Ditolak NCAA, Riot Games Akan Dirikan Badan Regulasi Esports Universitas Sendiri

Kompetisi tingkat mahasiswa dan universitas adalah bagian penting dari olahraga di Amerika Serikat. Selain sebagai lahan pencarian bakat menuju dunia olahraga profesional, liga-liga level universitas ini juga memiliki daya tarik tersendiri bagi penonton. Banyak organisasi juga menawarkan beasiswa untuk mahasiswa yang berprestasi di bidang olahraga, dan di sana terdapat asosiasi khusus bernama NCAA (National Collegiate Athletic Association) yang menangani regulasi untuk pertandingan olahraga level mahasiswa.

Kompetisi tingkat mahasiswa belakangan ini juga menjadi wacana hangat di industri esports. Banyak penerbit game sudah mulai bergerak ke arah sana, contohnya Capcom yang akan meluncurkan liga Street Fighter mahasiswa. Riot Games juga memiliki kejuaraan League of Legends tingkat mahasiswa yang bernama League of Legends College Championship. Untuk tahun 2019, liga tersebut akan mulai berjalan pada tanggal 23 Mei.

Team Liquid
Team Liquid | Sumber: lolesports

Sejalan dengan usaha para pegiat esports untuk membuat industri ini semakin berkembang, kebutuhan untuk regulasi tentu muncul, misalnya untuk melindungi hak-hak atlet di lapangan. NCAA sebagai asosiasi olahraga yang sudah berdiri lama di Amerika diharapkan menjadi badan yang bisa memayungi hal tersebut. Sayangnya, dalam pertemuan NCAA Board of Governors tanggal 30 April lalu, rencana memasukkan esports sebagai bagian dari NCAA gagal.

Para anggota Board of Governors telah melakukan voting tentang pengembangan esports, namun ternyata hasilnya imbang 6 lawan 6 suara. Dari hasil voting tersebut, mereka kemudian sepakat untuk menunda pengembangan esports hingga waktu yang tidak ditentukan.

Memang ada banyak tantangan yang muncul dalam gagasan tentang esports ini. Sebagian suara mempertanyakan kelayakan esports untuk dimasukkan dalam kategori kegiatan olahraga. Sementara para stakeholder dari industri esports tidak setuju dengan aturan NCAA tentang keamatiran, yang membatasi penghasilan para atlet di tingkat universitas dari uang hadiah, pemasukan iklan, atau donasi streaming.

G2 Esports
G2 Esports | Sumber: lolesports

Menurut kabar yang dilaporkan oleh Sports Business Daily, Riot Games akhirnya menanggapi keputusan NCAA ini dengan cara mendirikan badan regulasi sendiri khusus untuk esports League of Legends tingkat universitas. Secara kepemilikan, badan regulasi tersebut memang akan berada di bawah Riot Games. Tapi secara struktur, mereka akan bergerak secara independen sebagai divisi terpisah, sama seperti badan-badan yang membawahi 13 liga League of Legends profesional yang sudah ada termasuk LCS di Amerika dan LEC di Eropa.

Badan regulasi baru ini akan menangani koordinasi dan birokrasi antara para stakeholder esports dengan pihak kampus, dan akan menghadapi tantangan-tantangan yang berbeda dari liga esports profesional. Salah satu tantangan itu adalah tidak adanya organisasi esports yang berdiri sebagai perusahaan independen, yang memiliki kendali penuh atas aset-aset serta modal milik mereka. Liga mahasiswa juga membutuhkan dewan penasihat eksternal yang terdiri dari para pakar olahraga serta pakar pendidikan tingkat universitas.

Invictus Gaming
Invictus Gaming | Sumber: lolesports

Sebagai industri yang masih berada di tahap perkembangan, keuntungan finansial merupakan faktor yang tidak hanya penting bagi para investor, namun juga para calon atlet esports. Karena itu wajar bila peraturan tentang keamatiran menjadi isu yang cukup panas. Atlet berprestasi dalam usia belia sudah banyak bermunculan di dunia esports, dan mereka telah membuktikan bahwa mereka mampu bertanding melawan pemain-pemain yang jauh lebih senior. Pembatasan terhadap imbalan finansial dapat dipandang sebagai perlakuan tak adil terhadap bakat mereka.

Di Amerika sendiri aturan keamatiran yang diterapkan NCAA sudah sering menjadi kontroversi. Mungkin atlet-atlet mahasiswa tidak bisa diperlakukan 100% seperti seorang profesional, karena mereka memang belum sepenuhnya menjadikan olahraga sebagai pekerjaan. Akan tetapi ketika muncul talenta hebat yang berpotensi meraih prestasi serta menggerakkan revenue dalam jumlah besar, tentu kompensasi yang diberikan pun harus setara. Mengatur hal ini adalah salah satu tanggung jawab terbesar badan regulasi baru yang didirikan Riot Games.

Sumber: Sports Business Daily via Esports Insider

Tencent dan Riot Games Dirikan Perusahaan Esports Baru, TJ Sports

Dua raksasa industri game, Tencent Games dan Riot Games, baru saja mengumumkan kerja sama baru di bidang esports. Kerja sama itu berwujud pembuatan perusahaan baru yang khusus menangani esports, bernama TJ Sports (Tengjing Sports). Pengumuman ini diungkap dalam acara 2019 China League of Legends Leader Summit, di kota Shanghai, pada tanggal 10 Januari lalu.

Menurut keterangan dari Ma Xiaoyi, Senior Vice President dari Tencent Group, perusahaan baru ini memiliki fokus pada hal-hal seputar bisnis League of Legends, baik jangka pendek ataupun jangka panjang. Beberapa kegiatan yang akan mereka lakukan antara lain penyelenggaraan turnamen, manajemen talenta, pembangunan esports venue, serta pembuatan produk-produk yang berkaitan dengan League of Legends.

TJ Sports
Peresmian TJ Sports | Sumber: Esports Observer

TJ Sports juga akan bekerja sama dengan Tencent atau Riot untuk menangani game mereka nantinya. Menurut laporan dari 36Kr dan dilansir dari Esports Observer, 50% saham TJ Sports dimiliki oleh Tencent, sementara 50% sisanya dipegang oleh Riot. Kepemimpinan perusahaan ini dipikul oleh dua orang co-CEO, yaitu Jin Yibo dan Lin Song. Jin Yibo sebelumnya adalah pimpinan divisi League of Legends di Tencent. Sedangkan Lin Song dulunya pernah bekerja di P&G, Kinsey, serta TripAdvisor, sebelum menjadi pimpinan cabang Riot Games di Tiongkok. Markas TJ Sports sendiri berlokasi di kota Shanghai.

“TJ Sports akan membangun tim penyelenggaraan turnamen terbaik untuk meningkatkan kualitas turnamen dan user experience kami, serta membuat standardisasi industri esports,” kata Xiaoyi, dilansir dari Esports Observer. Lanjutnya, “Di jangka panjang, TJ Sports berencana menjadi perusahaan operasi esports internasional, meningkatkan diversitas dan keberlanjutan industri esports dalam skala global.”

Invictus Gaming - Worlds 2018
Invictus Gaming, juara Worlds 2018 | Sumber: Rift Herald

Proyek TJ Sports dalam waktu dekat adalah League of Legends Pro League (LPL) 2019 yang berjalan mulai pada tanggal 14 Januari untuk periode Spring Season. TJ Sports telah menjalin kerja sama dengan berbagai perusahaan untuk kompetisi ini, termasuk di antaranya Mercedes-Ben, KFC, serta Weibo.

Berikut ini daftar partnership lengkap TJ Sports untuk LPL 2019:

  • Head Partner: Mercedes-Benz
  • Official Partner: KFC, Alienware, Hongmo, Zhanma, Yili Guliduo, Doritos, L’Oreal Men Expert, HUPU
  • Equipment Partner: DxRacer
  • Media Rights Partner: Huya, Douyu, Panda TV, Bilibili, Tencent Sports, Weibo

Selain sponsor yang sudah ada, Lin Song berkata bahwa LPL sedang mencari title sponsor untuk tahun 2019 ini. Ditambah lagi, Esports Observer pernah melaporkan bahwa Tencent sedang melakukan negosiasi sponsorship dengan Nike untuk LPL. Akan tetapi negosiasi ini sedang menemui jalan buntu, karena Nike ingin menjadi apparel sponsor eksklusif. Artinya semua tim LPL, termasuk pelatih dan manajer, hanya boleh memakai pakaian produk Nike saat tampil di pertandingan. Ini tentu menyulitkan, karena tim jadi tidak bisa menjalin kerja sama dengan brand pakaian lain.

Nicolo Laurent, CEO Riot Games, yakin bahwa TJ Sports dapat membawa League of Legends, sebagai esports, ke level yang lebih tinggi lagi. Pada tahun 2018 lalu, pertandingan final League of Legends World Championship telah ditonton oleh lebih dari 99 juta viewer. Sementara LPL sendiri telah memecahkan rekor dengan total jumlah tontonan sebanyak 15 miliar view. Kita lihat nanti sepesat apa pertumbuhan angka ini di tahun 2019.

Sumber: Esports Observer

OpenCritic Berikan Kepraktisan Ala Metacritic Dengan Penyajian Transparan

Dengan makin bertambahnya jumlah media game, skor teragregasi menjadi kian esensial. Sebagai salah satu penyedia jasa ini, industri kini seakan-akan sangat bergantung pada Metacritic untuk memperoleh pengakuan atas karya yang telah dibuat. Tapi ada masalah di sana karena Metactitic tak mau mengungkap formula mereka usung dalam memproses Metascore. Continue reading OpenCritic Berikan Kepraktisan Ala Metacritic Dengan Penyajian Transparan

Riot Games Rilis Video CGI Epik League of Legends Berjudul A New Dawn

Setelah kegemparan yang disebabkan Dota 2 melalui turnamen The International 4 dimana total hadiah mencapai lebih dari US$ 10 juta, khalayak tampak terlena dan lupa bahwa League of Legends masih menjadi game dengan jumlah pemain terbanyak. Hanya sehari setelah The International 4 usai, Riot Games meluncurkan video trailer baru League of Legends. Continue reading Riot Games Rilis Video CGI Epik League of Legends Berjudul A New Dawn

27 Juta Orang Bermain League of Legend Setiap Hari

Banyak orang penasaran, sebenarnya seberapa banyak orang yang masih memainkan ‘game yang paling sering dimainkan di dunia’? Informasi terkini pernah menyebutkan bahwa League of Legends memiliki lebih dari 75 juta user teregistrasi, namun seberapa banyak di antara mereka yang memainkan permainan tersebut tiap hari?

Continue reading 27 Juta Orang Bermain League of Legend Setiap Hari