsor. Ini dikarenakan ada battery grip yang tertanam langsung ke bodi GFX 100. Kalau dilihat sepintas, wujudnya memang mirip GFX 50S yang sedang dipasangi aksesori battery grip.

Fujifilm GFX lineup

Namun resolusi tinggi rupanya belum menceritakan kapabilitas GFX 100 selengkapnya. Kamera ini turut membawa sejumlah peningkatan signifikan dibanding dua pendahulunya. Utamanya adalah sistem phase-detection autofocus (PDAF), dengan PDAF pixel yang tersebar di seluruh penampang sensor, menjadikannya lebih cekatan mengunci fokus pada subjek bergerak, sekaligus lebih akurat dalam mode continuous autofocus.

GFX 100 juga bakal menjadi kamera medium format pertama yang dilengkapi sistem image stabilization internal, sehingga penggunanya nanti tidak harus selalu bergantung pada tripod. Juga baru pada GFX 100 adalah kemampuan merekam video dalam resolusi 4K 30 fps – baik GFX 50S maupun GFX 50R hanya bisa 1080p 30 fps.

Keluarga kamera dan lensa GFX / Fujifilm
Keluarga kamera dan lensa GFX / Fujifilm

Fuji bilang bahwa kemampuan 4K ini dimungkinkan berkat penggunaan chip quad-core X Processor 4, seperti yang ada pada Fujifilm X-T3. Selain itu, chip yang sama rupanya juga berjasa menghadirkan fitur Film Simulation pada GFX 100, yang sudah menjadi ciri khas lini X-Series sejak lama.

Kamera ini baru akan diresmikan dan dipasarkan tahun depan. Pastinya kapan tidak diketahui, akan tetapi harganya diestimasikan berada di kisaran $10.000. Kalau saya boleh menyimpulkan, pengumuman kamera GFX yang ketiga ini semakin memperkuat anggapan bahwa Fuji memang tidak tertarik dengan mirrorless full-frame.

Sumber: PetaPixel.

Kamera Mirrorless Medium Format Kedua Fujifilm Punya Dimensi Jauh Lebih Ringkas

Satu per satu produsen kamera bergantian menantang Sony di pasar kamera mirrorless full-frame. Setelah Nikon dan Canon, tidak lama lagi datang giliran Panasonic. Bagaimana dengan Fujifilm? Rupanya mereka tidak latah dan masih teguh pada pendiriannya. Daripada full-frame, Fujifilm lebih memilih lompat lebih jauh ke medium format.

Prototipe Fujifilm GFX 50S yang dipamerkan di tahun 2016 pada akhirnya menjadi kamera mirrorless medium format kedua setelah Hasselblad X1D. Tahun ini, Fuji rupanya telah menyiapkan model lain untuk lini medium format mereka, yakni Fujifilm GFX 50R.

Fujifilm GFX 50R

GFX 50R pada dasarnya merupakan versi lebih ringkas dari GFX 50S. Spesifikasinya nyaris identik dengan GFX 50S, dan yang sangat berbeda cuma desainnya saja. Sepintas, GFX 50R dengan desain ala rangefinder-nya kelihatan seperti Fujifilm X-E3 sehabis fitness selama setahun.

Karena lebih kecil, bobotnya jelas lebih ringan, tepatnya 145 gram lebih enteng ketimbang GFX 50S. Bodinya pun juga lebih tipis 25 mm. Kendati demikian, GFX 50R rupanya masih mempertahankan sasis weather-resistant seperti milik kakaknya. Dimensi viewfinder elektroniknya juga lebih kecil, tapi masih tinggi resolusi (3,69 juta dot) dan tingkat perbesarannya (0,77x).

Fujifilm GFX 50R

Di bawah jendela bidik tersebut, ada LCD 3,2 inci yang dilengkapi panel sentuh, yang menggantikan peran tombol empat arah pada GFX 50S. Sayang sekali layarnya ini cuma bisa di-tilt ke atas atau bawah, tidak bisa ke samping.

Spesifikasi yang sama itu mencakup sensor medium format (43,8 x 32,9 mm) beresolusi 51,4 megapixel dan chip X Processor Pro. Slot SD card-nya ada dua (keduanya mendukung tipe UHS-II), sedangkan baterainya sama-sama berdaya tahan hingga 400 kali jepret seperti GFX 50S. Yang berbeda, tidak ada aksesori battery grip untuk GFX 50R.

Fujifilm GFX 50R

Juga berbeda adalah kehadiran konektivitas Bluetooth (GFX 50S tidak punya) di samping Wi-Fi untuk memudahkan proses pairing sekaligus transfer gambar ke smartphone. Fuji bakal memasarkannya mulai bulan November seharga $4.499, lebih murah $2.000 daripada GFX 50S.

Sumber: DPReview.

Panasonic Sedang Kerjakan Dua Kamera Mirrorless Full-Frame: Lumix S1R dan S1

Kehadiran Nikon Z 7 dan Nikon Z 6 beserta Canon EOS R semestinya sudah cukup membuat Sony sebagai penguasa di segmen kamera mirrorless full-frame khawatir. Namun ternyata masih ada lagi pihak lain yang juga ingin ikut menginvasi lahan dominasi Sony, yaitu Panasonic. Di ajang Photokina 2018, pelopor tren mirrorless itu mengumumkan bahwa mereka sedang mengerjakan dua kamera mirrorless full-frame.

Kamera tersebut adalah Panasonic Lumix S1R dan S1. Layaknya seri Sony a7 yang selalu dibagi dua (tiga kalau a7S yang video-oriented juga dimasukkan hitungan), S1R adalah model flagship dengan sensor full-frame beresolusi 47 megapixel, sedangkan S1 ‘hanya’ 24 megapixel. Yang cukup unik, kedua kamera ini tidak menggunakan dudukan lensa (mount) baru seperti halnya Nikon Z dan Canon EOS R, melainkan L-mount besutan Leica.

Kendati demikian, Panasonic masih akan mengembangkan lensa L-mount bikinannya sendiri. Tiga yang sudah direncanakan adalah 50mm f/1.4, 24-105mm, dan 70-200mm, lalu tujuh lainnya akan menyusul tidak lewat setahun setelah kedua kamera ini diluncurkan. Demi semakin memperluas ekosistem lensa yang ditawarkan, Panasonic dan Leica juga telah menggandeng Sigma untuk ikut memproduksi lensa L-mount.

Panasonic Lumix S1R and Lumix S1

Berhubung masih dalam tahap pengembangan (yang dipamerkan baru prototipenya), detail mengenai S1R dan S1 pun belum terlalu lengkap. Beberapa yang esensial di antaranya adalah kemampuan merekam video 4K 60 fps (pertama untuk mirrorless full-frame kata Panasonic), dan sistem image stabilization internal yang dapat dikombinasikan dengan stabilization bawaan lensa.

Kedua kamera dilengkapi layar sentuh yang dapat dimiringkan pada tiga poros (atas, bawah dan samping, macam milik Fujifilm X-T3), sayang bukan yang model fully-articulated. Slot memory card-nya ada dua, satu untuk SD card biasa dan satu untuk XQD card. Menyesuaikan dengan target pasarnya, sasisnya telah dirancang agar tahan terhadap cuaca yang tidak ramah.

Rencananya, kedua kamera ini baru akan dipasarkan pada awal tahun 2019 mendatang. Harganya belum diketahui, tapi sudah pasti lebih mahal daripada Lumix GH5S, yang merupakan kamera termahal Panasonic saat ini.

Sumber: DPReview.

Usik Dominasi Sony, Canon Luncurkan Kamera Mirrorless Full Frame EOS R dan Lensa RF

Canon memiliki beberapa jajaran kamera EOS, dari mulai kamera DSLR EOS dengan lensa EF yang terdiri dari seri entry, advanced, dan pro. Serta, kamera mirrorless EOS M bersensor APS-C dengan lensa EF-M.

Kini Canon telah menghadirkan keluarga baru di ekosistem EOS yang telah ditunggu-tunggu sejak lama yakni sistem baru EOS R, kamera mirrorless full frame dengan mounting lensa RF.

Pertanyaannya adalah kemana saja Canon selama ini? Padahal mereka sudah terjun di pasar mirrorless sejak tahun 2012. Lalu, bagaimana nasib sistem EOS M?

Persaingan Kamera Full Frame Baru Dimulai 

canon-luncurkan-kamera-mirrorless-full-frame-eos-r-dan-lensa-rf

Tidak bisa dipungkiri, salah satu alasan Canon merilis sistem baru EOS R adalah untuk mengusik dominasi Sony. Lalu, sekarang juga ada Nikon Z meskipun belum hadir di Indonesia.

“Karena kita melihat untuk para pengguna yang menginginkan kualitas foto maupun video full frame, mereka hanya bisa ke DSLR Canon atau kalau yang ingin lebih ringan pilihannya ke kompetitor kita ini. Karena sebelumnya, kita tidak bisa menjawab kebutuhan tersebut.” Ujar Sintra Wong selaku Canon Image Communication Product Division manager PT Datascrip.

“Kita juga melihat, para pengguna body dari merek lain itu – mereka sebenarnya masih sangat bergantung pada lensa-lensa EF-nya Canon. Oleh karena itu, kami menghadirkan sistem baru EOS R. Jadi, para pengguna DSLR Canon menginginkan kamera yang lebih ringan tetapi memiliki kualitas yang prima dengan sensor full frame tidak perlu pergi ke merek lain. Lensa EF Canon juga tentunya akan bekerja lebih optimal di EOS R.” Tambahnya.

EOS R sendiri diposisikan untuk pengguna yang lebih profesional dan fotografi yang lebih serius. Maka dari itu EOS R hadir sebagai pilihan atau alternatif kepada para fotografer.

Bagaimana nasib EOS M? Kamera mirrorless dengan sensor APS-C ini masih tetap akan dikembangkan, karena segmennya berbeda – lebih menitikberatkan pada keringkasan serta portability-nya, dan menyasar para pemula atau hoby.

Sistem EOS R Kompatibel dengan Lensa EF

Ya, Canon EOS R kompatibel dengan lensa EF, tetapi tidak bisa dipasang dengan lensa EF-M. Canon menyertakan tiga jenis adaptor untuk memberikan fleksibilitas dalam menggunakan lensa EF.

Mount lensa RF ini berdiameter 54 mm, jarak antara sensor dengan mount lensa hanya 20 mm. Tidak heran, bila dimensi Canon EOS R menjadi begitu ramping dibanding DSLR Canon – tetapi masih lebih besar dibanding kamera mirrorless full frame A7 series dari Sony.

EOS R dilengkapi layar sentuh 3,2 inci beresolusi 2,1 juta dot yang fully-articulated yang bisa ditarik ke samping dan putar-putar sesuka hati. Di atasnya, tentu saja ada electronic viewfinder (EVF) berpanel OLED dengan resolusi 3,69 juta dot dan tingkat perbesaran 0,76x.

Bagian terunik EOS R berada tepat di samping kanan EVF tersebut. Bagian kecil itu merupakan semacam touchpad multi-fungsi yang akan memberikan akses cepat ke berbagai pengaturan seperti autofocus, ISO atau white balance, dan semua ini bisa diprogram sesuai kebutuhan masing-masing pengguna.

Saat ini, sudah tersedia empat seri lensa RF, yaitu:

  • RF 50mm f/1.2L USM
  • RF 24-105mm f/4L IS USM
  • RF 28-70mm f/2L USM
  • RF 35mm f/1.8 IS STM

Yang perlu diketahui adalah lensa RF terhubung ke kamera EOS R melalui 12 pin pada mount. Sementara, lensa EF hanya memiliki 8 pin. Artinya meski lensa EF bisa digunakan, namun bila ingin kinerja lensa yang optimal tetap disarankan menggunakan lensa RF. Canon juga telah memastikan, lensa EF dan RF juga masih akan terus dikembangkan.

Fitur dan Spesifikasi Canon EOS R 

EOS R adalah kamera mirrorless full frame 35mm pertama dari Canon, dibekali sensor CMOS 30,3-megapixel dan prosesor gambar DIGIC 8 dengan kecepatan fokus 0,05 detik. Serta, mampu mengambil gambar berturut-turut 8 fps dengan AF-S atau 5 fps dengan AF-C.

Canon EOS R memiliki rentang ISO 100-40.000 untuk foto, 100-25.600 untuk video, dan 100-12.800 untuk video 4K. Serta, area bidik yang luas dengan 5.655 titik AF yang mencakup 100% (vertikal) dan 88% (horizontal).

Untuk perekaman videonya, Canon EOS R dapat merekam 4K pada 30p/25p dengan crop 1.7x dan didukung Canon Log yang telah terbukti hasilnya pada Cinema EOS System. Fitur ini sangat membantu untuk pengaturan kontras, detil, dan warna selama proses pascaproduksi. Selain itu, perekaman 4K bisa mencapai 10-bit melalui terminal HDMI untuk menghasilkan gradasi dan rentang warna yang akurat.

PT. Datascrip sebagai distributor tunggal produk pencitraan digital Canon di Indonesia, memasarkan Canon EOS R Body Only (BO) dengan harga Rp 39.999.000 dan Canon EOS R dengan lensa RF24-105mm f/4L IS USM dengan harga Rp 59.999.000.

Fujifilm X-T3 Datang Membawa Sensor Generasi Baru dan Kapabilitas Video Superior

Sebelum Fujifilm X-T2 diluncurkan dua tahun lalu, tidak ada kamera dari lini X-Series yang jago perihal video. Pernyataan ini bukan semata karena X-T2 adalah yang pertama menawarkan opsi perekaman dalam resolusi 4K, tetapi memang hasil rekaman videonya tergolong jelek untuk standar kamera mirrorless.

Kondisinya sudah berubah drastis sekarang. Fujifilm X-H1 yang dirilis di bulan Februari kemarin sejatinya didedikasikan bagi kalangan videografer selagi masih menawarkan kualitas foto khas lini X-Series. Formula ini terus dimatangkan sampai akhirnya lahir Fujifilm X-T3.

Kalau hanya mengamati fisiknya secara sepintas, sulit rasanya membedakan antara X-T3 dan pendahulunya. Fujifilm memang tidak banyak mengubah desainnya, kecuali memperbesar ukuran kenop-kenop di panel atas serta tombol-tombol di panel belakang. Yang berubah signifikan adalah jeroan alias bagian dalamnya.

Fujifilm X-T3

X-T3 merupakan kamera pertama yang mengemas sensor X-Trans 4; masih APS-C, tapi kini beresolusi 26 megapixel dan sudah menganut desain backside-illuminated demi semakin meningkatkan performanya di kondisi minim cahaya. Native ISO terendah yang bisa dipilih sekarang ISO 160, bukan lagi ISO 200 seperti pada sensor X-Trans generasi sebelumnya.

Sensor ini hadir bersama chip X-Processor 4 yang berinti empat (quad-core) dan menjanjikan kinerja tiga kali lebih cepat dari sebelumnya. Prosesor baru ini juga merupakan salah satu alasan terbesar mengapa X-T3 semakin cekatan untuk urusan perekaman video.

Selain menawarkan resolusi maksimum 4K 60 fps, X-T3 juga sanggup menghasilkan output video 10-bit 4:2:0 langsung ke SD card yang terpasang (menggunakan codec H.265/HEVC) atau 10-bit 4:2:2 ke external recorder via HDMI. Barisan angka ini mungkin terdengar membingungkan bagi konsumen secara luas, tapi sangat penting di mata videografer.

Sepintas kapabilitas video X-T3 terdengar lebih superior ketimbang X-H1, akan tetapi X-H1 masih lebih unggul soal satu hal, yaitu image stabilization 5-axis. Kalau merekam tanpa bantuan tripod atau gimbal, X-H1 yang memang video-oriented pasti dapat menghasilkan video yang lebih bagus ketimbang X-T3.

Fujifilm X-T3

Sistem autofocus-nya juga ikut disempurnakan, kini mengandalkan 2,1 juta phase detection pixel dengan coverage 100% (jumlah total titik fokusnya 425). Fujifilm mengklaim kinerja sistem AF milik X-T3 1,5 kali lebih cepat dari X-T2, plus mampu mengunci fokus pada tingkat pencahayaan serendah –3EV (X-T2 cuma sampai –1EV). Lebih lanjut, fitur Eye Detection AF di X-T3 dapat diaktifkan dalam mode AF-C maupun ketika merekam video.

Untuk memotret tanpa henti, X-T3 mencatatkan angka 11 fps menggunakan shutter mekanis, atau 20 fps dengan shutter elektronik. Andai perlu lebih ngebut lagi, pengguna bisa mengaktifkan mode “Sports Finder” yang akan meng-crop gambar sebesar 1,25x, tapi mendongkrak kecepatannya menjadi 30 fps.

Fujifilm X-T3

Beralih ke aspek pengoperasian, X-T3 dibekali viewfinder elektronik (EVF) berpanel OLED dengan resolusi 3,69 juta dot dan tingkat perbesaran 0,75x, serta yang cukup langka, refresh rate setinggi 100 fps tanpa harus mengandalkan bantuan aksesori opsional vertical grip seperti sebelumnya. Tidak seperti pendahulunya, X-T3 kini dilengkapi layar sentuh, dan layar ini masih bisa dimiringkan ke atas-bawah maupun ke kiri.

Soal konektivitas, X-T3 pun juga lengkap. Jack headphone maupun mikrofon semuanya ada, demikian pula HDMI dan USB-C, serta Wi-Fi dan Bluetooth. Baterainya diklaim bisa bertahan sampai 390 jepretan, sedikit lebih awet ketimbang kamera mirrorless full-frame Nikon dan Canon yang diumumkan baru-baru ini.

Fujifilm berniat memasarkan X-T3 mulai 20 September mendatang seharga $1.500 (body only) atau $1.900 bersama lensa XF 18–55mm f/2.8–4. Seperti biasa, pilihan warna yang tersedia ada dua: serba hitam atau kombinasi silver dan hitam.

Sumber: DPReview.

Canon EOS R Memulai Babak Kompetisi Baru di Segmen Kamera Mirrorless Full-Frame

Ternyata tidak butuh waktu lama bagi Canon untuk merespon peluncuran Nikon Z 7 dan Z 6 dua minggu lalu. Dengan kehadiran Canon EOS R, rivalitas abadi antar keduanya resmi berlanjut sampai ke segmen mirrorless full-frame.

Tidak seperti Nikon yang sempat gagal di kancah mirrorless, Canon belakangan semakin menunjukkan keseriusannya di ranah ini, dan mereka rupanya juga tergiur untuk mengusik dominasi Sony. Canon memang hanya mengumumkan satu kamera mirrorless full-frame, tapi mereka menegaskan bahwa ini baru yang pertama.

Canon EOS R

Di atas kertas, EOS R bisa dibilang duduk di tengah-tengah Nikon Z 7 dan Z 6. Sensor full-frame miliknya yang didampingi prosesor DIGIC 8 ini memiliki resolusi 30,3 megapixel, dengan tingkat ISO 100 – 40000 (dapat ditingkatkan lagi menjadi 50 – 102400). Sensor ini dibekali low-pass filter untuk mengurangi efek moiré, tapi dampaknya ketajaman jadi sedikit berkurang.

Yang sangat mengesankan dari EOS R, layaknya DSLR kelas atas Canon, adalah sistem autofocus Dual Pixel-nya. Total ada 5.655 titik fokus yang dapat dipilih, yang menjangkau 88% bentang vertikal dan 100% bentang horizontal. Fitur eye detection turut tersedia, dan ini absen pada Nikon Z 7 maupun Z 6.

Kemampuan menjepret tanpa henti EOS R tergolong lumayan: 8 fps dengan AF-S, atau 5 fps dengan AF-C. Untuk video, pengguna dapat merekam dalam resolusi maksimum 4K 30 fps langsung ke memory card, atau ke external recorder via HDMI jika membutuhkan bitrate lebih. Opsi slow-motion pun juga tersedia, sayang cuma 120 fps pada resolusi 720p.

Canon EOS R

Sama seperti pesaingnya, EOS R juga menggunakan dudukan lensa baru bernama RF-mount. Diameternya sama persis seperti EF-mount (54 mm), akan tetapi jaraknya ke sensor tentu lebih dekat karena tidak ada lagi cermin (mirrorless), dan ini memungkinkan konstruksi lensa yang lebih simpel dan ringkas.

Alasan klasik menggunakan kamera Canon adalah ekosistem lensanya yang begitu luas, dan ini tentu masih berlaku pada EOS R, sebab Canon telah menyediakan adaptor untuk lensa-lensa EF, EF-S, TS-E dan MP-E. 12 pin elektrik yang digunakan RF-mount juga diklaim bisa mewujudkan komunikasi yang lebih sigap dan mendalam antara kamera dan lensa.

Canon EOS R

Lanjut ke bagian fisik, EOS R mengusung sasis magnesium yang tahan terhadap cuaca ekstrem. Bobotnya berkisar 660 gram, sudah termasuk baterai. Baterainya sendiri diklaim dapat bertahan sampai 370 jepretan, tapi yang unik, EOS R bisa di-charge langsung menggunakan kabel USB layaknya kamera saku.

EOS R dilengkapi layar sentuh 3,2 inci beresolusi 2,1 juta dot yang fully-articulated, alias bisa kita tarik ke samping dan putar-putar sesuka hati, tidak seperti Nikon Z 7 dan Z 6 yang cuma bisa di-tilt ke atas atau bawah. Di atasnya, tentu saja ada electronic viewfinder (EVF) berpanel OLED dengan resolusi 3,69 juta dot dan tingkat perbesaran 0,76x.

Canon EOS R

Namun bagian terunik EOS R berada tepat di samping kanan EVF tersebut. Bagian kecil itu merupakan semacam touchpad multi-fungsi yang akan memberikan akses cepat ke berbagai pengaturan seperti autofocus, ISO atau white balance, dan tentu saja semua ini bisa diprogram sesuai kebutuhan masing-masing pengguna. Wi-Fi maupun Bluetooth juga sudah menjadi fitur standar pada kamera ini.

Secara harga, Canon EOS R lebih mirip Nikon Z 6. Bodinya saja dibanderol $2.300, sedangkan bundel bersama lensa RF 24–105mm f/4 L IS USM dibanderol $3.400. Resmi sudah, jangan ada lagi yang bilang “Canon dan Nikon tidak serius menyikapi persaingan di kancah mirrorless”.

Sumber: DPReview.

Samyang Umumkan Lensa 85mm F1.8 untuk Kamera Mirrorless APS-C

Lensa Samyang memang kerap menjadi alternatif bagi para fotografer. Alasannya sederhana, harganya relatif terjangkau bila dibandingkan lensa besutan produsen kamera itu sendiri dengan spesifikasi yang identik.

Selain itu, pilihannya juga beragam dan yang terbaru – Samyang telah mengumumkan lensa prime 85mm dengan aperture besar F1.8 untuk kamera mirrorless dengan format APS-C. Lensa ini dijual di bawah brand Rokinon, untuk Sony E-mount, Fujifilm X-mount, Canon M-mount, dan sistem Micro Four Third (MFT).

Lebih lanjut, lensa Rokinon 85mm F1.8 ini nilainya setara dengan 128mm di kamera mirrorless Sony E-mount dan Fujifilm X-mount, 136mm pada Canon E-mount, serta 170mm pada kamera dengan sistem Micro Four Third (MFT).

Lensa ini sendiri terdiri dari sembilan elemen optik dalam tujuh grup, yang mencakup elemen (UMC) untuk mengurangi ghosting dan penyimpangan kromatik. Dengan jarak minimum fokus 0,65m, dilengkapi dengan nine-blade aperture diaphragm dan hood lensa filter mount 62mm.

Rencananya, lensa Samyang/Rokinon 85mm F1.8 akan mulai tersedia pada bulan September 2018 mendatang. Dengan harga US$399 atau sekitar Rp5,8 jutaan. Tertarik? Lensa ini cocok untuk fotografi travel, candid, portrait, dan close up. 

Sumber: DPreview dan background featured image Pexels

Leica M10-P Siap Menggoda Street Photographer Berkantong Tebal

Leica belum lama ini mengungkap suksesor dari kamera mirrorless Leica M10 yang dirilis pada awal tahun lalu. Dinamai Leica M10-P, pembaruan yang dibawanya tergolong sedikit (desainnya sama), akan tetapi cukup signifikan terutama bagi para penggiat street photography.

Itu dikarenakan desain M10-P yang lebih minimalis sekaligus stealthy; Anda tak akan menemukan logo merah khas Leica di mana pun pada M10-P. Perubahan kecil namun sepele ini setidaknya bisa membantu menimbulkan kesan di mata publik bahwa sang fotografer tidak sedang menggunakan kamera mahal, sehingga momen-momen candid bisa diabadikan dengan lebih leluasa.

Leica M10-P

Juga sangat membantu menyuguhkan kesan stealthy itu adalah bunyi shutter mekanis yang jauh lebih halus. Bunyi jepretan M10-P nyaris tidak terdengar sama sekali, apalagi kalau kita menggunakannya di tempat-tempat umum.

LCD 3 inci di bagian belakangnya sepintas terlihat sama, akan tetapi Leica telah membubuhkan panel sentuh untuk memudahkan pengoperasian. Kehadiran touchscreen pastinya akan sangat membantu ketika melihat-lihat hasil foto, plus bakal mempermudah pengaturan fokus yang lebih presisi.

Leica M10-P

Selebihnya, M10-P mengusung spesifikasi utama yang sama persis seperti pendahulunya, yakni sensor CMOS full-frame 24 megapixel, dengan rentang ISO 100 – 50000. Tidak ada satu pun colokan di tubuhnya, tapi untungnya masih ada Wi-Fi. Viewfinder dan lain sebagainya pun masih identik dengan M10 standar.

Leica M10-P saat ini sudah dipasarkan seharga $7.995 dalam dua pilihan warna: hitam-silver atau serba hitam. Kenaikan harganya dibandingkan M10 standar terbilang sangat tinggi jika melihat minimnya fitur baru yang dihadirkannya, tapi ya begitulah Leica.

Sumber: DPReview.

Nikon Z 7 dan Z 6 Siap Mengusik Dominasi Sony di Pasar Mirrorless Full-Frame

Yang ditunggu-tunggu sejak lama akhirnya datang juga. Nikon telah memperkenalkan secara resmi kamera mirrorless full-frame pertamanya. Sesuai rumor sebelumnya, ada dua kamera sekaligus yang dihadirkan, yaitu Nikon Z 7 dan Nikon Z 6.

Keduanya memiliki dimensi beserta wujud fisik yang identik. Perbedaannya hanya di bagian dalam: meski sama-sama bersensor full-frame, resolusinya berbeda, Z 7 mengemas 45,7 megapixel, sedangkan Z 6 ‘cuma’ 24,5 megapixel. Pendekatannya kurang lebih mirip seperti yang Sony ambil dengan seri a7 dan a7R.

Nikon Z 7 / Nikon
Nikon Z 7 / Nikon

Z 7 sebagai model flagship mewarisi banyak fitur salah satu DSLR terunggul Nikon saat ini, D850. Sensor masif dengan ISO 64 – 25600 tersebut datang bersama performa yang sangat mumpuni. Utamanya adalah sistem hybrid autofocus 493 titik yang mencakup 90% bentang horizontal dan vertikal, dan burst shooting dalam kecepatan 9 fps.

Urusan video, Z 7 siap merekam dalam resolusi 4K 30 fps langsung di memory card, atau dengan bantuan external recorder via HDMI jika memerlukan bitrate yang lebih tinggi lagi. Uniknya, Z 6 justru bisa dibilang lebih superior soal video ketimbang Z 7.

Ini dikarenakan resolusi sensornya yang lebih kecil, sehingga Z 6 dapat merekam video yang oversampled (karena memakai penampang sensor secara menyeluruh), yang akhirnya bisa kelihatan lebih tajam ketika resolusinya diturunkan menjadi 4K. Untuk Z 7, kualitas yang sama hanya bisa didapatkan kalau merekam dalam format Super 35. Kasusnya sama seperti Sony a7 III dan a7R III, di mana a7 III yang resolusi sensornya lebih kecil justru lebih bagus hasil rekaman videonya.

Nikon Z 7 / Nikon
Nikon Z 7 / Nikon

Z 6 rupanya juga lebih sensitif terhadap cahaya, dengan rentang ISO 100 – 51200. Sistem hybrid autofocus-nya tidak secanggih Z 7 dengan 273 titik saja, akan tetapi kemampuan menjepret tanpa hentinya berada di kecepatan 12 fps (lebih ngebut karena resolusi yang lebih kecil tentu saja).

Untuk pertama kalinya, Nikon juga menerapkan sistem image stabilization 5-axis di dalam kamera, baik untuk Z 7 maupun Z 6. Sistem ini juga dapat dipadukan dengan image stabilization bawaan deretan lensa Nikon yang mengusung label “VR” (Vibration Reduction).

Bicara soal lensa, Z 7 dan Z 6 menggunakan dudukan baru bernama Z-mount. Diameter dudukannya ini mencapai 55 mm – terbesar di kelas mirrorless full-frame – memungkinkan akomodasi terhadap lensa dengan aperture yang sangat besar, hingga sebesar f/0.95.

Nikon Z 6 / Nikon
Nikon Z 6 / Nikon

Kedua kamera sama-sama menggunakan sasis magnesium yang tahan terhadap cuaca ekstrem, lagi-lagi sama seperti Nikon D850. Berhubung ini mirrorless, jendela bidiknya sudah menganut model elektronik, akan tetapi resolusinya sangat tinggi di angka 3,6 juta dot, dengan tingkat perbesaran 0,8x.

Di bawah viewfinder tersebut ada layar sentuh 3,2 inci beresolusi 2,1 juta dot yang bisa di-tilt. Di panel atas, terdapat layar OLED kecil untuk menampilkan sejumlah parameter kamera. Seperti yang bisa kita lihat, hand grip-nya pun juga sangat gemuk sehingga pasti nyaman sekali untuk digenggam.

Konektivitas Wi-Fi sudah pasti tersedia, demikian pula Bluetooth, yang mewujudkan sistem Nikon SnapBridge yang inovatif. Satu hal yang menurut saya kurang adalah, baterainya kecil, dengan klaim daya tahan hingga 330 jepretan saja.

Nikon Z 6 / Nikon
Nikon Z 6 / Nikon

Secara keseluruhan, bisa kita lihat kalau Nikon tidak mau mengulangi kesalahannya dengan ‘almarhum’ Nikon 1, yang terkesan setengah-setengah dalam menghadapi persaingan di pasar mirrorless. Kedua kamera baru ini siap mengusik dominasi lini Sony a7 dan a7R, yang selama ini memang tidak mempunyai lawan sepadan.

Soal harga, Nikon Z 7 dibanderol $3.400 untuk bodinya saja saat dipasarkan mulai 27 September mendatang, atau $4.000 bersama lensa Nikkor Z 24–70mm f/4 S. Nikon Z 6 baru akan menyusul di akhir bulan November. Harganya jauh lebih bersahabat: $2.000 body only, atau $2.600 dengan lensa 24–70mm yang sama.

Sumber: DPReview 1, 2.

Sony Meraih Lima Penghargaan EISA Awards 2018-2019 Kategori Photography

Keterpurukan bisnis smartphone Sony memang cukup disayangkan, namun di pasar kamera mirrorless dunia – Sony masih menjadi market leader.

Di Indonesia sendiri, belum lama ini Sony telah menghadirkan kamera saku premium Sony RX100 VI. Dan sabtu depan, Sony akan memperkenalkan lensa Sony 400mm F2.8 G Master Prime.

Tahun 2018 dijalani Sony dengan baik, mereka telah meraih lima dari delapan belas penghargaan dari EISA Awards 2018-2019 di kategori photography.

EISA (European Imaging and Sound Association) sendiri merupakan organisasi editorial multimedia terbesar di Eropa. Mereka dikenal akan keahliannya dalam menilai produk.

Lima best product dari Sony yang meraih penghargaan EISA Awards 2018-2019 di kategori photography adalah:

  • Sony Cyber-shot RX10 IV sebagai Superzoom Camera
  • Sony Alpha A7R III sebagai Professional Mirrorless Camera
  • Sony Alpha A7 III sebagai Camera of The Year
  • Sony FE 100-400mm F4.5-5.6 GM OSS sebagai Mirrorless Telezoom Lens
  • Sony FE 16-35mm F2.8 GM sebagai Mirrorless Wideangle Zoom

Lalu, smartphone terbaik untuk photography diraih oleh Huawei P20 Pro, smartphone triple camera pertama di dunia, hasil dari kerja sama Huawei dan Leica.

Dengan kamera utama RGB sensor berukuran 1/1.7 inci, lensa 27mm resolusi 40-megapixel, dan bukaan f/1.8. Kemudian kamera monochrome dengan sensor berukuran 1/2.7 inci, lensa 27mm resolusi 20-megapixel, dan bukaan f/1.6. Satu lagi, kamera dengan sensor 1/4 inci, lensa telephoto 80mm resolusi 8-megapixel, dan bukaan f/2.4.

Berikut 12 best product yang meraih penghargaan EISA Awards 2018-2019 di kategori photography lainnya:

  • Fujifilm X-H1 sebagai Mirrorless Camera
  • Canon EOS M50 sebagai Best Buy Camera
  • Canon EOS 6D Mark II sebagai DSLR Camera
  • Canon Speedlite 470EX-AI sebagai Photo Innovation
  • Canon EF 85mm f/1.4L IS USM sebagai DSLR Prime Lens
  • Nikon D850 sebagai Professional DSLR Camera
  • Nikon AF-S Nikkor 180-400mm f/4R FL ED VR sebagai Professional Lens
  • Panasonic Lumix DC-GH5S sebagai Photo Video Camera
  • Tamron 28-75mm F/2.8 Di III RXD sebagai Mirrorless Standard Zoom Lens
  • Tamron 70-210mm F/3 Di VC USD sebagai DSLR Telezoom Lens
  • Sigma 14-24mm F2.8 DG HSM | Art sebagai DSLR Zoom Lens
  • CEWE Photobook Pure sebagai Photo Service

Sumber: Dpreview