Shooper App to Facilitate Users Comparing Prices from Various Stores

Frugal becomes one of the most basic economic principles. That principle is increasingly relevant in such crisis as the current situation. A brand-new startup named Shooper offers a solution that fits the condition by creating a platform to find the cheapest food ingredients. The platform allows users to compare prices in many stores at once to find the most affordable.

Shooper’s Founder & CEO, Oka Simanjuntak said the platform was a community sharing application. This cannot be separated from the establishment of Shooper who was inspired by a group of housewives in Bintaro, South Tangerang, who often shared information about the prices of household needs in the shops around their homes. Simanjuntak, who also had difficulty comparing prices, took the idea and applied it to Shooper.

Shopping receipt as the key

With the crowdsourcing method, Shooper began operating since January this year as an application on Android. The main ability of this platform is how they collect data from shopping receipts. Shooper uses artificial intelligence to read receipts and then analyze the data to see consumer behavior. Analysis of the data then becomes a way of monetization for Shooper.

“Almost all companies successful with analytics, mind to share user data, but they find user patterns interacting on the platform. Therefore, it’s not personal data, but behavior pattern data,” Simanjuntak said via an online press conference.

The other monetization strategy is by using specific target ads. With so many shopping receipts uploaded by users, Shooper can find the characteristics of each user that associate ads to their behavior.

User acquisition target

With these capabilities, Shooper offers a number of features for its users ranging from the lowest price comparison in many supermarkets, making shopping lists, loyalty programs, to shopping report features within a month. All are connected with the Shooper algorithm which helps users get the best price for their basic daily needs.

About three months into operation, he claims the platform has partnered with 1300 stores consisting of supermarkets, minimarkets, or other non-supermarket stores, the majority of which are in South Jakarta and South Tangerang. However, some shops in South Sumatra, Jambi, Papua, Kalimantan and Bali have already covered by them. They chose the offline store because the number of people who shop there is still far greater than in online stores.

Simanjuntak said, the price of household items in online stores is indeed cheaper, but shipping costs make it more expensive than offline stores. He also added that food expenditure could reach 50% of the total expenditure of a household.

“When being compared, transportation spending is only around 9% but there are already two large unicorns from the transportation sector,” he added.

Currently, there are around 1200 Shooper users with 60% actively using it. The products they have recorded has reached more than 10,000 items. Shooper funding status is still running in bootstrap with the help of angel investors. “We hope there will be 100 users at the end of the year and within 2-3 years we can reach 1 million users,” Simanjuntak said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Aplikasi Shooper Mudahkan Pengguna Bandingkan Harga Barang Antartoko

Berhemat merupakan salah satu prinsip ekonomi paling dasar. Prinsip itu kian relevan di situasi paceklik seperti sekarang. Sebuah startup anyar bernama Shooper menawarkan solusi yang sesuai dengan kondisi itu dengan menciptakan platform guna menemukan bahan makanan yang termurah. Platform tersebut memungkinkan pengguna membandingkan harga di banyak toko sekaligus untuk mencari yang paling terjangkau.

Founder & CEO Shooper Oka Simanjuntak menyebut, platformnya sebagai aplikasi community sharing. Ini tak lepas dari berdirinya Shooper yang terinspirasi dari sekumpulan ibu rumah tangga di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan, yang kerap berbagi informasi mengenai harga kebutuhan rumah tangga di toko-toko sekitar rumah mereka. Oka yang juga mengalami kesulitan untuk membandingkan harga, mengambil ide tersebut dan menerapkannya ke Shooper.

Struk belanja jadi kunci

Dengan metode crowdsource tersebut, Shooper mulai beroperasi sejak Januari tahun ini dalam bentuk aplikasi di Android. Kemampuan utama dari platform ini adalah cara meeka mengumpulkan data dari struk belanja. Shooper menggunakan kecerdasan buatan untuk membaca struk lalu menganalisis data tersebut untuk melihat perilaku konsumen. Analisis data itu kemudian menjadi salah satu cara monetisasi bagi Shooper.

“Hampir semua perusahaan yang sukses melakukan analytics, bukan share data pengguna, tapi mereka menemukan pola-pola pegguna berinteraksi di platform. Jadi bukan data pribadi, tapi data pola perilaku,” ujar Oka lewat konferensi pers secara daring.

Monetisasi lain yang diterapkan oleh iklan dengan target spesifik. Dengan banyaknya struk belanja yang diunggah oleh para pengguna, Shooper bisa menemukan karakteristik tiap pengguna sehingga iklan yang mereka hubungkan sesuai perilaku mereka.

Target jumlah pengguna

Dengan kemampuan tersebut, Shooper menawarkan sejumlah fitur bagi para penggunanya mulai dari perbandingan harga termurah di banyak supermarket, membuat daftar belanja, program loyalti, hingga fitur laporan belanja dalam kurun sebulan. Semua terhubung dengan algoritme Shooper yang membantu pengguna mendapatkan harga terbaik kebutuhan pokok sehari-hari mereka.

Sekitar tiga bulan beroperasi, Oka mengklaim platoformnya sudah memuat informasi dari 1300 toko offline yang terdiri dari supermarket, minimarket, ataupun toko non-swalayan lain yang mayoritas berada di Jakarta Selatan dan Tangerang Selatan. Namun beberapa toko di Sumatera Selatan, Jambi, Papua, Kalimantan, dan Bali sudah ada beberapa yang terjamah oleh mereka. Alasan mereka memilih toko offline adalah jumlah orang yang belanja di sana masih jauh lebih besar ketimbang di toko daring.

Harga bahan pokok di toko daring menurut Oka memang lebih murah, namun ongkos kirim membuatnya lebih mahal dari toko offline. Ia pun menambahkan belanja bahan pangan bisa mencapai 50% dari total pengeluaran sebuah rumah tangga.

“Jika dibandingkan, kebutuhan transportasi spending-nya hanya sekitar 9% tapi dari itu saja sudah ada dua unicorn yang besar dari sektor transportasi itu,” ucap Oka.

Saat ini total pengguna Shooper sekitar 1200 saja dengan 60% aktif menggunakannya. Jumlah produk yang sudah mereka data sejauh ini sudah lebih dari 10 ribu item. Status pendanaan Shooper pun masih berjalan secara boostrap dengan bantuan angel investor. “Kita berharap di akhir tahun ada 100 pengguna dan dalam 2-3 tahun kita dapat mencapai 1 juta pengguna,” pungkas Oka.

Application Information Will Show Up Here