23 Juli, Microsoft Singkap Deretan Game Xbox Series X Karya Studio-Studio Internalnya

Salah satu alasan yang membuat peluncuran PlayStation 5 bulan lalu begitu berkenang – di samping hardware-nya sendiri – menurut saya adalah lusinan game yang diumumkan bakal mendampinginya. 9 di antaranya juga merupakan judul eksklusif persembahan PlayStation Studios, dan saya sudah bisa membayangkan setidaknya 4 judul yang hype-nya bakal cukup besar: Horizon Forbidden West, Marvel’s Spider-Man: Miles Morales, Rachet & Clank: Rift Apart, dan Gran Turismo 7.

Dari kubu Microsoft, 13 game Xbox Series X yang sudah dipamerkan trailer-nya rupanya belum ada yang berasal dari studio-studio internal asuhan Xbox Game Studios sendiri. Namun tak perlu khawatir, Microsoft sudah menjadwalkan livestream pada tanggal 23 Juli mendatang untuk menyingkap deretan karya internal yang sudah mereka godok untuk Series X.

Hampir bisa dipastikan bintang utamanya adalah Halo: Infinite, yang sudah disinggung sejak E3 tahun lalu; demikian pula Senua’s Saga: Hellblade II, yang sengaja disiapkan untuk mendemonstrasikan performa grafik dari Series X, dan yang digarap menggunakan Unreal Engine 5 yang begitu impresif.

Senua's Saga: Hellblade II / Ninja Theory
Senua’s Saga: Hellblade II / Ninja Theory

Rekap informasi dari tim Xbox yang dipublikasikan bulan lalu masih menyebut ada 15 studio internal Xbox yang sedang mengerjakan game untuk Series X. Salah satu studio yang saya pribadi paling nantikan karyanya adalah Obsidian Entertainment, dedengkot genre RPG yang Microsoft akuisisi menjelang akhir tahun 2018.

Kita tahu bahwa Obsidian sedang mengembangkan Grounded, game survival bertema jenaka, namun game itu bahkan sudah tersedia versi demo-nya di Steam. Yang lebih mengguggah minat adalah rumor bahwa pencipta The Outer Worlds itu juga tengah meracik RPG yang benar-benar baru, dan ada kemungkinan infonya bakal disingkap pada livestream 23 Juli nanti.

Rumor lain yang tak kalah menarik adalah seputar franchise Fable. Sekitar dua tahun lalu, Eurogamer melaporkan bahwa Microsoft telah menunjuk Playground Games, developer seri Forza Horizon, untuk mengembangkan RPG baru yang kemungkinan besar adalah Fable 4. Dan belum lama ini, jagat Twitter sempat ramai membicarakan akun placeholder @Fable yang telah Microsoft konfirmasi sebagai akun asli yang mereka buat.

Judul-judul lain yang kemungkinan juga akan dibahas lebih detail mencakup Everwild besutan Rare, serta Psychonauts 2 buatan Double Fine. Tak kalah menarik adalah studio first-party anyar yang diumumkan pada pertengahan 2018 lalu, yakni The Initiative. Merujuk pada rumor yang beredar, studio baru tersebut dikabarkan sedang mengerjakan penerus game shooter lawas Perfect Dark.

Lebih jelasnya kita harus menunggu sampai 23 Juli pukul 23.00 WIB (sudah saya konversikan dari Pacific Time). Medium livestream yang dipilih seperti biasa, yakni YouTube dan Twitch, dan tentu saja tidak ada Mixer kali ini.

Sumber: Eurogamer dan GamesRadar.

Review The Outer Worlds: Ketika Narasi dan Visualisasi Tak Cukup Penuhi Ekspektasi

Obsidian. Buat yang suka dengan game-game PC berbobot dari segi kekuatan dan kekayaan narasi, Anda harusnya sudah tidak asing dengan nama tadi. Star Wars: Knights of the Old Republic 2 (2004), Neverwinter Nights 2 (2006), Fallout: New Vegas (2010), South Park: Stick of Truth (2014), Pillars of Eternity (2015), Tyranny (2016), dan Pillars of Eternity 2: Deadfire (2018) adalah sejumlah game-game legendaris besutan Obsidian.

Sebelum kita masuk ke dalam review The Outer Worlds kali ini, jujur saja saya katakan di awal, saya adalah penggemar fanatik dari game-game Obsidian. 7 game yang saya sebutkan tadi, saya sudah menyelesaikannya semua. Saya bahkan sempat menuliskan review Tyranny dan PoE2: Deadfire di blog pribadi saya beberapa tahun silam. Kenapa saya suka dengan Obsidian? Ada 3 alasan besar yang membuat game-game Obsidian selalu layak dimainkan.

Screenshot The Outer Worlds
Screenshot The Outer Worlds

Pertama, kekuatan plot cerita, penyajiannya, karakteristik karakter-karakter di dalamnya dan segala macam aspek kekuatan narasi dari setiap game Obsidian adalah salah satu yang terbaik sepanjang pengalaman saya bermain game dari tahun 1997 dan bekerja di media game sejak 2008.

Kedua, tentu saja gameplay jadi elemen yang paling penting buat saya. Makanya, biasanya, saya kurang suka dengan game-game ber-genre interactive visual novel seperti game-game besutan Telltale Games. Saya memang menyukai gameplay yang memuaskan dan kompleks untuk dipelajari dan itulah yang selalu disuguhkan dari setiap game-game Obsidian.

Faktor ketiga adalah salah satu faktor terbesar yang membedakan game PC dengan game-game dari platform lainnya, yaitu game modding. Buat Anda yang tidak tahu apa itu game modding, ada tulisan dari NVIDIA yang cukup lengkap untuk menjelaskan soal game modding.

Kenapa saya menjelaskan 3 faktor ini lebih dulu sebelum saya masuk ke penilaian setiap aspek? Karena sayangnya, di game ini, Obsidian hanya bisa menyuguhkan 2 dari 3 faktor tadi…

Terakhir, sebelum kita masuk ke setiap bagian, saya memainkan game ini di PC dan berikut adalah spesifikasi PC yang saya gunakan (sekalian pamer wkwkwakwka…):

CPU: AMD Ryzen 5 3600
Motherboard: GIGABYTE AB-350 Gaming 3
Kartu Grafis: Palit GeForce RTX 2070 Super JS
Memory: G Skill 16GB 3200MHz (running @3600MHz).
Storage: ADATA SX8200 PCIe SSD 1TB
Monitor: ASUS VG258QR (@144Hz)

Visualisasi Grafis dan Audio: 94/100

Jika Anda rindu dengan game-game macam seri Fallout modern, Anda mungkin memang perlu menghindari Fallout 76. Untungnya, The Outer Worlds (TOW) bisa mengobati kerinduan Anda tadi. Visualisasi dari TOW menawarkan atmosfir yang tak jauh berbeda dengan yang biasanya disuguhkan di seri Fallout (Fallout 3, New Vegas, dan Fallout 4). Namun demikian, TOW menyajikan grafis dengan saturasi lebih tinggi ketimbang Fallout.

Screenshot The Outer Worlds
Screenshot The Outer Worlds

Selain grafisnya yang mampu menawarkan atmosfir yang immersive, faktor suara dan voice acting di TOW juga layak diacungi jempol. Bagi saya, faktor penyajian audio dan visual yang istimewa itu tak hanya sedap dipandang dan memanjakan telinga namun juga mampu mendukung kekuatan imersifitas atmosfir dunia dan cerita yang disuguhkan. Obsidian mampu menyuguhkannya dengan sempurna di game ini.

Meski memberikan visualisasi yang ciamik, game ini juga tidak berat dari sisi performanya. Dengan spesifikasi PC saya di atas, saya tidak kesulitan sama sekali untuk menyentuh kisaran 90-120 fps. Kawan saya, Glenn Kaonang yang juga penulis untuk DailySocial dan Hybrid, juga masih lancar memainkan game ini (60 fps) di setting grafis Medium meski masih menggunakan kartu grafis GeForce GTX 960.

Plot Cerita dan Karakter: 81/100

Seperti yang saya tuliskan tadi, kekuatan narasi adalah salah satu keunggulan dari setiap game-game Obsidian. Aspek ini juga masih bisa Anda dapatkan di TOW. Lore building di TOW sungguh nyaris sempurna. Sayangnya, game ini memang masih belum bisa menawarkan dunia yang sekompleks seri Pillars of Eternity (PoE). Demikian juga soal alur ceritanya. Jika dibandingkan dengan seri PoE (baik 1 dan 2), alur cerita di TOW lebih mudah ditebak — setidaknya buat saya pribadi. Untungnya, kelebihan dari aspek cerita di TOW ada di penyajiannya yang lebih menarik ketimbang seri PoE tadi.

Screenshot The Outer Worlds
Screenshot The Outer Worlds

Saya kira plus dan minus tadi karena memang genre yang berbeda antara TOW dan seri PoE. Seri PoE ber-genre cRPG yang memang bukan untuk semua orang namun, biasanya, mampu membangun dunia yang begitu komprehensif lewat banyaknya wall-of-text di game-nya. Sedangkan TOW lebih mirip dengan seri Fallout modern ataupun The Witcher (action RPG) yang lebih ramah untuk kaum mainstream karena menyajikan cerita lewat cut-scene dan dialog antar karakter.

Dari sisi karakter-karakternya, TOW juga sangat menarik. Tidak ada karakter yang serba sempurna di sini yang mampu menjalankan semua Dasa Dharma Pramuka dalam setiap langkah hidupnya. Setiap karakter Companion (NPC yang menemani dan bergabung di tim Anda) mampu memberikan impresi yang unik buat para pemainnya. Sejumlah karakter-karakter penting juga memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

TOW pun memiliki beberapa alur cerita tergantung dari pilihan Anda. Sayangnya, karena mudah ditebak dan dibayangkan, saya jadi malas bermain campaign baru untuk yang kedua kalinya untuk mencoba alur cerita yang berbeda. Kembali lagi, jika saya bandingkan saat bermain Deadfire, saya bahkan menamatkan game tersebut lebih dari 5 kali hanya untuk mencoba alur cerita yang berbeda-beda.

Screenshot The Outer Worlds
Screenshot The Outer Worlds

Satu hal yang pasti, jika dibandingkan dengan seri PoE, TOW memang inferior. Namun aspek ini sebenarnya juga sudah sangat baik dan superior jika dibandingkan game-game lainnya yang dirilis belakangan ini. Hanya saja, karena game ini besutan Obsidian, saya jadi punya ekspektasi yang lebih tinggi.

Gameplay 70/100

Para pemain Fallout modern pasti tahu yang namanya VATS yang mengijinkan Anda menghentikan waktu dan membidik bagian-bagian musuh yang spesifik (kepala, tangan, badan, ekor, dkk.). Fitur serupa juga bisa Anda temukan di sini. Anda bisa menggunakan kekuatan slow motion agar musuh bergerak pelan sehingga Anda bisa lebih akurat dalam membidik lawan.

Companion Anda juga punya active ability masing-masing yang bisa dikeluarkan dengan menekan tombol. Sayangnya, active ability yang dimiliki oleh karakter Anda tidak banyak — hanya ada slow motion tadi dan dodge. Untungnya, karakter Anda bisa menggunakan berbagai senjata yang cukup variatif mekanismenya meski memang jauh lebih terbatas jika dibandingkan dengan Borderlands 3. Anda juga bisa menggunakan senjata melee yang punya beberapa variasi serangan.

Screenshot The Outer Worlds
Screenshot The Outer Worlds

Di sini juga ada mekanisme stealth yang bisa Anda gunakan. Sayangnya, jika dibandingkan dengan Skyrim ataupun seri Dishonored, mekanisme stealth di sini kurang memuaskan.

Oh iya, di sini, equipment Anda juga memiliki beberapa efek pasif yang bisa mengubah gaya bermain Anda. Sayangnya, lagi-lagi, hal ini tidak dilakukan dengan optimal. Pasalnya, efek-efek dari equipment di sini sangat terbatas variasinya. Lebih banyak efek-efek pasif yang membosankan seperti menambah status (Lockpick +10, Dialog +5, atau stats lainnya). Jumlah variasi efek-efek build di sini bahkan lebih sedikit juga jika dibandingkan dengan Assassin’s Creed Odyssey.

Entahlah, menurut saya, Obsidian terlalu banyak implementasi ide gameplay di TOW namun eksekusinya seperti setengah hati. Misalnya saja jika dibandingkan dengan Borderlands 3 (BL3). BL3 memang tidak ada mekanisme stealth. Namun ia punya kekayaan variasi efek dari equipment (seperti Cooldown Reduction, Accuracy, Handling, Fire rate, AoE radius, dan lainnya) yang bahkan mencapai puluhan efek. Doom Eternal juga tidak punya sistem Companion, variasi build layaknya RPG, ataupun mekanisme Stealth namun game ini sungguh superior dalam implementasi pertempurannya.

Screenshot The Outer Worlds
Screenshot The Outer Worlds

Fitur Tambahan dan Durasi Permainan: 20/100

Jika aspek gameplay dari TOW memang kurang maksimal, masih ada lagi aspek yang menyedihkan dari game ini. Durasi permainannya yang sangat pendek buat genre RPG. Durasi saya memainkan game ini setelah menamatkannya tercatat di EGS (Epic Game Store) hanya 37 jam. Apalagi, game ini juga tidak menawarkan banyak aktivitas layaknya game-game open world macam seri Assassin’s Creed ataupun GTA. HowLongToBeat bahkan mencatat angka rata-rata durasi permainan di TOW hanya 25 jam dengan durasi Main Story saja sebesar 12 jam.

Durasi permainan sebenarnya bisa jadi penting atau tidak penting dari sebuah game. Misalnya saja, Mad Max memang menawarkan banyak aktivitas open world layaknya seri Far Cry, Just Cause, ataupun yang lainnya. Namun saya sendiri merasa bosan dan tidak memiliki keinginan untuk melakukan semuanya. Catatan waktu saya bermain Mad Max di Steam hanyalah 41 jam. Jujur saja, mungkin memang saya belum puas bermain TOW namun saya kehabisan konten yang bisa dilakukan — mengingat saya tidak mau juga menjalankan campaign baru karena sudah bisa dibayangkan ceritanya.

Screenshot The Outer Worlds
Screenshot The Outer Worlds

Selain itu, dari 3 aspek yang saya suka dari Obsidian, aspek modding tak ada di sini. Hal ini berbanding terbalik dengan PoE2: Deadfire. Jika tidak percaya, lihat saja di NexusMods. Outer Worlds hanya memiliki 46 file, itu pun sebagian besar hanyalah template ReShade. Sedangkan PoE2: Deadfire punya 348 file dengan hanya 2 file di kategori ReShade & ENB. Sungguh, TOW sangat menyedihkan dari sisi game modding, mengingat Deadfire adalah game sebelum TOW dari Obsidian. Modding di Deadfire bahkan sangat mudah dilakukan. Saya juga sebelumnya sempat menuliskan tutorialnya. Obsidian sendiri bahkan memberikan dokumentasi modding untuk Deadfire.

Saya tahu modding mungkin bukan faktor penentu buat sebagian besar game namun, buat saya pribadi, ada 3 alasan subyektif kenapa hal ini jadi penting saya bahas di review The Outer Worlds kali ini.

Pertama, ekspektasi saya atas game-game Obsidian itu memang ramah terhadap komunitas game modding. Dari 7 game yang saya sebut di bagian awal artikel ini, hanya Tyranny yang tidak ramah terhadap game modding. Bahkan Stick of Truth punya 90 files di Nexus Mods. Saya tidak tahu apakah ini ada hubungannya atau tidak, namun penting diketahui bahwa Obsidian diakuisisi oleh Microsoft di 2018. Beritanya muncul di bulan November 2018.

Sedangkan Deadfire dirilis bulan Mei 2018 yang berarti, kemungkinan besarnya, Obsidian belum diakuisisi saat proses pembuatannya yang dimulai sejak 2016 dan mendapatkan total investasi lewat campaign crowdfunding-nya di 2017. Sekali lagi, saya juga tidak yakin apakah akuisisi tadi yang jadi penyebabnya. Apalagi mengingat Minecraft (Mojang) dan State of Decay (Undead Labs), yang juga di bawah Microsoft, cukup ramah terhadap komunitas modding. Namun satu hal yang pasti, perbedaan terbesar (setidaknya yang terlihat) dari Obsidian saat membuat TOW dan game-game sebelumnya adalah akuisisi Microsoft tadi.

Screenshot The Outer Worlds
Screenshot The Outer Worlds

Kedua, game modding membuat game singleplayer jadi bisa dimainkan dalam waktu yang sangat lama. Sebagai perbandingan, saya sudah memainkan Deadfire selama 517 jam (menurut catatan dari Steam) sedangkan untuk TOW hanya 37 jam seperti yang saya tulis tadi. Meski memang durasi bermain yang singkat ini juga dipengaruhi oleh keterbatasan konten dan ragam alur cerita yang tidak sekompleks Deadfire, saya bisa membayangkan jika saya akan bermain game ini jauh lebih lama jika akses modding-nya semudah seri Fallout modern (kecuali Fallout 76 tentunya).

Ketiga, seperti yang saya katakan tadi, alasannya memang sangat subjektif; karena saya memang suka sekali merasakan proses modding dan saya tidak bisa mendapatkan itu dari TOW — yang biasanya saya dapatkan dari game-game Obsidian. Saya sungguh merindukan saat-saat modding seperti yang dulu saya lakukan saat bermain Deadfire, Fallout New Vegas, dan Neverwinter Nights 2; dan game-game yang bukan besutan Obsidian seperti, Skyrim, The Witcher 3, GTA San Andreas, ataupun yang lain-lainnya.

Average Score: 66.25/100

Screenshot The Outer Worlds
Screenshot The Outer Worlds

Akhirnya, jika Anda memang tidak peduli soal modding, TOW memang sangat layak dimainkan. Apalagi jika Anda tidak ada masalah dengan durasi bermain. Grafis dan cerita yang ditawarkannya sungguh layak diacungi jempol. Faktor gameplay-nya juga tidak bisa dibilang buruk meski tidak istimewa. Sayangnya, mungkin karena saya juga yang sudah punya banyak kenangan berkesan memainkan serta merasakan asyiknya modding game-game Obsidian, TOW jadi terasa tak mampu memenuhi ekspektasi.

Harga TOW saat artikel ini ditulis ada di $44.99 (sekitar Rp660 ribuan) di EGS. Apakah jadi layak dibeli? Saya sendiri merasa tidak menyesal membelinya karena Obsidian nya yang sudah sering menemani saya dan memberikan berbagai kenangan manis — meski sedikit masam dengan TOW. Saya berharap game selanjutnya dari Obsidian bisa lebih sesuai dengan ekspektasi. Plus, semoga sejarah Bioware juga tak terulang dengan Obsidian…

Trailer Terbaru The Outer Worlds Semakin Tonjolkan Prinsip Kebebasan dalam Bermain

Fallout: New Vegas punya tempat spesial di hati para penggemar seri Fallout. Selain memperbaiki sejumlah mekanisme buruk Fallout 3 (utamanya mekanisme dalam membidikkan senjata), New Vegas juga menunjukkan bahwa keputusan yang diambil masing-masing pemain bisa banyak berpengaruh terhadap progress permainan, dan ini juga yang pada akhirnya menjadi salah satu elemen unggulan Fallout 4.

New Vegas merupakan karya Obsidian Entertainment, perusahaan yang didirikan oleh eks tim Black Isle Studios, yang sendirinya merupakan pencipta Fallout dan Fallout 2, sebelum franchise tersebut akhirnya dibeli oleh Bethesda. Itulah mengapa ketika Obsidian mengumumkan sebuah RPG baru berdasarkan IP (intellectual property) yang benar-benar gres di akhir tahun kemarin, banyak gamer yang melompat kegirangan.

The Outer Worlds

RPG yang dimaksud adalah The Outer Worlds, yang kalau dilihat dari announcement trailer-nya, terkesan seperti Fallout: New Vegas dengan engine baru (Unreal 4) dan setting antariksa. Juga ditonjolkan pada trailer-nya adalah bagaimana pemain bakal dibebaskan untuk menentukan arah permainannya sendiri.

Prinsip kebebasan ini semakin menguat setelah menonton trailer terbarunya di bawah. Pemain pada dasarnya diberi kebebasan untuk menentukan peran karakternya di dunia The Outer Worlds. Peran baik atau jahat semuanya tergantung masing-masing pemain, dan game ini akan berusaha sebisa mungkin untuk tidak menilai kita benar atau salah.

The Outer Worlds

The Outer Worlds pada dasarnya bisa kita anggap sebagai hasil kawin silang antara Fallout dan Mass Effect. Mereka yang pernah memainkan seri Mass Effect pasti tahu bagaimana game tersebut banyak bergantung pada pilihan para pemain berikut konsekuensinya, dan di game ini pun juga bakal demikian. Di sisi lain, banyaknya unsur komedi di setting luar angkasa juga mengingatkan saya terhadap seri Borderlands.

Game ini akan dirilis tidak lama lagi, 25 Oktober 2019 di platform PlayStation 4, Xbox One, dan PC, kemudian menyusul ke Nintendo Switch pada tanggal yang belum ditentukan. Di PC, spesifikasi yang dibutuhkan adalah sebagai berikut.

Minimum

  • CPU: Intel Core i3-3225 atau AMD Phenom II X6 1100T
  • RAM: 4 GB
  • GPU: Nvidia GeForce GTX 650 Ti atau AMD Radeon HD 7850
  • HDD: 40 GB
  • OS: Windows 7 (SP1) 64-bit

Recommended

  • CPU: Intel Core i7-7700K atau AMD Ryzen 5 1600
  • RAM: 8 GB
  • GPU: Nvidia GeForce GTX 1060 6 GB atau AMD Radeon RX 470
  • HDD: 40 GB
  • OS: Windows 10 64-bit

Sumber: GamesRadar.

4 Hari Setelah Diumumkan, Pillars of Eternity 2: Deadfire Kumpulkan Uang $ 1,6 Juta Lebih

Kesukseskan Pillars of Eternity, baik saat Obsidian melangsungkan kampanye pengumpulan dana, hasil penjualan versi retail, serta keberhasilannya meraih sejumlah gelar RPG terbaik di 2015 menandai bahwa masih banyak gamer menginginkan permainan dengan konten yang kompleks. Dan hampir dua tahun setelah perilisan Pillars of Eternity, developer resmi memperkenalkan sekuelnya.

Diberi judul Pillars of Eternity 2: Deadfire, ternyata ada banyak elemen yang membuat game ini mirip pendahulunya. Pertama, ia sama-sama diumumkan lewat platform crowdfunding, kali ini via Fig. Kedua, permainan juga sukses menghimpun modal dalam waktu singkat, mengamankan uang US$ 1,6 juta lebih hanya dalam empat hari. Dan ketiga, Deadfire lagi-lagi menyuguhkan perspektif isometrik, meneruskan kisah petualangan Anda di Pillars of Eternity.

Pillars of Eternity 2 Deadfire 1

Latar belakang cerita Pillars of Eternity 2: Deadfire disampaikan lewat video animasi singkat sebelum CEO Feargus Urquhart memulai presentasinya mengenai game (video ada di bawah). Di sana dikisahkan, dewa cahaya dan kelahiran Eothas yang dianggap telah lama tiada tiba-tiba bangkit dan merasuki raksasa batu yang terkubur di bawah benteng Anda, menyebabkan kerusakan dan menelantarkan Anda di ujung maut. Untuk ‘menyelamatkan jiwanya’, pemain harus memburu dewa tersebut di kepulauan Deadfire.

Pillars of Eternity 2 Deadfire 2

Anda kembali bermain sebagai Watcher, seseorang yang mampu melihat jiwa individu lain dan membaca ingatan mereka saat itu serta memori kehidupan sebelumnya. Pillars of Eternity 2 akan mempertemukan Anda dengan wajah-wajah familier, sekaligus memperkenalkan tokoh-tokoh baru yang akan menemani pemain dalam petualangan itu. Nasib mereka bergantung dari pilihan kita selama permainan berlangsung.

Pillars of Eternity 2 Deadfire 3

Didesain sebagai pelanjut kisah sang Watcher, tiap keputusan di game pertama tersambung ke Deadfire dan punya konsekuensi. Tentu saja di sisi teknologi, Obsidian menyempurnakan banyak hal. Deadfire mengusung sistem cuaca dinamis, lalu developer meng-upgrade efek visual, pencahayaan, serta bayangan, serta memperbarui interaksi, sistem inventory dan dialog – membuat permainan terasa lebih immersive.

Selain itu, tiap-tiap tokoh yang Anda temui di kepulauan Deadfire mempunyai kehidupan dan pekerjaan, dan tetap akan mengerjakan rutinitasnya meski pemain tidak melihat. Dan layaknya RPG sekelas Baldur’s Gate dan Planescape: Torment, Pillars of Eternity 2 menyajikan quest-quest dan kisah yang berlapis-lapis.

Pillars of Eternity 2: Deadfire saat ini telah memasuki masa produksi, diperkirakan akan meluncur di triwulan pertama 2018, tersedia di platform Windows PC, Mac, serta Linux – didistribusikan via GOG dan Steam.

Sumber: Fig.

Kumpulkan US$ 4 Juta, Pillars of Eternity Diundur ke Akhir 2014

Pillars of Eternity adalah salah satu proyek independen pertama dan terbesar Obsidian Entertainment setelah bekerja untuk beberapa publisher berbeda. Setelah sukses mengumpulkan dana lebih dari US$ 4 juta dari kampanye crowdfunding dan menjadi game paling ditunggu di 2014, gamer bertanya-tanya kapan ia siap dirilis? Continue reading Kumpulkan US$ 4 Juta, Pillars of Eternity Diundur ke Akhir 2014