Apa itu Pajak? Pengertian, Jenis, Fungsi dan Contohnya

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, tanpa mendapatkan imbalan langsung dan digunakan untuk keperluan negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak adalah salah satu sumber pendapatan negara.

Pajak itu ibarat uang kas negara yang dikumpulkan dari rakyat. Jadi, pajak itu uang yang harus dibayar oleh orang-orang dan perusahaan kepada pemerintah. Nanti, uang pajak itu dipakai oleh pemerintah untuk membangun jalan, sekolah, rumah sakit, dan berbagai fasilitas lainnya untuk kebaikan kita semua.

Pengertian Pajak

Pajak merupakan kontribusi wajib yang harus dibayarkan oleh masyarakat kepada negara, yang nantinya akan digunakan untuk membiayai berbagai kebutuhan publik, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

Pajak di Indonesia memiliki fungsi dan peran yang sangat penting dalam pembangunan dan pengoperasian negara. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang harus dibayarkan oleh warga negara baik perorangan maupun badan usaha, dan digunakan untuk membiayai berbagai kebutuhan publik seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Ada beberapa jenis pajak di Indonesia, antara lain Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). PPh adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan perseorangan, badan, dan warisan yang belum terbagi, PPN dikenakan terhadap penyerahan barang jadi dan jasa, sedangkan PBB dikenakan terhadap kepemilikan atau penguasaan bumi dan/atau bangunan.

Pengenaan, penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak semuanya diatur dalam undang-undang ini. Sementara itu, ketentuan lebih lanjut mengenai jenis-jenis pajak seperti PPh, PPN, dan PBB juga diatur dalam undang-undang tersendiri. Dalam pelaksanaannya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bertanggung jawab untuk mengumpulkan pajak dan mengawasi kepatuhan wajib pajak terhadap ketentuan pajak yang berlaku.

Semua orang dan perusahaan yang memenuhi syarat harus bayar pajak. Syaratnya bisa berbeda-beda, tergantung jenis pajaknya. Jadi, penting untuk kita tahu dan paham tentang pajak agar kita bisa mematuhi aturan dengan baik dan benar.

Jenis-Jenis Pajak

Ada macam-macam pajak, loh! Ada pajak penghasilan, yaitu pajak yang harus dibayar dari uang yang kita dapatkan, misalnya dari gaji. Lalu ada juga pajak pertambahan nilai yang biasanya sudah termasuk dalam harga barang atau jasa yang kita beli. Ada juga pajak bumi dan bangunan yang harus dibayar oleh orang yang punya tanah atau rumah.

Pajak Langsung: Pajak yang beban ekonominya tidak dapat dipindahkan kepada orang lain, contohnya Pajak Penghasilan (PPh).

Pajak Tidak Langsung: Pajak yang beban ekonominya dapat dipindahkan kepada orang lain, contohnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Pajak Pusat: Pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat, contohnya PPh dan PPN.

Pajak Daerah: Pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah, contohnya pajak hotel dan pajak restoran.

Pajak Pusat

Pajak Penghasilan (PPh): Pajak yang dikenakan pada penghasilan perseorangan, badan, dan warisan yang belum terbagi.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN): Pajak yang dikenakan terhadap penyerahan barang jadi dan jasa.

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM): Pajak yang dikenakan terhadap barang-barang mewah.

Pajak Daerah

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB): Pajak yang dikenakan terhadap kepemilikan atau penguasaan bumi dan/atau bangunan.

Pajak Kendaraan Bermotor (PKB): Pajak yang dikenakan terhadap kepemilikan kendaraan bermotor.

Pajak Hotel dan Pajak Restoran: Pajak yang dikenakan atas penerimaan usaha dari penyediaan jasa penginapan dan penyediaan jasa boga.

Fungsi Pajak

Fungsi Anggaran (Budgetair): Sebagai sumber pendapatan negara untuk membiayai belanja negara.

Fungsi Pengaturan (Regulerend): Untuk mengatur perekonomian, seperti mengendalikan inflasi dan mengurangi ketimpangan pendapatan.

Fungsi Distribusi: Untuk mendistribusikan pendapatan dan kekayaan secara lebih merata.

Fungsi Stabilisasi: Untuk menjaga stabilitas ekonomi makro dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Karakteristik Pajak

Dipungut Berdasarkan Undang-Undang (Legalitas): Pajak harus dipungut berdasarkan undang-undang yang berlaku.

Memaksa (Dwang): Wajib bayar dengan sanksi tertentu bagi yang tidak mematuhi.

Tidak Mendapatkan Imbalan Langsung: Wajib pajak tidak mendapatkan jasa atau barang tertentu sebagai imbalan langsung dari pembayaran pajak.

Untuk Kepentingan Umum: Hasil pungutan pajak digunakan untuk membiayai kebutuhan dan kepentingan umum.

Dalam praktiknya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai bagian dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia bertanggung jawab untuk mengumpulkan pajak-pajak tersebut dan mengawasi penerapan serta kepatuhan terhadap ketentuan perpajakan yang ada.

Semua Wajib Pajak, baik perorangan maupun badan, wajib mematuhi ketentuan perpajakan yang diatur dalam undang-undang dan peraturan tersebut dan melakukan pembayaran pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sementara itu, pemerintah memiliki kewajiban untuk menggunakan penerimaan pajak tersebut untuk keperluan negara dan kesejahteraan masyarakat.

Di samping itu, terdapat juga pajak daerah seperti pajak hotel dan pajak restoran yang dikenakan atas penerimaan usaha dari penyediaan jasa penginapan dan penyediaan jasa boga. Pengaturan mengenai pajak di Indonesia diatur dalam beberapa undang-undang dan peraturan lainnya. Sebagai contoh, Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) adalah landasan hukum yang mengatur ketentuan umum dan tata cara perpajakan di Indonesia, yang telah diubah dengan UU No. 16 Tahun 2009.

Manfaat dari Pajak

Manfaat dari pajak sangat luas, mulai dari pendanaan pemerintah, pengurangan ketidaksetaraan, hingga mendorong perilaku positif. Pajak juga memberikan pemerintah sarana untuk mempengaruhi tingkat konsumsi dan investasi, yang pada gilirannya dapat berdampak pada stabilitas dan pertumbuhan ekonomi negara. Dengan pemahaman ini, diharapkan masyarakat dapat mengapresiasi peranan pajak dalam membantu pencapaian kemajuan dan kesejahteraan bangsa Indonesia.

Pendanaan Pemerintah: Pajak merupakan sumber pendapatan utama bagi pemerintah untuk membiayai kegiatan dan proyek-proyek pembangunan.

Pengurangan Ketidaksetaraan: Melalui sistem pajak progresif, pajak dapat membantu mengurangi ketidaksetaraan dengan menarik kontribusi yang lebih besar dari mereka yang memiliki kemampuan membayar yang lebih tinggi.

Mendorong Perilaku Positif: Pajak dapat dirancang untuk mendorong atau menghambat perilaku tertentu, misalnya pajak rokok untuk mengurangi konsumsi tembakau.

Stabilitas Ekonomi dan Pertumbuhan: Pajak memberikan pemerintah sarana untuk mempengaruhi tingkat konsumsi dan investasi, yang dapat berdampak pada stabilitas ekonomi dan pertumbuhan.

Contoh Pemakaian Pajak

Pembangunan Infrastruktur: Pajak digunakan untuk membangun jalan, jembatan, dan infrastruktur lainnya.

Pelayanan Kesehatan: Pajak digunakan untuk pembiayaan fasilitas dan pelayanan kesehatan publik.

Pendidikan: Pajak digunakan untuk membiayai pendidikan, dari tingkat dasar hingga tinggi.

Pembangunan Sosial dan Ekonomi: Pajak digunakan untuk berbagai program pembangunan sosial dan ekonomi, termasuk bantuan sosial dan program pengentasan kemiskinan.

Dengan memahami berbagai jenis dan manfaat pajak ini, masyarakat dapat lebih mengapresiasi peranan pajak dalam membiayai pembangunan dan kesejahteraan sosial.

Undang-Undang tentang Pajak

Di Indonesia, ketentuan perpajakan diatur dalam beberapa Undang-Undang (UU) dan peraturan perundang-undangan lainnya. Berikut adalah beberapa Undang-Undang dan peraturan yang mengatur tentang pajak di Indonesia:

Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP):

Diubah terakhir dengan UU No. 16 Tahun 2009.

Mengatur ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang meliputi pengenaan, penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak.

Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh):

Diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008.

Mengatur tentang objek, subjek, tarif, dan tata cara penghitungan Pajak Penghasilan.

Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM):

Diubah terakhir dengan UU No. 42 Tahun 2009.

Mengatur mengenai ketentuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah:

Mengatur tentang jenis-jenis pajak daerah dan retribusi daerah serta tata cara pengenaannya.

Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB):

Mengatur mengenai objek, subjek, dan tarif Pajak Bumi dan Bangunan.

Di samping undang-undang, terdapat juga berbagai Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PERDJ), dan peraturan lainnya yang mengatur mengenai aspek-aspek tertentu dalam pelaksanaan ketentuan pajak, seperti tarif pajak, penghitungan pajak, dan tata cara pelaporan.

Pajak itu penting karena dengan pajak, pemerintah bisa membiayai kebutuhan rakyat dan membangun negara. Tanpa pajak, pemerintah akan kesulitan membiayai berbagai kebutuhan kita, seperti pendidikan dan kesehatan. Jadi, dengan membayar pajak, kita ikut andil dalam membangun negara dan membantu sesama.

Pajak itu diatur oleh undang-undang dan peraturan-peraturan. Jadi, kita harus mematuhinya. Jika kita tidak bayar pajak, bisa kena sanksi atau denda dari pemerintah. Makanya, ayo kita bayar pajak dengan tepat waktu dan jumlah yang benar!

Surat Tagihan Pajak: Pengertian, Sanksi dan Cara Pelunasannya

Surat Tagihan Pajak (STP) adalah instrumen yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak atau kantor pajak setempat untuk memberitahu Wajib Pajak (WP) tentang jumlah pajak yang masih harus dibayar. Bagi WP yang merasa ada ketidaksesuaian dalam STP atau merasa dirugikan, memiliki hak untuk mengajukan keberatan atau banding ke kantor pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 

Bayangkan kamu memesan makanan di restoran, lalu kamu mendapat tagihan atas makanan yang kamu pesan. Nah, Surat Tagihan Pajak (STP) itu mirip seperti tagihan makananmu tadi, tapi versinya untuk pajak.

Jadi, kadang-kadang pemerintah ngintip laporan pajakmu dan bilang, “Eh, kayaknya kamu kurang bayar deh!” Nah, dari situlah muncul STP. Ini semacam ‘reminder’ atau pengingat buat kamu supaya segera melunasi pajak yang belum kamu bayar.

Simpelnya, STP itu semacam tagihan resmi dari pemerintah soal pajak yang harus kamu bayar. Jadi, kalau kamu dapat STP, sebaiknya langsung cek dan tuntaskan ya! 

Di Indonesia, ketentuan mengenai surat tagihan pajak bisa ditemukan dalam peraturan perundangan yang mengatur tentang pajak, seperti Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Beberapa hal yang diatur dalam UU tersebut termasuk proses penerbitan surat tagihan, hak dan kewajiban wajib pajak, serta proses penyelesaian jika ada sengketa.

Pengertian Surat Tagihan Pajak

Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atau kantor pajak untuk memberitahukan kepada Wajib Pajak (WP) tentang jumlah pajak yang harus dibayar. STP biasanya dikeluarkan apabila terdapat kekurangan pembayaran pajak atau ketika terdapat koreksi atas laporan pajak yang telah diajukan oleh WP.

Ketika menerima STP, Wajib Pajak memiliki kewajiban untuk segera melakukan pembayaran sesuai dengan jumlah yang tertulis dalam surat tersebut. Jika Wajib Pajak tidak menyetor pajak sesuai dengan STP dalam jangka waktu yang ditentukan, maka bisa dikenakan sanksi berupa denda atau bunga.

Biasanya, sebelum diterbitkannya STP, pihak kantor pajak akan melakukan pemeriksaan atau audit terhadap laporan pajak yang diajukan oleh Wajib Pajak untuk memastikan akurasi dan kepatuhan terhadap ketentuan perpajakan yang berlaku.

Penting bagi Wajib Pajak untuk memahami isi dari STP dan apabila merasa ada ketidaksesuaian atau kesalahan, bisa mengajukan keberatan sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Jika kamu menerima STP, berikut adalah cara melunasinya dan apa yang dapat terjadi jika kamu mengabaikannya:

Cara Melunasi STP

Pembayaran: Pembayaran dapat dilakukan melalui bank persepsi yang telah ditunjuk oleh pemerintah (biasanya bank pemerintah seperti BRI, BNI, Mandiri, dll.). kamu harus mengisi slip setoran pajak dengan detail yang diperlukan dan menunjukkan STP saat melakukan pembayaran.

Bukti Pembayaran: Setelah melakukan pembayaran, kamu akan menerima bukti setor pajak. Simpan dokumen ini sebagai bukti bahwa kamu telah membayar kewajiban pajak kamu.

E-Billing: Pemerintah juga mungkin menawarkan opsi untuk melakukan pembayaran secara elektronik melalui sistem e-billing. kamu perlu mendaftar dan mengikuti petunjuk yang diberikan oleh kantor pajak untuk menggunakan metode ini.

Sanksi Jika Tidak Melunasi STP:

Denda dan Bunga: Jika kamu tidak membayar dalam tenggat waktu yang ditentukan (biasanya 1 bulan setelah diterbitkannya STP), kamu mungkin dikenakan denda dan/atau bunga atas keterlambatan pembayaran.

Tindakan Paksa: Jika WP tetap mengabaikan STP, kantor pajak dapat mengambil tindakan paksa, seperti penyitaan aset atau pemotongan dari rekening bank kamu.

Pencatatan Hitam: Keterlambatan atau kelalaian dalam membayar pajak dapat dicatat oleh kantor pajak dan berakibat pada reputasi kredit kamu atau kemampuan kamu untuk memperoleh fasilitas tertentu dari lembaga keuangan.

Penuntutan: Dalam kasus serius, kantor pajak dapat memulai proses penuntutan di pengadilan pajak.

Secara umum, surat tagihan pajak yang dikeluarkan oleh otoritas pajak setelah dilakukan pemeriksaan atau penilaian atas pelaporan pajak yang diajukan oleh wajib pajak. Surat tersebut biasanya akan mencantumkan jumlah pajak yang harus dibayar, denda (jika ada), serta tenggat waktu pembayaran.

Kalau kamu nggak segera bayar, bisa-bisa pemerintah ‘ngebet’ dan mulai ‘ngejar’ kamu dengan denda atau sanksi lainnya. Jadi, mending segera atasi deh biar nggak ribet nantinya!

Akan tetapi, sebelum mengajukan keberatan, sebaiknya konsultasikan dengan konsultan pajak atau ahli yang berpengalaman di bidang perpajakan.

Pemutihan Pajak Kendaraan: Pengertian, Syarat, Cara dan Tujuannya

Kadang-kadang kita punya momen “Oops!” ketika menyadari bahwa pajak kendaraan kita telat bayar. Nah, di momen seperti itulah pemutihan pajak kendaraan datang menyelamatkan. Bayangkan saja, pemutihan ini ibarat diskon besar-besaran dari pemerintah! Kita bisa bayar pajak tanpa denda yang biasanya bikin kantong jebol.

Lalu, gimana caranya? Syaratnya gampang kok. Biasanya, kita cuma perlu tunjukkan bukti kepemilikan kendaraan yang sah, trus pastikan kendaraan kita masuk dalam kategori yang dapat pemutihan. Kita juga harus tetap sigap, soalnya ada batas waktunya. Jangan sampai ketinggalan kereta pemutihan!

Yuk simak lebih jauh apa itu pemutihan kendaraan bermotor dan ketahui syarat dan ketentuannya.

Pengertian Pemutihan Pajak Kendaraan

Pemutihan pajak kendaraan adalah sebuah program yang dikeluarkan oleh otoritas pajak untuk memberikan keringanan atau penghapusan sebagian atau seluruh denda dan sanksi atas keterlambatan atau kelalaian dalam pembayaran pajak kendaraan bermotor.  Program semacam ini biasanya dikeluarkan untuk mendorong wajib pajak untuk melunasi kewajibannya, meningkatkan penerimaan pajak, serta mengurangi jumlah kendaraan yang memiliki tunggakan pajak.

Namun, pemutihan pajak kendaraan dapat bervariasi tergantung pada kebijakan daerah masing-masing. Berikut ini beberapa hal yang mungkin termasuk dalam program pemutihan pajak kendaraan:

Penghapusan Denda: Pemutihan bisa berarti penghapusan total atau sebagian dari denda yang telah dikenakan karena keterlambatan pembayaran pajak kendaraan.

Penghapusan Sanksi: Selain denda, mungkin ada sanksi lain yang dikenakan karena keterlambatan atau kelalaian dalam membayar pajak. Dalam program pemutihan, sanksi ini mungkin dihapuskan atau dikurangi.

Periode Pemutihan: Pemutihan biasanya ditawarkan dalam periode waktu tertentu. Selama periode ini, pemilik kendaraan diharapkan untuk membayar pajak mereka tanpa denda atau sanksi.

Syarat dan Ketentuan: Terkadang, ada syarat dan ketentuan khusus yang harus dipenuhi untuk mendapatkan manfaat dari pemutihan.

Syarat Pemutihan Pajak Kendaraan Bermotor

Syarat pemutihan pajak kendaraan bisa bervariasi tergantung kebijakan pemerintah setempat, tetapi umumnya meliputi:

  • Pemilik kendaraan harus memiliki bukti kepemilikan kendaraan yang sah.
  • Pemutihan biasanya hanya berlaku untuk kendaraan tertentu atau tunggakan pajak hingga periode tertentu.
  • Ada batasan waktu tertentu untuk mengajukan pemutihan.
  • Mungkin ada syarat lainnya tergantung kebijakan otoritas pajak.

Cara dan langkah untuk Pemutihan Kendaraan

Proses pemutihan umumnya prosesnya juga simpel. Cukup cek informasi dari otoritas pajak, siapkan dokumen, trus ajukan permohonan. Kalau ada platform online, bisa lebih mudah lagi. 

  • Memeriksa pengumuman resmi dari otoritas pajak terkait program pemutihan.
  • Mengumpulkan dokumen yang diperlukan.
  • Mengajukan permohonan pemutihan di kantor pajak atau melalui platform online (jika tersedia).
  • Membayar jumlah pajak kendaraan yang seharusnya (tanpa denda atau dengan denda yang sudah dikurangi) sesuai dengan ketentuan pemutihan.
  • Mendapatkan bukti pembayaran dan konfirmasi pemutihan dari otoritas pajak.

Bayarnya? Hanya pajak yang seharusnya kita bayar, tanpa denda atau dengan potongan denda. Asik kan?

Tujuan Pemutihan Pajak 

Ada beberapa alasan mengapa otoritas pajak menerapkan program pemutihan, di antaranya:

Meningkatkan Penerimaan Pajak: Dengan memberikan insentif berupa penghapusan denda, pemerintah berharap lebih banyak wajib pajak yang akan melunasi kewajiban pajak mereka.

Mengurangi Tunggakan: Program ini dapat mengurangi jumlah tunggakan pajak yang belum dibayar.

Mendorong Kepatuhan: Pemutihan bisa menjadi sarana edukasi bagi wajib pajak untuk lebih patuh di masa depan.

Administrasi: Dengan mengurangi jumlah tunggakan, administrasi pajak menjadi lebih sederhana dan efisien.

Keadilan Sosial: Dalam beberapa kasus, pemutihan dapat dilihat sebagai bentuk keadilan sosial, terutama jika denda atau sanksi dianggap memberatkan bagi kelompok tertentu.

Penting untuk selalu memeriksa kebijakan dan ketentuan terbaru dari otoritas pajak setempat mengenai pemutihan pajak kendaraan, karena informasi dan ketentuannya dapat berubah dari waktu ke waktu.

Eits, tapi apa sih alasan pemerintah memberi kita kesempatan emas ini? Selain ingin kas negara tetap berisi dengan penerimaan pajak, pemutihan juga bikin administrasi jadi lebih rapi. Plus, ini kan semacam pengingat bagi kita semua supaya lebih disiplin di masa depan. Jadi, yuk, manfaatkan momen ini dengan baik dan jangan lupa bayar pajak tepat waktu! 

Jika kamu tertarik dengan pemutihan pajak kendaraan di daerah kamu, disarankan untuk berkonsultasi dengan otoritas pajak setempat seperti samsat daerah atau mengunjungi situs web resmi mereka untuk mendapatkan informasi yang lebih detail dan akurat tentang program tersebut.

Kantor Pelayanan Pajak: Pengertian, Jenis, Tugas dan Fungsinya

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) merupakan unit kerja di bawah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Indonesia yang bertanggung jawab dalam hal pelayanan, pengawasan, dan penerimaan pajak di wilayah kerjanya. KAntor ini memiliki banyak tugas dan fungsi yang melayani wajib pajak.

Pengertian

Pernah mendengar tentang KPP? Kalau kamu pernah urus pajak, pasti kenal. KPP, atau Kantor Pelayanan Pajak, adalah “toko” Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tempat kita bisa mengurus berbagai hal seputar pajak. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) adalah unit kerja operasional Direktorat Jenderal Pajak yang berfungsi memberikan pelayanan, melakukan pengawasan, dan penerimaan pajak.

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) merupakan salah satu unit kerja esensial di bawah naungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Indonesia. Fungsi utama KPP adalah memberikan pelayanan, melakukan pengawasan, dan menangani penerimaan pajak di wilayah kerjanya. 

Jenis-jenis KPP

Ada beberapa jenis KPP di Indonesia, yaitu:

KPP Pratama: Melayani Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan dengan kriteria tertentu di wilayah kerjanya. Mirip dengan “toko kelontong” di lingkungan kita. Mereka melayani kita, para Wajib Pajak, baik individu maupun perusahaan-perusahaan kecil.

KPP Madya: Biasanya menangani Wajib Pajak Badan dengan kriteria tertentu yang memiliki kompleksitas tinggi. Layaknya sebuah “supermarket”, KPP ini melayani perusahaan-perusahaan besar yang urusannya lebih ribet.

KPP Khusus: Menangani Wajib Pajak tertentu seperti Wajib Pajak Badan dengan kontribusi besar atau Wajib Pajak yang tergabung dalam program tertentu. Ini spesial! Khusus buat perusahaan besar atau yang punya urusan pajak tertentu.

KPP lainnya: Misalnya KPP Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang khusus menangani pajak atas tanah dan bangunan. Seperti namanya, fokus di pajak tanah dan bangunan aja.

Tugas KPP

Dalam menjalankan tugasnya, KPP memiliki tanggung jawab memberikan pelayanan kepada Wajib Pajak, seperti konsultasi, pendaftaran NPWP, hingga penerbitan SPT. Selain itu, KPP juga melakukan pengawasan kepatuhan Wajib Pajak, penagihan pajak yang belum dibayar, serta pengolahan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan. 

Memberikan pelayanan kepada Wajib Pajak dan masyarakat umum terkait dengan kewajiban perpajakan.

  • Melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap kepatuhan Wajib Pajak.
  • Melaksanakan penagihan pajak yang belum dibayar.
  • Melakukan penerimaan pajak dan menyetor ke Kas Negara.
  • Melakukan pengolahan data dan informasi perpajakan.

Fungsi KPP

Pelayanan: Melayani konsultasi perpajakan, pendaftaran NPWP, penerbitan SPT, dan lain-lain.

Pengawasan: Mengawasi kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya.

Penagihan: Melakukan tindakan penagihan terhadap Wajib Pajak yang memiliki tunggakan pajak.

Penerimaan: Menerima pembayaran pajak dari Wajib Pajak dan menyetor ke Kas Negara.

Pengolahan Data dan Informasi: Mengelola data dan informasi yang berkaitan dengan Wajib Pajak untuk kepentingan administrasi perpajakan.

Pengaturan lebih lanjut mengenai KPP dan tugas-tugasnya dapat ditemukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, khususnya yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Semua fungsi dan tugas tersebut dijalankan untuk memastikan kepatuhan Wajib Pajak dan optimalisasi penerimaan pajak bagi negara.

Mau tanya-tanya seputar pajak? Datang aja.

Belum punya NPWP atau mau urus SPT? Di sini tempatnya.

Punya tunggakan pajak? Nanti KPP yang mengingatkan, ya.

Jadi, KPP itu semacam “one-stop service” buat urusan pajak kita. Semua informasi dan layanan seputar pajak, mulai dari konsultasi hingga pembayaran, ada di sini. Jadi, kalau ada urusan pajak, kamu sudah tahu harus ke mana, kan?

Semoga artikel ini dapat membantu kamu memahami lebih jelas tentang KPP!

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21: Arti, Cara Menghitung dan Contoh Penerapannya

Pajak Penghasilan Pasal 21, atau yang lebih dikenal dengan PPh Pasal 21, merupakan pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang berbentuk gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan lain-lain yang diterima atau diperoleh oleh orang pribadi dari hubungan kerja atau pekerjaannya. 

Pengertian PPh 21

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang sejenisnya yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dari pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh pihak pemberi kerja.

Subjek pajak ini meliputi Warga Negara Indonesia (WNI) yang mendapatkan penghasilan, Warga Negara Asing (WNA) yang bekerja dan tinggal di Indonesia, serta pejabat atau pegawai dari perwakilan negara asing dan lembaga internasional yang berada di Indonesia, termasuk anggota keluarganya.

Berikut adalah penjelasan lebih lanjut:

Dasar Pengenaan Pajak (DPP):

Gaji, upah, tunjangan, bonus, gratifikasi, pensiun, dan bentuk pembayaran lainnya. Biaya jabatan dan biaya pensiun bisa dikurangkan dari gross income untuk mendapatkan DPP.

Cara Menghitung PPh 21

Dalam menghitung PPh Pasal 21, pertama-tama tentukan total penghasilan bruto yang diterima dalam setahun. Dari jumlah tersebut, kurangi biaya-biaya tertentu seperti biaya jabatan, yang maksimalnya adalah 5% dari penghasilan bruto dan tidak boleh lebih dari Rp 6.000.000 per tahun, serta biaya pensiun jika ada. 

Setelah mendapatkan jumlah yang akan dikenakan pajak, terapkan tarif pajak progresif. 

Tarifnya adalah 5% untuk penghasilan sampai Rp 50.000.000, 15% untuk penghasilan antara Rp 50.000.001 hingga Rp 250.000.000, 25% untuk penghasilan antara Rp 250.000.001 hingga Rp 500.000.000, dan 30% untuk penghasilan di atas Rp 500.000.000.

Hitung total bruto pendapatan dalam setahun.

Kurangi dengan biaya jabatan (maksimum 5% dari bruto pendapatan dan maksimum Rp 6.000.000 setahun) dan biaya pensiun (jika ada).

Tarif pajak yang berlaku:

Rp 0 – Rp 50.000.000: 5%

Rp 50.000.001 – Rp 250.000.000: 15%

Rp 250.000.001 – Rp 500.000.000: 25%

Rp 500.000.000: 30%

Hitung pajak yang terutang berdasarkan tarif yang berlaku.

Penerapan:

Biasanya, pajak ini dipotong oleh pemberi kerja setiap bulannya dan dilaporkan serta disetorkan ke kas negara.

Contoh Rumus PPh 21 Sederhana

Misalkan seseorang menerima gaji Rp 200.000.000 setahun.

Biaya jabatan: 5% x Rp 200.000.000 = Rp 10.000.000 (kurang dari Rp 6.000.000).

Dasar Pengenaan Pajak (DPP) = Rp 200.000.000 – Rp 10.000.000 = Rp 190.000.000.

Hitung pajak yang terutang:

5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000.

15% x (Rp 190.000.000 – Rp 50.000.000) = Rp 21.000.000.

Total pajak yang terutang: Rp 2.500.000 + Rp 21.000.000 = Rp 23.500.000.

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak yang dikenakan pada gaji atau upah yang diterima seseorang dari pekerjaannya.

Seandainya Anda memiliki gaji total Rp 200 juta dalam setahun.

Anda bisa potong biaya jabatan, misalnya Rp 10 juta.

Jadi yang jadi dasar hitungan pajak Anda adalah Rp 190 juta.

Dari Rp 190 juta itu, Anda bayar pajak 5% untuk Rp 50 juta pertama, lalu 15% untuk sisanya.

Total pajak yang harus Anda bayar kurang lebih Rp 23,5 juta.

Penting untuk mencatat bahwa perhitungan di atas merupakan contoh sederhana. Dalam prakteknya, perhitungan PPh Pasal 21 bisa lebih kompleks tergantung pada berbagai komponen pendapatan dan potongan yang diterima oleh wajib pajak. 

Selalu disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli pajak atau menggunakan software akuntansi untuk membantu perhitungan yang lebih akurat.

Siapa yang Bayar? Biasanya, perusahaan tempat Anda bekerja yang memotong pajak ini dari gaji Anda setiap bulan dan membayarkannya untuk Anda.

Mudah-mudahan penjelasan ini lebih ringkas dan mudah dimengerti!

Adapun pemotongan PPh Pasal 21 biasanya dilakukan oleh pemberi kerja pada saat pembayaran gaji atau upah. Setelah memotong pajak, pemberi kerja memiliki kewajiban untuk melaporkan dan menyetorkannya ke kas negara. 

Selain itu, pemberi kerja juga harus menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 setiap bulan dan SPT Tahunan PPh Pasal 21. Penting untuk dicatat bahwa penerima penghasilan yang memiliki NPWP akan mendapatkan potongan PPh yang lebih rendah. 

Terdapat juga beberapa jenis penghasilan yang diberikan pembebasan atau pengurangan PPh Pasal 21, seperti gaji WNA yang bekerja untuk pemerintah asing di Indonesia dan beberapa jenis tunjangan tertentu. Bagi mereka yang berhadapan dengan situasi khusus atau memerlukan bantuan lebih lanjut, disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli pajak.

Ada beberapa jenis penghasilan yang mendapatkan pembebasan atau pengurangan PPh Pasal 21, seperti gaji WNA yang bekerja untuk pemerintah asing di Indonesia, dan beberapa jenis tunjangan tertentu.

Ini adalah gambaran umum, dan tentu ada ketentuan teknis dan detail lain yang mungkin perlu Anda pertimbangkan tergantung situasi khusus Anda. Jika Anda berencana untuk melakukan perhitungan atau memiliki situasi khusus, disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli pajak atau akuntan.

4 Cara Cek Nomor Pokok Wajib Pajak, Mudah, Cepat dan Akirat

NPWP, singkatan dari Nomor Pokok Wajib Pajak, adalah nomor identifikasi yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada setiap wajib pajak di Indonesia. Fungsinya mirip seperti KTP, tetapi khusus untuk urusan pajak. 

NPWP sangat penting karena bagi mereka yang memenuhi kriteria tertentu, memiliki dan melaporkan pajak dengan NPWP bukan hanya menjadi kewajiban, tetapi juga memberikan sejumlah keuntungan. Misalnya, saat melakukan transaksi keuangan tertentu seperti pembelian properti atau pembukaan rekening bank, detail NPWP mungkin diperlukan. Selain itu, dengan NPWP, tarif pajak yang diterapkan bisa lebih rendah. 

Jika terjadi kelebihan pembayaran pajak, NPWP juga memudahkan proses pengembalian pajak. Selain itu, NPWP membantu pemerintah dalam mencatat dan mengelola informasi pajak warga negara, sehingga urusan administrasi pajak menjadi lebih terstruktur dan efisien bagi kedua belah pihak.

Untuk mengecek Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) di Indonesia, Anda bisa melakukan beberapa metode berikut:

Mengunjungi Kantor Pelayanan Pajak (KPP)

Anda dapat mengunjungi KPP terdekat dengan membawa kartu tanda penduduk (KTP) untuk mengecek kevalidan atau status NPWP Anda.

Melalui Portal Resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP Online)

Kunjungi situs resmi DJP Online di https://www.pajak.go.id

Pilih menu “Cek Status Wajib Pajak”.

Masukkan nomor NPWP yang ingin dicek.

Sistem akan menampilkan informasi terkait status NPWP tersebut.

Menggunakan Aplikasi DJP Online (jika tersedia)

Beberapa waktu lalu, DJP memiliki aplikasi mobile yang memudahkan wajib pajak untuk mengecek berbagai informasi terkait pajak, termasuk status NPWP.

Telepon Layanan Informasi dan Keluhan (TIK) Pajak

Anda juga dapat menghubungi nomor layanan TIK pajak untuk menanyakan status NPWP Anda.

NPWP itu seperti “kartu identitas” khusus untuk urusan pajak di Indonesia. Jadi, kalau kita punya penghasilan dan perlu bayar pajak atau ingin mendapatkan fasilitas tertentu dari pemerintah yang berkaitan dengan pajak, kita perlu punya kartu ini. Jadi, mirip seperti KTP, tapi khusus untuk pajak.

Sebagai catatan tambahan, pastikan Anda memiliki informasi yang diperlukan, seperti nomor NPWP atau data identitas lainnya, sebelum melakukan pengecekan. Selalu gunakan saluran resmi untuk menghindari potensi penipuan atau kebocoran data pribadi.

Perbedaan Pajak Penghasilan Kategori PKP dan PTKP dan Contoh Perhitungannya

Pajak penghasilan adalah pajak yang diberikan oleh pekerja atas penghasilannya pada negara, umumnya pemberi kerja langsung memotong penghasilan yang diterima oleh karyawan untuk diserahkan pada otoritas pajak sebagai pajak penghasilan.

Pajak dalam UU No.25 Tahun 2007 diartikan sebagai kontribusi wajib yang diberikan pada negara dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi kemakmuran rakyat.

Sebuah perusahaan biasanya akan membuat SPT (Surat Pajak Tahunan) kepada karyawan sebagai bukti bahwa perusahaan telah memotong penghasilan karyawan untuk diserahkan sebagai pajak penghasilan pada otoritas pajak.

Informasi mengenai wajib pajak dapat ditemui pada SPT 1770 S, dimana pajak penghasilan akan dikategorikan menjadi penghasilan kena pajak (PKP) dan penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Simak penjelasan lengkapnya!

Penghasilan Kena Pajak (PKP)

PKP  ditentukan dari penghasilan neto tahunan dikurangi penghasilan tidak kena pajak (PTKP), dimana penghasilan kena pajak menjadi dasar untuk menghitung pajak penghasilan. Hasil pajak penghasilan akan ditentukan dengan mengalikan penghasilan kena pajak dan tarif pajak.

Untuk keperluan penerapan tarif penghasilan kena pajak maka, PKP dibulatkan ke bawah hingga ribuan penuh.

Perhitungan penghasilan kena pajak (PKP) terdiri atas:

  • Rp54.000.000 penghasilan tidak kena pajak bagi individu yang bekerja
  • Rp4.500.000 tambahan penghasilan tidak kena pajak bagi suami atau istri
  • Rp4.500.000 tambahan penghasilan tidak kena pajak untuk setiap tanggungan (maksimum tiga tanggungan)

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

PTKP dihasilkan dipertunjukan sebagai pengurangan penghasilan neto untuk wajib pajak dalam menentukan penghasilan kena pajak individu. 

Kriteria yang masuk dalam penghasilan tidak kena pajak meliputi:

1.Subjek yang termasuk dalam tanggungan

  • Ayah
  • Ibu
  • Anak biologis
  • Ayah mertua
  • Ibu mertua

2.Tidak bekerja

Perhitungan PTKP bagi karyawati memiliki ketentuan tambahan sebagai berikut:

1.PTKP untuk dirinya sendiri (karyawati tidak menikah).

2.PTKP untuk dirinya sendiri + tanggungan (karyawati menikah, jika suami tidak berpenghasilan dan dibuktikan dengan surat keterangan tertulis serendah-rendahnya kecamatan).

3.PTKP untuk dirinya sendiri + status kawin + tanggungan.

Biaya jabatan juga menjadi pertimbangan sebagai persentase penentu pihak perpajakan bahwa karyawan pasti memiliki pengeluaran dalam hubungannya dengan pekerjaan.

Rumus biaya jabatan:

5% x Total Penghasilan Bruto (termasuk penghasilan tidak teratur seperti, bonus, THR dan lainnya).

Maksimal biaya jabatan:

Rp6.000.000 (setahun) atau Rp500.000 (sebulan).

Contoh Perhitungan PKP dan PTKP

Sebagai contoh perhitungan pajak PKP dan PTKP akan dijelaskan dalam bentuk studi kasus berikut:

Karyawan A bekerja sebagai social media specialist dengan gaji per bulan mencapai Rp20.000.000. Pada Juni 2023, ia menerima tunjangan hari raya sebesar satu bulan gaji dan menerima bonus sebesar dua bulan gaji. Karyawan A telah terdaftar pada asuransi jiwa oleh perusahaan, dimana perusahaan perlu membayar premi sebesar Rp2.000.000 per tahun. Selain itu karyawan A juga perlu membayar biaya iuran BPJS sebesar 3% dari gaji brutonya.

Sebagai informasi tambahan mengenai status tunjangan karyawan A:

  • Memiliki istri dengan tiga orang anak;
  • Sang istri tidak bekerja;
  • Karyawan A tidak mempunyai NPWP

Maka perhitungan pajak penghasilan karyawan A sebagai berikut:

Utang karyawan A mencapai Rp27.241.000 per tahun, perusahaan akan memotong penghasilan karyawan sebesar Rp2.270.083 per bulan sebagai pajak penghasilan. Semoga membantu!

Cara Membuat NPWP Online Cepat dan Mudah!

NPWP merupakan singkatan Nomor Pokok Wajib Pajak. Ini berguna sebagai identitas yang Wajib Pajak berikan. NPWP juga memiliki tujuan lain seperti menjaga ketaataan warga untuk membayar pajak

Sekarang, kamu bisa mengurus NPWP secara online. Jika kamu ingin mengurus NPWP online, simak artikel ini hingga selesai ya!

Syarat Membuat NPWP Online

Syarat ini terbagi atas beberapa jenis. Bagi WNI, yang dibutuhkan adalah fotokopi KTP.

Bagi WNA, perlu forokopi Paspor, KITAS, dan KITAP. Bagi WNA yang mempunyai usaha, atau melakukan freelance, WNA perlu menyiapkan fotokopi paspor, KITAS, KITAP, dokumen mengenai tempat dan kegiatan usaha, dan surat penyataan bermaterai mengenai jenis serta tempat usaha.

Cara Membuat NPWP Online

Ada beberapa tahap yang perlu kamu lakukan ketika hendak membuat NPWP online. Berikut adalah tahapan yang perlu kamu lakukan.

Membuat Akun

Agar kamu bisa membuat NPWP online, pertama kamu perlu membuat akun di website DJP. Pertama, akses website DJP dengan link https://ereg.pajak.go.id/. Kemudian, pilih “Daftar”, dan input alamat email kamu yang aktif.

Isi Password yang dapat kamu ingat, isi kode Captcha, dan cek emailmu untuk melkukan verifikasi. Jika kamu sudah menyelesaikan semua tahapannya, maka lakukanlah login kembali. Gunakan email serta password yang kamu daftarkab.

Melengkapi Dokumen

Lengkapilah dokumen penting yang website DJP minta. Dokumen tesebut adalah KTP (atau KITAS/KITAP), Dokumen Izin Kegiatan Usaha serta Surat Keterangan Tempat Kegiatan Usaha bagi pengusaha.

Mengirim Dokuman

Apabila dokumen telah lengkap, unggah semuanya ke website e-Reg Pajak. Kemudian, muncul status pendaftaran NPWP Wajib Pajak pada bagian Dashboard. Pilih “Kirim Token” agar DJP mengirimkan nomor ke email. 

Setelahnya salin, dan input ke menu permohonan pembuatan NPWP. Pilih “Kirim Permohonan” dan setelah disetujui, kartu NPWP akan terkirim ke alamat Wajib Pajak.

Cek NPWP

Apabila kamu telah menyelesaikan proses membuat NPWP, kamu dapat melihat apakah NPWP kamu telah aktif atau tidak. Langkah-langkahnya adalah login ke link ini, ereg.pajak.go.id/ceknpwp, input NIK, KK, dan centang Captcha. Setelahnya, pilih “Cari:.

Nantinya, status NPWP akan terlihat. Kamu dapat mengeceknya juga du DJP Online, atau lewat customer service Kring Pajak.

Nah, itu tadi langkah-langkah untuk membuat NPWP Online.

Cara Mengecek Nomor NPWP, Mudah Gak Perlu Takut Lupa

Sudah cek NPWP? Terkadang, sebagai wajib pajak, kamu perlu mengecek NPWP karena keadaan tertentu, misalnya akibat lupa apakah NPWP tersebut masih berlaku atau tidak. Lalu bagaimana melakukannya? DailySocial.id akan menjelaskannya padamu.

Definisi NPWP

NPWP adalah salah satu dokumen perpajakan yang paling berharga dan singkatan dari Nomor Pokok Wajib Pajak. Seperti halnya KTP, inilah NPWP wajib pajak yang selalu digunakan dan diwajibkan dalam perundang-undangan perpajakan, hal ini tertuang dalam peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang (Perpu) 5 Tahun 2008.

Saat ini NPWP dibagi menjadi dua bagian, yaitu NPWP perorangan dan NPWP badan. Bedanya, NPWP orang perseorangan diberikan kepada siapa saja yang berpenghasilan di Indonesia, sedangkan NPWP korporasi diberikan kepada badan usaha yang berpenghasilan di Indonesia.

Alasan Membuat NPWP

Wajib pajak lupa nomor NPWP miliknya

Karena terdiri dari rangkaian nomor unik, tidak memungkiri wajib pajak dapat lupa dengan nomor pokok wajib pajaknya sendiri. Kalau sudah lupa seperti ini dan tidak sedang memegang kartu fisiknya, harus mencari tahu sesegera mungkin.

Ingin mengetahui jika NPWP valid atau tidak

NPWP orang pribadi maupun badan dapat tidak berlaku atau tidak valid karena beberapa alasan tertentu, salah satunya karena belum terdaftar di kantor pajak sesuai domisili. Oleh karena itu, penting untuk mengecek NPWP secara berkala.

Cara Cek NPWP Online

Lalu bagaimana cara cek NPWP? Saat ini, wajib pajak pribadi dan badan bisa mengecek NPWP dengan dua cara, yakni online dan offline. Pada langkah ini akan dibahas berbagai cara cek NPWP online.

Ada beberapa cara untuk mengecek NPWP ini secara online, antara lain website resmi DJP, NIK dan KK terdaftar, dengan scan QR code dan melalui aplikasi mobile resmi.

1. Situs Resmi DJP

Cara cek NPWP online yang pertama adalah dengan melalui situs resmi DJP. Seperti yang diketahui, DJP memiliki situs resmi perpajakan yang dapat diakses wajib pajak untuk urusan perpajakan, dan salah satunya untuk mengecek NPWP.

  • Berikut ini adalah langkah-langkah cek NPWP online melalui situs resmi DJP:
  • Kunjungi situs ereg.pajak.go.id
  • Selanjutnya akan muncul kolom NPWP. Silakan isi dengan nomor yang lengkap dan benar.

Jika masih aktif, NPWP dan identitas lainnya akan muncul secara otomatis. Namun jika identitas tidak muncul, artinya NPWP belum/sudah tidak aktif lagi. Untuk situasi ini, silakan menghubungi atau mendatangi langsung kantor pajak sesuai domisili dan konfirmasi masalah ini.

2. Mengecek NPWP dengan KTP dan KK

Jika lupa NPWP dan kartu identitas perpajakan itu hilang atau sedang tidak dalam genggaman, wajib pajak dapat mengeceknya secara online menggunakan nomor KTP dan KK. Bagaimana caranya?

  • Kunjungi situs https://ereg.pajak.go.id/ceknpwp
  • Masukkan nomor KTP dan KK pada kolom yang tersedia.
  • Ketik ulang captcha atau kode keamanan dengan benar.
  • Klik “Cari”.

Jika menggunakan cara ini, pastikan nomor KTP dan KK sudah sesuai sehingga wajib pajak dapat mengetahui NPWP serta melihat statusnya.

Perlu diketahui juga, mulai 14 Juli 2022, DJP Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerapkan penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK atau KTP) menjadi NPWP secara bertahap. Dengan kata lain, peraturan NIK menjadi NPWP yang tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP) mulai direalisasikan.

3. Mengecek dengan QR Code

Kartu NPWP terbaru sudah dilengkapi dengan QR code sehingga wajib pajak dapat mengecek validitasnya dengan memindai QR code pada kartu. Ketika di-scan, maka akan muncul link unik pada laman account.pajak.go.id. Klik atau salin link tersebut untuk mulai validasi. Ikuti instruksi yang muncul pada laman.

Jika sudah mengikuti instruksi yang ada, laman akan memunculkan informasi validasi NPWP.

4. Cek melalui Aplikasi M-Pajak

Cara cek NPWP online yang terakhir adalah dengan melalui aplikasi M-Pajak, aplikasi mobile yang dirilis secara resmi dari DJP. Melalui aplikasi ini, wajib pajak dapat memeriksa NPWP-nya. Ini caranya:

  • Unduh aplikasi M-Pajak melalui App Store atau Play Store, kemudian instal.
  • Login ke aplikasi menggunakan akun perpajakan yang telah terdaftar.
  • Klik “Cek NPWP” untuk mengecek NPWP.

Jika data muncul pada layar, artinya NPWP telah terdaftar dan valid untuk digunakan. Namun jika tidaka data yang muncul, silakan menghubungi kantor pajak sesuai domisili untuk mendapatkan bantuan mengenai hal ini.

Cek NPWP secara Offline

Selain melalui online, wajib pajak juga dapat memeriksa NPWP-nya secara offline. Ada dua cara yang dapat dilakukan, yaitu dengan menghubungi layanan Kring Pajak dan mengunjungi kantor pajak terdaftar.

1. Menghubungi Kring Pajak

Wajib pajak yang ingin mengecek NPWP dapat menghubungi layanan hotline resmi DJP, yaitu Kring Pajak di nomor 1500200. Layanan ini aktif 24 jam sehingga wajib pajak dapat menghubungi kapan saja. Data perpajakan wajib pajak pun terjamin kerahasiaannya sehingga tidak perlu khawatir untuk menanyakan informasi penting, seperti NPWP.

2. Mengunjungi Kantor Pajak

Selain menghubungi layanan Kring Pajak, wajib pajak juga dapat mengunjungi kantor pajak sesuai domislis untuk mengecek NPWP. Jangan lupa untuk membawa dokumen penting seperti KTP dan KK agar memudahkan pemeriksaan oleh petugas pajak.

Ketika sudah sampai di kantor pajak, silakan bertanya kepada petugas dan mengikuti alur kerja yang ada.

On E-Commerce Tax: The Government Agrees Not To Require TIN for Online Sellers

Finance Minister Sri Mulyani agreed not to require online sellers to have Taxpayer Identification Number (NPWP). It’s a result of an agreement with Indonesian E-Commerce Association (IDEA) held this afternoon (16/1).

Sri Mulyani said this decision was taken after considering many sellers in marketplace platform have income below the Non-Taxable Income (PTKP) or Rp54 million per year. Therefore, TIN is not required in the policy.

“We’ve had a lot of discussion with them on what idEA said most sellers are students or housewives who want to start running business through marketplace platform. They don’t need to be requested for ID or TIN,” she said, quoted Katadata.

Further detail of the regulation will be issued by Directorate General of Taxation, said Sri Mulyani. However, she emphasized, the Financial Ministry Regulation (PMK 210) won’t change. The government’s enthusiasm as outlined in this policy is not merely a desire for a single tax. In fact, they’re encouraging a new industry growth with strict regulations.

“This PMK is not the one that collects online taxes but the procedures are implying that it requires ID or TIN. We announce that there’s no need for ID or TIN number. It’ll be in Directorate General Regulation (Perdirjen).”

The second decision is a commitment to maintain the level of playing field between marketplace platform organizer with social media. Sri Mulyani aware of the fear and committed to make an intensive discussion with all business players to maintain the ecosystem.

Last, is to make it easier to report for the marketplace platform organizers. In t erms of regulation, they’ve informed some data to Kemkominfo, BPS, and BI.

The government will make information distribution from the marketplace as simple as possible. If necessary, it’ll be made seamless or currently attached in the business model that wouldn’t require special effort.

“Therefore, they [marketplace platform] don’t need to feel bothered to go after institutions one by one. No special effort to deliver necessary information for institution because we’ll be the one to coordinate it,” she explained.

On the same occasion, Ignatius Untung is attended as the Chairman of IDEA. He appreciates Sri Mulyani’s response to their opinion.

“We, from idEA, are so glad. We have the same spirit, not to create fear for the business but otherwise. We [e-commerce] are very comply with the regulations and Finance Ministry to support other business model growing the same playing field,” he mentioned.

Previously, idEA showed its objection to the government after the PMK 210 was issued on (1/14).


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian