10 Film Adaptasi Video Game Terbaik yang Bisa Anda Tonton Sekarang

Keinginan Hollywood untuk dapat membawa franchise-franchise terbaik dari industri game seakan memang tidak pernah padam. Berbagai sutradara juga telah mencoba berbagai macam pendekatan untuk mengolah materi yang ada di dalam video game menjadi sebuah tontonan yang bisa dinikmati oleh para pecinta film.

Memang tidak semua usaha untuk mengadaptasi video game ke dalam film tersebut berhasil. Bahkan, bisa dibilang mayoritas berakhir dengan kegagalan. Pasalnya, memang tidak mudah untuk mengubah sebuah media interaktif seperti video game menjadi sebuah media satu arah seperti film. Belum lagi beberapa sutradara yang diberi tanggung jawab untuk mengerjakan filmnya tidak paham dengan konsep-konsep fundamental dari game-nya yang membuat filmnya berakhir dengan “terinspirasi” ketimbang benar-benar diadaptasi dari video game-nya.

Tetapi, bukan berarti semua film adaptasi video game tersebut buruk. Beberapa film adaptasi juga bisa terbilang bagus dan dapat dinikmati baik untuk para penikmat film dan bahkan untuk para fans dari game-nya. Dan di sini kami sudah merangkum 10 film adaptasi video game terbaik yang bisa Anda nikmati sekarang.

10. Prince of Persia

Muncul terlalu dini, mungkin adalah ungkapan yang tepat untuk film adaptasi game yang satu ini. Dirilis pada tahun 2010, Prince of Persia sebenarnya muncul di puncak seri game-nya (sebelum Ubisoft akhirnya beralih ke Assassinś Creed). Namun di sisi lain film ini muncul di masa ketika mayoritas orang tidak terlalu peduli dengan video game, apalagi dengan film adaptasinya.

Ditambah dengan cara adaptasi filmnya yang masih terpengaruh dengan sistem “terinspirasi” ketimbang adaptasi yang membuat beberapa aspek dalam filmnya dipertanyakan oleh para fans game-nya karena tidak sesuai. Meskipun begitu, film Prince of Persia masih menyuguhkan film adaptasi yang mumpuni, dengan aksi yang berlimpah, dan tentunya masih seru untuk dinikmati.

9. Resident Evil Series

Adaptasi Resident Evil ke dalam film memang memecah fansnya menjadi dua kubu. Kubu yang pertama tentu adalah yang membenci film adaptasinya karena melenceng jauh dari cerita di dalam game-nya, serta adanya tambahan karakter Alice (Milla Jovovich) yang tidak ada di dalam game-nya namun menjadi sentral dari film-nya.

Kubu kedua tentu adalah para fans yang mampu menerima arah yang diambil oleh sutradara Paul W. S. Anderson dan menikmati film Resident Evil ini selayaknya film aksi – horor dengan sentuhan tipis dari dunia Resident Evil. Formula ini sendiri terbilang berhasil untuk Resident Evil yang membuat film-nya dibuat kelanjutannya hingga 6 sekuel.

8. Angry Birds 1-2

Siapa yang menyangka bahwa sebuah game puzzle bisa diadaptasikan ke dalam sebuah film layar lebar. Itulah yang dibuktikan oleh game buatan Rovio Entertainment – Angry Birds. Game yang meledak di awal era smartphone ini sendiri ternyata dengan cerdik menerjemahkan karakter-karakter yang hanya memiliki kekuatan unik dalam game-nya menjadi memiliki kepribadian untuk membawakan narasi film-nya.

Harus diakui, bahwa film adaptasi ini terasa sangat datar atau bahkan cheesy bagi para penikmat film. Ia tidak menawarkan sebuah film animasi dengan cerita sedalam Pixar, namun setidaknya mereka menawarkan sebuah film animasi ringan yang memberikan karakter-karakter Angry Birds sebuah wadah sinematik untuk memperluas dunianya.

7. Tomb Raider

Film adaptasi Tomb Raider memang pernah dikerjakan sebelumnya pada 2001, dengan daya tarik utamanya adalah Angelina Jolie yang memerankan Lara Croft. Namun filmnya sendiri kurang terasa relevan dengan video game-nya. Hal itulah yang akhirnya membuat film Tomb Raider ini di-reboot pada 2018 lalu dengan pendekatan yang lebih kuat terhadap game-nya.

Hasilnya, adalah sebuah film liveaction yang seakan diambil langsung dari video game-nya. Berbagai adegan ikonik dalam game-nya direalisasikan ke dalam filmnya. Sayangnya, sang sutradara lebih mengedepankan untuk mengambil aspek aksi ketimbang kedalaman cerita dari game-nya yang akhirnya membuat beberapa penonton merasa filmnya menjadi terlalu biasa.

6. Assassin’s Creed

Setelah gagal dengan Prince of Persia, Ubisoft kembali berusaha membawa franchise game-nya ke layar lebar. Kali ini dengan seri original terpopulernya yaitu Assassin’s Creed. Kini mereka mengambil langkah yang lebih percaya diri untuk benar-benar mengadaptasi game-nya ke dalam film. Apalagi Ubisoft memberikan sebuah cerita yang segar dan sudut pandang baru terhadap pertarungan antara assassin dan templar ini.

Namun, dengan semua formula terbaik yang coba ditawarkan oleh Ubisoft lewat Assassin’s Creed, mulai dari cerita yang original, karakter yang diperankan oleh aktor dan aktris ternama, serta bujet besar agar filmnya tampil maksimal ternyata masih belum mampu memuaskan para penikmat film terhadap film adaptasi ini. Namun setidaknya sebagai gamer, Anda masih bisa menikmati film adaptasi ini.

5. Warcraft

World of Warcraft atau yang dikenal dengan WoW memang harus menanti cukup lama hingga akhirnya film adaptasinya berani dibuat oleh Blizzard. Namun semua penantian yang harus dialami oleh para fans Warcraft akhirnya terbayar ketika akhirnya film adaptasinya ini dibuat pada 2016. Film ini sendiri dipersiapkan untuk menjadi trilogi. Sehingga, di film pertamanya ini tidak banyak plot yang dibahas, hanya berfokus pada bangsa orc yang harus kabur menggunakan portal dan menyerbu ke dunia manusia yang berarti manusia juga harus bertahan dari serbuan para orcs.

Sayangnya, beberapa hal yang membuat game-nya sangat dicintai oleh para fansnya tidak dibawa ke dalam filmnya. Film Warcraft ini menjadi terlalu serius dan terasa tidak fun seperti game-nya. Visualisasi beberapa karakter yang berbeda mungkin juga akan mengganggu. Sebagai sebuah film yang didedikasikan untuk para fans, film adaptasi ini mungkin menjadi terasa kurang ramah bagi yang tidak mengetahui game-nya sebelumnya. Banyak easter egg, ataupun reference yang hanya diketahui oleh para pemainnya saja.

4. Final Fantasy VII: Advent Children

Jauh sebelum judul-judul di atas dibuat, Square Enix sudah berani mempertaruhkan uangnya untuk membawa seri game RPG terlaris mereka – Final Fantasy ke layar lebar. Setelah kesuksesan Final Fantasy 7, Square Enix akhirnya membuat sekuel kelanjutan cerita dalam gamenya dalam bentuk film layar lebar. Keputusan untuk menggunakan animasi 3D seperti pada cutscenes game-nya membuat film ini terasa sangat mendekati game-nya.

Meskipun bisa dibilang Square Enix telah mengombinasikan beragam formula yang harusnya tidak bisa gagal untuk sebuah film adaptasi dari video game yang mereka buat, namun nyatanya ada beberapa hal yang kurang dari film ini. Pertama, banyak hal yang tidak akan dipahami bagi mereka yang tidak memainkan game-nya terlebih dahulu. Serta karakter-karakter selain Cloud dan Sephiroth sayangnya menjadi terasa tidak penting di film ini.

3. Sonic the Hedgehog

Masih menjadi misteri apakah kontroversi yang muncul ketika desain awal dari Sonic ini diperkenalkan merupakan strategi marketing atau memang ketidaksengajaan. Namun, keputusan untuk segera merombak desain dari sang karakter utama sebelum filmnya keluar adalah keputusan terbaik yang diambil oleh Paramount Pictures dan SEGA. Karena, ketika mereka akhirnya mengembalikan desain Sonic mendekati karakter originalnya di game, film ini jadi lebih bisa dinikmati.

Film ini cukup pintar memberikan sedikit porsi perkenalan di awal film tentang alien biru super cepat ini yang membuat kita dapat memahami mengapa ia harus berada di bumi. Hal ini membuat kelanjutan ceritanya bersama para karakter manusia, termasuk sang musuh bebuyutan Dr. Robotnik, menjadi lebih masuk akal. Sonic sendiri menjadi salah satu film yang berhasil keluar dari zona film adaptasi buruk, meskipun terbilang menggunakan cerita yang sedikit melenceng dari game-nya.

2. Mortal Kombat 2021

Menjadi yang paling baru di antara yang lain, Mortal Kombat memang dibuat dari pembelajaran dari sekian banyak film adaptasi video game yang telah gagal. Jarak 24 tahun dari film live-action terakhirnya, serta berbagai seri game yang sukses menjadikan film ini lebih matang hampir di semua aspek. Hasilnya, sebuah film adaptasi yang mayoritas mampu membawa segala yang dicintai para fans dari game-nya.

Namun, bukan berarti Mortal Kombat 2021 merupakan film adaptasi game yang sempurna. Keputusan untuk memperkenalkan karakter baru, Cole Young, dan membuat cerita berjalan di sekitarnya dianggap menyebalkan bagi para fans. Karena karakter-karakter ikonik dari game-nya seakan malah menjadi karakter pendukung saja. Ditambah dengan dialog yang mungkin masih terasa canggung dan aneh di beberapa adegan. Namun tentunya secara keseluruhan, Mortal Kombat 2021 masih tetap menjadi salah satu film adaptasi game terbaik untuk sekarang.

1. Detective Pikachu

Di posisi pertama ditempati oleh petualangan detektif kuning beraliran listrik ini. Film ini sendiri bisa dibilang berhasil menyeimbangkan antara apa saja yang dicintai oleh para fans Pokemon dan juga apa saja yang harus dimasukkan untuk dapat menyenangkan para pecinta film. Hasilnya, sebuah film adaptasi game dengan dunia, karakter, dan juga beragam adegan yang dicintai para fans terhadap game-nya.

Sedangkan para penikmat film sendiri dibuat bersemangat dengan kehadiran aktor terkenal Ryan Reynolds yang akan menjadi pengisi suara dari sang Pokemon ikonik – Pikachu. Di samping alur cerita, dialog, serta nilai yang diangkat oleh film ini sendiri membuatnya menjadi tidak hanya sekedar film popcorn adaptasi video game, namun sebuah film yang mendefinisikan makna film adaptasi video game sekaligus sebagai pembuka bagi film-film Pokemon lainnya di masa depan.

Penutup

Dan itulah tadi 10 film adaptasi video game terbaik yang bisa Anda tonton sekarang. Film adaptasi video game memang telah melalui proses panjang untuk sampai ke titik ini. Di luar daftar ini, memang ada puluhan film-film adaptasi game yang berakhir buruk karena berbagai hal. Masalah utamanya ada pada bagaimana menerjemahkan materi game menjadi film tetap utuh meski dengan segala keterbatasannya — yang pernah kami bahas panjang lebar sebelumnya.

Mencari formula terbaik untuk membawa franchise video game ke layar lebar mungkin memang satu PR besar buat Hollywood — selama mereka memang peduli dengan kualitas filmnya, tak hanya sekadar mengeruk keuntungan dari popularitas game-nya. Namun setidaknya, 10 film di atas sudah berhasil menyajikan pengalaman baru untuk menikmati judul-judul video game yang para fans cintai dalam format yang berbeda. Dan saya optimis, film-film adaptasi video game akan terus membaik seiring berjalannya waktu.

Adroit Tutup Karena Pandemi, WePlay Adakan Turnamen Mortal Kombat

Dalam satu minggu terakhir, muncul beberapa berita menarik di dunia esports. Salah satunya adalah tutupnya organisasi esports asal Filipina, Adroit Esports. Selain itu, Moonton juga mengadakan turnamen Mobile Legends di kawasan Timur Tengah.

Turnamen Mobile Legends, The Gulf Cup, Diselenggarakan

Moonton akan mengadakan turnamen Mobile Legends: Bang Bang baru. Turnamen yang dinamai The Gulf Cup 2020 ini akan mengadu tim-tim dari Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, Qatar, Oman, dan Bahrain. Dengan total hadiah US$15 ribu (sekitar Rp213 juta) dan 132 ribu diamonds, The Gulf Cup akan dimulai pada 27 November 2020 sampai 25 Desember 2020, lapor VP Esports.

Berikut pendistribusian total hadiah yang ditawarkan dalam The Gulf Cup 2020:

Juara pertama: US$8 ribu (sekitar Rp113,7 juta) dan 48 ribu diamonds
Juara kedua: US$5 ribu (sekitar Rp71 juta) dan 30 ribu diamonds
Juara ketiga: US$1 ribu (sekitar Rp14,2 juta) dan 18 ribu diamonds
Juara keempat: US$1 ribu (sekitar Rp14,2 juta) dan 12 ribu diamonds
Juara kelima sampai kedelapan: 6 ribu diamonds.

Adroid Esports Bubar karena Pandemi

Organisasi esports asal Filipina, Adroit Esports, baru saja mengumumkan bahwa mereka akan berhenti beroperasi. Dengan ini, semua pemain profesional dan staf Adroit akan diberhentikan, menurut pengumuman yang dibuat di Facebook pada 14 November 2020 lalu.

Adroit Esporst harus tutup karena pandemi.
Adroit Esporst harus tutup karena pandemi.

Menurut laporan VP Esports, Adroit Esports dibentuk pada Mei 2019. Namun, mereka tidak membutuhkan waktu lama untuk unjuk gigi di Asia Tenggara. Ketika The International 9 telah selesai, Adroit berhasil masuk ke ML Chengdu Major dan ESL One Los Angeles Major. Sayangnya, mereka tidak pernah bertanding di LA Major karena pandemi virus corona.

Adroit menjadi salah satu tim Dota 2 yang bubar akibat pandemi COVID-19. Memang, dalam beberapa bulan belakangan, sejumlah tim Dota 2 mati karena tidak diketahui kapan Dota Pro Circuit akan kembali diadakan. Geek Fam dan Reality Rift dari Asia Tenggara juga harus berhenti beroperasi pada September 2020. Sementara untuk kawasan Amerika Utara, Chaos Esports memutuskan untuk melepaskan semua roster Dota 2 mereka.

Tencent Siapkan Rp429 Miliar untuk Kembangkan Ekosistem Peacekeeper Elite

Tencent mengadakan Peacekeeper Elite Championship (PEC) pada 14-15 November 2020. Turnamen yang menawarkan hadiah sebesar 12 juta yuan (sekitar Rp25,8 miliar) ini dimenangkan oleh Nova X-Quest F. Tim yang juga menjuarai PEC tahun lalu itu dapat membawa pulang hadiah sebesar 5 juta yuan (sekitar Rp10.7 miliiar) setelah memenangkan PEC 2020. Peacekeeper Elite adalah versi Tiongkok dari PUBG Mobile. Dan PEC adalah kompetisi level tertinggi dari game tersebut.

Di PEC, Leo Liao, Marketing Director of Tencent Interactive Entertainment Group dan Presiden dari Peace Elite League Union (PEL) mengungkap bahwa Tencent akan menyiapkan 200 juta yuan (sekitar Rp429 miliar) untuk mengembangkan ekosistem esports Peacekeeper Elite pada 2021. Dia juga menyebutkan, Tencent akan mengadakan kompetisi global dari Peacekeeper Elite — yang dinamai G-League — pada 2021. Turnamen itu akan menawarkan total hadiah sebesar US$2 juta (sekitar Rp28,4 miliar).

Saat X-Quest F menjadi juara dari PEC 2019. | Sumber: ONE Esports
Saat X-Quest F menjadi juara dari PEC 2019. | Sumber: ONE Esports

Pada Juli 2020, PEL bekerja sama dengan Ultimate Fighting Championship (UFC) dari Amerika Serikat. Selain itu, juga diumumkan bahwaw total hadiah untuk musim ketiga dari PEL akan dinaikkan menjadi US$3 juta (sekitar Rp42,6 miliar). Dengan ini, PEL Season 3 akan menjadi kompetisi esports dengan total hadiah terbesar di sejarah esports Tiongkok, lapor Pandaily.

WePlay Adakan Turnamen Mortal Kombat, Dragon Temple

WePlay, penyelenggara turnamen Dota 2, kini mencoba untuk masuk scene esports dari fighting game. Mereka baru saja mengumumkan bahwa mereka akan mengadakan turnamen Mortal Kombat, menurut laporan The Esports Observer. Turnamen yang dinamai WePlay Dragon Temple itu akan diselenggarakan pada 10-13 Desember 2020.

Dragon Temple menawarkan total hadiah sebesar US$60 ribu (sekitar Rp852 juta). Kompetisi itu menjadi turnamen pertama yang diselenggarakan di WePlay Esports Arena Kyiv, Ukraina. Untuk menyelenggarakan turnamen Mortal Kombat ini, WePlay bekerja sama dengan DashFight, yang akan menjadi rekan media mereka.

WePlay akan mengadakan turnamen Mortal Kombat. | Sumber: The Esports Observer
WePlay akan mengadakan turnamen Mortal Kombat. | Sumber: The Esports Observer

Scene esports untuk fighting game memang tidak sebesar game MOBA atau FPS seperti League of Legends dan Counter-Strike: Global Offensive. Selama ini, fighting game biasanya menjadi ajang kompetisi antara pemain profesional dari Amerika Serikat dan Jepang. Namun, belakangan, ekosistem esports dari fighting game mulai muncul di negara-negara lain, seperti Korea Selatan dan Prancis. Sementara di Pakistan, muncul banyak pemain Tekken profesional yang sangat mumpuni.