MPL Invitational 4 Regions Cup Hadir Sebagai Pengganti MSC 2020

Pasca Mobile Legends Professional League Indonesia Season 5 usai, para penggemar esports Mobile Legends biasanya sudah mengantisipasi pertandingan Mobile Legends Southeast Asia Cup. Tahun lalu, ONIC Esports akhirnya berhasil membuktikan posisi Indonesia sebagai yang terbaik di Asia Tenggara, setelah dua tahun sebelumnya Indonesia kerap gagal menggapai posisi juara.

Tahun 2020 ini seharusnya menjadi tahun ke-4 bagi MSC, namun gelaran ini terpaksa dibatalkan karena pandemi COVID-19 yang tak kunjung reda. Ketika merilis informasi tersebut, Moonton sudah menyebut bahwa mereka akan mengadakan turnamen pengganti MSC tersebut. Setelah beberapa saat, Moonton akhirnya membuka informasi tersebut bahwa turnamen tersebut adalah MPL Invitational 4 Regions Cup.

Sumber: Moonton
Walaupun MSC 2020 gagal terselenggara, tetapi ada MPL Invitational 4 Regions Cup hadir sebagai pengganti. Sumber: Moonton

Seperti namanya, MPL Invitational 4 Regions Cup ini melibatkan lebih sedikit negara dibanding dengan MSC. MPL 4 Regions Cup melibatkan Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Myanmar, sementara MSC juga melibatkan 5 negara lainnya termasuk Filipina, Thailand, Vietnam, Kamboja, dan Laos.

Untuk format, MPL 4 Regions Cup melibatkan 12 tim. Mereka lalu bertanding dalam tiga fase, yaitu dua kali kualifikasi dan babak Playoff. Pada babak kualifikasi, 12 tim akan bertanding ke dalam tiga grup. Empat tim di masing-masing grup berlomba untuk jadi yang terbaik, memperebutkan 8 slot untuk bertanding di babak Playoff.

Babak kualifikasi dimulai 19 hingga 28 Juni 2020 mendatang, sementara babak Playoff akan digelar selama 3 hari berturut-turut, mulai dari 3 Juli hingga 6 Juli 2020 mendatang. Memperebutkan hadiah sebesar Rp1 miliar, kompetisi ini juga melibatkan dua tim MLBB terbaik Indonesia yaitu RRQ Hoshi dan EVOS Legends.

Hadiah kemenangan EVOS esports
Sumber: MPL Official Sites

“Juara MPL Indonesia akan bertemu dengan juara MY/SG. Bisa juga nantinya akan terulang pertandingan el clasico di babak final nanti. Banyak sekali kemungkinan di turnamen ini. Intinya, kami tidak ingin hanya menampilkan hiburan semata, tetapi juga menumbuhkan nasionalisme di jiwa pemuda Indonesia.” ucap Lucas Mao, Komisaris MPL Indonesia dalam rilis.

Menarik melihat bagaimana regional Asia Tenggara tetap punya ragam turnamen MLBB, walaupun sedang dalam keadaan pandemi COVID-19. Sebelumnya ada ONE Esports MLBB Invitational yang menambahkan Burmese Ghouls ke dalam daftar tim Undangan. Selain itu ada juga Razer SEA Invitational yang juga akan diadakan pada tanggal 3 Juli 2020 mendatang.

Esports Selama Pandemi: Tanpa Keramaian dan Penuh Tantangan

Belakangan, ekosistem esports sedang menunjukkan perkembangan yang begitu pesat. Menurut proyeksi Newzoo, esports sebenarnya bisa berkembang menjadi bisnis senilai US$1,1 miliar (sekitar Rp16 triliun) pada tahun 2020 ini. Proyeksi tersebut merupakan pertumbuhan 15,7% dari tahun 2019 yang diperkirakan memiliki nilai sebesar US$950,6 juta (sekitar Rp14 triliun).

Tetapi apa mau dikata, pandemi COVID-19 yang bibitnya sudah dimulai sejak 31 Desember 2019 kini melanda dunia. Dampak pandemi ini pada akhirnya menjadi semakin parah saat memasuki pertengahan tahun 2020. Untuk menekan laju persebaran virus, pemerintah di berbagai negara menerapkan pembatasan perjalanan luar negeri serta pembatasan fisik yang ketat.

Hal tersebut secara langsung berdampak kepada ekonomi dan juga ekosistem banyak industri. Selain industri olahraga, esports yang juga kerap mengumpulkan massa dalam jumlah besar di satu tempat juga jadi terpaksa menghentikan banyak aktivitasnya. Awal WHO menetapkan COVID-19 sebagai pandemi, banyak turnamen internasional yang seharusnya diselenggarakan tatap muka jadi dibatalkan.

Namun esports masih punya nyawa, pertandingan esports masih bisa dilakukan secara online, yang membuat industri ini masih tetap berdenyut walau pandemi membuat ekonomi melambat. Namun ini membuat esports selama pandemi tetap harus berjalan dengan berbagai tantangannya.

Membahas ini, saya berbincang dengan beberapa elemen ekosistem lokal. Ada Moonton yang diwakili Reza Ramadhan selaku Head of Broadcast and Content sebagai wakil dari elemen penyelenggara turnamen esports, Andrian Pauline CEO RRQ dari elemen organisasi esports, dan Palson Yi selaku Marketing Director Realme Indonesia dari elemen sponsor ekosistem esports.

Mari simak perbincangan saya dengan beberapa elemen tersebut membahas bagaimana industri esports berjuang selama pandemi terjadi.

Ketika Format Pertandingan Berubah Menjadi Online

Bisa berjalan secara online tidak serta-merta membuat esports tetap perkasa selama pandemi. Berhubung pertandingan dilakukan secara online di gaming house masing-masing peserta, ada hal-hal yang tak bisa dikendalikan oleh penyelenggara. Tak heran jika penyelenggaraan kompetisi online sarat tantangan, baik dari segi teknis atau dari segi sportivitas turnamen.

Mobile Legends Professional League Season 5 adalah salah satu turnamen esports yang terdampak akan hal ini. Setelah kurang lebih 4 pekan pertandingan berjalan secara offline, MPL ID Season 5 secara bertahap membatasi interaksi sosial sejak dari bulan Maret.

Mulai pekan 5, MPL ID Season 5 berjalan dengan tanpa penonton. Seiringan dengan penerapan protokol Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), MPL ID akhirnya diselenggarakan secara fullonline, menyisakan tim broadcast dan para shoutcaster saja di studio MPL Indonesia pada pekan ke-7.

Reza menjelaskan, alasan utama MPL ID diselenggarakan sepenuhnya secara online adalah karena mengikuti anjuran pemerintah. “Sehingga pada waktu itu kami memutuskan untuk menjalankan MPL ID Season 5 sepenuhnya online. Jadi hanya menyisakan crew broadcast dan shoutcaster saja di studio MPL, itupun jumlahnya sangat kami batasi.”

Karena perubahan format yang dilakukan MPL ID Season 5, tentu saja tim peserta juga jadi kena akibatnya. Rex Regum Qeon (RRQ) salah satu tim peserta MPL ID Season 5 menjadi salah satu yang terdampak.

Andrian Pauline Husen (AP), CEO RRQ menceritakan walau perubahan ini membatasi dan memaksa banyak pihak harus melakukan adaptasi hidup namun AP dan manajemen RRQ mengaku masih mensyukuri keadaan.

“Sebetulnya lumayan bersyukur karena pertandingan esports masih bisa dilakukan secara online. Walau tidak bisa menikmati riuh-rendah dukungan penggemar RRQ secara langsung, namun berhubung pertandingan masih bisa dilakukan secara online, jadi kami masih bisa memberi sajian permainan kami kepada pecinta esports tanah air.” Cerita sosok yang kerap disapa pak AP.

Sumber: Andrian Pauline via Instagram
Andrian Pauline, CEO dari tim RRQ. Sumber: Andrian Pauline via Instagram

Lebih lanjut, AP menjelaskan bahwa perubahan ini tidak terlalu banyak berdampak kepada cara kerja manajemen dalam mengasuh pemain-pemain RRQ yang harus bertanding.

“Dari RRQ dampaknya tidak terlalu signifikan secara alur kerja. Paling, apa yang dilakukan manajemen adalah menerapkan peraturan pembatasan mobilitas pemain. Jadi mereka tidak boleh keluar gaming house seenaknya, hanya jika ada urusan yang penting dan mendesak saja.” Tambah AP.

Namun AP menceritakan, bahwa keadaan ini sedikit banyak juga tetap berdampak kepada para pemain. “Keadaan ini memang lumayan membuat stress banyak pihak, termasuk pemain-pemain RRQ. Tapi untungnya masih bisa disiasati dengan melakukan aktivitas hiburan contohnya dengan membuat konten. Kalau bicara motivasi pemain bisa dibilang tidak terlalu banyak berpengaruh, karena kami tetap fokus latihan seperti biasa.”

Menyajikan Esports Secara Online Dengan Segala Keterbatasannya

Manajemen dan cara kerja, mungkin bisa dibilang jadi satu perubahan yang masih bisa dikendalikan oleh pihak terkait. Dengan adaptasi yang tepat, walau keadaan memaksa pertandingan esports jadi diselenggarakan online, semuanya bisa kembali berjalan normal dengan beberapa perubahan.

Namun perubahan ini memberikan tantangan baru bagi esports. Dalam pertandingan online, internet sebagai elemen krusial, menjadi tantangan paling berat bagi semua pihak. Jika bermain game online secara casual, sedikit lag atau disconnect mungkin tidak jadi masalah. Tetapi jadi beda cerita jika kita bicara bermain game dalam pertandingan esports, lag walau sedikit sekalipun tidak bisa ditolerir, apalagi disconnect.

Masalah ini pun seperti buah simalakama bagi para penyelenggara turnamen esports, karena mereka tidak terlalu banyak bisa mengendalikan hal ini. Dalam pertandingan tatap muka, semua pemain menggunakan satu internet yang sama yang disediakan oleh penyelenggara.

Tetapi dalam pertandingan online yang dilakukan tim peserta di gaming house masing-masing, kemampuan koneksi internet jadi sangat bervariasi, tergantung lokasi gaming house masing-masing peserta. Ini tentu menjadi masalah besar yang sulit untuk diatasi oleh penyelenggara.

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Ajie Zata
Reza Ramadhan, Head of Broadcast and Content of Moonton. Sumber: Dokumentasi Hybrid – Ajie Zata

“Gue setuju banget bahwa masalah internet ini adalah yang paling sulit untuk diatasi.” Reza membuka pembahasan. “Karena ada banyak pihak yang terdampak ketika pertandingan dilakukan dari gaming house masing-masing, dan salah satu internet pemain bermasalah. Jadi kami selaku penyelenggara harus memutar otak untuk menjaga kenyamanan, serta mencari jalan tengah terbaik agar para tim dan juga para penonton bisa tetap nyaman.”

Maka dari itu, butuh tindakan mitigasi jika ada masalah terjadi baik itu internet atau masalah lain. Reza lalu menceritakan beberapa bentuk tindakan penanggulangan yang dilakukan oleh MPL ID Season 5, jika ada masalah koneksi terjadi saat pertandingan sedang berlangsung.

Salah satu caranya adalah dengan mewajibkan manajer tim bersiap siaga di dalam voice channel Discord. Lalu alur komunikasi juga dibuat menjadi satu pintu melalui sang manajer.

“Jadi manajer tim harus standby dengan salah satu perwakilan dari tim broadcast. Kalau ada salah satu anggota tim mengalami kesulitan koneksi, perwakilan broadcast akan segera memanggil manajer, lalu melakukan tindakan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, pause permainan contohnya.” Reza menceritakan.

Sumber: Youtube Mobile Legends Bang-Bang
Tampilan pause game sudah menjadi pemandangan yang umum selama MPL ID Season 5 diselenggarakan secara online mulai pekan 7 hingga babak Grand Final. Sumber: Youtube Mobile Legends Bang-Bang

Lebih lanjut Reza juga menjelaskan sedikit soal peraturan pause di MPL ID Season 5 selama pertandingan dilakukan secara online. “Ketika ada satu masalah, setiap tim diperkenankan untuk melakukan pause, dengan total durasi pause maksimal 5 menit dalam satu kali pertandingan. Selain itu, hanya manajer yang boleh bicara selama pause berlangsung. Sesama pemain tidak diperkenankan berdiskusi selama pause, dan mereka diawasi percakapannya, demi mempertahankan pertandingan yang adil dan sportif.”

Jika pihak penyelenggara sudah berusaha habis-habisan untuk menanggapi masalah internet yang terjadi, lalu bagaimana dari pihak tim peserta? AP lalu menceritakan bahwa pihak manajemen RRQ juga melakukan tindakan pencegahan selama pertandingan berjalan, terutama dari sisi teknis internet.

“Saat babak Playoff kami melakukan tindakan tambahan untuk mencegah terhentinya pertandingan karena internet. Untuk itu kami melakukan dua hal, yaitu mempersiapkan internet cadangan dan juga meminta satu orang teknisi dari provider internet yang kami gunakan untuk siap siaga di gaming house divisi Mobile Legends kami.” AP menjelaskan. “Tapi sejauh ini internet tidak terlalu jadi masalah dalam pertandingan online yang kami lakukan, soalnya internet milik Biznet (sponsor tim RRQ) sudah mumpuni… Haha.” Ucap AP seraya bercanda.

Selain internet, masalah kedua yang menghadang turnamen esports saat diselenggarakan secara online adalah soal sportivitas. Ketika turnamen diselenggarakan secara remote, dan pemain bermain dari gaming house masing-masing, kecurangan tentu jadi rentan terjadi karena para pemain bisa lebih leluasa melakukan berbagai macam hal.

Moonton selaku penyelenggara turnamen sudah mempersiapkan semua rencana dari A sampai Z, untuk mencegah berbagai hal yang terjadi. Bahkan salah satunya Moonton juga menyiapkan CCTV yang merekam ruangan tempat pemain bertanding, untuk mengawasi perbincangan, serta gerak gerik pemain. Lalu bagaimana dari sisi manajemen tim peserta?

Sumber: Youtube Mobile Legends Bang-Bang
Menunjukkan layar HP ke CCTV merupakan salah satu peraturan yang diterapkan Moonton untuk menjaga sportivitas selama MPL ID Season 5 diselenggarakan secara online. Sumber: Youtube Mobile Legends Bang-Bang

“Kami selalu berusaha untuk selalu patuhi peraturan, dan para pemain juga memang ingin menunjukan yang terbaik dengan cara-cara yang sportif dan jujur.” Cerita AP soal bagaimana nilai sportivitas menjadi yang utama di dalam tim RRQ.

Tapi walau pihak Moonton dan tim peserta sudah melakukan yang terbaik untuk menjaga integritas kompetisi, kontroversi turnamen online tetap sulit dihindari. Terkadang penonton punya kecurigaaan berlebihan, karena turnamen online dianggap lebih rentan menciptakan kecurangan. Terlebih jika terjadi satu kejadian yang dianggap tidak biasa.

Satu yang kejadian yang sempat ramai diperbincangkan adalah pertandingan antara Bigetron Alpha vs AURA Esports di pekan 8 MPL ID Season 5. Kisruh ini terjadi karena Bigetron Alpha mengalami masalah teknis berupa bug. Awalnya Bigetron Alpha hanya melakukan pause, tapi akhirnya rematch terpaksa dilakukan, namun dengan hero berbeda. Keadaan ini dianggap janggal oleh penonton, karena pertandingan sudah berjalan selama 8 menit 28 detik.

Reza menjelaskan bahwa sebelum pertandingan, Moonton sudah melakukan meeting dengan para manajer untuk mendiskusikan berbagai aturan. Peraturan itu juga sudah disetujui oleh banyak pihak. Kontroversi Bigetron Alpha vs AURA Esports sendiri sebenarnya sudah ditanggapi dengan benar dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Namun seperti apa yang saya sebut di atas, pertandingan online secara tidak langsung mengundang ketidakpercayaan penonton, dan itu menjadi salah satu tantangan dari format kompetisi seperti ini.

Patrick Christian selaku manajer tim Bigetron Alpha sempat menjelaskan kronologi kejadian ini kepada saya dalam sesi bincang-bincang Hybrid Talk. Jika Anda penasaran, saya sematkan percakapan saya dengan Patrick, yang bisa Anda saksikan pada video di bawah ini.

Dengan segala keterbatasan, sajian pertandingan online MPL ID Season 5 akhirnya berjalan lancar. Selama pertandingan, penonton mungkin sedikit jemu karena banyak kejadian pause yang tak terhindarkan. Namun animo penonton terhadap MPL ID Season 5 tetap tinggi. Mengutip Esports Charts, jumlah penonton terbanyak selama MPL ID Season 5 adalah sebanyak 1.163.007, dengan total 26.809.501 juta jam konsumsi konten.

Lalu, bagaimana cara para penyelenggara turnamen bisa menyajikan sajian esports yang menarik, walau format pertandingan online hadir dengan segala keterbatasannya?

Tantangan Konten, dan Relasi Sponsor Dengan Esports Selama Pandemi

Selain tantangan dari segi teknis, tantangan lain yang dihadapi oleh esports semasa pandemi adalah dari segi konten dan sponsor. Dengan semua dilakukan secara remote, penyelenggara harus putar otak mencari cara agar sajian konten bisa tetap menarik walau cara menyajikannya terbatas selama masa pandemi ini.

Reza sebagai Head of Broadcast and Content di Moonton mengakui, bahwa menyajikan tayangan esports yang menarik menjadi lebih menantang semasa pandemi ini. “Untungnya kami sudah memiliki video dan footage yang diambil saat pertandingan offline Regular Season MPL ID Season 5 berjalan. Jadi konten tersebut masih bisa kami gunakan, contohnya sebagai pengganti entrance pemain sebelum mulai pertandingan.” ucap Reza.

“Selain dari itu, supaya tayangan esports tetap menarik saya juga bereksperimen membuat konten support message. Kami mencoba menghubungi orang terdekat dari para pemain, meminta mereka merekam pesan untuk para pemain. Saya merasa bersyukur, ide tersebut ternyata disambut dengan baik, sehingga para orang tua ataupun orang terdekat mau meluangkan waktu untuk memberikan pesan.” Tambah Reza.

Tantangan lain yang juga dihadapi bisnis esports selama pandemi adalah soal sponsor. Hal ini sebenarnya menarik, karena pada satu sisi masyarakat getol mengkonsumsi tayangan esports sebagai sarana hiburan selama isolasi diri. Namun di sisi lain sponsor dan brand cenderung mengurangi budget marketing mereka, agar bisa tetap bertahan menghadapi keadaan serba tidak pasti ini.

Sebelumnya, saya sempat membincangkan ini bersama dengan Irliansyah Wijanarko, Chief Growth Officer RevivalTV dan Tommy Bambang, Chief Communication Officer INDOESPORTS. Pada awal perbincangan, mereka berdua bercerita bagaimana pandemi sedikit banyak berdampak kepada RevivalTV dan INDOESPORTS.

“Selama masa pandemi ini keadaan memang lebih berat, karena dampaknya dirasakan oleh jajaran tim mulai dari atas sampai bawah. Terlebih, keadaan ini tidak hanya berdampak kepada esports, tapi juga rekan-rekan dari esports company seperti INDOESPORTS. Jadi kita harus lebih putar otak untuk cari celah agar bisnis tetap lancar.” Tommy Bambang menjelaskan.

“RevivalTV juga cukup goyah menghadapi keadaan ini, melakukan adaptasi di sana dan sini, mencari produk yang bisa dijual kepada para brand. Tapi memang walau esports bisa tetap berjalan secara online, kenyataannya para brand juga sedang saving money. Jadi kita harus pintar mencari celah bisnisnya.” Tambah Irli.

Membahas soal ini saya juga bicara dengan Palson Yi, Marketing Director Realme Indonesia. Realme beberapa waktu lalu menjadi sponsor untuk gelaran esports, terutama Mobile Legends. Tahun lalu mereka mensponsori MSC 2019 di Filipina. Tak hanya itu, mereka juga menjadi sponsor utama dari gelaran MPL ID Season 5 2020 .

Senada dengan apa yang dikatakan Irli, Palson Yi menjelaskan strategi Realme dalam mensponsori memang acara esports. “Tentunya kami akan lebih strategis dalam memilih acara esports yang tepat. Maka dari itu kami hanya memilih acara esports yang memanjakan komunitas game anak muda, serta penggemar esports di Indonesia untuk menikmati kompetisi yang seru, adil, serta acara esports yang memilki pengalaman yang sejalan dengan slogan kami yaitu semangat Dare-to-Leap.”

Ini menjadi pilihan yang wajar bagi Realme sebagai sponsor, apalagi perubahan pertandingan esports dari offline ke online, sedikit banyak mengorbankan beberapa hal. “Karena pertandingan berubah dari offline menjadi online, kami jadi mengorbankan beberapa hal ketika menjadi sponsor acara esports, salah satunya adalah kesempatan memberikan experience langsung kepada penggemar untuk bermain game menggunakan seri smartphone terbaru dari kami.” Ucap Palson Yi.

Sumber: Twitter Realme Indonesia
Palson Yi, Marketing Director Realme Indonesia. Sumber: Twitter @realmeindonesia

“Namun perubahan ini mendorong kami untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada untuk tetap menyampaikan pesan kepada potential customer melalui aktivitas online yang sudah didiskusikan.” Palson Yi menjelaskan lebih lanjut.

Reza lalu menambahkan, bahwa MPL juga jadi menambahkan beberapa segmen khusus untuk sponsor agar exposure para sponsor tetap terjaga. Video advertising mungkin sudah jadi hal yang biasa dilakukan dalam kerja sama sponsorship. Namun selain itu Reza bercerita bahwa mereka juga melakukan konten interaktif dengan para fans yang melibatkan sponsor, sebagai cara agar sponsor tetap mendapat porsinya tersendiri di dalam gelaran MPL.

Masih soal sponsor, Andrian Pauline juga turut menjelaskan kasus relasi sponsor dengan ekosistem esports dari perspektif RRQ sebagai organisasi esports. AP menceritakan, bahwa RRQ juga turut menerima dampak peningkatan konsumsi masyarakat terhadap konten esports.

“RRQ mungkin sedikit diuntungkan karena kemarin juara MPL ID Season 5, jadi lumayan bagus peningkatan engagement media sosial kami… Haha.” Ucapnya kembali sembari bercanda. “Tapi kenaikan engagement bukan berarti secara langsung memudahkan kita mendapat sponsor. Pada masa pandemik ini, sponsor jadi berpikir 3 kali sebelum masuk ke esports, karena mereka harus menata ulang semua rencana mereka dari awal.”

Lalu apakah RRQ kena dampak akan hal tersebut? AP menjelaskan bahwa hingga saat ini tidak ada satupun sponsor dari tim RRQ yang undur diri ataupun mengubah kesepakatan. “Jadi belum bisa dibilang bahwa RRQ mengalami kerugian secara bisnis gara-gara pandemi. Sejauh ini yang terjadi hanya diskusi ulang saja dengan sponsor. Karena keadaan seperti ini, beberapa kegiatan yang sudah kita rencanakan dari awal tahun jadi harus diubah untuk menyesuaikan dengan keadaan, dan agar tetap engaging bagi sponsor.” Tutup AP.

Tak bisa dipungkiri bahwa pandemi ini memberi dampak yang lebih besar dari apa yang kita bayangkan. Anda para penggemar saat ini mungkin bisa dengan santai menonton tayangan pertandingan esports dari rumah. Tapi nyatanya tayangan yang Anda tonton tersebut datang dari perjuangan para pelaku bisnis esports yang menghadapi banyak sekali tantangan selama masa pandemi ini.

Namun demikian, baik Anda para pembaca, saya, para pelaku bisnis esports, dan juga rekan-rekan sponsor yang terlibat mungkin setuju akan satu hal di dalam pembahasan ini. Bahwa kita semua rindu akan gemuruh para penonton, rindu berteriak mendukung tim atau pemain kesayangan, dan rindu bertemu kawan-kawan komunitas saat mendatangi laga esports offline.

Mari kiat berdoa agar pandemi segera mereda, keadaan bisa berangsur membaik, agar kita semua bisa kembali beraktivitas dengan normal, dan bisa kembali menikmati esports seperti bagaimana mestinya.

Berapakah Gaji Minimal buat Para Pemain MPL Indonesia?

Industri olahraga elektronik atau yang lebih dikenal dengan esports merupakan industri yang sedang berkembang pesat di Indonesia. Pebasket legendaris seperti Shaquille O’Neal pun memiliki timnya sendiri (NRG Esports) di Amerika Serikat. Di Indonesia sendiri juga mulai banyak selebritas yang membangun tim esports-nya mereka sendiri. Selebritas seperti Ariel Noah dan Edho Zell pun sudah meresmikan timnya masing-masing dan bertanding di liga-liga esports terbesar yang dijalankan di Indonesia.

Tetapi, jika Anda penggemar esports, tentu Anda tahu bahwa salah satu liga paling populer di Indonesia adalah Mobile Legends Professional League (MPL). Liga ini sempat membuat gempar industri esports ketika masuk ke musim ke-4. Pasalnya, liga ini menerapkan sistem franchising dengan nilai investasi termahal yang pernah ada di sejarah industri esports Indonesia. Kerap banyak yang bertanya, bagaimanakah tim-tim ini akan balik modal setelah membayar US$1 juta (ekuivalen dengan 15 Milyar Rupiah pada saat itu) untuk memiliki slot di Liga MPL ini, mengingat jumlahnya yang setara dengan 5 buah rumah di kawasan Tomang.

Eits, tunggu sebentar. Apakah benar hanya US$1 juta yang harus dikeluarkan dari kocek para pemilik tim peserta MPL? Ternyata dalam peraturan yang muncul untuk berpartisipasi dalam liga ini, Moonton juga menetapkan gaji minimum untuk para pemain dari setiap tim. Gaji minimum ini juga berlaku kepada para pemain cadangan yang bahkan hanya bermain sekali atau dua kali dalam satu musim.

Mari kita berhitung sedikit tentang berapa banyak yang harus dikeluarkan satu tim untuk mengikuti MPL. Berdasarkan peraturan partisipasi MPL pada musim ke-4, gaji minimum seorang pemain adalah Rp7,5 juta setiap bulan. Liga MPL berjalan selama 8 minggu + playoffs. Setiap tim juga berkewajiban untuk membayar setidaknya 3 bulan gaji seorang pemain. Dalam rulebook MPL juga ditulis bahwa satu tim harus terdiri dari 5 pemain utama dan setidak-tidaknya 1 pemain cadangan. Maka, total pemain yang harus digaji oleh suatu tim adalah paling sedikit 6 pemain.

Maka, jika ditotal semuanya, jumlah yang harus dibayarkan untuk musim pertama adalah:

A. Rp15 miliar (nominal investasi masuk ke MPL)
B. 6 Pemain x Rp7,5 juta = Rp45 juta
C. Rp45 juta x 3 bulan = Rp135 juta
Totalnya, Rp15,135 miliar.

Jadi, jika Anda ingin membentuk tim Mobile Legends Anda sendiri dan ingin bertanding di MPL, Rp15,135 miliar adalah jumlah minimum yang harus Anda keluarkan untuk musim pertama. Jumlah ini memang masih terlalu kasar penyederhanaannya karena belum menghitung gaji seorang pelatih, manager, tempat tinggal buat para pemain, dan tentunya pemain-pemain bintang yang gajinya di atas gaji minimum yang tertera di atas. Apakah Anda siap ikut MPL Indonesia?

Tulisan ini adalah tulisan dari Wibi Irbawanto dan diedit oleh Yabes Elia. Publikasi dan koreksi tulisan telah mendapatkan izin dari penulis.

Apakah RRQ Juara MPL ID S5 Lebih Baik Bagi Ekosistem MLBB? Ini Jawaban Mongstar dan KB

Di tengah-tengah pandemi, Mobile Legends Professional League Season 5 (MPL ID S5) jadi harus menggelar babak Playoffs mereka tanpa tatap muka alias online. Meski saya dan para penggemar esports Indonesia harus merasakan kehampaan dengan absennya gempita langsung di venue yang biasanya ditawarkan oleh Grand Final MPL Indonesia, nampaknya hype MPL ID masih terus terjaga dan bahkan meningkat.

Menurut Esports Chartspeak viewers Grand Final MPL ID bahkan mencapai angka 1 juta penonton– rekor baru yang belum pernah dicapai sebelumnya. Hal ini juga terjadi berkat partai pamungkas antara rival abadi di skena esports Mobile Legends Bang Bang (MLBB), RRQ melawan EVOS Esports.

Menariknya, hasil pertandingan tersebut berbanding terbalik dari Grand Final musim sebelumnya karena RRQ yang berhasil jadi juara MPL ID S5. Di MPL ID S4, partai final juga menyajikan pertarungan antara RRQ dan EVOS. Namun kala itu, EVOS yang berhasil membawa pulang piala MLBB paling bergengsi di tingkat nasional

Selain hasil pertandingan yang berbeda tadi, buat yang mengikuti skena MLBB juga pasti menyadari ada perbedaan besar di formasi EVOS Esports antara S4 dan S5.

Antara Pemain Muda Melawan Pemain Senior

Hadiah kemenangan EVOS esports - MPL Indonesia Season 5
Formasi EVOS di MPL ID S4. Sumber: MPL Indonesia

Di S4, EVOS masih digawangi oleh 3 pemain senior jagoan yaitu Eko “Oura” Julianto, Yurino “Donkey” Putra, dan Gustian “REKT”. Ketiga pemain tersebut sudah malang melintang di dunia persilatan MLBB sejak MPL Indonesia Season 1. Ketiganya juga mengawal dua pemain baru Muhammad “Wann” Ridwan dan Ihsan “Luminaire” Besari Kusudana

Sebaliknya, di MPL Indonesia Season 5, hanya REKT pemain senior yang tersisa di roster EVOS. Di musim ini, EVOS bahkan menggunakan pemain yang benar-benar baru mencicipi MPL ID di partai terakhir mereka yaitu Raihan “Bajan” Delvino Ardy dan Fahmi “Rexxy” Adam Alamsyah.  Wann dan Luminaire mungkin bisa dibilang cukup senior karena sudah terdeteksi namanya di Season 3 meski memang baru bersinar di Season 4. Namun tentu pengalamannya masih kalah jauh dibanding Oura dan Donkey tadi ataupun dibanding Lemon dan LJ di kubu sebelah.

Di seberangnya, RRQ justru menggunakan pemain-pemain kawakan sampai akhir musim. Di musim ini, RRQ jadi juara bersama dengan banyak pemain senior di dalamnya. 

Muhammad “Lemon” Ikhsan dan Joshua “LJ” Darmansyah adalah pemain tangguh sejak Season 1. Keduanya juga resmi menjadi 2 pemain yang berhasil memboyong piala MPL ID 2x sepanjang sejarah. LJ sebelumnya jadi juara bersama TEAMnxl di Season 1 sedangkan Lemon juga berhasil menghantarkan timnya (RRQ) juara di Season 2.

Jika berbicara soal rekor pemain yang timnya berhasil jadi juara MPL lebih dari 1x, secara teknis, memang masih ada 2 nama lagi yaitu Afrindo “G” Valentino dan Diky “TUTURU”Sayangnya, Afrindo yang jadi juara di Season 1, tak pernah diturunkan bermain sekalipun di Season 4 meski terdaftar di roster EVOS. TUTURU yang jadi juara Season 2 bersama RRQ juga harus duduk di bangku cadangan selama babak Playoffs musim ini.

Mobile Legends Profesional League - Sumber: id-mpl.com
Sumber: MPL Indonesia

Selain LJ, TUTURU, dan Lemon tadi, pemain RRQ lainnya juga tidak kalah pengalamannya. Calvin “VYN” sudah masuk ke MPL ID sejak Season 2 — kala itu bersama BOOM Jr. Sedangkan Rivaldi “R7” Fatah juga punya pengalaman di esports yang tinggi meski baru masuk MPL di Season 4, mengingat dia sebelumnya telah malang melintang di kancah Dota 2 Indonesia. 

M Zulkarnain “Wizzking” Zulkifli yang di akhir musim duduk di bangku cadangan RRQ juga punya segudang pengalaman sejak Season 2 — sebelumnya ia menggunakan nama Dugong bersama Saints Indo. Hanya Yesaya Omega “Xin” Armando Wowiling yang paling junior karena namanya baru muncul di Season 3 MPL ID — bersama Star8.

Oh iya, kudos buat Mochammad “KB” Ryan Batistuta yang menyebut dirinya ’emelpedia’ yang telah menyuguhkan informasi tentang waktu kemunculan beberapa pemain yang saya sebutkan di atas tadi. Semoga jangan jomlo lama-lama ya Be… Wkwawkakwa…

Maka dari itu, pertandingan final antara EVOS melawan RRQ kali ini bisa dibilang pertempuran antara ‘darah muda’ dan pemain kawakan. 

Banyak yang mengatakan bahwa kemenangan RRQ di babak final adalah soal drafting alias strategi di game kelima namun, bagi saya pribadi, ada alasan yang lebih mendasar di balik itu. Pengalaman dan jam terbang pertandingan yang jadi faktor penentu antara para pemain RRQ dan EVOS di musim ini.

Selain mengingat kemampuan membaca strategi dan drafting juga berbanding lurus dengan pengalaman dan jam terbang, pemain baru juga cenderung melakukan kesalahan-kesalahan kecil yang mungkin tidak disadari. Misalnya saja seperti face-checking bush, tidak membuka area di sekitar objective, ataupun terlalu asik berkeliaran sendirian masih beberapa kali saya lihat dari 2 pemain baru EVOS, Bajan dan Rexxy. Ditambah lagi, final MPL ID itu biasanya Bo5. Jadi kesalahan drafting di satu game saya rasa terlalu dangkal buat jadi penyebab kekalahan dari 5 game — toh formasi EVOS di Season 4 bisa mengalahkan RRQ dengan skor yang lebih telak, 3-1

Formasi tim EVOS kali ini sebenarnya memang bisa dibilang sangar karena terbukti bisa sampai ke babak final dan menyulitkan lawan-lawannya. Namun tetap saja RRQ bukan tim yang bisa dikalahkan dengan mudah dan faktor pengalaman tadi yang jadi pembeda terbesar dengan EVOS.

Clara “Mongstar” juga setuju dengan saya soal ini. “Pengalaman memang yang paling berpengaruh (soal RRQ yang jadi juara MPL ID S5). Karena pengalaman itulah yang membangun mental dan kekompakan. Pengalaman mereka juga yang membuat para pemain RRQ sudah terbiasa menghadapi berbagai situasi dan kondisi pertandingan.”

Mongstar juga menambahkan, “selain memang punya kemampuan pemain yang di atas rata-rata, RRQ juga berani menggunakan strategi-strategi dari luar Mobile Legends. Apalagi ada R7 yang punya pengalaman yang luar biasa banyak di Dota 2. RRQ adalah tim yang paling berani mencoba sesuatu yang baru di musim ini dan itulah yang membuat mereka juara.”

Apa Dampaknya dengan Juaranya RRQ di MPL Indonesia Season 5 ke Ekosistem?

Mobile Legends Profesional League Season 5
MPL ID S4. Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Apakah kemenangan RRQ di MPL ID S5 kali ini memang lebih positif dampaknya bagi ekosistem esports Mobile Legends Bang Bang (MLBB)? Kenapa saya bisa bertanya demikian?

Pasalnya, jika kita lihat, ada sejumlah pemain-pemain bintang di musim-musim sebelumnya yang sudah menghilang di skena esports MLBB. Hansen “Spade” Meyerson yang dulu bahkan pernah disejajarkan dengan TUTURU dan REKT sebagai Marksman paling gemilang sudah tidak kelihatan lagi. Edward “Eiduart” Tjahyadikarta yang bisa dibilang sebagai salah satu team leader yang paling disegani juga sudah tidak ada di MPL — meski ia membuat tim esports-nya sendiri, Siren Esports. Thong “Fabiens” Valentin Andara yang tak kalah senior dan mengerikan di musim-musim awal MPL ID juga sudah absen beberapa musim terakhir.

Belum lagi, jika kita melihat juara MPL ID S1, hanya LJ yang masih bersinar terang di musim ini. Supriadi “Watt” Dwi Putra memang masih diperhitungkan namanya di musim ini meski ia sempat diturunkan ke MDL (yang bisa dibilang kasta kedua) di awal musim. Fadhil “Rave” Abdurrahman dan Agung “Billy” Tribowo memang masih di RRQ namun mereka bermain untuk tim kasta keduanya, RRQ Sena, di MDL. Afrindo Valentino yang dulu jadi team leader NXL saat juara Season 1, seperti yang saya sebutkan tadi, bahkan tidak diturunkan bermain sekalipun saat masih terdaftar di roster EVOS MPL ID Season 4.

Spade saat jadi MVP di MPL ID Season 1. Sumber: MLBB via Facebook
Spade saat jadi MVP di MPL ID Season 1. Sumber: MLBB via Facebook

Dengan banyaknya para pemain bintang senior yang menghilang di tingkat kompetitif tertinggi MLBB meski baru berada di puncak kejayaannya sekitar 1-2 tahun yang lalu, apakah perjalanan karier menjadi pemain profesional esports MLBB memang tidak cocok untuk jangka panjang? Jika para pemain baru bisa dengan mudah menggantikan pemain lama yang sudah punya lebih banyak pengalaman, bukankah berarti karier tersebut tidak cocok untuk ditekuni dalam waktu lama?

Salah satu contoh yang paling mudah dan relevan dengan kondisi saat ini adalah karier sebagai YouTuber. Tidak ada jaminan bagi mereka-mereka yang punya pengalaman segudang agar tidak bisa dikalahkan popularitasnya dengan yang masih seumur jagung. Namun demikian, itu YouTube yang memang menitikberatkan pada popularitas semata — yang nyatanya tak selalu berbanding lurus dengan kapasitas dan kualitas. Harusnya, karier sebagai pro player tak sedangkal pada penilaian popularitas semata. Sedangkan kapasitas dan kualitas itu memang butuh pengalaman dan jam terbang yang tidak sebentar.

Maka dari itu, argumen tadi pun muncul di kepala saya. Untungnya, EVOS yang mengandalkan 3 pemain senior jagoan di Season kemarin jadi juara. Demikian juga RRQ, yang di Season 5 ini, pemainnya punya lebih banyak pengalaman bisa jadi juara. Setidaknya, pengalaman dan jam terbang di tingkat kompetitif masih punya nilai lebih buat para pemainnya — selama mereka bisa mengolahnya dengan baik (mengikuti perkembangan gameplay ataupun terus mengasah kemampuan misalnya).

Para shoutcaster MPL ID S1. Sumber: RevivalTV
Para shoutcaster MPL ID S1 — ketika KB belum jomlo. Sumber: RevivalTV

“Masuk akal sih (argumen saya tentang dampak RRQ juara tadi),” ujar KB saat saya tanyai pendapatnya. “Apalagi gua juga ngerasain. Udah bukan caster lagi, kan saya analyst sekarang. Wkwkwk…” Tambah KB seraya berseloroh. “Tapi, menurut saya pribadi, kalau sampai RRQ kalah justru jadi dipertanyakan kenapa mereka tidak bisa mengolah pengalaman tadi. Karena jadi kalah dengan pemain baru yang lebih siap menang.”

Di satu sisi, meski pemain senior memang harusnya punya pengalaman yang bisa dimanfaatkan dengan baik, pemain baru juga sebenarnya punya nilai lebih (selain tuntutan kemampuan bermain tentunya). Pemain yang lebih baru mungkin punya cara pandang yang lebih segar dan ambisi yang lebih besar. Bayangkan saja seperti ini, andaikan Lemon dan LJ tidak juara lagi kali ini, mereka tetap akan diperhitungkan oleh lawan-lawannya dan dikagumi oleh para penggemarnya. Namun para pemain baru yang belum pernah memegang piala MPL sekalipun, seperti Bajan, Rexxy, ataupun para pemain Bigetron (yang sempat begitu gemilang di Regular Season S5) harusnya punya keinginan yang lebih kuat buat jadi juara untuk pertama kalinya.

Namun demikian, pemain baru juga bisa jadi terlalu cepat puas. Setidaknya itulah jawaban KB saat saya tanyakan perihal merosotnya performa Bigetron dari Regular Season ke Playoffs.

“Di sisi lain, andaikan yang juara kali ini adalah para pemain baru, mungkin akan bagus juga buat menyemangati para pemain baru lainnya untuk terjun ke tingkat kompetitif yang lebih serius. Kalau sekarang, kondisinya seperti ini, bisa jadi ujian mental sih bagi para pemain muda. Mereka yang punya mental bagus, justru bisa merasa lebih semangat untuk mengalahkan para pemain senior.” Tutup KB mengakhiri perbincangan kami lewat pesan Whatsapp.

Mongstar saat MPL ID S4. Dokumentasi: MPL Indonesia
Mongstar saat MPL ID S4. Dokumentasi: MPL Indonesia

Lalu bagaimana dengan pendapat Mongstar? Ia juga menuturkan pendapat yang tidak jauh berbeda dengan KB tadi. Menurutnya, siapapun yang menang kali ini tetap positif bagi ekosistem esports MLBB. “Jika pemain lama yang juara seperti RRQ kali ini, berarti memang pengalaman menjadi nilai lebih selama bisa diolah. Jika pemain baru yang juara, mungkin akan memacu semangat para pemain baru lainnya bahwa mereka punya kesempatan yang sama.” Ujar Mongstar yang telah malang melintang di ekosistem esports sejak era kebangkitan esports Dota 2 di Indonesia beberapa tahun silam.

Sebagai penutup, Mongstar juga menambahkan bahwa ajang kompetitif yang kurang positif untuk ekosistem adalah yang pemenang kompetisinya itu-itu saja. “Selama pemenangnya masih silih berganti seperti MPL ini, menurut saya sih masih positif kok.”

Penutup

Ekosistem esports MLBB memang masih sangat dinamis. Meski RRQ yang jadi juara kali ini, formasi pemainnya berbeda jauh dengan saat mereka memenangkan piala MPL ID S2.

Meski demikian, tentu menarik mengikuti pasar bursa transfer MPL ID berikutnya dan pertempurannya di panggung kompetitif. 2 musim terakhir, tim-tim yang berhasil juara Mobile Legends Professional League (MPL) adalah mereka yang punya setidaknya 3 pemain senior yang bisa diandalkan. Apakah hal ini akan terlihat kembali di MPL ID S6? Apakah justru para pemain baru yang akan mengangkat piala berikutnya? Kita tunggu saja…

Sumber Header: Dokumentasi MPL Indonesia

Moonton Tunjukkan Gambar Pertama Skin MLBB EVOS Esports. Bagaimana Tanggapan EVOS?

Kemarin (30 Maret 2020), Moonton mengirimkan gambar pertama dari skin EVOS Esports untuk Mobile Legends: Bang Bang (MLBB) lewat siaran pers mereka via email.

EVOS Esports mendapatkan skin di MLBB berkat kemenangan mereka di M1 World Championship di penghujung tahun 2019 silam. Harith menjadi hero yang dipilih untuk mendapatkan skin EVOS karena hero tersebut menjadi kunci kemenangan di banyak pertandingan EVOS di gelaran M1.

Sumber: Moonton Press Release
Sumber: Moonton Press Release

Adrian J. Alpin, Marketing Manager Moonton Indonesia, lewat rilis yang sama menjelaskan bahwa ada beberapa proses penting sebelum akhirnya Harith yang terpilih menjadi hero yang dipersembahkan untuk EVOS.

“Berdasarkan data kami, Harith sangat sering dipilih oleh tim EVOS di M1 dengan win rate yang sangat tinggi. Jadi kami awalnya menyampaikan kabar bahagia ini ke EVOS dan berdiskusi dengan mereka dari proses drafting design sampai testing di dalam game agar para pemain bisa menggunakan Harith dengan skin EVOS dencan lancar”, terang Adrian.

“Awalnya ada beberapa pilihan, maka kami juga mengajak para penggemar untuk melakukan voting. setelah itu akhirnya kami umumkan skin Harith yang terpilih.” Tambah Adrian saat kami hubungi lewat WhatsApp.

Head of Esports EVOS ID, Aldean Tegar Gemilang juga mengatakan yang senada saat kami hubungi lewat WhatsApp. “Iya, dilihat dari statistik dan Moonton juga diskusi dengan manajemen kita hero apa yang bagusnya untuk dibuatkan skin.” Ujar Aldean.

Anehnya, hanya 1 hero yang mendapatkan skin EVOS. Buat yang belum tahu, tradisi pemberian skin kepada juara dunia gelaran esports ini berawal dari game dan esports League of Legends (LoL). Namun di LoL, setidaknya ada 5 Hero yang mendapatkan skin tim pemenang World Championship setiap tahunnya; mengingat memang satu timnya terdiri atas 5 pemain dan 5 Hero di setiap pertandingan. Sebagai juara World Championship 2018 , Riot malah memberikan 6 skins kepada Invictus Gaming.

Skin untuk SKT di 2015. Sumber: Riot Games
Skin di LoL untuk SKT di 2015. Sumber: Riot Games

Lalu kenapa hanya 1 hero yang mendapatkan skin EVOS?

Adrian pun mengatakan, “untuk kali ini, kami memang baru memulai tradisi untuk mengapresiasi sang juara. Tim Moonton, baik pusat dan di Indonesia mengerahkan banyak resources untuk membuat skin dengan kualitas terbaik. Ini adalah salah satu alasan kenapa kami hanya membuat 1 skin untuk EVOS. Tentunya ke depannya kami akan memberikan kejutan serta terobosan yang lebih banyak lagi.”

Meski hanya 1 hero yang mendapatkan skin, Aldean tetap mengapresiasi langkah tersebut. “Iya Moonton ambil keputusan cuma kasih 1 hero. Kita juga expect awalnya memang 5 sih.  Terlepas dari itu, menurut gua bagus kok. New look aja buat Harith dengan sentuhan-sentuhan EVOS.” Terang Aldean menutup perbincangan kami.

Terakhir, buat yang penasaran dengan skin ini, saya pun menanyakan tentang kategori skin tersebut kepada Adrian. Apakah masuk kategori Special, Legendary, Epic, atau yang lainnya (karena kategori ini nanti akan berkaitan dengan harga yang harus dibayar buat para pemain yang ingin memilikinya)? Apakah ada event khusus buat para pemain yang ingin mendapatkannya?

Adrian pun menjawab, “untuk masuk kategori apa, ini masih rahasia tentu harganya juga. Dan, untuk misi in-game pasti juga ada untuk skin ini. Jadi stay tune di game dan social media kami!”

Saat kami cek ke halaman Facebook MLBB, Moonton nampaknya sudah memulai event untuk para pemain yang ingin mendapatkan skin ini. Pada event ini, Moonton akan memberikan skin EVOS gratis pada para pemain yang bisa bertengger di peringkat pertama papan City Leaderboard untuk hero Harith. Setiap kota pun berhak mendapatkan 1 skin MLBB EVOS.

5 Esports Game Mobile Terpopuler di Tahun 2019

Meledaknya Mobile Esports telah menjadi salah satu narasi besar di ekosistem esports secara internasional. Free Fire salah satu contohnya. Sebegitu suksesnya, sampai-sampai analis di NetEase Games memaparkan alasan kenapa Free Fire jadi sukses. Game tersebut bahkan menjadi salah satu turnamen terpopuler di tahun 2019 lalu.

Tetapi, apakah hanya Free Fire saja yang mendulang kesuksesan tersebut? Bagaimana dengan titel game mobile lainnya yang juga punya program esports seperti Mobile Legends, Arena of Valor, PUBG Mobile ataupun Clash Royale? Beberapa waktu lalu, Esports Charts mengeluarkan data soal 5 game esports mobile terpopuler di tahun 2019. Siapa saja mereka? Ini 5 di antaranya:

5. Clash Royale

Sumber: Esports Charts
Sumber: Esports Charts

Walau game ini kurang populer di Indonesia, namun kehadirannya secara internasional masih cukup terasa. Tahun lalu, Supercell melakukan beberapa pergerakan terkait esports. Mereka juga hadir di Indonesia, bekerja sama dengan LINE untuk mengembangkan komunitasnya di sini.

Secara internasional, posisi Clash Royale sebagai mobile esports ternyata cukup tertinggal dibanding dengan game-game mobile lainnya. Clash Royale mengumpulkan ditonton selama 5.259.856 jam selama tahun 2019 dengan jumlah penonton terbanyak sebesar 133.046 orang menonton CRL World Finals 2019.

Mengutip Esports Charts, Clash Royale adalah mobile esports terpopuler di 2018, namun mereka mengalami penurunan signifikan di tahun 2019. Dikatakan, alasan terbesarnya adalah karena penurunan popularitas game ini secara umum, dan meningkatnya jumlah rival di persaingan pasar esports. CRL World Finals 2019 bahkan mengalami penurunan jumlah penonton sebesar 63%.

4. Mobile Legends: Bang Bang

Sumber: Esports Charts
Sumber: Esports Charts

Walau MLBB adalah esports mobile terpopuler di Indonesia namun presensi mereka secara internasional ternyata masih kalah jika dibanding dengan titel mobile lainnya. Secara angka, MLBB sudah ditonton selama 29.296.791 jam selama tahun 2019, dengan penonton terbanyak sejumlah 648.069 orang menonton gelaran M1 World Championship 2019.

Ada beberapa fakta menarik terkait ini. Hadiah M1 hanya US$250 ribu, lebih sedikit US$50 ribu daripada MPL ID Season 4. Namun demikian jumlah peak viewer M1 lebih banyak 123% daripada MPL ID Season 4. Ini mungkin dikarenakan para penonton lebih ingin melihat tim dan regional yang belum pernah mengikuti kompetisi MLBB sebelumnya.

Salah satu alasannya mungkin karena usaha dari Moonton untuk terus mendorong pertumbuhan ekosistem esports MLBB. Di lokal Indonesia, banyak usaha telah mereka lakukan. Mereka mencoba menerapkan franchise model di MPL Indonesia Season 4, memberi panggung kepada pemain semi-pro lewat MLBB Intercity Championship, dan yang terkini menggelar MLBB Developmental League sebagai usaha mereka untuk membuat ekosistem esports MLBB terus ada.

3. Free Fire

Sumber: Esports Charts
Sumber: Esports Charts

Free Fire telah menjadi buah bibir sepanjang tahun 2019 kemarin. Tak hanya di Indonesia, namun Free Fire juga menarik perhatian khalayak internasional karena juga terkenal di Brazil. Namun ternyata ia hanya mengisi posisi 3 saja. Memang data ini mengurutkan posisi popularitas berdasarkan total hours watched dari game esports.

Free Fire ditonton selama 38.164.312 jam selama tahun 2019. Jumlah penontonnya bisa dbilang yang terbanyak dibanding titel esports lain, dengan jumlah penonton terbanyak sejumlah 2.016.157 orang di gelaran Free Fire World Series 2019. Jumlah penonton dan hours watched dari Free Fire memang kebanyakan datang dari Brazil, lewat gelaran Free Fire Pro League Brazil dan World Series 2019 Rio.

Namun demikian, kesuksesan Free Fire membuat mereka harus berhadapan dengan beberapa titel mobile lainnya, terutama PUBG Mobile yang merupakan direct-competitor game Battle Royale.

2. PUBG Mobile

5 Esports Game Mobile Terpopuler di Tahun 2019
Sumber: Esports Charts

Walau jumlah penonton terbanyak masih dipegang Free Fire, namun PUBG Mobile yang mengantongi total hours watched lebih banyak membuatnya berada di peringkat 2.

Tercatat, PUBG Mobile sudah ditonton selama 55.585.392 jam sepanjang 2019 dengan jumlah penonton terbanyak sebesar 596.824 orang dari gelaran PMCO Spring Global Finals. PUBG Mobile memang sangat terkenal di negara-negara timur. Tak heran jika PMCO SEA League jadi penyumbang terbesar dari angka di atas.

Selain dari itu, faktor lain mungkin datang dari cara Tencent menjalankan program esports PUBG Mobile. Mereka mengadakan kualifikasi untuk negara-negara yang memang jadi pasar bagi game mereka. Selain itu, tayangan esports mereka juga hadir dengan berbagai macam bahasa, yang mana hal itu jarang terjadi pada gelaran esports lain. Mungkin hal tersebut juga yang membuat PUBG Mobile jadi lebih populer daripada Free Fire.

1. Arena of Valor

Sumber: Esports Charts
Sumber: Esports Charts

Ini memang cukup aneh, karena Arena of Valor bisa dibilang kurang berhasil secara umum, baik di Indonesia ataupun secara internasional. Namun demikian, mereka sudah ditonton selama 72.248.735 jam selama tahun 2019 dengan jumlah penonton terbanyak mencapai 764.358 orang di gelaran AOV World Cup 2019.

Salah satu alasan mencuatnya AOV di dalam daftar ini mungkin adalah karena dua gelaran internasional AOV yang diisi oleh tim asal Vietnam. Sejauh ini, negara Vietnam adalah pasar terbesar bagi Arena of Valor. Tak heran jika para penonton asal Vietnam terus bertahan sampai akhir jika ada tim Vietnam bertanding di babak Grand Final.

Maka dari itu, tak heran jika hal ini terjadi. Bagaimanapun, walau Arena of Valor mungkin kurang berhasil di Indonesia atau di pasar barat, mereka masih menjadi rajanya di pasar Asia; terutama Thailand dan Vietnam.

Pertarungan pasar esports mobile masih terus berlangsung, malah makin panas di 2020. Salah satu penyebabnya adalah kehadiran Riot Games di tengah-tengah persaingan pasar MOBA di mobile device. Kehadiran League of Legends: Wild Rift kemungkinan besar akan menggoyahkan MLBB di Indonesia atau AOV di pasar Asia. Bukan tidak mungkin juga kalau game ini juga menggoyahkan duo raksasa Battle Royale, Free Fire dan PUBG Mobile. Akankah Wild Rift jadi kryptonite yang mengalahkan MLBB di Indonesia? Bagaimana kira-kira peta kekuatan persaingan esports mobile di 2020 nanti?

Sumber: Esports Charts

Berapa Lama Lagi Umur Game dan Esports MLBB di Indonesia?

MSC 2017 adalah awal mula dari kebangkitan industri esports Indonesia gelombang kedua. Playoffs MPL Indonesia Season 1 adalah event yang berjasa mendobrak industri gaming dan esports ke khalayak ramai ataupun industri non-endemic.

Mobile Legends: Bang Bang (MLBB) ada di pusat kebangkitan industri esports Indonesia gelombang kedua ini — gelombang pertamanya berawal di tahun 2003 dan tak berhasil memancing ketertarikan industri non-endemic. Meski sudah berjalan 3 tahun, MLBB masih menjadi salah satu game dan esports terlaris di Indonesia.

Namun demikian, sebagian besar (jika tidak semua) orang yang sudah cukup lama berkecimpung di industri game di Indonesia punya anggapan bahwa semua game pasti ada umurnya (life-cycle). Di sisi lain, jika kita berbicara soal game MOBA, sudah ada 2 studi kasus yang mampu menunjukkan umur panjangnya di platform PC — setidaknya di pasar global. Dua game tersebut adalah Dota 2 dan League of Legends (LoL). Keduanya sudah menjalankan turnamen esports tingkat dunianya sejak 2011 dan belum ada tanda-tanda akan ada penurunan dalam waktu dekat.

Sumber: MPL Indonesia
Sumber: MPL Indonesia

Jadi, pertanyaan yang ingin coba saya bahas kali ini adalah berapa lama umur game dan esports MLBB di Indonesia? Apakah game ini bisa sama panjang umurnya dengan Dota 2 ataupun LoL, meski berada di platform mobile?

Tulisan ini ‘hanyalah’ opini saya semata. Namun demikian, bagi saya, opini bisa jadi berbobot tergantung siapa yang berpendapat dan bagaimana argumentasinya. Faktanya, gravitasi, gelombang radio, arus listrik, aljabar, analisa data, dan semua ilmu pengetahuan yang ada saat ini juga berangkat dari opini — sebelum dibuktikan dan dikaji ulang. Meski begitu, bagi Anda yang gusar, cemas, dan takut dengan ‘opini’ itu tadi, silakan tutup laman ini.

Sebelum kita masuk ke pembahasan, seperti yang tadi saya tuliskan, izinkan saya menjelaskan sedikit pengalaman saya sebagai justifikasi argumentasi atas opini saya di sini. Saya sudah bekerja secara profesional penuh waktu di industri game dan sekitarnya sebagai pekerjaan pertama saya pasca lulus kuliah di 2008. 85% perjalanan karier saya ada di industri media (cetak ataupun digital). Sisanya ada di publisher aplikasi ataupun game.

Mari kita kembali ke pertanyaan yang ingin saya bahas di sini. Berapa lama lagi MLBB masih bisa terus bertahan di Indonesia baik dari sisi user (gamer) ataupun ekosistem esports-nya? Sebelum saya mencoba menjawab pertanyaan tadi di akhir artikel, izinkan saya menjabarkan beberapa hal yang menurut saya berpengaruh terhadap keberlangsungan MLBB sebagai argumentasinya.

Sentimen Negatif dan Pesimisme Esports MLBB

Sumber: MSC
Sumber: MLBB

Selama 3 tahun MLBB hidup di ekosistem esports Indonesia, sentimen negatif dan positif memang selalu ada. Namun, sentimen pesimis tentang keberlangsungan MLBB paling gencar terdengar pasca gelaran Playoffs MPL ID S3 yang digelar di Britama Arena, Kelapa Gading. Gelaran tersebut mungkin memang jadi yang paling sepi sepanjang sejarah MPL ID, setidaknya sampai artikel ini ditulis.

Oh iya, buat yang tidak tahu apa itu MPL, MPL adalah liga kompetitif tertinggi untuk MLBB yang resmi digelar oleh Moonton selaku publisher dari MLBB. Anggaplah turnamen ini seperti Premier League di sepak bola atau NBA di basket. Karenanya, MPL memang bisa jadi salah satu tolak ukur antusiasme gamer ataupun fans esports MLBB di Indonesia.

Optimisme atas MLBB kembali datang saat 21 ribu orang (menurut data dari Moonton) datang memadati Playoffs MPL ID S4 yang digelar di Tennis Indoor Stadium, GBK.

Meski demikian, sentimen negatif juga muncul dengan berubahnya MPL jadi sistem franchise yang mengharuskan tim-tim peserta untuk turut investasi sebesar US$1 juta di Season 4 kemarin. Sentimen negatifnya adalah soal regenerasi dan ekosistem esports MLBB untuk kelas amatir.

Kenapa saya membahas soal sentimen negatif dan pesimisme soal ekosistem esports MLBB? Karena faktanya sentimen-sentimen ini jugalah yang, menurut saya, akan berpengaruh terhadap keberlangsungan ekosistem.

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Kathy Klotz-Guest berargumen bahwa tujuan utama para penjual barang dan jasa adalah soal merangkai cerita yang membuat pelanggan Anda jadi sang protagonis. “It all begins with telling the right stories about real people who use your product or service and not focusing on the product itself. Your best stories are not about your products or you. Your goal is to tell a bigger story that makes your customer the hero.”

Sederhananya, banyak produk laris manis karena memang menjual harapan. Banyak orang ingin jadi seleb gaming karena berharap bisa jadi the next JessNoLimit atau setidaknya populer dan kaya raya dari sana. Demikian juga dengan alasan seleb medsos gadis-gadis cantik punya banyak fans. Buat yang main saham, Anda juga pasti tahu seberapa penting sentimen positif atau negatif bisa berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

Lalu bagaimana dengan sentimen negatif ekosistem MLBB kelas amatir? Saya kira banyak gamer dan fans esports tahu betul bahwa memang tidak mudah masuk ke golongan elit peserta MPL karena ada tuntutan skill yang harus dipenuhi sebelum bisa bergabung dengan top 1% dari total seluruh pemain. Entry barrier ini jadi semakin tinggi dengan ditambahkannya ‘tiket’ investasi sebesar US$1 juta.

Sumber: Dokumentasi Resmi MPL ID S4
Sumber: Dokumentasi Resmi MPL ID S4

Padahal, menurut Frans Volva Riyando, salah satu shoutcaster untuk MPL ID dari Season 1-4 yang juga masuk ke dalam tim pelatih timnas MLBB untuk SEA Games 2019, salah satu hal yang membuat esports MLBB begitu dinamis sampai hari ini adalah banyaknya jumlah pemain MLBB di tingkat amatir dan semi-pro. Hal ini menyebabkan tim-tim profesional tidak akan pernah kehilangan suplai pemain baru.

Jika banyak gamer amatir atau semi-pro kehilangan harapannya untuk bisa setingkat dengan Eko “Oura” Julianto ataupun Muhammad “Lemon” Ikhsan, motivasi mereka untuk terus bermain pun jadi tergerus dan bisa saja sirna.

Hilangnya harapan inilah yang, menurut saya, terjadi di ekosistem Dota 2 Indonesia yang sebelumnya jadi esports paling populer di Indonesia. Banyak pemain dan tim sudah tidak lagi punya harapan bisa meraih keuntungan materi ataupun prestasi dari sini.

Rencana ke depan dari Moonton untuk MLBB

November 2019 kemarin, saat gelaran M1 World Championship 2019 di Axiata Arena, Kuala Lumpur, Malaysia, saya mendapatkan kesempatan untuk berbincang eksklusif dengan Lucas Mao, Director of Operation at Moonton dan MPL Indonesia League Commisioner, tentang rencana mereka di 2020.

Berkaca dari M1 World Championship 2019, Lucas mengaku kejuaraan internasional tersebut melebihi ekspektasi awal mereka. Tiket yang terjual habis, jumlah penonton live stream yang besar, dan antusiasme yang tinggi memang bisa dibilang sebagai capaian yang baik. Namun Lucas mengaku M1 hanyalah permulaan dari ekspansi mereka di pasar global.

Sampai artikel ini ditulis, MLBB mungkin memang sudah bisa dibilang sebagai salah satu esports paling hidup di kawasan Asia Tenggara (SEA). Meski memang belum semua negara di kawasan ini, MLBB jadi yang salah satu yang populer dengan jumlah negara terbanyak di Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, ataupun Myanmar.

Saat saya diundang untuk meliput ke Kuala Lumpur tadi, bahkan petugas imigrasi dan supir Grab di sana sudah tidak asing dengan nama MLBB. Namun demikian, esports MLBB mungkin masih belum bisa dibilang mainstream di luar kawasan SEA.

Di negara-negara barat, Dota 2, LoL, CS:GO dan game-game di platform PC ataupun console masih jadi esports yang paling digemari. Moonton pun berencana untuk ekspansi pasar ke lebih banyak negara di luar SEA.

Sumber: Dokumentasi Hybrid
Sumber: Dokumentasi Hybrid

Berhubung meningkatkan user base dan mengembangkan ekosistem esports memang sebenarnya adalah dua hal yang berbeda, yang manakah yang jadi fokus utama mereka? Lucas pun mengatakan bahwa mereka akan menjalankannya secara berbarengan. “Kami tidak melihat ada masalah untuk menjalankannya secara paralel. Kami akan terus meningkatkan user base di banyak negara sembari terus mengembangkan ekosistem esports-nya. Kami juga akan mencoba menggelar MPL di negara-negara yang belum ada dan mengimplementasikan sistem franchise MPL di negara lainnya setelah sukses di Indonesia.” Jepang, Turki, Kamboja, Amerika Serikat, Brasil, dan Rusia adalah beberapa negara yang disebut Lucas akan jadi target selanjutnya untuk penetrasi pasar dan esports MLBB.

Jika melihat dari M1, hanya satu tim dari luar kawasan SEA yang bisa tembus ke babak Playoffs yaitu 10s Gaming dari Jepang. Menurut Lucas, hal ini terjadi karena memang struktur esports MLBB yang sudah terbangun di kawasan SEA dengan MPL. Buat yang belum tahu, MPL ada di 4 kawasan yaitu Indonesia, Malaysia/Singapura, Myanmar, dan Filipina. “Esports adalah soal profesionalisme olahraga. Liga profesional tentunya berpengaruh besar bagi kualitas para pemainnya.” Jelas Lucas.

Lalu bagaimana dengan sistem franchise yang diterapkan di MPL Indonesia? Di satu sisi, saya sendiri juga percaya bahwa sistem franchise MPL ID S4 memaksa tim-tim untuk lebih profesional dalam mengatur manajemen dan para pemainnya. Hal ini terlihat dari hasil M1 yang menyuguhkan all-Indonesian final, antara EVOS vs. RRQ. Namun demikian, di sisi lain, Indonesia juga mendominasi ajang MSC 2019 yang juga menghadirkan all-Indonesian final antara ONIC melawan Louvre. Padahal, kala itu MPL ID belum menerapkan sistem franchise karena baru kelar S3. Plus, Indonesia juga gagal meraih medali emas untuk MLBB dalam SEA Games 2019 meski masih jadi satu-satunya kawasan dengan sistem franchise MPL — walaupun memang SEA Games sebenarnya tak bisa dijadikan acuan esports yang … Isi sendiri ya, saya tidak enak ngomongnya akwkakwka…

Kenapa saya berbicara soal rencana Moonton di pasar global? Karena, menurut saya, besar di ‘kandang’ sendiri itu belum cukup kuat untuk memastikan keberlangsungan hidupnya dalam kurun waktu yang lama. Hal ini sebenarnya sudah pernah terjadi di Indonesia dengan AyoDance dan Point Blank. Keduanya bisa dibilang pernah jadi game yang paling laris di Indonesia dan memang masih hidup sampai artikel ini ditulis. Turnamennya pun masih ada. Namun demikian, mungkin karena publisher-nya lokal, mereka kesulitan menggarap pasar global juga.

BOOM ID saat berlaga di ajang Minor. Sumber: VP Esports.
BOOM ID saat berlaga di ajang Minor. Sumber: VP Esports.

Bagaimanapun juga, siapa sih yang tidak mau dan semangat dengan pengakuan dunia atas esports Indonesia? BOOM Esports, yang kemarin baru saja merayakan hari jadinya yang ketiga, masih mempertahankan divisi Dota 2 dan CS:GO nya karena memang ingin membawa nama Indonesia di panggung dunia lewat dua game tadi.

Bayangkan saja seperti ini: jika nanti MLBB berhasil merebut perhatian tim-tim esports internasional macam Astralis, Team Liquid, SKT T1, Cloud9, Fnatic dan tim Indonesia macam EVOS, RRQ, Alter Ego dkk. bisa mengalahkan mereka di turnamen MLBB, hal tersebut akan menambah sentimen positif yang masif buat para pelaku di industri esports Indonesia.

Sentimen negatif soal gameplay dan variasi permainan

Jika kita tadi berbicara dari sisi ekosistem esports-nya, sekarang mari kita membahas soal aspek di dalam game-nya itu sendiri. Muasalnya, saya percaya kualitas produk juga akan berpengaruh terhadap antusiasme para penggunanya.

Dari sisi in-game, ada 2 hal yang mungkin bisa dibilang sebagai sentimen negatif untuk MLBB. Pertama, dari beberapa shoutcaster MLBB sendiri, tidak sedikit yang mengatakan soal Hero-Hero baru yang kerap kali overpowered (OP) alias terlalu kuat dibandingkan Hero yang sudah ada. Hero yang mendapatkan Skin mahal baru juga biasanya di-buff dengan cukup drastis.

Dari sisi bisnis, hal ini sebenarnya memang masuk akal. Jika Hero baru ini tidak menarik banyak pengguna, tidak banyak juga yang mau membelinya. Demikian juga soal rilisan Skin baru. Namun, menurut saya, hal ini tetap saja dipandang sebuah sentimen negatif oleh komunitasnya.

Hal kedua yang, bagi saya, kurang variatif dari sisi gameplay adalah soal itemization. Moonton memang rajin sekali mengeluarkan Hero baru namun mereka jarang merilis item baru. Hero-hero yang paling laris digunakan setiap turnamen dari tahun 2017 seringnya berubah. Namun item yang digunakan tidak jauh berbeda selama bertahun-tahun. Jika tidak percaya, coba googling item build (nama Hero). Baik itu artikel ataupun video di YouTube tentang panduan sebuah Hero, item yang disarankan kebanyakan sama setiap role. Memang, ada faktor juga soal keterbatasan sang pembuat panduan di tiap konten (artikel atau video) namun kesamaan itemization ini juga terlihat di banyak turnamen tingkat pro.

Menurut saya, dengan itemization yang lebih kaya variasinya, hal ini dapat memberikan keuntungan buat para pemain di semua kalangan (pro, semi-pro, ataupun amatir). Para pemain jadi bisa bereksperimen dengan build baru dengan Hero andalannya masing-masing setiap kali bermain — tanpa harus memelajari Hero baru. Variasi item build yang lebih kaya juga akan memberikan pilihan lebih banyak buat para pemain tanpa harus membeli Hero. Setidaknya, hal ini juga bisa menekan sentimen negatif soal penjualan Hero baru yang selalu OP.

Saya tahu betul bahwa balancing itu memang bukan hal yang mudah — bahkan bisa juga dibilang tugas tersulit untuk para developer game. Namun demikian, jika kita melihat Dota 2 dan LoL, baik Valve ataupun Riot Games rajin melakukan perubahan dari sisi gameplay untuk menjaga keseimbangan.

Jika saya boleh jujur, dibandingkan dengan ekosistem esports-nya, perkembangan gameplay di dalam MLBB sendiri terlihat begitu tertinggal. Mungkin, Moonton bisa mengundang beberapa pro player ataupun shoutcaster untuk bisa turut menyumbangkan ide soal bagaimana perkembangan gameplay MLBB.

Hal ini sebenarnya sudah beberapa kali dilakukan oleh produsen motherboard ataupun gaming peripheral. Saya tahu betul bahwa sejumlah produsen mengundang overclocker ataupun gamer ke kantor pusatnya untuk memberikan masukan tentang rancangan produk mereka di masa mendatang. Selain mendapatkan input yang sangat berharga, kegiatan seperti ini juga bisa jadi publikasi positif untuk Moonton sebagai developer MLBB.

Monetisasi esports MLBB

Nyatanya, kita semua butuh uang untuk bisa terus bertahan. Setiap perusahaan bahkan butuh profit untuk bisa terus ada. Namun demikian, perusahaan yang terlalu serakah juga, kemungkinan besar, tidak dapat bertahan lama. Di sinilah peliknya masalah monetisasi, khususnya game free-to-play.

Sebelum kita ke monetisasi game-nya, yang akan saya bahas lebih panjang, saya ingin membahas soal monetisasi dari esports MLBB. Soal ini, saya salut dengan Moonton. Mereka bisa meyakinkan 8 tim untuk investasi sebesar US$1 juta untuk membiayai MPL (Mobile Legends: Bang Bang Professional League) Indonesia sejak Season 4. Saya kira nominal tersebut (US$8 juta) cukup buat menghidupi ekosistem esports-nya selama beberapa musim. Mereka tinggal mencari sponsor untuk mencari keuntungan dari gelaran esports-nya.

Selain uang dari sponsor dan tim yang mau berinvestasi, ada juga sumber pendapatan lain yang, menurut saya, tidak bisa diremehkan; yaitu soal tiket masuk gelaran esports. Di M1 World Championship 2019 kemarin, menurut Lucas, mereka berhasil mendatangkan 16 ribu pengunjung.

Hitungan kasar pendapatan dari harga tiket M1 tadi seperti ini. Untuk memudahkan saya menghitung, saya hanya akan menggunakan harga tiket 3 hari paling murah yaitu RM55 (sekitar Rp185 ribu). Berarti, dari tiket saja, mereka bisa mendapatkan Rp2,9 miliar (Rp185 ribu x 16 ribu). Itu tadi hanya perhitungan kasar saja namun mungkin bisa dijadikan gambaran seberapa besar peluang revenue yang bisa diraih.

Di sisi lain, Lucas sendiri mengaku jika pendapatan dari tiket sebenarnya kecil jika dibandingkan dengan angka yang mereka dapat dari sponsor. Namun demikian, revenue tadi sebenarnya bisa digunakan untuk beberapa kebutuhan seperti mengundang media untuk meliput. Saat M1 kemarin, Moonton memang mengundang 4 media dari Indonesia untuk meliput ke sana (termasuk saya sendiri). Meski memang Moonton menanggung ongkos transportasi, akomodasi, dan uang saku untuk 4 wartawan sekalipun, saya kira anggarannya tidak akan mencapai Rp1 miliar — anggaplah perhitungan saya meleset sampai 50% nya.

Di MPL Indonesia Season 5 nanti, Lucas juga mengaku akan menerapkan sistem tiket untuk babak Playoffs-nya. Namun, tujuan mereka bukanlah untuk mencari revenue namun lebih ke memberikan akses yang lebih nyaman untuk para fans yang ingin menonton — mengingat banyak fans yang tidak kebagian tempat duduk dan bahkan tak bisa masuk ke venue karena kapasitas yang melebihi batas saat Playoffs MPL ID S4 di Tennis Indoor Stadium GBK.

Dari beberapa beberapa hal di atas lah yang membuat saya salut dengan ekosistem esports untuk MLBB. Mengingat MLBB juga masih menjadi ajang esports paling dinamis di Indonesia dan perhitungan soal revenue tadi, seharusnya esports MLBB masih akan terus bertahan setidaknya sampai 2 tahun ke depan (2022) — jika Moonton sebagai developer/publisher juga masih bisa mempertahankan eksistensi game MLBB.

Monetisasi game MLBB

Meski saya salut dan mengakui ekosistem/industri esports MLBB yang cukup matang saat ini karena sudah punya MDL juga, jujur saja saya punya banyak kritik untuk Moonton sebagai developer/publisher game  khususnya soal monetisasi.

Jadi, karena saya bukan tipe yang suka mengkritik tanpa pernah merasakan langsung, saya sengaja mengeluarkan uang sebesar Rp1,6 juta untuk membeli in-app purchase di MLBB. Saya memilih paket 6000 Diamond dan satu paket yang saya lupa namanya (yang dapat Skin Suzuhime untuk Miya). Dari 6000 Diamond tadi, saya membeli beberapa Hero dan membayar Starlight Member.

Benefit yang saya dapat dengan uang yang harus saya bayarkan, jujur saja, tidak sebanding. Hero-hero baru dijual dengan harga 599 Diamond. Berarti, dengan paket Diamond Rp1,5 juta (5000+1000 Diamond), Anda hanya bisa mendapatkan 10 hero. Saat artikel ini ditulis, ada 90 hero di MLBB. Anggaplah Anda bisa mendapatkan 10 hero gratis dan Anda bisa membeli 20 hero dengan BP, masih ada 60 hero yang tidak Anda miliki. Jika Anda ingin membeli 60 hero tadi dengan Diamond, Anda berarti harus merogoh kocek sebesar 6 x Rp1,5 juta alias Rp9 juta. Sebagai perbandingan, bulan kemarin saya juga membeli Red Dead Redemption 2 dari Steam senilai Rp500 ribuan (memang karena saat Steam Winter Sale). Berarti, saya bisa membeli 18 copy dari RDR 2 yang kelasnya game AAA dengan uang Rp9 juta.

Jika Anda ingin membeli hero dengan BP (yang bisa Anda dapatkan gratis setiap hari), inilah perhitungan BP yang bisa Anda dapatkan setiap bulannya.

Daily Weekly Monthly
Dari Match 10000 40000
Dari Daily Chest Rewards 440 3080 12320
Dari Daily Quest/Activity 230 1610+500 8440
 Total 60760

Tabel di atas adalah perhitungan BP yang bisa saya dapatkan rutin/minimal setiap bulannya. Untuk hero baru yang harganya 32 ribu BP, saya bahkan tidak bisa membeli 2 setiap bulan. Jumlah BP maksimum dari Match yang saya dapatkan per minggu memang lebih besar karena dapat tambahan 1500 BP (dari kartu Double BP 1-Day berkat Starlight Member) dan Credit Score maksimal. Saya sengaja menggunakan angka tersebut untuk memperkecil selisih jumlah BP random yang didapat dari Chest biru (40-50 BP tiap 4 jam) dan Chest emas (200-250 BP tiap hari).

Anggaplah semua hero harganya sama (32k BP) dan saya beruntung bisa mendapatkan 10 hero tanpa BP sama sekali — lewat event atau gratisan (seperti Layla dan Zilong) namun saya ingin melengkapi semua koleksi hero. Berarti, saya butuh waktu kurang lebih 43 bulan — (32000×80)/57960 — untuk melakukan hal ini. Itu belum menghitung Moonton yang bisa merilis 2 hero baru setiap bulan.

Memang, saya tahu jika tidak semestinya juga kita memiliki semua hero karena setiap pemain biasanya hanya fokus ke beberapa role. Namun demikian, tetap saja, harga untuk mendapatkan satu hero baru terlalu tinggi. Entahlah, menurut saya, Moonton harusnya menaruh banderol harga yang lebih murah untuk hero dan mencari revenue lebih dari skin. Pasalnya, Anda tidak mungkin beli skin untuk hero yang tidak Anda miliki. Semakin banyak hero yang Anda punya, semakin besar pula kemungkinan Anda membeli lebih banyak skin. Semakin sedikit orang yang beli skin, semakin kecil pula pendapatan.

Screenshot dari MLBB
Screenshot dari MLBB

Selain itu, menurut saya, program Starlight Member juga tidak terlalu menarik dan kurang berhasil dimanfaatkan sebagai sumber pendapatan. Dengan Starlight Member, memang ada beberapa benefit yang bisa didapat namun benefit tersebut tidak terlalu menarik. Keuntungan yang bisa didapat dari Starlight Member memang lebih bagus dibanding saat saya mencobanya di 2018 karena ada tambahan skor untuk proteksi kehilangan bintang di mode Ranked.

Namun, jumlahnya terlalu kecil untuk sebuah program yang harganya Rp150 ribu (550 Diamond). Jadi, dengan Starlight Member, Anda bisa mendapatkan tambahan 10 Protection Points setiap match di Ranked Mode. Sayangnya, jumlah ini tidak signifikan karena jumlahnya yang dibutuhkan naik setiap Rank. Misalnya, untuk Rank Master, Anda butuh 300 Protection Points sebelum kehilangan bintang saat kalah di mode Ranked. Sedangkan untuk Grand Master, Anda butuh 500 Protection Points dan Epic 1000 Protection Points. Bahkan untuk Rank Master sekalipun, 10 poin dari 300 poin itu terlalu kecil karena bahkan tidak sampai 10%. Apalagi untuk Rank Epic, mengingat kebanyakan orang stuck di Epic. Meski Anda sudah membayar Rp150 ribu lebih mahal ketimbang free user, Anda tidak dapat keuntungan apapun untuk mendaki Rank.

Saat ini, ada juga Starlight Level yang bisa Anda kejar dengan hanya bermain. Namun, lagi-lagi, hadiahnya tidak menarik — atau setidaknya bukan sebuah benefit yang terlalu manis untuk dilewatkan. Inilah tabel yang bisa Anda dapatkan dari menaikkan Starlight Level.

Painted Skin 1
Skin Trial Pack 3
Hero Fragment 5
Battle Effect 1 Day 3
Lucky Ticket 6
Ticket 150
Epic Skin Trial 13
Diamond Coupon 50 3
Battle Effect 7 Days 3
Starlight Coupon 20% 1
Premium Skin Fragment 4
Random Skin Chest Permanent 1
Magic Wheel Potion 3
Starlight Gem 1
Starlight Chest (Trial) 2
Star Protection Card 1
Rare Skin Fragment 3
Battle Effect 30 Days 2
Battle Emote Permanent 1
Sacred Statue Permanent 1

Dari tabel di atas, hanya 4 tipe hadiah (yang saya bold nama dan angkanya) yang benar-benar layak dengan harga yang dibayarkan yaitu Star Protection Card, Battle Effect 30 Days, Battle Emote permanen, dan Starlight Gem. Ingat, tabel di atas adalah hadiah Starlight Level Premium ya, bukan yang gratisan. Sedangkan untuk hadiah yang saya bold namanya saja (tidak dengan angkanya) memang cukup menarik namun tidak layak dengan harga yang harus dibayarkan.

Premium Skin Fragment misalnya, harganya di Shop berkisar antara 75-250 fragment dan Anda hanya dapat 4 setiap bulan dari Starlight Member — itu pun harus ada usaha menaikkan levelnya. Untuk mendapatkan skin termahalnya, Anda butuh 63 bulan (250/4). Demikian juga dengan Rare Skin Fragment yang hanya dapat 3 sebulan, sedangkan skin termurah harganya 60-200 fragment. Hero Fragment yang didapat juga sama kecilnya. Anda dapat 5 buah sebulan. Padahal harga di Shop adalah 120 fragment untuk setiap hero. Andaikan angka-angka fragment hadiah tadi dinaikkan 3-5x lipat, menurut saya jumlah tersebut masih masuk akal — tidak terlalu sedikit tapi juga tidak terlalu banyak.

Satu hal yang paling mengecewakan dari hadiah Starlight adalah jumlah skin trial yang paling banyak. Buat saya, hadiah ini tidak menarik karena random. Saya bisa saja dapat skin trial untuk hero yang tidak saya miliki. Seperti yang saya bilang tadi, usaha atau harga yang dibanderol untuk mendapatkan 1 hero itu terlalu tinggi jadinya hadiah skin trial pun jadi tidak menarik. Andaikan saya punya semua hero, saya mungkin merasa hadiah skin trial jadi lumayan menarik.

Ada banyak ide sebenarnya yang bisa diterapkan sebagai benefit Starlight Member yang membuatnya jadi sebuah program yang terlalu menguntungkan untuk dilewatkan — a deal that you can’t refuse.

Sumber: Screenshot dari MLBB
Sumber: Screenshot dari MLBB

Misalnya, pertama, soal boks iklan. Jujur saja, buat saya, iklan itu menyebalkan. Saya mengeluarkan uang untuk jadi premium member di YouTube atau bahkan di … (saya tidak bisa sebut website-nya di sini kwkawkakwa…) untuk menghindari iklan. Di game-game lain, kebanyakan yang saya temukan, ada batasan minimal top-up agar saya bisa skip iklan. Biasanya, batasan minimal tadi ada di kisaran Rp1 jutaan (US$99). Di sini, meski saya sudah bayar Rp1,6 juta, saya tetap harus melihat iklan untuk mendapatkan bonus BP dari boks. Boks iklannya pun jadi memenuhi Inventory saya karena saya malas membukanya.

Selain itu, jika Moonton ingin menjaga game-nya agar tetap esports-oriented, mereka juga bisa menggunakan mode lain untuk menyenangkan paying users. Misalnya adalah mode Brawl. Jika free-user hanya bisa mendapatkan 2 pilihan hero di mode Brawl, berikan 3 pilihan untuk paying users atau Starlight Member.

Bonus Protection Point ataupun Star Raising Point juga bisa dimanfaatkan lebih baik untuk Starlight Member atau premium member. Misalnya, Protection Point-nya juga meningkat seiring Rank. Jika rank Master mendapatkan 10 poin, rank Epic bisa mendapatkan 50 poin. Demikian juga dengan BP maksimal yang bisa didapatkan per minggu bisa di-tweak untuk Starlight Member. Jika pengguna gratis hanya bisa mendapatkan 10 ribu per minggu, buat Starlight Member mendapatkan angka maksimal 20 ribu per minggu. Toh, ini hanya batas maksimal saja pengguna Starlight Member tetap harus bermain untuk bisa sampai ke sana.

Ide lain yang bisa jadi inspirasi adalah sistem Plus Assistant dari Dota Plus. Sistem ini bisa digunakan oleh paying member mendapatkan statistik ataupun tips yang berguna untuk meningkatkan permainan mereka. Sayangnya, saya tahu sistem ini mungkin tidak mudah diimplementasikan. Namun, fitur ini dapat memberikan informasi yang layak untuk dibayarkan. Dengan sistem Plus Assistant ataupun benefit yang lebih baik kepada Starlight Member ataupun paying user, mungkin sudah tidak banyak pemain lagi yang butuh jasa joki. Uang yang harus dibayarkan untuk jasa joki pun jadi bisa masuk ke kantong Moonton — yang saya rasa lebih berharga karena bisa memperpanjang usia game tersebut.

Ide lainnya, sistem Starlight Member juga sebenarnya bisa digunakan untuk mereka yang rela membayar menghindari bermain dengan orang-orang menyebalkan. Misalnya, mereka yang Starlight Member akan mendapatkan prioritas untuk bermain sesama Starlight Member atau setidaknya pemain yang Credit Score-nya tinggi — selama tidak terbentur dengan batasan Rank. Atau, Starlight Member diijinkan untuk mute chat. Di League of Legends, saya sudah menemukan fitur ini bertahun-tahun silam. Jika saya menemukan pemain yang mulutnya seperti WC umum ataupun terlalu banyak mengeluh, saya langsung otomatis mute chat mereka. Update: Ternyata, sudah ada caranya mematikan chat teks. Anda bisa membaca caranya di tautan ini.

Mungkin memang ego saya juga yang tinggi namun, yang jelas saya, tidak suka dimaki-maki. Sepanjang perjalanan karier saya dari 2008, dari 7 orang yang pernah jadi atasan saya, hanya 1 orang yang mulutnya seperti tidak pernah merasakan bangku sekolahan. Awkawakakwkaw… Dimaki atasan pun saya tidak suka, padahal mereka jelas-jelas yang menentukan hidup dan mati pekerjaan saya di sana. Apalagi dimaki-maki oleh orang-orang yang tidak bahagia dengan hidupnya yang bersembunyi atas anonimitas mereka di dunia maya?

Lebih bagus lagi, mungkin malah Moonton bisa menghapus sistem chat teks di saat match sepenuhnya karena; dari pengalaman saya, isinya hanyalah soal memaki dan menyalahkan… Toh, komunikasi lewat teks di game mobile di MOBA, faktanya juga tidak efisien karena terlalu lama dan malah membuang waktu. Bahkan di game MOBA di PC pun, yang bahkan jelas lebih nyaman dan cepat untuk mengetik sekalipun (karena pasti punya akses ke full-sized keyboard), mereka juga tahu butuh shortcut yang lebih efisien dari sekadar chat teks. Dota 2 punya yang namanya Chat Wheel sedangkan LoL punya yang namanya Smart Ping.

Moonton sebenarnya, jika mau, bisa cek sendiri log chat di banyak game. Berapa persen dari total seluruh chat yang positif dan berapa persen yang negatif. Jika memang sebagian besar negatif, bukankah lebih baik dihilangkan saja?

Jujur saja, saya juga tidak merasa jago bermain MLBB karena saya tidak punya banyak waktu untuk berlatih. Namun, saya tahu banyak juga orang yang sebenarnya punya uang namun tak punya banyak waktu ingin bermain game ini. Sistem Starlight Member atau benefit untuk paying user tadi juga sebenarnya bisa ditujukan untuk orang-orang seperti saya.

Sekali lagi, saya tahu masalah monetisasi in-game itu pelik. Terlalu berpihak pada paying user, free user-nya yang kabur layaknya game-game RPG free-to-play yang umurnya singkat. Tidak memberikan benefit yang layak untuk dibayarkan buat premium user, tidak besar juga profit/revenue yang didapat oleh sang publisher/developer. Kondisi MLBB saat ini? Setelah saya membayarkan uang tadi, jujur saya tidak merasa mendapatkan benefit yang cukup signifikan.

Penutup

Akhirnya, sebagai penyelenggara liga ataupun penggiat ekosistem/industri esports, saya rasa Moonton sudah melakukan yang terbaik. Mungkin hanya soal publikasi soal ekosistem kelas amatir yang perlu digalakkan untuk menekan sentimen negatif. Sayangnya, sebagai publisher/developer game, saya rasa masih banyak yang harus diperbaiki. Entahlah, mungkin sayanya saja yang terlalu banyak main game PC yang kelasnya AAA jadi tuntutan saya yang terlalu muluk-muluk. Namun, itu tadi yang saya rasakan yang saya kira akan sangat berpengaruh terhadap umur game dan esports MLBB.

Pasalnya, jika mereka pun akhirnya tak dapat mempertahankan eksistensi game-nya, esports MLBB pun juga tak bisa bertahan — seperti game sebelah itu… Di sisi lain, tak sedikit beberapa pelaku di industri esports yang meramalkan turunnya popularitas MLBB jika League of Legends: Wildrift dirilis nanti. Namun demikian, setidaknya dari sejarah industri yang saya pelajari, sebuah produk biasanya hancur bukan karena kompetitornya namun karena produk itu sendiri yang tak mampu memuaskan para penggunanya.

Lalu, berapa lama lagi MLBB masih bisa bertahan? Menurut saya, 3 tahun ini (sampai 2022) adalah masa ujian untuk Moonton. Andai mereka bisa mempertahankan jumlah player base yang masih besar seperti sekarang, terus menjaga ekosistem esports mereka, dan berhasil mendapatkan revenue yang besar (baik dari game ataupun esports-nya) sampai 2022, menurut saya, mereka bisa survive cukup lama.

Semoga saja Moonton menyadarinya karena saya pribadi berharap mereka bisa terus bertahan selama Dota 2 dan League of Legends di platform PC. Namun jika kita melihat kedua game tersebut, bagi saya, kuncinya ada di 2 sisi; yaitu memberikan pengalaman bermain yang menyenangkan di dalam game (sebagai publisher dan developer) dan menyuguhkan ekosistem esports yang selalu menarik untuk ditonton.

Victim Esports Juarai MIC 2019

Mobile Legends Intercity Championship 2019 alias MIC akhirnya merampungkan seluruh rangkaian acaranya di Jakarta, tepatnya di Gandaria City, Jakarta Selatan. Jakarta menjadi kota terakhir gelaran MIC setelah sebelumnya digelar di 7 kota besar: Medan, Palembang, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, dan Makassar.

MIC sendiri adalah sebuah turnamen resmi dari Moonton dan digarap oleh RevivalTV, yang ditujukan untuk tim-tim non-MPL ataupun tingkat amatir. Konsepnya juga cukup menarik. Pasalnya, juara dari MIC kota sebelumnya dibawa untuk melawan juara dari kota selanjutnya. Misalnya, juara MIC dari Medan dibawa ke Palembang untuk melawan juara di sana. Karena itulah, di MIC Jakarta, ada MLV Makassar yang siap menunggu juara dari MIC Jakarta.

MIC Jakarta. Dokumentasi: Hybrid
MIC Jakarta. Dokumentasi: Hybrid

Lius Andre, Esports Manager Moonton Indonesia, mengatakan, “MIC kami adakan karena ada banyak dari para pemain luar kota ataupun luar pulau Jawa yang menginginkan merasakan scene esports di kotanya masing-masing. MIC ini juga bagian dari solusi kami untuk masalah regenerasi pro player. Tahun depan (2020), kami juga akan menggelar turnamen untuk para pemain kelas amatir ataupun semi-pro.”

Di MIC Jakarta kali ini, ada 4 tim besar yang bertanding di babak semifinal. Di semifinal pertama, ada Siren Esports yang bertemu dengan Island of Gods. Sedangkan Victim Esports harus berhadapan dengan Flash Wolves ID. Ada beberapa hal menarik yang terjadi di babak 4 besar MIC Jakarta kali ini.

Pertama, Siren Esports yang diprakarsai oleh Eiduart dan diperkuat oleh beberapa nama seperti Shamot dan Hinelle justru kalah oleh IOG yang berisikan pemain yang relatif lebih baru. Kedua, pada pertandingan final antara Victim dan IOG, pemain Victim memberikan kejutan dengan menggunakan Eudora.


Setelah mengalahkan IOG, Victim pun harus bertanding melawan juara MIC dari kota sebelumnya (Makassar) yaitu MLV Makassar. Pada pertandingan kali ini, Victim sempat terganjal jawara dari Makassar pada game ketiga. Meski demikian, Victim tetap bisa meraih kemenangan dengan skor akhir 3-1. Atas kemenangan tersebut, Victim pun berhak mendapatkan hadiah sebesar USD$3000.

Berapa Banyak Pengunjung dan Penonton M1 World Championship 2019?

Axiata Arena, Kuala Lumpur, Malaysia, menjadi lokasi pengukuhan EVOS Esports jadi tim MLBB (Mobile Legends: Bang Bang) terbaik di dunia musim ini berkat kemenangan mereka di M1 World Championship 2019 (11-17 November 2019).

Selain drama pertandingan 7 game yang fantastis antara EVOS melawan rival beratnya, RRQ, M1 juga ternyata menjadi turnamen dengan penonton terbanyak sepanjang sejarah esports MLBB — setidaknya menurut data dari Esports Charts.

Menurut data yang dihimpun oleh Esports Charts tadi, sebuah layanan analisa data yang mengikuti perkembangan esports, penonton M1 World Championship 2019 yang menyaksikan lewat live streaming mencapai angka peak viewers sebesar 648.069Peak viewers ini maksudnya adalah jumlah penonton yang menonton di saat yang sama (biasanya juga disebut concurrent viewers).

Sumber: Esports Charts
Sumber: Esports Charts

Selain angka tadi, ada 2 hal menarik yang bisa kami temukan dari kumpulan data mereka.

Pertama, pertandingan El Classico di Negeri Jiran yang terjadi 2x (Grand Final dan Upper Bracket Final) menjadi 2 pertandingan dengan peak viewers terbesar. Pertandingan Grand Final di hari terakhir yang berakhir dramatis menyumbang angka peak viewers tertinggi sepanjang pertandingan (648.069 ribu). Sedangkan pertandingan Upper Bracket Final antara EVOS dan RRQ jadi pertandingan dengan peak viewers tertinggi kedua dengan 558.985 penonton.

Selain itu, karena memang kejuaraan dunia, Moonton pun menyediakan streaming-nya dalam berbagai bahasa. Namun demikian, nampaknya Indonesia memang menjadi pasar terbesar MLBB di dunia.

Sumber: Esports Charts
Sumber: Esports Charts

Dari data di atas, penonton dari stream berbahasa Indonesia bahkan nyaris 5x lipat jumlahnya dibandingkan dengan penonton berbahasa Malay ataupun Inggris.

Itu tadi jika kita berbicara soal online viewers. Bagaimana dengan jumlah orang yang hadir? Angka ini kami terima sendiri dari pihak Moonton, sebagai yang punya acara, yang langsung kami wawancarai di lokasi. Inilah angkanya yang dibagi per hari acara:

  • Hari pertama (Jumat, 15 November 2019): 3.000 orang
  • Hari kedua (Sabtu, 16 November 2019): 5.000 orang
  • Hari ketiga (Minggu, 17 November 2019): 10.000 orang

Jumlah tadi mungkin memang kelihatannya besar namun, berhubung Axiata Arena punya kapasitas sampai 16.000 orang, venue acara jadi tetap tak terlihat penuh. Bahkan dengan 10ribu pengunjung, jumlah tersebut hanyalah 2/3 dari total kapasitas gedung.

Akhirnya, Moonton berencana menggelar M2 di 2020 di Indonesia. Apakah angka pengunjung dan penontonnya akan lebih besar lagi di tahun depan?

EVOS Esports Juara Dunia di M1 World Championship 2019

Gegap gempita ribuan pengunjung di Axiata Arena, Kuala Lumpur, Malaysia, jadi saksi pertandingan paling bergengsi untuk para jawara Mobile Legends dari seluruh penjuru dunia. M1 World Championship 2019 (11-17 November 2019) akhirnya sukses menyelesaikan pertaruhan gengsi antara 16 tim dari 14 negara untuk menyebut diri mereka yang terbaik di seluruh dunia.

M1 Group Stage

Sekilas ke belakang, 16 tim yang bertanding awalnya terbagi dalam 4 grup (masing-masing 4 tim) dalam babak Group Stage dengan pembagian berikut ini:

Grup A Grup B Grup C Grup D
EVOS SG (MPL MY/SG) Burmese Ghouls (MPL MYANMAR) Sunsparks (MPL PHILIPPINES) EVOS LEGENDS (MPL INDONESIA)
RRQ (MPL INDONESIA) AXIS Esports Club (MPL MY/SG) Todak (MPL MY/SG) ONIC Esports PH (MPL PHILIPPINES)
IMPUNITY KH (M1 Cambodia Qualfiier) Candy Comeback (M1 Thailand/Laos Qualfiier) GEO Esports (M1 Brazil Qualifier) Deus Vult (M1 Rusia Qualifier)
VEC Fantasy Main (M1 Vietnam Qualifier) Team Gosu (M1 US Qualifier) Evil Esports (M1 Turkey Qualifier) 10Second Gaming (M1 Japan Qualifier)


Ada beberapa hal menarik yang terjadi dari hasil pertandingan babak Group Stage.

Pertama, dari 8 tim yang lolos ke babak Playoffs, hanya 2 tim non-MPL yang ada di sini; yaitu 10Second Gaming+ dari Jepang dan VEC Fantasy Main dari Vietnam. Sisanya, ada EVOS Legends (ID) dan RRQ dari MPL ID, Sunsparks dari MPL PH, Todak dan Axiata Esports dari MPL MY/SG, dan Burmese Ghouls dari MPL Myanmar.

Kedua, EVOS SG yang merupakan juara MPL MY/SG dan ONIC PH yang merupakan juara MPL PH justru gagal menunjukkan performa terbaik mereka. Ketiga, dua tim non-MPL yang lolos juga menarik — meski memang 10Second Gaming mungkin lebih menarik karena jadi satu-satunya tim dari luar regional Asia Tenggara yang berhasil lolos ke Playoff.

Sumber: MET Indonesia
Sumber: MET Indonesia

M1 Playoff

Babak Playoff pun berjalan. Peringkat pertama dari masing-masing grup, yaitu RRQ, Burmese Ghouls, Todak, dan EVOS Legends mengawali perjalanan Playoff dari Upper Bracket. Sedangkan peringkat kedua dari masing-masing grup yakni VEC Fantasy Main, AXIS Esports, Sunsparks, dan 10Second Gaming harus berjalan dari Lower Bracket.

RRQ dan EVOS dari Indonesia berhasil memenangkan pertandingan mereka masing-masing dengan hasil yang cukup telak. RRQ menaklukan Todak sedangkan EVOS menggulingkan Burmese Ghouls — dengan skor masing-masing 2-0 tanpa balas. El Classico Mobile Legends Indonesia pun terjadi di panggung dunia, di Negeri Jiran. 

Di sisi Lower Bracket, VEC Fantasy Main harus pulang pertama setelah digunduli oleh Sunsparks. Sedangkan 10s Gaming berhasil memupuskan harapan salah satu tim tuan rumah AXIS Esports. Pertandingan tim Lower Bracket pun berlanjut. Kejutan pun terjadi. Burmese Ghouls berhasil menaklukan Sunsparks dengan skor 2-1. Hal ini mengejutkan karena Filipina biasanya dikenal cukup baik dalam bermain game-game MOBA.

Dengan hasil tadi, pupus sudah semua perwakilan dari Filipina. Hal ini juga menarik mengingat, baru 1 tahun yang lalu di MSC 2018, tim-tim Filipina benar-benar mendominasi turnamen tersebut dengan mengirimkan 2 timnya ke pertandingan final (all-Philippines final) — Bren Esports (Aether Main) dan DigitalDevils Pro Gaming.

Di pertandingan Lower Bracket lainnya, 10s Gaming harus dipaksa pulang oleh tim favorit tuan rumah, Todak. Dengan ini, semua tim yang tersisa adalah 4 tim asal Asia Tenggara; 2 tim Indonesia (EVOS dan RRQ di Upper Bracket), 1 tim Myanmar (Burmese Ghouls), dan 1 tim Malaysia. Meski begitu, perjalanan 10s Gaming di turnamen ini membuktikan bahwa MLBB juga ternyata jadi perhatian serius oleh gamer mobile di sana. 

Burmese Ghouls pun harus berhadapan dengan Todak. Namun tim dari Myanmar ini nampaknya memang masih belum dapat mengalahkan tim tuan rumah yang bermain di depan ribuan pendukungnya. Sedangkan di Upper Bracket, EVOS masih melanjutkan tren baik mereka sejak MPL ID S4 dengan memukul mundur RRQ.

RRQ pun harus turun ke Lower Bracket menghadapi Todak. Untungnya, Lemon, Tuturu, dan kawan-kawannya memang terbukti lebih ganas dibanding Cikuuuuu dan pasukan Todak lainnya. All-Indonesian final pun terjadi, mengulang sejarah MSC 2019 (19-23 Juni 2019). Uniknya, meski sama-sama mempertandingkan 2 tim Indonesia, keduanya berbeda. Pada MSC 2019, finalnya terjadi antara ONIC Esports melawan Louvre — dengan kemenangan telak untuk ONIC. Belum satu tahun berjalan, kedua tim terkuat dari Indonesia dan Asia Tenggara sudah berganti. Selain itu, yang tak kalah menarik dari pertandingan final kali ini adalah terulangnya grand final dari MPL ID S4 (26-27 Oktober 2019) antara RRQ melawan EVOS Esports. 

Dengan terulangnya all-Indonesian final di 2 turnamen internasional, hal ini membuktikan bahwa memang Indonesia menjadi kawasan terkuat untuk dunia persilatan Mobile Legends, tak hanya tingkat Asia Tenggara namun juga tingkat dunia di 2019.

EVOS vs RRQ

Pertandingan antara EVOS dan RRQ pun terjadi sebagai penutup M1 World Championship. Pertandingan kedua antara dua tim besar ini pun lebih menarik dibanding yang pertama. Muasalnya, RRQ bahkan berhasil mencuri poin pertama di pertandingan final dengan format Best-of-seven (Bo7). Game kedua, EVOS pun menyamakan kedudukan. Namun demikian, permainan Tuturu, Lemon, Xin, Vyn, dan Liam ternyata lebih ganas dari pertandingan mereka sebelumnya. Mereka pun meraih 2 poin kemenangan berturut-turut. Kedudukan sementara 3-1 untuk RRQ. Pertandingan pun berlanjut ke game kelima. Oura dan kawan-kawannya berhasil mencuri poin lewat permainan cepat mereka. Skor berubah jadi 3-2, masih dengan keunggulan untuk RRQ. 

Bisa jadi, inilah pertandingan MLBB paling mendebarkan sepanjang masa. Pasalnya, EVOS menolak untuk kalah di game keenam dan mereka berhasil menyamakan kedudukan 3-3. Game ketujuh pun harus dijalankan. Siapapun pemenangnya, ketujuh pertandingan final kali ini layak untuk disaksikan kembali oleh semua fans esports ataupun gamer MLBB. Game terakhir, EVOS tampil begitu brutal dan memenangkan pertandingan dengan cepat.

Kemenangan ini pun menorehkan cerita yang begitu berkesan untuk EVOS. Muasalnya, setelah 3x gagal membawa pulang piala MPL ID, mereka tak hanya berhak menyandang gelar tim terbaik se-Indonesia tapi juga sedunia.

Sumber: M1 World Championship
Sumber: M1 World Championship

Dengan hasil tadi, M1 pun selesai digelar. Berikut ini adalah distribusi prize pool-nya:

Juara 1 (EVOS Esports): USD 80,000

Runner-Up (RRQ): USD 40,000

Peringkat 3 (Todak): USD 20,000

Peringkat 4 (Burmese Ghouls): USD 12,000

Peringkat 5-6 (10s Gaming dan Sunsparks): USD 8,000

Peringkat 7-8 (VEC Fantasy Main dan AXIS Esports): USD 6,000

Peringkat 9-12 (EVOS SG, Team GOSU, Evil Esports, Deus Vult): USD 4,000

Peringkat 13-16 (Impunity KH, Candy Comeback, GEO Esports, ONIC PH): USD 3,000

Dominasi tim-tim Indonesia kali ini membuat Indonesia akan jadi tuan rumah dari M2 tahun depan. Apakah Indonesia masih bisa mempertahankan gelar juara mereka? Apakah wilayah Asia Tenggara masih mendominasi ajang esports MLBB? Apakah ada tim-tim di luar Asia Tenggara yang akan memberikan kejutan layaknya 10s Gaming dari Jepang kali ini?