StartupBlink: Indonesia Masuk Peringkat ke-45 di Ekosistem Startup Global 2021

Ekosistem startup di Indonesia naik sembilan peringkat menjadi ke-45 secara global menurut laporan termutakhir yang dikeluarkan StartupBlink “Global Startup Ecosystem Index 2021”. Pada laporan di tahun sebelumnya, Indonesia masuk dalam urutan ke-54.

Dibandingkan negara tetangga di Asia Tenggara, Singapura memimpin posisi di peringkat ke-10, disusul Malaysia (40). Posisi Thailand mengekor setelah Indonesia berada di peringkat ke-50, Filipina (52), dan Vietnam (59).

Lebih jauh dipaparkan, untuk di kawasan Asia Pasifik, Indonesia masuk dalam peringkat ke-10. Jakarta adalah kota dengan peringkat tertinggi di Indonesia, naik tujuh peringkat ke peringkat ke-34 secara global dan peringkat ke-12 di antara kota-kota lain di kawasan APAC.

Secara global, kota ini juga mendapat label sebagai pusat inovasi kewirausahaan ke-12 untuk teknologi transportasi, ke-13 untuk e-commerce dan teknologi ritel, dan masuk dalam 50 besar untuk teknologi pendidikan, pangan, Teknologi pemasaran & penjualan, dan sosial & kenyamanan.

Di balik peringkat tersebut, masih ada kesenjangan yang cukup besar antara Jakarta dan kota-kota lainnya di Indonesia. Misalnya, Bandung yang merupakan kota nasional terbesar kedua, namun secara global ada di peringkat ke-368. Lalu, Yogyakarta ada di posisi ke-668 setelah turun 21 peringkat, dan Surabaya turun 24 peringkat ke peringkat 759. Namun, secara total Indonesia memiliki 7 kota yang masuk dalam top 1000 secara global.

Dengan bonus demografi yang besar, negara ini masih memiliki tantangan dari lingkungan politik yang tidak stabil dan tingkat birokrasi regulasi yang tinggi. Untuk mengatasi hal tersebut, StartupBlink merekomendasikan sektor publik harus fokus pada penciptaan infrastruktur hukum dan sistem pendukung yang sesuai agar startup dan pengusaha berkembang.

Selain itu, kota-kota di Pulau Bali juga berpotensi menjadi hub startup Indonesia, mengingat di sana banyak pengusaha asing yang hidup nomaden digital bermukim. “Jika saja infrastruktur internet menawarkan konektivitas yang lebih andal, mempertimbangkan populasi dan ukuran negara, Indonesia sangat membutuhkan kota-kota dengan ekosistem startup yang lebih kecil untuk mempersempit kesenjangan besar dengan Jakarta,” tulisnya.

Dalam menyusun indeks ini, StartupBlink mengompilasi dari berbagai sumber data yang diproses oleh suatu algoritma dan terintegrasi dengan StartupBlink Global Startup Ecosystem Map yang interaktif dan crowdsourced. Data-data dari mitra global StartupBlink, seperti Crunchbase, Semrush, dan Meetup, juga digabungkan untuk melengkapi analisis.

Laporan tersebut memberikan dua set peringkat: yang pertama untuk negara, dan yang kedua untuk ekosistem individu di dalam kota. Setiap lokasi memiliki skor total, yang merupakan penjumlahan dari tiga skor pengukuran Kuantitas, Kualitas, dan Lingkungan Bisnis. Skor memiliki kepentingan komparatif, memberikan wawasan unik tentang perbedaan antara ekosistem yang berbeda secara absolut.

Berdasarkan algoritme tahun-tahun sebelumnya, laporan tahun ini memberikan bobot lebih kepada startup B2B, menambahkan lebih banyak parameter yang terkait dengan layanan teknologi dalam kumpulan data, dan meningkatkan pengumpulan data dari pusat R&D perusahaan internasional.

Foto Header: Depositphotos.com

StartupBlink: Peringkat Indonesia Merosot di Ekosistem Startup Global 2020

Ekosistem startup di Indonesia Indonesia merosot ke-54 secara global menurut laporan termutakhir dari StartupBlink bertajuk “The StartupBlink 2020 Global Ecosystem Report”. Pada laporan sebelumnya, Indonesia masuk dalam urutan 50 besar, atau tepatnya ke-41.

Dibandingkan negara tetangga di Asia Tenggara, posisi Malaysia tergolong lebih unggul (48), Thailand (50), Filipina (53), dan Vietnam (59). Singapura ada di urutan tertinggi (16) di regional ini. Padahal secara kuantitas, Indonesia termasuk memiliki startup unicorn yang banyak di kawasan ini, per tahun 2020 totalnya sudah ada 6 startup yang terkonfirmasi menyandang status tersebut.

Tidak dipaparkan penyebab mengapa peringkat Indonesia turun. Didetailkan lebih dalam, Jakarta (41) menjadi kota terdepan di Indonesia dalam mendukung ekosistem startup. Namun posisi tersebut ternyata turun dua peringkat, sekaligus masuk dalam urutan ke-13 di Asia Tenggara.

Pada urutan kedua, ditempati oleh Bandung yang turun 86 peringkat dari posisi di tahun sebelumnya menjadi 389. Menariknya, muncul kota baru untuk pertama kalinya, yakni Yogyakarta (647), Medan (960), dan Semarang (982).

“Penting juga untuk disebut, Tangerang dan Surabaya [peringkat] meroket hingga ratusan sekarang ada di peringkat 515 dan 735 secara berurutan,” sebut laporan tersebut.

Kota-kota di Pulau Bali juga disebutkan berpotensi menjadi startup hub di Indonesia. Salah satu alasannya karena tingginya populasi pengusaha asing dan nomaden digital, namun jika didukung dengan infrastruktur internet yang cepat akan memungkinkan konektivitas yang jauh lebih andal.

“Distribusi yang baik dari delapan kota peringkat tertinggi ini memberikan kemenangan besar bagi Indonesia. Akan tetapi, dengan mempertimbangkan populasi dan ukuran negara, kota-kota lainnya dengan peringkat rendah perlu mempersempit kesenjangan dari ibukota Jakarta.”

Kualitas internet

Mendukung laporan StartupBlink, OpenSignal sebelumnya juga mengungkapkan temuan yang mirip. Dari laporan terakhir yang mereka publikasi, ditemukan kecepatan unduhan dan unggahan dari jaringan seluler di 44 kota besar di Indonesia mengalami pertumbuhan bagus, akan tetapi tidak merata.

Padahal, sambungan internet berkecepatan tinggi merupakan salah satu syarat untuk mewujudkan cita-cita ekonomi digital yang kuat.

Terkait pertumbuhan kecepatan unduhan, Kota Sorong (Papua Barat) dan Ambon (Maluku) menduduki urutan dua teratas. Peringkat ketiga ditempati Jayapura dengan peningkatan kecepatan sebesar 85% dibandingkan kota-kota lainnya. Ketiga kota ini memperoleh kecepatan unduhan hampir dua kali lipat kecepatan rata-rata nasional yang sebesar 9,8 Mbps.

Sementara itu terkait pertumbuhan kecepatan unggahan, kota Kupang (NTT) menduduki urutan pertama. Di sana, pengguna memperoleh 70% peningkatan kecepatan unggahan rata-rata sebesar 8,3 Mbps, hampir dua kali lipat dari rata-rata kecepatan nasional sebesar 4,5 Mbps.

Untuk provinsi-provinsi di Jawa tertinggal dibandingkan provinsi di pulau lainnya jika ditinjau dari persentase pertumbuhan; kendati kalau dibandingkan dari sisi kecepatan saat ini tidak kalah. Peringkat tertinggi diraih oleh Malang (15) dan Bandung (18). Jakarta menempati posisi ke-28 dengan kecepatan unduhan rata-rata 10,2 Mbps. Namun menduduki peringkat ke-32 di daftar kecepatan unggahan, dengan kecepatan rata-rata 4,8 Mbps.

Cimahi menjadi satu-satunya kota di urutan paling bawah daftar kecepatan unggahan dengan rata-rata 4,0 Mbps dan peringkat terakhir kecepatan unduhan dengan kecepatan 1,1 Mbps.

“Dengan semakin mudahnya penyediaan pengalaman jaringan seluler untuk para pengguna di wilayah perkotaan, cukup mengejutkan ketika pengguna di sepuluh dan enam kota masing-masing tidak memperoleh peningkatan kecepatan unduhan dan unggahan di atas rata-rata nasional. Kecepatannya hanya berhasil meningkat hingga 10% di bawah rata-rata nasional.”

HootSuite mencatat kecepatan internet di Indonesia rata-rata 20,1 Mbps dengan rata-rata di global 73,6 Mbps. Laporan ini dirilis pada awal tahun ini. Sementara, dari riset lainnya dari Seasia, mencatat kecepatan internet Indonesia menduduki peringkat ke-92 dari 207 negara dengan rata-rata kecepatan 6,65 Mbps. Sementara di global rata-ratanya adalah 11,03 Mbps. Laporan ini dipaparkan pada tahun lalu.