Riot Games Luncurkan Merchandise VALORANT Perdana

Bisnis merchandise di dalam ekosistem gaming dan esports memang jadi peluang menarik tersendiri. Indikasi ini kembali terlihat lewat inisiatif Riot Games yang meluncurkan merchandise terhadap game rilisan terbaru mereka, VALORANT. Memang belakangan game Tactical FPS terbaru dari Riot Games ini berhasil menarik antusiasme gamers dari berbagai belahan dunia. Pada saat masih dalam fase beta sekalipun, VALORANT bahkan berhasil memecahkan rekor jumlah penonton di Twitch.

Merchandise ini mungkin bisa dibilang menjadi jawaban atas antusiasme tersebut. Pada website penjualan merchandise resmi Riot Games, ditunjukkan dua buah jenis merchandise VALORANT. Merchandise tersebut adalah jaket Windbreaker yang diberi nama sebagai jaket “Defy The Limits” dan sebuah topi Snapback berwarna hitam.

Sumber: Riot Games Official Merch Website
Sumber: Riot Games Official Merch Website

Dijual seharga 30 dollar AS (sekitar 433 ribu Rupiah), topi Snapback memiliki desain yang terlampau sederhana. Ia hanya berwarna hitam polos, dengan logo VALORANT di bagian depan yang membuatnya jadi kurang menarik. Jaket Windbreaker yang sebenarnya jadi paling menarik.

Anda memang perlu merogoh kocek cukup dalam untuk ini. Dijual seharga 120 dollar AS (sekitar Rp1,7 juta), jaket ini memiliki palet warna khas VALORANT yang didominasi biru tua dengan hiasan berwarna merah muda. Bukan hanya itu saja, jaket ini juga didesain layaknya kebanyakan materi promosi VALORANT yang telah Anda lihat. Pada jaketnya terlihat tulisan VALORANT semi transparan yang besar memanjang dari atas ke bawah. Selain itu, satu yang mungkin paling spesial adalah tulisan “Defy the Limits” dalam 9 bahasa lain.

Sayangnya, Anda tidak bisa mengirimkan merchandise Riot Games ke Indonesia. Pada pilihan pengiriman, hanya ada Singapura sebagai lokasi yang paling dekat dengan negara kita. Jaket tersebut masih dalam fase Pre-Order yang ditutup 17 Agustus 2020, dan baru akan dikirimkan pada 28 Februari 2021.

Sumber: Riot Games Official Merch Website
Detil tulisan Defy The Limit dalam 9 bahasa | Sumber: Riot Games Official Merch Website

Kira-kira, apakah merchandise ini akan menarik minat para pemain game? Apalagi melihat harga serta proses pengiriman yang sangat lama. Namun bisnis merchandise memang menggiurkan. Dalam ranah lokal, kita bahkan sempat melihat EVOS Esports yang berhasil raup 150 juta Rupiah hanya dari penjualan merchandise di MPL ID S4 dan gelaran M1 MLBB World Championship.

Secara internasional, potensi bisnis ini bahkan sampai membuat banyak brand fashion ternama berbondong-bondong melakukan kolaborasi dengan ekosistem esports. Seperti Louis Vuitton yang membuat Travel Case trofi League of Legends World Championship, Puma yang kerja sama dengan Cloud9 untuk buat koleksi pakaian untuk gamer, serta Gucci yang melakukan kolaborasi dengan Fnatic.

Xorgee Jadi Wakil Indonesia Untuk VALORANT Pacific Open 2020

Dua pekan lalu kita melihat bagaimana Riot Games mengumumkan dua inisiatif esports VALORANT untuk kawasan Asia Tenggara. Salah satunya adalah VALORANT Pacific Open, yang menjadi kompetisi terbuka untuk pemain VALORANT di Taiwan, Thailand, Hong Kong, Filipina, Malaysia, Singapura, dan tentunya Indonesia.

Akhir pekan lalu (3 Juli 2020) jadi gelaran puncak dari kualifikasi VALORANT Pacific Open Indonesia. Tim Xorgee berhadapan dengan tim bernamakan Buwungpuyuh dalam seri best-of-5. Pada ronde-ronde awal, pertandingan berjalan dengan sengit, walau akhirnya tim Buwungpuyuh hilang asa di ronde-ronde akhir.

Game 1, map Haven, jadi penentu paling sengit bagi kedua tim. Xorgee membuka permainan sebagai Attackers menunjukkan koordinasi yang sangat apik, dan membuat pertandingan berjalan dengan cukup mulus. Sementara di sisi lain, pertahanan Buwungpuyuh penuh celah, membuatnya kalah cukup telak.

Masuk half kedua, Buwungpuyuh yang mendapat kesempatan menyerang tidak ragu melawan. Sayoo, Reyna dari tim Buwungpuyuh, menunjukkan tajinya sebagai seorang Duelist. yang beberapa kali mengacak-acak pertahanan dari famouz dan kawan-kawan Xorgee. Sebegitu sengitnya game pertama sampai skor menjadi 11-11. Sayang, Buwungpuyuh jadi goyah, sehingga kemenangan diamankan oleh Xorgee dengan skor 13-11.

Game kedua, map Ascent, Rapheleen dan kawan-kawan Buwungpuyuh mendapatkan kesempatan menyerang yang kurang dimanfaatkan dengan baik. Padahal Buwungpuyuh bisa balikkan keadaan saat jadi Attackers di game 1, namun pada game ini mereka malah kalah 4-8 di akhir half pertama. Berganti sisi, sebagai Defenders Buwungpuyuh hanya dapat menambah 3 skor saja. Xorgee yang bermain dengan lebih solid akhirnya berhasil menang dengan skor 12-7.

Game ketiga, map Bind, tim Buwungpuyuh seperti tersihir yang membuat permainannya jadi tidak karuan. Permainan Xorgee memang solid, namun Buwungpuyuh ketika itu tidak mampu melawan sedikitpun, baik saat menjadi Attackers maupun Defenders. Akhirnya permainan pun usai dengan kemenangan telak tim Xorgee, 13-0.

Sumber: Instagram @mineskiesports.id
Sumber: Instagram @mineskiesports.id

Xorgee sebagai pemenang akan menjadi wakil Indonesia untuk pertandingan VALORANT Pacific Open yang merupakan bagian dari rangkaian Ignition Series. Terkait hal ini, Yudi Anggi (Justincase) selaku caster bertugas memberikan sedikit komentarnya soal Xorgee di pertandingan Pacific Open nantinya.

“Xorgee punya peluang buat berprestasi di Pacific Open nantinya. Namun satu keraguan gue mungkin adalah, kemampuan mereka belum terbukti sepenuhnya di skena lokal. Ini karena gue nggak melihat mereka beradu kemampuan dengan tim Boys With Love yang berisi veteran CS:GO seperti Nanda, Asterisk, dan Sys, di dalam turnamen ini.” tukas Yudi.

Semoga Xorgee bisa menuai hasil positif pada gelaran Pacific Open Finals yang akan diselenggarakan 21 Agustus 2020 mendatang.

Riot Games Ungkap Masa Depan VALORANT Pasca Peluncuran

Rilis 2 Juni 2020 lalu, game FPS besutan Riot Games ini menjadi salah satu magnet baru bagi komunitas gamers. Dari sisi ekosistem, Riot Games kali ini lebih memanjakan para pemain di Asia Tenggara lewat dua sajian inisiatif esports yang diselenggarakan. Selain itu, komunitas FPS lokal juga menyambut game ini dengan hangat lewat sajian 1z Asia League yang sudah selesai dilaksanakan 22 Juni 2020 lalu, dan GLHF VALORANT Open Cup yang akan bergulir 17 Juli 2020 ini.

Satu bulan berlalu, pertanyaan mulai muncul. Soal ekosistem, Yabes Elia Senior Editor Hybrid.co.id sudah sempat memberikan pandangannya soal masa depan esports VALORANT di Indonesia. Lalu bagaimana dengan masa depan gamenya itu sendiri? Baru-baru ini Anna Donlon Executive Producer VALORANT angkat bicara soal konten apa saja yang akan hadir di masa depan lewat episode serial Dev Diaries yang terbit 29 Juni 2020 lalu.

Dari semua penjelasan, yang paling menarik mungkin adalah soal kehadiran konten-konten terbaru di dalam game. Anna menjelaskan, bahwa nantinya penyajian konten baru di dalam VALORANT akan dibagi ke dalam dua bagian layaknya tayangan serial televisi, yaitu Episodes dan Act (Babak). Satu Episode akan berjalan selama 6 bulan, dengan Act atau Babak baru setiap dua bulan. Setiap Act, VALORANT akan menghadirkan Agent, Battlepass, serta melanjutkan cerita game ini. Anda mungkin masih penasaran, apa yang terjadi setelah duel antara Phoenix melawan Jett yang muncul saat awal perilisan? Kenapa bisa ada pulau mengapung di udara, yang menjadi map Ascent yang selama ini kita mainkan?

Kini, baru satu bulan Act 1: Ignition berjalan, yang artinya Act 2 beserta Agent, Battlepass, dan lanjutan cerita VALORANT akan hadir sekitar bulan Agustus 2020 mendatang. Setelah tiga Act selesai, Episode baru akan muncul yang menyajikan update besar ke dalam game. Anna tidak menjelaskan secara lebih spesifik soal apa saja yang akan muncul setiap pergantian Episode, namun ia memberi gambaran bahwa nantinya mungkin akan ada map atau fitur besar baru yang hadir di Episode baru.

Selain dari hal tersebut, Anna juga menjelaskan soal perbaikan-perbaikan yang menjadi fokus dari tim Riot Games untuk VALORANT. Termasuk di dalamnya soal perbaikan Ranked Mode dan Quality of Life di dalam game, balancing Agents dan Map, serta usaha mereka untuk membuat pengalaman bermain jadi lebih baik lewat komitmen Riot Games untuk mengatasi cheat dan perilaku toxic di dalam VALORANT.

Apa yang Anda tunggu-tunggu dari kelanjutan masa depan VALORANT? Agent baru? Map baru? Saya sendiri sih malah penasaran dengan kelanjutan cerita VALORANT. Kira-kira, kenapa ya sebuah pulau bisa mengapung di udara dan menjadi map Ascent?

GLHF Production akan Menggelar VALORANT Open Cup 2020

Tim creative production GLHF untuk pertama kalinya mengadakan turnamen esports VALORANT. Gelaran yang  bertajuk GLHF Open Cup VALORANT 2020 akan bergulir di pertengahan bulan Juli 2020 mendatang.

Lebih jauh lagi, tujuan diadakannya turnamen GLHF Open Cup VALORANT 2020 adalah bentuk antusiasme GLHF dan dukungan terhadap skena dan gamers VALORANT di tanah air. Dengan adanya turnamen yang digelar secara rutin, tentunya VALORANT akan berkembang lebih pesat dan diterima oleh komunitas gamers secara luas. Tidak menutup kemungkinan juga, gelaran ini memunculkan talenta baru esports VALORANT.

POSTER MEDIA PARTNER BARUresu

Berikut adalah beberapa detail yang perlu diperhatikan untuk mendaftar:

Registration period: 29 Juni – 8 Juli 2020
Matchday: 17-19 Juli 2020
Technical meeting: 11 Juli 2020

Biaya Pendaftaran: Rp 150.000/Tim

Format turnamen:
Double elimination
No multi slot
Max 64 Teams

Narahubung: 081287962469 (CHRIS)
Tautan pendaftaran: bit.ly/registeropencup

Sejauh ini, tampaknya belum ada banyak turnamen game VALORANT di Indonesia. Meskipun demikian, pada turnamen ini ada beberapa nama yang sudah menyatakan ikut berpartsipasi. Salah satu di antara peserta yang sudah mendaftar adalah, Kevin “Eeyore” Gunawan, pemain yang sudah malang melintang di skena internasional CS:GO. Tidak ketinggalan juga ada peserta dari kalangan streamer yang akan berpartisiapasi dalam gelaran turnamen ini.

Dalam gelaran GLHF Open Cup VALORANT 2020, sejauh ini juga didukung oleh beberapa brand. Brand Rexus dengan produk peripheral sudah berpartisipasi dan akan mendukung jalannya turnamen. Tidak ketinggalan juga ada PROS Coffee bergabung sebagai partner.

GLHF | via: Instagram glhfproduction
GLHF | via: Instagram glhfproduction

Sekalipun muncul nama pro player seperti sebelumnya, turnamen ini tetap terbuka bagi siapapun, terlepas dari rank saat  ini. Anda hanya perlu membayarkan biaya pendaftaran, mengumpulkan skuad berisi 5 orang anggota, dan tentu saja berlatih untuk menjadi juara.

Dengan adanya turnamen GLHF Open Cup VALORANT 2020, seakan memberi angin segar dan secercah harapan untuk gamers FPS yang ingin memulai karier sebagai pro player dan juga perkembangan skena esports VALORANT di Indonesia. Jangan lupa untuk menyaksikan keseruan turnamen ini yang akan disiarkan lewat kanal YouTube GLHF Production di youtube.com/glhfproduction

Disclosure: Hybrid adalah media partner turnamen GLHF Open Cup VALORANT 2020

 

Riot Games Umumkan Dua Inisiatif Esports VALORANT Asia Tenggara

Beberapa waktu lalu, kita sempat bertanya-tanya, kira-kira bagaimana rencana Riot Games untuk mengembangkan komunitas VALORANT di Indonesia? Mengingat VALORANT kompetitif secara natural, sudah pasti, kehadiran skena esports juga diharapkan? Selain itu, setelah semua yang dibicarakan oleh pihak Riot Games, Senior Editor Hybrid, Yabes Elia, juga sempat memberi sedikit analisisnya soal bagaimana masa depan esports VALORANT di Indonesia.

Kehadiran turnamen komunitas sudah jadi satu pertanda baik, tapi apa selanjutnya? Kini, semua pertanyaan tersebut akhirnya terjawab. Dalam dua hari berturut-turut, Riot Games umumkan dua inisiatif esports untuk skena Asia Tenggara. Dua inisiatif tersebut adalah VALORANT SEA Invitational, dan VALORANT Pacific Open yang tergabung dalam IGNITION Series.

Sumber: VALORANT Official
Sumber: VALORANT Official

VALORANT SEA Invitational sendiri merupakan sebuah turnamen yang menampilkan sosok kreator konten ternama dari Filipina, Malaysia, Singapura, Taiwan, Indonesia, dan Thailand. Dalam kompetisi ini para peserta akan bertanding untuk memperebutkan total hadiah sebesar US$10.000, yang juga akan disumbangkan kepada GlobalGiving.org untuk membantu perjuangan dalam melawan pandemi COVID-19. Dalam rilis disebutkan bahwa Indonesia akan diwakilkan oleh dua sosok kreator konten yaitu Luthfi Halimawan dan Watchout Gaming.

Sementara itu VALORANT Pacific Open merupakan ajang pembuktian terbuka untuk menjadi yang terbaik di Asia Tenggara. Berhubung turnamen ini setingkat Asia Pasifik, jadi ada lebih banyak negara yang bisa mengikuti kompetisi, termasuk: Taiwan, Thailand, Hong Kong, Filipina, Indonesia, Malaysia, dan Singapura.

Memperebutkan hadiah sebesar US$20.000 (Sekitar 284 juta Rupiah), gelaran VALORANT Pacific Open dimulai dari babak kualifikasi regional yang diadakan bulan Juli, dan ditutup dengan gelaran utama yang diselenggarakan mulai dari 17 hingga 23 Agustus 2020 mendatang. Untuk Indonesia, fase registrasi sudah terbuka sejak 23 hingga 30 Juni 2020 mendatang.

Sumber: VALORANT Official
Sumber: VALORANT Official

Dengan batas hanya 32 tim peserta saja, kualifikasi akan dilakukan pada tanggal 1 hingga 3 Juli 2020 mendatang, dengan memperebutkan hadiah juara regional sebesar 14,8 juta Rupiah. Nantinya, hanya sang juara saja, yang berhak bertanding di gelaran utama VALORANT Pacific Open yang diselenggarakan Agustus 2020 nanti.

Dua inisiatif esports ini menjadi bukti bahwa kini Riot Games juga melibatkan Indonesia ke dalam ekosistem esports VALORANT di Asia Tenggara. Bagaimanapun, kehadiran turnamen berjenjang menjadi salah satu elemen penting bagi ekosistem esports, karena memberikan pemain kompetitif tujuan untuk dikejar. Siapa yang tahu, mungkin nantinya juara dari masing-masing regional akan dikumpulkan untuk kompetisi tingkat dunia? Atau mungkin jenjang kompetisinya akan ke tingkat lokal Indonesia, lewat sajian kompetisi yang didukung oleh Riot Games?

Riot Ungkap Soal Ranked Mode VALORANT Untuk Update 1.02

Setelah kurang lebih hampir satu bulan rilis ke pasaran, VALORANT akhirnya mendapatkan ranked mode. Hal ini diumumkan oleh Riot Games lewat sebuah rilis resmi, yang mereka terbitkan pada laman playvalorant.com. Sebelumnya Riot Games sudah sempat membahas soal ini sejak April 2020 kemarin, sebelum game ini akhirnya rilis tanggal 2 Juni 2020 kemarin.

Pada saat masih dalam status beta, Riot Games sebenarnya sudah sempat menyajikan fitur rank dalam waktu yang terbatas. Ketika itu disebutkan bahwa Anda membutuhkan 20 kali permainan mode unranked untuk membuka mode kompetitif. Rank terdiri dari 8 tingkat dengan 3 tier di setiap rank, dengan rank tertinggi diberi nama VALORANT. Anda bisa bermain dengan party berisikan 5 pemain, dengan maksimal beda 2 rank saja.

Sumber: playvalorant.com
Sumber: playvalorant.com

Setelah berbagai feedback yang diberikan oleh para pemain pada fase closed-beta dan juga setelah beberapa pekan perilisan ini, kini akhirnya mode rank akan rilis lewat patch 1.02. Ada beberapa perbedaan dibandingkan dengan rank pada versi closed-beta. Salah satunya adalah perubahan pada ikon, yang kini dibuat jadi lebih berwarna. Selain itu, rank tertinggi diubah namanya menjadi RADIANT.

Selain dari hal tersebut, Riot juga menjelaskan beberapa hal lainnya. Pertama adalah soal pertandingan untuk placement rank. Satu yang menjadi perhatian Riot di sini adalah bagaimana agar Anda bisa bermain dengan kawan-kawan Anda untuk mendapatkan placement rank yang jelas. Jadi nantinya, meski masih dalam placement, Anda tetap bisa bermain mode rank bersama teman.

Selain soal itu Riot juga menjelaskan perhatiannya soal matchmaking antara pemain solo melawan 5-stack atau tim berisikan 5 orang. “Untuk pemain rank Immortal dan Radiant, kami melakukan beberapa perbaikan terhadap sistem matchmaking, namun kami sadar bahwa dalam tingkat tersebut, ada sedikit keuntungan ketika 5 orang dalam satu tim bertemu dengan pemain solo. Kami masih mencoba mencari cara terbaik untuk mengatasi hal ini, dan berencana untuk membagikan rencana kami nantinya.” tulis Ian Fielding, Senior Producer Riot Games dalam rilis.

Ian Fielding. Sumber: LinkedIn
Ian Fielding. Sumber: LinkedIn

Selain itu, mereka juga menjelaskan soal bagaimana perjuangan Anda mencapai rank akan dapat dilihat pada Match History Anda. Lebih lanjut, Ia juga menjelaskan bahwa Riot sadar akan tingginya permintaan terhadap fitur seputar ekosistem kompetitif seperti turnamen in-game, leaderboards dan lain sebagainya. “Untuk sekarang, kami mengutamakan agar Competitive Matchmaking dapat dirilis secara global. Namun, kami tentu ingin dapat menyajikan kebutuhan tersebut kepada komunitas nantinya.”

Jika mengutip dari apa yang dikatakan pada twit Joe Ziegler sang Game Director Riot Games yang ia tulis pekan lalu, maka update VALORANT 1.02 seharusnya akan rilis pekan ini dalam waktu dekat. Sudahkah Anda mempersiapkan untuk bermain kompetitif?

Bagaimana Masa Depan Esports Valorant di Indonesia?

Valorant memang baru dirilis awal Juni 2020 lalu namun beberapa tim esports profesional besar di luar sana sudah membuat divisi game FPS besutan Riot Games yang satu ini. Nama-nama besar organisasi esports besar yang sudah terjun ke Valorant adalah 100 Thieves, Cloud9, Gen.G, Immortals, TSM, T1, Ninja in Pyjamas, dan G2. 

CEO G2, Carlos Rodriguez Santiago, bahkan memiliki optimisme tinggi dan sentimen yang sangat positif dalam melihat masa depan esports Valorant.

Di Indonesia sendiri, sepengetahuan saya, memang belum ada organisasi esports besar yang memperkenalkan divisi Valorant mereka — sampai artikel ini ditulis. Namun demikian, turnamen Valorant untuk komunitas sudah mulai bermunculan. Beberapa turnamen bahkan digelar dalam waktu yang bertabrakan

Pertanyaan besarnya adalah apakah esports Valorant di Indonesia bisa bertumbuh subur? Untuk menjawab pertanyaan tadi, kita akan mencoba melihatnya dari berbagai segi. Pasalnya, keberhasilan esports satu game tidak hanya bisa dilihat dari satu aspek semata. Ada sejumlah hal yang relevan dan sangat berpengaruh terhadap keberhasilannya.

Namun demikian, sebelum kita masuk ke setiap bagian, ada beberapa hal yang ingin saya luruskan sebelumnya.

Pertama adalah soal definisi “subur” yang saya maksud sebelumnya. Jika berbicara soal popularitas dan jumlah pemain, patokan yang saya gunakan adalah esports Dota 2 dan Point Blank yang bisa dibilang sebagai ekosistem esports PC paling berhasil di masa kejayaannya masing-masing. Pasalnya, tidak adil juga rasanya jika membandingkannya dengan jumlah pemain PUBG Mobile, MLBB, ataupun Free Fire yang saya anggap paling berhasil jika berbicara soal esports di platform mobile. Meski begitu, faktor esports mobile nanti juga akan berpengaruh jika dilihat dari sisi sponsor. Namun kita akan bahas lebih jauh lagi soal ini nanti.

Sumber: Riot Games
Sumber: Riot Games

Kedua, artikel ini juga sepenuhnya pendapat saya. Sebagai justifikasi dari argumentasi, saya sudah bekerja full-time di industri game di Indonesia sejak 2008 saat saya masih bekerja sebagai jurnalis di salah satu media cetak yang memang fokus di ranah game dan teknologi. Kala itu, selain belum ada RRQ, EVOS, BOOM, ataupun tim-tim esports yang besar sekarang ini (adanya baru NXL dan XCN yang sampai sekarang masih ada), media-media game lainnya bahkan belum familiar dengan istilah esports. Istilah yang dulu lebih sering digunakan adalah ‘turnamen game online’.

Ketiga, mengingat saya memang pada dasarnya skeptis, saya tidak percaya dengan segala hal yang absolut — kecuali Vodk*… Aowokaowkowa… Karena itu, saya juga tidak bisa memberikan kepastian jawaban ‘iya’ atau ‘tidak’ tentang masa depan esports Valorant di Indonesia. Namun demikian, saya ingin mencoba sesuatu yang berbeda dengan memberikan persentase peluang keberhasilannya jika ditilik dari masing-masing perspektif.

Dengan penjelasan tadi, mari kita masuk ke tiap-tiap sudut pandang.

Dari sisi game-nya: 80%

Tentunya, faktor pertama yang akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan esports Valorant di Indonesia datang dari game-nya itu sendiri.

Saat saya menulis artikel ini, ukuran storage yang dibutuhkan Valorant hanyalah sebesar 8,5GB. Di sisi lain, Anda juga bisa melihat sendiri screenshot di bawah yang saya ambil dari situs resminya untuk spek PC yang dibutuhkan untuk bermain Valorant.

Sumber: PlayValorant.com
Sumber: PlayValorant.com

Valorant membutuhkan spesifikasi PC yang sangat ramah untuk kaum buruh sekalipun. Di Indonesia, jika kita berkaca dari sejarah industrinya, game-game yang populer adalah game-game yang memang membutuhkan spek rendah. Dota 2 dan Point Blank (PB) yang sempat mencapai puncak kejayaannya juga membutuhkan spek PC yang sangat ramah di kantong. Faktanya, Overwatch, Apex Legends, Rainbows Six: Siege, ataupun PUBG butuh spek yang lebih tinggi ketimbang Dota 2 ataupun PB.

Selain membutuhkan spek rendah, Valorant sendiri juga sebenarnya sangat asyik dimainkan. Apalagi, banyak orang (termasuk saya) merasa bahwa feel CS:GO juga terasa begitu kental di game ini. Sedangkan CS:GO masih jadi salah satu game FPS terlaris di PC, baik di dunia ataupun di Indonesia, sampai hari ini karena memang menawarkan feel dan gameplay yang solid.

Namun demikian, Valorant tetap menawarkan keunikan tersendiri dengan memberikan skill (Special Abilities) ke setiap karakternya (Agents). Inilah nilai jual Valorant, mekanisme dan feel yang familiar namun dengan sentuhan-sentuhan baru yang membuat kompleksitas permainan jadi jauh berbeda.

Sumber: Tangkapan Layar Pribadi
Sumber: Screenshot Valorant

Selain itu, meski baru dirilis, Valorant sendiri juga sudah memiliki fitur Spectator Mode. Spectator Mode ini sangat krusial buat perkembangan esports-nya. Selain berguna untuk menayangkan pertandingannya, Spectator Mode juga sangat berguna untuk belajar agar permainan kita lebih baik lagi dari sebelumnya — baik dari menonton pertandingan orang lain atau menonton pertandingan diri sendiri sebelumnya. Meski memang Spectator Mode di Valorant masih sangat sederhana, fitur ini sudah ada dan tinggal dikembangkan lebih jauh. Setidaknya Valorant sudah berada di arah yang benar untuk mendukung esports

Jika hanya melihat dari sisi game-nya saja, Valorant memiliki peluang yang sangat besar untuk bisa mencapai tingkat yang dulu pernah dicapai oleh Dota 2 ataupun PB di Indonesia atau bahkan lebih tinggi lagi.

Dari sisi publisher-nya: 50%

Selain dari game-nya itu sendiri, tentunya publisher juga memiliki peranan yang tak kalah penting dalam peluang keberhasilan esports-nya.

Jika kita berbicara soal Riot Games, publisher/developer game yang satu ini memang sangat unik dan hanya satu-satunya di dunia yang memang besar karena esports — setidaknya di kasta tertinggi. Kenapa saya bisa bilang demikian? Karena faktanya Riot Games besar karena esports League of Legends. 

Jika dibandingkan dengan publisher game esports lain, Valve dengan Dota 2 misalnya. Valve itu memang sudah punya nama dari zaman Half-Life, Portal, Left 4 Dead, ataupun Team Fortress 2 yang dirilis sebelum Dota 2. Ubisoft dengan R6:S juga demikian. Ubisoft sudah sukses lewat seri Assassin’s Creed, Splinter Cell, dan Far Cry sebelumnya. Overwatch dan Blizzard? Overwatch bahkan mungkin bisa dibilang bukan game yang paling berpengaruh untuk kesuksesan Blizzard karena ada seri StarCraft, World of Warcraft, dan Diablo. EA pun juga begitu karena punya seri The Sims, Need for Speed, ataupun Battlefield sebelum ada Apex Legends atau esports FIFA. KONAMI, CAPCOM, NAMCO juga sama ceritanya.

Sumber: Chris Yunker - Riot Games
Sumber: Chris Yunker – Riot Games

Developer/publisher kelas kakap di pasar global tadi memang sebelumnya sudah besar lebih dulu sebelum bergeser ke esports. Sedangkan Riot Games akhirnya bisa masuk ke jajaran developer/publisher kasta tertinggi tadi memang karena esports League of Legends. Hal ini berarti Riot Games jadi lebih perhatian soal betapa krusialnya esports terhadap kesuksesan perusahaan.

Sayangnya, meski memang dari sisi expertise Riot Games memiliki semua yang dibutuhkan untuk membuat esports game tersebut bertumbuh subur, belum tentu mereka mau memberikan perhatian lebih untuk Indonesia. Sama seperti ketika banyak orang memprediksi bagaimana kesuksesan Wild Rift nanti di Indonesia, mereka mungkin tidak menyadari bahwa kemampuan dan kemauan itu adalah hal yang berbeda.

Argumen saya seperti ini. Pasar League of Legends di Indonesia itu menyedihkan… Padahal di luar negeri, LoL masih jadi salah satu game terlaris sekarang ini. Saya kira akan lebih masuk akal bagi Riot untuk lebih menaruh perhatian lebih ke pasar yang sudah mereka kuasai sebelumnya (lewat LoL) ketimbang mencoba pasar baru. Ditambah lagi, daya beli pasar gamer di Eropa, Amerika Serikat, Tiongkok, dan Korea Selatan (yang jadi pasar terbesar LoL) itu lebih besar dari Indonesia. Ibaratnya, jika saya jadi salesman dan bisa berjualan mobil ke para pemilik perusahaan, kenapa saya harus memberikan perhatian lebih ke pasar karyawan atau malah pasar pengangguran?

Memang, saya rasa Riot Games juga ingin game-nya dimainkan di seluruh dunia, di banyak negara — tak terkecuali Indonesia. Namun demikian, resources (baik uang ataupun waktu) itu pasti terbatas. Saat menentukan prioritas penggunaan resource, tentunya lebih masuk akal untuk memberikan prioritas yang lebih tinggi ke pasar yang punya peluang keberhasilan dan daya beli yang lebih besar.

Maka dari itu, angka peluang yang saya taruh di sudut pandang ini memang hanya 50%.

Di satu sisi, Riot Games punya kemampuan dan rekam jejak yang baik dalam mengembangkan ekosistem esports di banyak region. Namun, di sisi lain, jika mereka bisa melakukannya di Amerika Serikat, Eropa, Tiongkok, dan Korea Selatan, kenapa mereka harus memberikan perhatian lebih ke Indonesia? Indonesia sendiri juga bahkan bukan pasar terbesar LoL atau negara terkaya di Asia Tenggara karena ada negara-negara lain yang mungkin lebih menguntungkan untuk jadi target pasar Valorant seperti Vietnam, Thailand, Filipina, Malaysia, ataupun Singapura.

Dari sisi komponen ekosistem esports tanah air: 30%

Hanya ada 2 komponen utama di ekosistem esports tanah air saat ini, yaitu tim esports dan event organizer. Media ataupun konten kreator memang termasuk komponen pendukung juga namun keduanya mungkin masih termasuk dalam komponen sekunder untuk ekosistem esports — setidaknya untuk sekarang ini.

Meski memang kebanyakan organisasi esports juga membuat konten dan mendapatkan banyak pemasukan dari sana, faktanya, tanpa prestasi yang jelas mereka juga bukan siapa-siapa. Bagaimanapun juga, EVOS, RRQ, BOOM, Bigetron, dan kawan-kawan lainnya tidak akan sepopuler ini tanpa prestasi mereka di berbagai kompetisi.

Sumber: RRQ via Instagram
Sumber: RRQ via Instagram

Sebenarnya sponsor juga menjadi komponen utama dalam hal eksistensi sebuah ekosistem esports namun saya akan membahasnya di bagian tersendiri setelah ini.

Sayangnya, dua komponen utama di ekosistem esports Indonesia tadi biasanya lebih memilih untuk mengikuti tren. Anda boleh pakai istilah latah atau malah market-driven tergantung dari sentimen Anda melihatnya positif atau negatif. Misalnya saja, faktanya, hanya BOOM Esports yang sekarang masih punya divisi Dota 2 dan CS:GO meski kondisi ekosistem esports-nya sudah kering kerontang di tanah air. BOOM malah mengakuisisi tim esports asal Brazil untuk divisi CS:GO mereka yang baru saja memenangkan turnamen Gamers Club Redragon Challenge.

Selain BOOM yang masih idealis dengan CS:GO dan Dota 2, mereka juga satu-satunya organisasi esports besar yang bahkan tidak punya divisi MLBB — pernah punya sebenarnya namun tidak ada lagi saat saya menulis artikel ini.

Dari sisi event organizer di tanah air juga demikian. Game-game esports mobile jauh lebih favorit untuk dipertandingkan dengan skala dan hadiah yang lebih besar.

Tanpa tim esports dan turnamen, tentu saja ekosistem esports sebuah game jadi rontok dengan sendirinya. Namun, seringnya masing-masing komponen tadi jadi saling melemparkan tanggung jawab.

Misalnya saja seperti ini, jika satu organisasi ditanya kenapa tim Dota 2 nya bubar? Jawabannya, seringnya, karena sudah tidak ada turnamen Dota 2 yang besar lagi di Indonesia. Sebaliknya, jika event organizer yang ditanya kenapa tidak ada turnamen Dota 2 lagi di Indonesia, jawabannya juga tidak jauh berbeda. Karena tidak ada tim-tim besar yang bisa menarik banyak penonton.

Selain itu, alasan-alasan lain yang sering saya dengar dari kedua belah pihak adalah sudah tidak ada sponsornya, tidak ada dukungan dari publisher-nya, ataupun sudah tidak ramai penonton atau pemainnya.

Saya bukannya membenarkan atau menyalahkan juga sebenarnya karena mereka semua juga kawan-kawan saya. Faktanya, industri memang bergerak atas dasar keuntungan.

Mungkin memang ada yang berargumen, kenapa tim-tim dan event organizer esports Indonesia tidak fokus mengejar ke pasar internasional atau regional juga karena Dota 2 dan game-game PC atau console lainnya juga masih hidup ekosistemnya di luar sana? Mungkin jawabannya akan berbeda-beda jika ditanyakan langsung namun, logikanya saja seperti ini; jika saya bisa kaya raya dan populer tanpa harus bersaing di pasar global melawan pemain-pemain industri tingkat internasional, kenapa saya harus berjuang di sana? Jika ada yang lebih mudah, kenapa harus menyulitkan diri sendiri?

Sekali lagi, saya kira keputusan tadi adalah hak dari para petinggi di masing-masing tim ataupun event organizer dan saya tidak akan mengatakan benar atau salah. Namun, yang jelas dan yang relevan dengan artikel ini, mindset seperti tadi tidak kondusif untuk mengembangkan esports Valorant di Indonesia. Kenapa?

Pertama, seperti yang saya tuliskan di bagian sebelumnya. Tidak ada alasan bagi Riot Games untuk menjadikan Indonesia sebagai prioritas tertinggi dalam hal penetrasi pasar. Dari sini saja, sudah terbayang jawaban yang akan saya dengar, “karena tidak ada dukungan publisher-nya.” Kedua, faktanya, esports mobile juga masih ramai dan lebih menguntungkan jika hanya berbicara soal lingkup nasional. Tidak ada sponsor dan tidak banyak penonton akan jadi alasan yang kembali terdengar.

Bayangan saya jadinya seperti berikut. Tim esports menunggu turnamen berskala dan berhadiah besar, sekaligus jumlah pemain atau popularitasnya. Sedangkan event organizer menunggu tim-tim esports besar, sponsor (yang akan saya bahas setelah bagian ini), dan jumlah pemain atau popularitas game Valorant. Padahal yang ditunggu, keseriusan Riot Games dalam hal penetrasi pasar untuk Valorant di Indonesia ataupun sponsor lainnya, tidak akan pernah datang. Makanya, peluangnya sama seperti harapan Anda bisa jadi pacar selebgram yang seksi dan cantik jelita itu…

Dengan perilaku yang lebih memilih untuk menunggu (ketimbang mengambil inisiatif) dan mengikuti tren di banyak komponen ekosistem esports (bahkan termasuk komponen pendukung seperti media dan konten kreator), peluang keberhasilan esports Valorant di Indonesia jadi sangat kecil atau nyaris nol besar. Meski begitu, mungkin saja behaviour atau mindset itu tadi yang akan berubah, makanya saya pun menambahkan angka peluangnya jadi 30% dari aspek ini…

Dari sisi sponsor: 10%

Nyatanya, saya juga tidak mau kerja kalau tidak digaji… Wkwakwkakw… Demikian juga industri esports juga tidak akan berjalan tanpa adanya profit buat para pelakunya.

Mengingat baik di Indonesia dan di luar sana, pendapatan terbesar masih dari sponsor, hal ini juga menjadi salah satu komponen utama yang harus dipertimbangkan.

Jika kita berbicara soal sponsor, kategori besarnya dibagi jadi dua: endemic dan non-endemic. Buat yang sudah sering baca Hybrid, harusnya saya tidak perlu menjelaskan lagi bedanya. Namun buat yang belum, sponsor endemic adalah sponsor yang industrinya berkaitan langsung. Misalnya brand gaming peripheralhardware PC, atau gaming laptop bisa disebut endemic untuk industri esports di PC. Karena mereka juga punya kepentingan langsung atas besar tidaknya pasar PC gaming di Indonesia.

Sedangkan brand non-endemic, mereka biasanya tidak punya kepentingan langsung yang terkait. Mereka hanya memanfaatkan esports untuk menjangkau pasar baru yang mayoritas berisikan anak-anak muda. Brand non-endemic ini contohnya bank, perusahaan makanan dan minuman, atau malah pijat plus-plus (kapan buka lagi ya?) wkakkwkaw…

Sumber: FaceIT
Sumber: FACEIT

Dari sisi sponsor endemic, nyatanya memang Indonesia tidak menjadi prioritas utama buat mereka. Hal ini juga sudah terlihat dari ekosistem game-game esports PC lain seperti Dota 2, CS:GO, dan kawan-kawannya. Ada yang bilang bahwa brand endemic PC gaming tidak punya budget namun saya bisa bilang bahwa pandangan itu kurang tepat. Mereka punya anggaran belanja iklan/sponsor hanya saja tidak dialokasikan untuk pasar esports Indonesia.

Intel misalnya. Di luar sana, Intel bahkan punya turnamen sendiri yang jadi paling bergengsi untuk CS:GO tingkat internasional (Intel Extreme Masters). Mereka bahkan memiliki Intel Grand Slam yang menawarkan hadiah sampai US$ 1 juta. Produsen jeroan PC seperti ASUS, GIGABYTE, MSI, atau yang lainnya juga sering terlihat jadi sponsor gelaran LoL di Tiongkok, Korea Selatan, Amerika Serikat, ataupun negara-negara lainnya.

Analoginya sebenarnya sama seperti Riot Games tadi. Indonesia sendiri memang bukan pasar yang paling menguntungkan untuk industri PC gaming. Jika produk brand-brand global tadi lebih laris dijual di Eropa ataupun negara-negara lainnya, kenapa mereka harus mengeluarkan resources lebih untuk pasar yang tidak terlalu besar seperti Indonesia? Jika mereka tidak mengucurkan dana untuk esports Dota 2 ataupun game PC lainnya di Indonesia, kemungkinan besar hal yang sama juga terjadi untuk Valorant.

Lalu bagaimana dengan sponsor non-endemic? Brand non-endemic yang sudah terjun ke esports di Indonesia kebanyakan lebih memilih pasar dengan volume yang lebih besar karena produk-produk mereka yang lebih berbasis pada mass market, seperti mie instan misalnya. Jika dibandingkan dengan pasar game mobile, tentu saja pasar game PC jadi kalah jauh. Lagi-lagi, resources itu terbatas sehingga mereka pun harus menentukan prioritas. Setahu saya, memang belum ada orang yang punya pohon uang.

Sumber: Le Mans
Sumber: Le Mans

Sponsor non-endemic ini sebenarnya bisa berubah jika mereka datang dari industri yang lebih spesifik atau niche. Misalnya, belakangan ini, PT. Honda Prospect Motor mengadakan lomba balap virtual yang bertajuk Honda Racing Simulator Championship. Lomba balap virtual ini memilih platfom PC, bukan mobile untuk game yang dipertandingkan. Menurut saya, hal ini karena gamer balapan di PC yang lebih beririsan dengan pasar mobil Honda — karena asumsinya gamer PC berada di kelas ekonomi yang lebih tinggi ketimbang gamer mobile — jadi lebih memungkinkan untuk beli mobil Honda.

Sayangnya, brand non-endemic yang mengincar pasar niche untuk kelas ekonomi menengah atas itu memang masih segelintir jumlahnya atau malah nyaris tidak ada (selain Honda tadi) di esports Indonesia.

Dengan demikian, itulah sebabnya saya menaruh angka peluang dari sponsor di sini hanyalah 10% karena memang hanya bisa berharap pada sponsor non-endemic yang mengincar pasar niche ataupun sponsor endemic yang alokasi resource-nya tidak besar untuk pasar Indonesia.

Penutup

Jadi, kembali ke pertanyaan utama dari artikel ini, bagaimana masa depan esports Valorant di Indonesia? Jika angka-angka peluang tadi dicari rata-ratanya, angkanya memang mencapai 42,5%. Namun, sayangnya, menurut saya sendiri bobot antara empat perspektif tadi sebenarnya tidak sama. Contohnya, LoL sendiri sebenarnya juga punya peluang besar untuk sukses di Indonesia dari sisi game-nya namun kenyataannya tidak demikian.

Bobot peluang dari sisi publisher sendiri pun juga tidak sama dengan bobot peluang dari aspek komponen ekosistem esports. Dota 2 jadi contoh yang sangat pas soal ini. Dari dulu, Valve juga tidak melirik Indonesia. Namun tim-tim esports dan event organizer tanah air mengambil inisiatif sendiri dan bergerak di sini semua (setidaknya saat masa kejayaannya) sehingga bisa sampai menghasilkan jagoan-jagoan Dota 2 Indonesia yang sekarang bertarung di luar negeri.

Lalu bagaimana kesimpulannya? Hmmm… Saya juga bingung sih kalau ditanya kwkwkwkw… Namun, satu hal yang pasti, andai komponen-komponen ekosistem esports Indonesia bisa memiliki mindset dan tujuan yang sama seperti saat awal-awal terbentuknya ekosistem esports Dota 2 di Indonesia dulu, besar kemungkinannya Valorant bisa melebihi kejayaan Dota 2 di Indonesia. Sayangnya, kemungkinan mindset dan tujuan yang sama itu yang sepertinya sudah mustahil untuk terjadi lagi…

Daftar Organisasi Esports yang Punya Tim Valorant

Selama lebih dari 10 tahun, Riot Games dikenal sebagai perusahaan game yang hanya membuat satu game, yaitu League of Legends. Namun, dalam satu tahun belakangan, mereka mulai meluncurkan beberapa game baru. Valorant adalah game paling baru yang Riot luncurkan. Meskipun tak terlalu populer di Indonesia, League of Legends sukses menjadi salah satu game esports paling digemari di dunia. Hal ini membuat banyak orang percaya bahwa Riot akan dapat melakukan hal yang sama dengan Valorant.

Valorant diluncurkan pada awal Juni 2020. Namun, bahkan sebelum peluncuran dari game first person shooter tersebut, telah ada sejumlah organisasi esports yang membuat tim khusus untuk Valorant, seperti T1 dari Korea Selatan dan G2 Esports dari Jerman. Valorant begitu populer sehingga mendorong sejumlah pemain profesional Counter-Strike: Global Offensive untuk banting setir menjadi pemain Valorant.

Sejauh ini, ada setidaknya 10 organisasi esports yang telah membuat tim Valorant. Menurut laporan Dot Esports, inilah daftar 10 organisasi esports tersebut:

1. 100 Thieves
2. Cloud9
3. Dignitas Female
4. Gen.G
5. Immortals
6. Lazarus
7. Sentinel
8. Team SoloMid
9. T1
10. Ninjas in Pyjamas

Sumber: Riot Games
Sumber: Riot Games

Mengingat telah muncul sejumlah tim Valorant profesional, tidak heran jika ada pihak ketiga yang tertarik untuk menyelenggarakan turnamen dari game Riot tersebut. Memang, ketika ditanya tentang strategi esports untuk Valorant, Riot sempat mengungkap bahwa mereka akan membiarkan pihak ketiga menyelenggarakan turnamen dari game tersebut. Namun, hal itu bukan berarti Riot lepas tangan sepenuhnya.

Faktanya, Riot baru saja mengumumkan Valorant Ignition Series. Melalui Ignition Series, Riot membiarkan pihak ketiga untuk mengadakan turnamen Valorant dengan format yang meeka inginkan. Namun, mereka harus mengajukan turnamen yang hendak mereka adakan pada Riot terlebih dulu. Jika Riot setuju, maka mereka akan memberikan lisensi pada pihak ketiga tersebut untuk mengadakan turnamen Valorant.

Riot mengungkap, Ignition Series diadakan dengan tujuan agar penyelenggara turnamen pihak ketiga dapat bereksperimen dengan format turnamen Valorant yang mereka adakan. Saat ini, telah ada dua kompetisi yang menjadi bagian dari Valorant Ignition Series, yaitu G2 Esports Valorant Invitational yang ditujukan untuk kawasan Europe, Middle East, dan Africa (EMEA) dan RAGE, yang diselenggarakan di Jepang. Keduanya akan diadakan pada 19-21 Juni 2020.

Turnamen berikutnya dari Ignition Series akan diadakan pada 26-28 Juni 2020. Sayangnya, belum ada informasi apapun tentang turnamen tersebut, termasuk nama atau kawasan tempat turnamen diadakan.

Sepekan Alpha Test, Wild Rift Sudah Dapatkan Balancing Patch

Pekan lalu, tepatnya 6 Juni 2020, fase Alpha Test dari game mobile League of Legends, yaitu Wild Rift, sudah dimulai untuk Filipina. Walau masih Alpha Test, namun antusiasme komunitas Filipina dan Asia Tenggara terlihat sangat tinggi terhadap game ini, terbukti lewat banyaknya konten yang tercipta selama masa tersebut, dan jumlah penonton.

Setelah satu pekan, dan eksperimen yang dilakukan penerima Alpha Test Wild Rift, Riot Games gerak cepat, dan meluncurkan balancing perdana. Lewat sebuah twit, Riot Games mengumumkan apa saja yang akan diubah, dan alasan atas perubahan tersebut.

Salah satu yang berdampak cukup besar adalah perubahan untuk Turret/Tower. Memang selama Alpha Test, banyak yang berpendapat bahwa Turret/Tower di Wild Rift terlalu lemah dan terlalu mudah untuk dijebol. Namun, alasan kenapa Turret lebih mudah dijebol di Wild Rift sebenarnya masuk akal, karena game ini dirancang untuk dapat selesai dalam durasi kisaran 15-20 menit.

Namun pada akhirnya Riot menambah kuat sedikit Turret di Wild Rift agar tetap dapat dijebol dengan mudah, namun tidak terlalu cepat. Perubahan yang dilakukan adalah penambahan damage serangan dan pertahanan Turret jika ia di-backdoor. Selain itu Riot juga meningkatkan tingkat pertahanan Turret dalam, dari tadinya tingkat damage reduction hanya 35 persen saja, menjadi 50%.

Selain dari itu, total ada 5 Champion yang menerima balancing pada Wild Rift Alpha Patch Notes 16 Juni ini. Gragas mendapat buff setelah melihat Mana miliknya terlalu cepat habis, dan damage Barrel Roll serta Drunken Rage terlalu lemah. Ezreal juga mendapat buff, yaitu damage serta rasio AD Mystic Shot ditingkatkan.

Sementara itu, 3 Champion lain diberikan nerf. Pertama Master Yi, dengan mengurangi efek Wuju Style yang selama ini memberi damage terlalu besar. Kedua Vayne, yang damage-nya terlalu besar, karena efek aktif Silver Bolts memberi bonus attack speed terlalu besar. Lalu Jinx, yang juga jadi terlalu mematikan karena punya attack speed yang terlalu tinggi.

Selain nerf dan buff, Riot Games juga memberikan daftar Watchlist. Daftar ini berisikan hero dan juga mekanisme permainan yang sejauh ini dianggap masih baik-baik saja, namun sudah mendapat banyak feedback dari komunitas.

Untuk sementara ini, Smite, Blitzcrank, Nani, Champion Marksmen, dan Jax sedang diawasi, karena sudah mendapat feedback dari komunitas, namun masih terlihat aman sejauh ini. Lebih lengkap Anda dapat melihat twit dari akun resmi wildrift.

Menurut laman resmi, Wild Rift direncanakan rilis akhir tahun 2020 ini. Namun, semoga saja ada kejutan seperti yang dilakukan Riot Games saat merilis VALORANT lebih dini dari yang sudah dijadwalkan.

VALORANT Ignition Series, Rangkaian Turnamen Kolaborasi Riot Games Dengan Komunitas

Rilis 2 Juni 2020 lalu, game FPS besutan Riot Games ini segera mendapat penerimaan yang positif. Walau jumlah penontonnya di Twitch menurun, namun game ini tetap memiliki antusiasmenya tersendiri, bahkan sampai menarik perhatian sosok-sosok komunitas FPS di Indonesia. Dengan latar belakang nama besar Riot Games yang sukses membawa League of Legends menjadi esports global, pengembang asal California ini jadi mengemban beban untuk dapat membawa VALORANT mencapai titik kesuksesan yang sama.

Sebelumnya, Riot sudah sempat umumkan bahwa mereka tidak akan tangani turnamen esports VALORANT sendiri untuk sementara waktu. Namun bukan berarti Riot Games lepas tangan sepenuhnya, karena baru-baru ini mereka mengumumkan sebuah rangkaian kompetisi yang diberi nama VALORANT Ignition Series.

Sumber: VALORANT Official
Sumber: VALORANT Official

Anda penggemar fighting game mungkin sudah terbiasa dengan format ini. VALORANT Ignition Series ibarat seperti Capcom Pro Tour di Street Fighter V atau Tekken World Tour di Tekken 7. Jadi dalam Ignition Series, penyelenggara pihak ketiga diperkenankan membuat turnamen Valorant mereka masing-masing. Para penyelenggara lalu diperkenankan untuk mengajukan turnamen ini kepada Riot Games agar turnamen besutannya diberi lisensi dan masuk dalam rangkaian Ignition Series; seperti IFGC Max yang mendapat lisensi Challenger Event pada rangkaian TWT 2020.

Pada laman khusus VALORANT Ignition Series, Riot Games mengatakan “VALORANT Ignition Series adalah langkah pertama setelah peluncuran game, untuk memfasilitasi laga kompetitif yang terorganisir. Rangkaian ini membebaskan penyelenggara pihak ketiga untuk bereksperimen dengan ragam format dan bentuk kompetisi, agar nantinya bisa menjadi fondasi bagi skena kompetitif Valorant.”

Dalam rangkaian ini, Riot Games mengumumkan dua kompetisi terlebih dahulu, yaitu G2 Esports VALORANT Invitational untuk regional Europe, Middle East, Africa (EMEA) dan RAGE, turnamen VALORANT dari Jepang. Dua kompetisi tersebut diselenggarakan pada tanggal yang sama yaitu dari 19-21 Juni 2020 mendatang.

Riot juga menjelaskan bahwa mereka telah bekerja sama dengan lebih dari 20 organisasi esports di seluruh dunia. Jadi, walau saat ini hanya ada dua turnamen yang diumumkan, namun kita akan melihat rangkaian Ignition Series lainnya yang diselenggarakan di Amerika Utara, Brazil, Amerika Latin, Korea Selatan, Jepang, Asia Tenggara, Oseania, Eropa, Rusia, Turki, dan Timur Tengah.

Terkait esports VALORANT untuk regional Asia Tenggara dan Indonesia, Justin Hulog General Manager Southeast Asia and Taiwan for Riot Games, sempat mengungkap rencana yang ia pikirkan lewat sebuah wawancara eksklusif yang saya lakukan.

Justin mengatakan bahwa salah satu fokus yang ingin ia capai untuk tahun ini adalah memastikan ekosistem VALORANT di Asia Tenggara memiliki tim dan liga lokal yang kuat. “Agar jika nanti menjadi besar, esports VALORANT tak hanya sukses untuk sesaat, tetapi juga bisa berkelanjutan sampai jangka panjang.” Tambahnya.

Melihat hal ini, apakah artinya penyelenggara turnamen lokal punya kesempatan untuk mengajukan rencana turnamen VALORANT miliknya kepada Riot Games untuk jadi bagian dari Ignition Series?