Startup Headhunter Reeracoen Fokus Kembangkan Layanan HRtech “Ultra Tech”

Startup headhunter asal Jepang Reeracoen Indonesia kini fokus ke pengembangan produk HRtech “Ultra Tech” tahun ini seiring ambisinya yang ingin menjadi perusahaan terdepan dengan mengatasi masalah sosial melalui SDM dan teknologi.

Produk ini sebenarnya sudah diluncurkan sejak Januari 2018 dan siap untuk digalakkan kembali mengingat korelasinya yang kuat dengan layanan utama Reeracoen.

“Sejak kami memulai recruiting service di 2013, kami menemukan salah satu alasan masyarakat Indonesia untuk mencari pekerjaan baru adalah risiko keuangan yang diakui oleh pemerintah sebagai permasalahan sosial. Kami memulai ini dengan keinginan untuk meningkatkan inklusi finansial di Indonesia,” ucap Presiden Direktur Reeracoen Indonesia Suryanto Wijaya kepada DailySocial.

Ultra Tech adalah produk yang memungkinkan pembayaran gaji di awal kepada karyawan berdasarkan hari kerja yang dilaluinya dan skala gaji mereka yang sudah diatur terlebih dahulu oleh perusahaan. Jika karyawan mengajukan pada hari ini, mereka akan menerima gaji prabayar paling lambat satu hari berikutnya.

Untuk menikmati fasilitas tersebut, karyawan cukup mengakses aplikasi Ultra Tech dan mengisi permohonannya. Dalam aplikasi tersebut, karyawan juga dapat melihat riwayat pengajuan dan membatal pengajuan yang terlanjut sudah diajukan.

Bagi pemilik perusahaan, mereka tidak diharuskan untuk membuka rekening bank tambahan, mengubah sistem penggajian atau sistem SDM mereka. Lebih dari itu, tidak diperlukan pula beban kerja tambahan.

“Perusahaan dapat memantau secara real time keadaan penggunaan layanan ini melalui dashboard yang disediakan. Sehingga pihak perusahaan juga dapat dengan mudah dan aman menggunakan layanan ini.”

Harapannya dengan layanan ini dapat mengurangi tingkat turnover. Karyawan pun dapat memberi performa yang terbaik sehingga lingkungan kerja bisa lebih sehat.

Pencapaian Ultra Tech

Indonesia menjadi negara pertama di luar Jepang yang menjajal produk tersebut. Berikutnya Ultra Tech digulirkan ke Thailand pada Desember 2018. Di Jepang sendiri, layanan ini sudah beroperasi sejak tiga tahun.

Suryanto mengklaim Ultra Tech telah dimanfaatkan oleh 142 perusahaan dengan total 50 ribu pengguna per 1 Januari 2019. Lokasinya tidak hanya di Jakarta, tetapi sudah tersebar sampai ke Surabaya dan Medan.

Sebanyak 52% di antaranya adalah perusahaan Jepang dan sisanya adalah perusahaan lokal. Mereka bergerak di industri F&B, farmasi, manufaktur, outsource, jasa, dan pendidikan, Dikutip dari Industry, Suryanto menargetkan setidaknya pada tahun ini perusahaan dapat memiliki 100 ribu pengguna.

Untuk monetisasinya, Reeracoen mengutip biaya sistem dari tiap pengajuan gaji prabayar yang dilakukan karyawan. Hanya saja, Suryanto enggan mendetailkan besarannya.

Reeracoen hadir di Indonesia sejak 2013 dengan fokus bisnis utama sebagai rekrutmen agensi atau headhunter. Diklaim ada sejumlah pekerjaan yang hanya dapat ditemukan melalui Reeracoen, juga lebih dari 80% kandidat mendapatkan pekerjaan lewat jasa Reeracoen lewat rekomendasi pekerjaan yang lebih baik untuk peningkatan karier.

Application Information Will Show Up Here

Mengenal Marco Polo, Layanan Demand Side Platform Asal Jepang

Perusahaan agensi digital marketing asal Jepang Maverick berpartner dengan PT Reeracoen Indonesia meluncurkan sebuah produk pemasaran iklan berbasis Demand Side Platform (DSP) yang dinamai Marco Polo.

DSP adalah produk manajemen bagi pengiklan dalam menentukan ad placement secara real time. Pengiklan dapat menargetkan target user ketika mereka sedang berseluncur di dunia maya. Pemanfaatan DSP diharapkan bisa menyalurkan bujet iklan digital dari pengiklan jadi lebih efektif.

Atsushi Kitagawa, Sales Digital Marketing Department Reeracoen Indonesia, menjelaskan Marco Polo berbeda dengan konsep DSP lainnya yang ada di pasaran. Ada empat langkah bagaimana Marco Polo bekerja. Pertama, melakukan DMP Segmentation Targeting. Reeracoen sebagai perusahaan konsultan menyimpan data eksklusif dari internal yang disebut dengan Recruitment.

Di dalam sana ada tujuh spesifikasi data yang bisa dipakai, mulai dari jenis kelamin atau umur, kebangsaan, bahasa, industri, posisi pekerjaan, lokasi pekerjaan, dan lainnya. Kedua, data first party tersebut dipakai untuk remarketing user yang sudah mengunjungi situs media yang sudah jadi relasi Reeracoen dalam menempatkan iklannya. Jadinya, user akan selalu melihat iklan yang sudah mereka lihat dari situs lainnya.

Ketiga, Look-Alike Targeting. Maksudnya dari data first party yang sudah dikumpulkan, Marco Polo akan menganalisa percakapan yang dilakukan oleh user tersebut. Mesin secara otomatis akan mendapati target user baru.

Terakhir, Marco Polo akan menyortir user experience yang datang ke situs dan menganalisanya berdasarkan ketertarikan mereka masing-masing. Mesin kemudian secara otomatis akan memasukkan iklan ke target lainnya dengan ketertarikan yang sama.

“Marco Polo belum digunakan di negara manapun, baru pertama kali diperkenalkan di Indonesia. Kami ada produk yang hampir sama namun dengan brand yang berbeda yakni Sphere, sudah dipakai oleh klien kami di Jepang. Kami yakin klien di Indonesia akan tertarik dengan Marco Polo, sebab di negara lain misalnya Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang sudah cukup familiar dengan konsep DSP,” terang Kitagawa saat berkunjung ke kantor DailySocial.

Marco Polo, sambungnya, dapat menjadi jalan bagi pengiklan dalam mencari kebutuhan talenta yang sesuai spesifikasi yang diinginkan. Begitu pula untuk menjual produk secara business to businees (B2B), pengiklan dapat memilih segmentasi target user lewat posisi pekerjaan.

Beberapa publisher lokal yang sudah bekerja sama dengan Marco Polo di antaranya Kompas.com, Liputan6, KapanLagi, Okezone, dan Dream.

Kedatangan Marco Polo meramaikan iklim pemain DSP di Tanah Air. Sebelumnya sudah ada PT FreakOut dewina Indonesia untuk khusus menggarap segmen DSP. FreakOut mengklaim pihaknya adalah agensi pertama dan terbesar yang menggunakan DSP sebagai layanannya di Jepang.