Capcom Luncurkan Liga Street Fighter V Amatir Resmi Pertama di Amerika

Beberapa waktu lalu Capcom baru saja mendirikan anak perusahaan bernama Capcom Media Ventures, yang bertugas menangani segala kegiatan esports dan media hiburan secara global. Saat peluncuran perusahaan itu diresmikan, salah satu program yang mereka umumkan adalah rencana untuk membuat liga Street Fighter V di tingkat amatir. Liga itu dalam waktu dekat akan segera terwujud, bahkan dengan format yang lebih menarik daripada liga amatir biasanya.

Bekerja sama dengan platform turnamen Super League Gaming (SLG), Capcom akan menggelar liga dan turnamen kelas amatir pertama di Amerika Serikat. Liga ini digelar dengan nama Street Fighter League: Amateur-US, senada dengan liga profesionalnya yang telah berjalan yaitu Street Fighter League: Pro-US. Uniknya adalah liga amatir ini akan menggunakan sistem kompetisi berbasis lokasi, mirip seperti Overwatch League.

Street Fighter V - Screenshot 1
Sumber: Steam

Dalam Street Fighter League: Amateur-US, kota-kota besar di Amerika Serikat akan memiliki suatu tim gabungan yang merupakan wakil dari kota tersebut. Kemudian para pemain akan maju ke pertandingan sebagai wakil kotanya masing-masing untuk melawan wakil dari kota lain, mirip seperti pertandingan sepak bola.

Karena ini level amatir, “tim” yang menjadi perwakilan tiap kota itu bukanlah organisasi sungguhan seperti tim-tim Overwatch League, melainkan hanya sekumpulan komunitas lokal yang tergabung di bawah payung komunitas Super League. Saat ini format kompetisi serta detail teknisnya belum diumumkan, tapi dalam wawancara dengan GameDaily.biz, Andy Babb (Executive Vice President Super League Gaming) berkata bahwa turnamen dan liga ini akan mengedepankan unsur inklusivitas, diversitas, integritas, serta semangat kompetisi yang sehat.

Street Fighter V - Screenshot 2
Sumber: Steam

“Komunitas Street Fighter sangat kuat dan bergairah, sehingga cocok sekali dengan komunitas esports amatir lokal yang dibangun oleh Super League secara nasional. Dan yang paling penting, Capcom memiliki visi jelas tentang pentingnya ekosistem amatir dalam komitmen umum mereka terhadap esports. Setiap pemain yang menghadiri acara esports profesional pasti ingin bisa bermain layaknya para profesional itu. Capcom mengerti pentingnya memberikan kesempatan itu kepada komunitas kompetitif dan untungnya mengakui rekam jejak Super League dalam mewujudkannya untuk sejumlah penerbit game lain yang punya pemikiran serupa,” demikian tutur Andy Babb.

Super League sendiri memiliki misi untuk menciptakan ekosistem gaming yang sehat, yang mereka sebut sebagai “good gaming movement”. Mereka ingin menciptakan lingkungan gaming yang tidak toxic, serta bisa menerima gamer dari segala level kemampuan, usia, gender, dan sebagainya. Misi tersebut juga sangat cocok dengan komunitas fighting game yang sejauh ini dikenal sangat inklusif, karena ketika para atlet sudah naik ke arena, satu-satunya yang dilihat orang adalah kemampuan bertarung mereka.

Street Fighter V - Screenshot 3
Sumber: Steam

Nantinya, seluruh kompetisi dalam Street Fighter League: Amateur-US akan diproduksi, disiarkan, dan didistribusikan oleh Super League lewat Twitch dan YouTube, ditambah dengan berbagai konten-konten spesial seperti highlight atau profil para pemain. Mereka akan betul-betul menghadirkan pengalaman esports otentik layaknya esports profesional. Dilansir dari The Esports Observer, Yoshinori Ono (Executive Producer Street Fighter) berkata bahwa model bisnis berbasis komunitas milik Super League sangat cocok dengan para pemain Street Fighter.

Selain mengadakan liga dan turnamen amatir resmi, Super League juga akan mengintegrasikan Street Fighter V: Arcade Edition ke dalam platform turnamen mereka. Ini memungkinkan siapa saja untuk mengadakan turnamen amatir sendiri dengan memanfaatkan software milik Super League serta koneksi ke berbagai venue yang berafiliasi dengan mereka.

Street Fighter V - Screenshot 4
Sumber: Steam

Peluncuran turnamen dan liga amatir ini sangat menarik karena dapat membuka berbagai potensi baru. Mulai dari peningkatan sustainability ekosistem esports Street Fighter, pencarian talenta-talenta baru, oportunitas bisnis, hingga jangkauan audiens yang lebih luas. Sebagai ekosistem yang tumbuh dengan kuat di akar rumput, program-program yang menyentuk akar rumput secara langsung seperti ini sangat menguntungkan penggemar. Mudah-mudahan saja nantinya liga amatir ini bisa digelar resmi di negara-negara lain juga, dan semakin banyak penerbit fighting game lain yang melakukan hal serupa.

Sumber: The Esports Observer, GameDaily.biz

Capcom Dirikan Anak Perusahaan Baru, Khusus Tangani Urusan Esports dan Media

Kalau kita berbicara tentang esports di dunia fighting game, maka saat ini tak ada nama yang lebih besar dari Capcom. Meski penerimaan produk-produk fighting mereka (seperti Street Fighter V dan Marvel vs. Capcom Infinite) tidak baik secara universal, dukungan yang kuat dari Capcom terhadap ekosistem esports secara global adalah salah satu alasan mengapa game mereka bisa bertahan hingga waktu yang lama.

Mungkin karena begitu besar dan seriusnya bisnis esports itulah, kini Capcom merasa bahwa mereka perlu mendirikan anak perusahaan baru yang khusus menanganinya. Dilansir dari The Esports Observer, entitas baru ini bernama Capcom Media Ventures, dan resmi berdiri sejak tanggal 1 Maret 2019 kemarin.

Capcom Media Ventures akan menangani segala kegiatan esports Capcom di luar Jepang. Itu berarti termasuk (dan tidak terbatas pada) Capcom Pro Tour yang saat ini tengah berjalan, dan Street Fighter League Pro-US yang merupakan liga 3-lawan-3 baru khusus untuk wilayah Amerika. Selain itu Capcom juga akan meluncurkan liga baru di tingkat amatir serta universitas pada tahun 2019 ini. Capcom Media Ventures itu sendiri memiliki markas di kota Los Angeles, Amerika Serikat.

Street Fighter League Pro-US
Street Fighter League Pro-US 2019 saat ini sedang berjalan | Sumber: Capcom

“Los Angeles telah menjadi pusat besar produksi esports, dan merupakan salah satu pusat global fandom Street Fighter,” kata Midori Yuasa, CEO Capcom Media Ventures, dalam siaran pers. “Keberadaan kami di kota ini memberikan akses dekat kepada sumber daya tersebut dan para pemimpin pemikiran komunitas. Terlebih lagi, ada keuntungan-keuntungan jelas bila tim lisensi media kami bermarkas begitu dengan partner-partner Hollywood kami.”

Kaitan dengan Hollywood menjadi penting karena Capcom Media Ventures bukan hanya menangani bisnis esports, tapi sesuai namanya, juga menangani bisnis media atau entertainment. Esports, media, dan entertainment memang merupakan tiga sekawan yang tidak bisa dipisahkan, bahkan Newzoo pernah berkata bahwa esports adalah bisnis yang akan membentuk masa depan dunia media.

Beberapa program Capcom Media Ventures di bidang media dan entertainment antara lain yaitu pembuatan serta pelisensian film bioskop maupun acara televisi berbasiskan franchise populer milik Capcom. Salah satunya adalah film animasi 3D berjudul Monster Hunter: Legends of the Guild yang akan meluncur ke pasaran di tahun 2019 ini. Selain itu mereka bisa jadi juga akan merilis media hiburan berbasis seri lain, misalnya Resident Evil atau Mega Man.

Keseriusan Capcom dalam menumbuhkan ekosistem esports, terutama di Amerika Serikat, patut diacungi jempol. Bila Anda gemar mengikuti perkembangan industri esports Anda mungkin sudah tahu bahwa regenerasi atlet adalah salah satu tantangan terbesar untuk membuat industri ini dapat berjalan secara berkelanjutan. Program-program esports tingkat universitas dapat memicu kemunculan bibit-bibit atlet baru tersebut, sementara media hiburan dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat akan keberadaan produk-produk Capcom itu sendiri. Semoga saja langkah baru Capcom ini dapat membuat iklim esports Street Fighter tumbuh lebih pesat lagi, dan menjangkau negara-negara yang sebelumnya kurang dipandang termasuk Indonesia.

Sumber: The Esports Observer

Kisah Hidup Tokido, Legenda Street Fighter yang Dijuluki “Sang Iblis”

Musim panas 2017 adalah masa yang tak terlupakan bagi pemuda bernama Victor Woodley. Tak lama menjelang datangnya turnamen fighting game terbesar dunia, Evolution Championship Series (EVO), Woodley yang saat itu masih berusia 18 tahun baru saja menandatangani kontrak profesional bersama tim esports Panda Global. CEO Panda Global, Alan Bunney, berkata bahwa Woodley akan menjadi salah satu “kuda hitam” di tahun 2017, dan itu bukan tanpa alasan.

Performa Woodley memang sedang hebat-hebatnya. Ia baru saja memenangkan tiga turnamen bergengsi berturut-turut, menumbangkan sederet nama besar dunia Street Fighter seperti Justin Wong, Yusuke Momochi, dan Fuudo. Setelah bergabung bersama Panda Global, Woodley pun langsung memenangkan satu turnamen lagi, yaitu ELEAGUE Street Fighter V Invitational 2017 yang memberikannya hadiah sejumlah US$150.000 (sekitar Rp2,1 miliar).

Sepak terjang si darah muda menimbulkan badai di komunitas fighting game. Sebagian terkesima dengan permainannya, tapi sebagian lainnya justru tak suka karena Woodley punya kebiasaan melakukan trashtalk—sesuai dengan nickname yang ia pakai, “Punk”. Orang pun mulai bertanya-tanya. Apakah Victor Woodley merupakan pemain jenius yang akan jadi legenda baru Street Fighter? Lagi pula bila para mantan juara EVO saja bertekuk lutut, siapa yang bisa menghentikannya?

Punk
Victor “Punk” Woodley, pemain Street Fighter paling ditakuti di tahun 2017 | Sumber: Gamereactor

Untuk sejenak mereka lupa, bahwa jauh sebelum karier Punk melejit, pernah ada seorang jenius lain dari seberang dunia. Jenius yang memenangkan turnamen EVO ketika ia baru berusia 17 tahun—bahkan lebih muda dari Punk.

The Beginning

Jenius itu adalah seorang pria asal Jepang bernama Hajime Taniguchi. Lahir di Okinawa pada tanggal 7 Juli 1985 dari pasangan dokter gigi Hisashi Taniguchi dan Yukiko Taniguchi, Hajime sejak kecil tergolong anak yang pintar. Ia tidak punya banyak teman di sekolah karena keluarganya sering berpindah rumah, jadi waktu luangnya kebanyakan dihabiskan untuk bermain game. Sang ayah, mendukung hobi putranya namun tetap perhatian pada edukasi, selalu berjanji akan membelikan game terbaru bila Hajime berhasil meraih nilai yang baik di sekolah.

Hajime mulai mengenal game dari judul keluaran Nintendo yang sangat populer di akhir era 80an, yaitu Super Mario Bros. Namun menginjak bangku sekolah dasar, ia bertemu dengan game yang akan mengubah hidupnya di masa depan: Street Fighter II. Hajime sebetulnya menyukai segala jenis game. Ia merupakan penggemar judul-judul JRPG, seperti seri Final Fantasy dan Dragon Quest. Tapi sejak mencoba Street Fighter II di rumah seorang teman, benih jiwa kompetitif Hajime mulai tumbuh.

Street Fighter II - 30th Anniversary Collection
Tokido menyukai fighting game sejak era Street Fighter II | Sumber: Capcom

Ia mulai menghabiskan banyak waktu untuk bermain Street Fighter II sendirian, di samping berbagai game lainnya. Namun sesekali, ketika keluarganya pulang kampung ke Okinawa, Hajime punya kesempatan untuk bertanding melawan sepupunya yang lebih tua—dan selalu kalah. Dalam wawancaranya dengan theScore esports, Hajime pun mengakui bahwa sepupunya itu adalah seorang pemain fighting game yang sangat baik.

Tidak puas dengan kekalahan itu, Hajime terus-menerus berlatih, bukan hanya di Street Fighter namun juga fighting game lainnya. Hingga akhirnya suatu hari, Hajime berhasil menang dari sepupunya dalam pertandingan Virtua Fighter 2. Kemenangan itu membuatnya lebih percaya diri dan lebih mendedikasikan diri untuk mengasah keahlian di genre game yang sangat disukainya.

Enter Tokido

Menginjak usia SMP, kegemaran Hajime bermain fighting game telah berubah menjadi kegiatan yang lebih sosial. Ia lebih sering bertanding bersama teman, juga berpartisipasi di turnamen-turnamen. Selama era SMP hingga SMA inilah Hajime mulai membangun reputasi sebagai salah satu pemain fighting game yang kuat di Jepang.

Virtua Fighter 2
Virtua Fighter 2, revolusioner pada masanya | Sumber: Emuparadise

Ada satu ciri khas dari gaya permainan Hajime yang sebetulnya efektif namun membuat banyak orang kesal, yaitu kebiasaannya untuk selalu memainkan karakter maupun strategi paling optimal demi kemenangan. Tidak peduli apa game yang ia mainkan, tidak peduli se-cheesy (murahan) apa pun sebuah taktik, ia sama sekali tidak sungkan karena ia sangat haus akan kemenangan. Toh ia tidak melakukan perbuatan curang.

Gaya permainan ini sangat mencolok ketika ia memainkan King of Fighters. Mengandalkan karakter Iori Yagami—yang dalam ceritanya pun merupakan tokoh jahat—Hajime selalu bermain dengan spamming tiga gerakan terus-menerus. Seorang kakak kelas Hajime kemudian menyematkan nickname padanya. “Tokido”, yang merupakan singkatan dari tiga gerakan itu: Tonde (melompat), Kick (menendang), dan Doushita (kalimat yang dilontarkan Iori Yagami ketika mengeluarkan fireball). Hajime tidak keberatan menerima nickname tersebut. Sejak saat itu, ia pun menyebut dirinya sebagai Tokido.

The King of Fighters XIII - Iori Yagami
Iori Yagami, karakter yang memunculkan nickname “Tokido” | Sumber: Steam Card Exchange

Momen besar dalam hidup Tokido terjadi di tahun 2002. Saat itu ia sedang berusia 17 tahun, dan sedang duduk di tingkat terakhir bangku SMA. Esports belum populer seperti sekarang, jadi impian untuk menjadi gamer profesional pun tak terbayangkan di benaknya. Rencana hidup Tokido adalah melanjutkan pendidikan ke jenjang kuliah, mengambil gelar S2, kemudian mencari pekerjaan mapan.

Dengan rencana hidup demikian, Tokido sadar bahwa ia tidak bisa bermain game selamanya. Di saat yang bersamaan, ia mendengar kabar akan adanya turnamen fighting game tingkat dunia di Los Angeles yang bernama Evolution Championship Series (EVO). Merasa bahwa mungkin inilah turnamen terakhir yang bisa ia ikuti, Tokido kemudian meminta izin pada ayahnya untuk pergi ke Los Angeles, dengan janji bahwa sepulang dari kejuaraan tersebut ia akan fokus pada pendidikan.

Father

Hisashi Taniguchi adalah ayah yang serius, bahkan kaku. Yang tidak banyak orang tahu, semasa mudanya Hisashi pernah punya impian untuk menjadi musisi. Apalagi waktu itu instrumen synthesizer sedang booming. Hisashi sangat menyukai synthesizer, namun sayangnya instrumen tersebut sangat mahal dan Hisashi sendiri merasa tidak begitu berbakat dalam bermain musik. Ia akhirnya memilih jalur karier sebagai dokter gigi, namun kecintaannya pada bidang musik tak pernah padam.

Tokido - Family
Tokido bersama keluarganya | Sumber: ELEAGUE via theScore esports

Minat besar pada musik bahkan membantu kariernya di dunia kedokteran. Salah satu riset yang pernah ia lakukan adalah tentang cara membantu pasien kanker yang harus menjalani pelepasan rahang saat perawatan. Pemahaman Hisashi akan suara, serta keahliannya di bidang prosthetic (anggota tubuh buatan), merupakan bekal untuk membantu para pasien tersebut belajar berbicara kembali. Dengan uang yang dikumpulkannya sebagai dokter gigi pun, Hisashi akhirnya dapat menggapai impiannya untuk membeli synthesizer dan menggubah musik sendiri.

Pengalaman hidup itu diperkuat lagi dengan posisi Hisashi yang sedang menjabat sebagai wakil presiden sebuah universitas. Ia kerap mendengar keluhan dari para mahasiswanya, termasuk berbagai konflik antara mahasiswa dan orang tua yang terjadi saat sedang merencanakan masa depan. Karena itu, ketika Tokido meminta izin untuk berkompetisi di turnamen dunia, ia langsung tahu apa yang harus dilakukan.

“Oh, kamu ingin pergi ke Amerika Serikat untuk ikut turnamen video game? Oke, ayah akan bayari,” kata Hisashi pada Tokido. Jawaban yang membuat Tokido sendiri terkejut, karena ia tak menyangka ayahnya yang kaku itu akan mau membiayainya untuk bermain game. Tokido pun berangkat ke EVO 2002 sebagai kontestan termuda asal Jepang (juga satu-satunya pemain Jepang yang bisa berbahasa Inggris). Oleh-oleh yang dibawanya pulang, adalah gelar juara dunia untuk game Capcom vs. SNK 2: Mark of the Millennium 2001, uang hadiah senilai US$1.500, serta sebuah kebanggaan besar.

Seluruh uang hadiah itu kemudian habis, digunakan oleh Tokido untuk bermain game lebih sering lagi di arcade center.

Tokido - EVO 2002 Champion
Tokido ketika menjuarai EVO 2002 | Sumber: James Chen via Reddit

Professional

Apa yang Anda lakukan setelah meraih gelar juara dunia? Bagi Tokido, tidak ada yang banyak berubah. Rencana hidupnya tetap sama. Ia melanjutkan pendidikan di salah satu kampus paling prestisius di Jepang, The University of Tokyo alias Todai, dengan jurusan teknik kimia material. Di sela-sela kesibukan kuliahnya, Tokido masih tetap menekuni fighting game sebagai hobi. Ia juga beberapa kali datang kembali ke turnamen EVO, bahkan meraih gelar juara lagi di tahun 2007 untuk cabang Super Street Fighter II Turbo.

Tahun 2008, Tokido lulus dari Todai, kemudian mulai melakukan persiapan untuk ujian masuk program magister. Namun sayangnya ia merasa kesulitan dalam ujian itu dan mendapat hasil yang sangat buruk. Rencana hidup Tokido harus berubah. Ia berada di persimpangan jalan, tak yakin apa yang harus dilakukan berikutnya.

Saat itu yang terbayang di Tokido adalah mencari pekerjaan, dan Jepang punya kultur kuat dalam hal ini. Di Indonesia kita mungkin sudah terbiasa melihat karyawan berpindah-pindah perusahaan, namun di Jepang umumnya ketika seseorang sudah mendapat pekerjaan penuh waktu, ia akan bertahan di pekerjaan itu untuk jangka yang lama—bahkan seumur hidup. Jadi bagi Tokido ini adalah keputusan yang sangat besar.

Tokido mengaku sempat ingin mencari pekerjaan di pemerintahan. Stereotype pekerjaan ini adalah gaji yang tidak begitu tinggi namun sangat stabil, dan ia akan punya waktu serta kesempatan berlibur untuk menjalankan hobinya yaitu bermain fighting game. Tapi kemudian santer kabar yang cukup menghebohkan komunitas fighting game Jepang. Daigo Umehara, sang legenda Street Fighter yang sempat “banting setir” menjadi pemain mahyong, memutuskan untuk kembali ke dunia fighting game sebagai gamer profesional. Untuk pertama kalinya di Jepang, atlet esports—khususnya esports fighting game—terlihat punya potensi sebagai sebuah profesi.

Kembalinya Daigo, ditambah dengan popularitas Street Fighter IV yang waktu itu baru saja dirilis, membuat ekosistem fighting game tumbuh bergairah. Tidak hanya di Jepang, namun juga di belahan dunia lain seperti Amerika Serikat. Tokido yang waktu itu berusia 24 tahun kemudian berkonsultasi kepada ayahnya tentang kemungkinan untuk menjadi gamer profesional seperti Daigo. Sama seperti enam tahun sebelumnya ketika Tokido meminta izin pergi ke EVO, kali ini pun sang ayah langsung mengizinkan.

Midas

Karier profesional Tokido telah dimulai, namun saat itu ia masih belum mendapat sponsor. Untuk memenuhi kebutuhannya Tokido mengambil beberapa pekerjaan paruh waktu, tapi semua itu ia lakukan semata-mata untuk mendukung aktivitasnya di dunia fighting game. Di era inilah Tokido mulai meraih reputasi sebagai seorang pemain jenius. Bagai raja Midas yang mampu mengubah benda apa pun yang ia sentuh menjadi emas, Tokido menunjukkan bahwa ia dapat berkompetisi di level sangat tinggi, apa pun game yang ia mainkan.

Tokido - Murderface
Tokido selalu berwajah serius saat bertanding | Sumber: Karaface

Di periode 2008 – 2015, Tokido berhasil menjuarai kompetisi di segudang game berbeda. Mulai dari Tekken, Soulcalibur, The King of Fighters, Tekken, Street Fighter x Tekken, Marvel vs. Capcom, BlazBlue, hingga Persona 4 Arena. Setiap kali ada turnamen fighting game besar, rasanya aneh jika nama Tokido tidak masuk ke babak Top 16, bahkan ia juga langganan tampil di Grand Final.

Seiring berjalannya waktu reputasi Tokido semakin melesat, dan ia mulai memperoleh beberapa nickname lain dari para penggemarnya. Salah satu yang paling terkenal adalah “Murderface”, karena Tokido selalu menunjukkan wajah sangat serius ketika ia bermain. Tokido juga mendapat julukan “The Demon” sebab karakter andalannya adalah Akuma.

Sebetulnya Tokido pertama kali memilih untuk memainkan Akuma atas saran dari Daigo Umehara, karena menurutnya Akuma adalah karakter kuat yang lebih mudah digunakan dibanding karakter lain, misalnya Ryu. Tapi di tangan Tokido, Akuma bukan hanya kuat namun juga menjadi sangat cheesy. Tokido bahkan menciptakan sebuah taktik bernama Tokido Vortex, yaitu taktik yang memanfaatkan banyak gerakan salto (Demon Flip) sehingga lawan bingung bagaimana harus merespons dan pasti terkena damage.

Meski terkenal tak punya belas kasihan terhadap lawan, di balik gaya bermainnya yang kejam itu Tokido juga disukai banyak orang karena ia memiliki kepribadian yang ramah dan eksentrik. Ia adalah orang yang humoris dan sering melakukan hal-hal aneh di atas panggung. Bahkan ada masa di mana setiap kali akan bertanding, Tokido selalu mengukur jarak ideal antara wajahnya dengan layar monitor menggunakan meteran!

Tahun 2011 merupakan tahun yang penting bagi Tokido. Di tahun inilah ia akhirnya bergabung dengan tim Mad Catz, bersama dengan Daigo Umehara. Bersama dengan salah satu pemain veteran Jepang lainnya yaitu Mago (Kenryo Hayashi), Tokido juga menjadi host untuk acara streaming yang disebut Topanga TV. Dalam acara ini mereka bermain secara rutin dan membagikan berbagai tips fighting game pada pemirsa, sekaligus mengadakan pertandingan-pertandingan eksibisi antara pemain-pemain top. Sepanjang era Street Fighter IV, karier Tokido berkembang pesat dan ia telah masuk ke zona nyaman seorang atlet esports. Hanya saja, ada satu masalah.

Tokido tidak pernah menjadi juara EVO.

Tokido - Ruler
Tokido memanfaatkan segala cara demi kemenangan | Sumber: TokidoFans

Focus Attack

Ketika kita berbicara tentang legenda di dunia Street Fighter, nama yang pertama kali mencuat pastilah Daigo Umehara. Hal ini bukan tanpa alasan. Daigo memang punya sejarah prestasi yang luar biasa, serta berbagai catatan rekor yang sulit disaingi. Di luar kariernya sebagai atlet fighting game Daigo juga memiliki usaha clothing line sendiri, telah menjadi penulis buku, bahkan menjadi trainer dalam seminar-seminar bisnis.

Bukan berarti Daigo tak pernah kalah sama sekali. Di berbagai turnamen langkah Daigo sempat terhenti oleh jawara-jawara lainnya. Tapi itu tak menggoyahkan status Daigo sebagai “The Beast”, sang pemain buas namun karismatik yang menjadi wajah terdepan dunia Street Fighter. Berada dalam satu tim yang sama, Tokido semakin menyadari betapa jauhnya perbedaan kemampuan antara Daigo dan dirinya.

Tokido tidak puas dengan kondisi seperti ini. Ia tidak puas hanya menjadi seorang pemain hebat. Ia ingin menjadi yang terhebat, karena ia tahu bahwa hanya pemain-pemain terhebat saja yang bisa bertahan di dunia fighting game. Untuk meraih tujuan tersebut, ketika Street Fighter V dirilis pada tahun 2016, Tokido memutuskan meninggalkan semua fighting game lainnya dan fokus pada Street Fighter saja.

Tokido and Daigo
Tokido sempat menjadi kawan satu tim Daigo Umehara | Sumber: CEOGaming via Kusa3k

Di awal perilisan Street Fighter V, Akuma yang menjadi andalan Tokido belum masuk ke dalam jajaran karakter yang bisa dimainkan. Sebagai pengganti, Tokido memilih Ryu dan mulai berlatih keras. Setelah sempat gugur di Grand Final beberapa kali, Tokido akhirnya meraih gelar juara di turnamen bergengsi, Community Effort Orlando (CEO) 2016. Turnamen ini merupakan rematch antara dirinya dengan Infiltration (Lee Seon-woo), juara Street Fighter V yang mengalahkannya di beberapa Grand Final sebelumnya.

Sepak terjang Tokido meraih momentum yang tinggi, tapi lalu terjadi sebuah masalah. Organisasi Mad Catz yang menaungi Tokido harus melepaskan divisi esports fighting game mereka karena kendala finansial. Sempat menjadi free agent beberapa lama, Tokido kemudian bergabung dengan tim Echo Fox, bersama sederet nama besar fighting game lain termasuk Justin Wong, Momochi, dan SonicFox (Dominique McLean). Sementara Daigo Umehara bergabung dengan tim di bawah bendera Red Bull.

Memasuki tahun 2017, Akuma akhirnya hadir di Street Fighter V, dan Tokido pun segera beralih ke karakter favoritnya itu. Karena baru berganti karakter wajar saja bila performa Tokido di turnamen sedikit menurun di masa-masa ini. Hingga pertengahan tahun Tokido masih berusaha beradaptasi, sementara di belahan dunia lain sebuah ancaman baru tengah mengintai. Ancaman yang bernama Punk.

Carnage

Apa yang membuat seseorang diakui sebagai legenda? Alasannya bisa bermacam-macam, mulai dari keahlian, prestasi, reputasi, atau lainnya. Tokido sudah memiliki beberapa di antaranya, tapi masih ada sesuatu yang kurang. Ia belum punya suatu momen ikonik yang menahbiskan statusnya sebagai seorang legenda, seperti EVO Moment #37 milik Daigo Umehara yang sangat terkenal. Dan di tanggal 16 Juli 2017, momen ikonik itu akhirnya terjadi.

Tokido hanyalah salah satu dari sekian banyak veteran fighting game yang turut berkompetisi dalam EVO 2017. Daigo Umehara, Momochi, Bonchan, Justin Wong, MenaRD, Infiltration, Haitani, Dogura, Mago, GamerBee, Nemo, Ricki Ortiz, Fuudo, dan masih banyak lagi, juga menjadi partisipan di turnamen fighting game terbesar dunia itu. Di antara nama-nama besar tersebut, Tokido dan Punk termasuk di dalam jajaran pemain yang lolos ke babak Top 8, tapi ada perbedaan besar di antara keduanya.

Bila Punk adalah rising star yang punya rekam jejak gemilang menjelang EVO, Tokido justru terlihat masih agak kesulitan beradaptasi dengan karakter barunya. Bila Punk melenggang ke Top 8 lewat Winners’ Bracket dan mendominasinya, Tokido justru harus merangkak di Loser’s Bracket dengan ancaman eliminasi. Bila Punk digadang-gadang sebagai kandidat paling kuat untuk jadi juara, banyak orang bahkan tidak memperhitungkan kemungkinan Tokido yang akan meraihnya.

Lebih mengkhawatirkan lagi, Tokido sebenarnya sudah pernah kalah dari Punk di turnamen EVO ini. Mereka sempat bertemu di babak Top 32, dan saat itu Punk menang meyakinkan dengan skor 0-2. Punk-lah orang yang mengirim Tokido ke Losers’ Bracket, dan bila Tokido ingin jadi juara, Punk jugalah yang harus ia kalahkan di Grand Final.

Perjalanan Tokido di babak Top 8 adalah perjalanan yang mengagumkan. Bagai kerasukan iblis, satu-persatu kandidat kuat juara ia paksa berkemas pulang. Ia mengalahkan Filipino Champ, yang dikenal sebagai pemain Dhalsim terbaik dunia. Ia mengalahkan NuckleDu, ahli Guile yang sebelumnya juara Capcom Cup 2016. Ia mengalahkan Itabashi Zangief, salah satu pemain pertama yang meraih peringkat Master di Capcom Fighters Network (CFN) saat itu. Ia mengalahkan Kazunoko, kandidat kuat lain yang meraih juara 3 di Capcom Cup 2016. Jalan Tokido di EVO 2017 adalah sebuah “pembantaian besar”, dan pembantaian itu masih belum berakhir.

Raging Demon

Berhadapan kembali dengan Punk di Grand Final, Tokido mengamuk. Segala macam kejadian menghebohkan yang mungkin terjadi di sebuah pertandingan fighting game, dapat Anda temukan di sini. Di bawah sorotan kamera, disaksikan ratusan ribu penonton di seluruh dunia, dan memikul beban sebagai wakil dari dua negara yang telah lama bersaing di dunia fighting game, kekuatan mental kedua pemain benar-benar diuji. Lalu di tengah ketegangan yang kian memuncak, apa yang dilakukan oleh Tokido?

Ia melakukan Taunt Combo. Melawan Punk. Di Grand Final EVO.

Tokido sebetulnya bisa menang dengan cara biasa, tapi itu tidak cukup. Ia juga melakukannya dengan gaya. Taunt Combo adalah sebuah pernyataan dari Tokido bahwa di panggung turnamen terbesar dunia ini ia tidak hanya ingin menang dari Punk—ia ingin menghancurkannya. Tak sekadar menghajar karakter yang ada di layar, Tokido juga menghantam mental Punk dengan telak, seolah mengingatkannya agar tidak sombong karena semakin tinggi seseorang terbang, semakin keras pula jatuhnya.

Ketika Tokido berhasil melakukan bracket reset, sorak sorai penonton begitu gegap gempita. Diikuti langsung oleh sebuah ronde dengan kemenangan Perfect, rasanya sulit untuk percaya bahwa Tokido sebelumnya bahkan tidak dianggap favorit juara. Lalu ketika Tokido menghabisi Punk dengan jurus pamungkas Raging Demon, saat itulah semua orang sadar. Mereka sedang menyaksikan sebuah momen bersejarah di dunia fighting game.

Tokido - Winning Pose
Pose kemenangan Tokido di EVO 2017 | Sumber: ESPN

Sepuluh tahun. Selama itulah Tokido menunggu. Berlatih, bertanding, dan mengejar kembali gelar juara dunia yang dulu pernah diraihnya. Dan ia berhasil, setelah melalui proses yang luar biasa. Kemudian bukannya sombong atau membanggakan diri. Ketika ia diwawancara di atas panggung, ia menutup hari dengan sebuah pesan: “Fighting game is something so great.”

Another Beginning

“Fighting game is something so great.” Fighting game adalah sesuatu yang hebat. Apa makna ungkapan tersebut? Di kemudian hari Tokido menjelaskan, bahwa menurutnya, fighting game adalah salah satu hal di dunia ini yang pasti akan memberikan hasil sesuai dengan usaha kita. Lagi pula, dalam pertarungan satu lawan satu, kita tidak bisa menyalahkan siapa-siapa kecuali diri kita sendiri ketika kita gagal. Sebaliknya, bila kita mau bekerja keras, maka impian kita pasti akan terwujud.

Tokido - EVO 2017 Champion
Juara dunia setelah sepuluh tahun lamanya | Sumber: Capcom Fighters

EVO 2017 seolah menjadi titik balik dalam karier Tokido. Sejak saat itu ia telah memenangkan sejumlah gelar bergengsi lainnya, seperti SEA Major 2017, ELEAGUE Street Fighter V Invitational 2018, Canada Cup 2018, dan banyak lagi. Dalam sirkuit kompetisi Capcom Pro Tour 2018, Tokido juga menjadi pemimpin klasemen dengan perolehan poin yang sangat jauh dibandingkan saingan terdekatnya. Dan kini, tak ada lagi yang meragukan kemampuan Tokido sebagai salah satu atlet Street Fighter terbaik dunia—bahkan mungkin yang terbaik.

Semangat untuk selalu menyempurnakan kemampuan dan memperbaiki diri, serta kepercayaannya pada kekuatan kerja keras, membuat Tokido sangat cocok dengan profesinya sebagai atlet esports fighting game. Setelah menjuarai EVO pun ia tak berhenti membuktikan diri, termasuk menantang Daigo Umehara dalam acara duel yang disebut Kemonomichi (Way of the Beast).

Di pertarungan berformat First to 10 (alias Best of 20) itu, The Demon harus tunduk kepada The Beast dengan skor 5-10. Tokido sadar, meski sudah menjadi juara dunia, jalan panjang masih terbentang di hadapannya. Tujuan akhir Tokido bukan “hanya” juara dunia. Bukan “sekadar” jadi pemain terkuat. Ia ingin sesuatu yang lebih dari itu. Ia ingin melampaui Daigo Umehara. Seperti mantan teman satu timnya itu, suatu hari nanti, ia ingin menjadi seorang legenda.

Satu yang mungkin Tokido tak sadar, adalah bahwa sebenarnya, ia sudah seorang legenda

Inilah Jajaran Pemain yang Mengisi Street Fighter League: Pro-US 2019 Season 1

Street Fighter League (SFL) adalah liga baru Street Fighter yang digelar oleh Capcom untuk menghadirkan suasana kompetisi baru dengan strategi serta drama tersendiri. Pertama kali diumumkan pada bulan Januari lalu, liga ini punya keunikan di mana permainannya menggunakan format team battle 3-lawan-3. Setiap tim itu diisi oleh satu pemain profesional sebagai kapten, ditambah dengan dua pemain amatir yang datang dari kualifikasi online dan voting komunitas.

Menariknya lagi, setiap pemain di pertandingan SFL harus memilih karakter yang berbeda dari anggota tim lainnya. Tiap tim juga diberi kesempatan untuk melakukan ban terhadap satu karakter, sehingga ada elemen strategi drafting di sini, mirip seperti game bergenre MOBA. Total ada 6 tim yang bertanding di liga ini, itu artinya 6 atlet Street Fighter profesional dan 12 pemain amatir yang menjadi partisipan.

Musim pertama kompetisi SFL dibuka untuk wilayah Amerika Utara, dengan nama Street Fighter League: Pro-US 2019 Season 1. Kompetisi ini dimulai tanggal 11 April 2019 dan akan ditayangkan dalam 12 episode hingga bulan Juni. Dua tim terkuat dari Season 1 kemudian berhak maju ke Season 2 di bulan November. Nantinya, tim yang menjuarai Season 2 inilah yang berhak menyandang gelar juara.

Capcom baru-baru ini telah merilis daftar pemain yang akan mengisi Street Fighter League: Pro-US 2019 Season 1. Berikut ini daftarnya.

Pro Players (Captain):

  • NuckleDu
  • Justin Wong
  • Punk
  • iDom
  • Toi
  • Nephew
Street Fighter League Pro-US Season 1
Para kapten SFL: Pro-US Season 1 | Sumber: Capcom

Draft Pool:

  • UpToSnuff
  • RobTV
  • JB
  • Justakid
  • Samurai
  • Psycho
  • Brian_F
  • Shine
  • Dual Kevin
  • ElChakotay
  • Clasico
  • AGBrolylegs

Beberapa nama dalam Draft Pool di atas adalah sosok yang sudah familier dalam komunitas Street Fighter. Brian_F contohnya, adalah YouTuber yang cukup sering membuat video tutorial dan strategi Street Fighter V, terutama untuk karakter Necalli dan Balrog. AGBrolylegs juga merupakan pemain yang disegani karena ia sanggup menunjukkan level permainan tinggi meskipun memiliki disabilitas.

Pemain-pemain amatir yang jumlahnya 12 orang itu disebut Draft Pool karena nantinya, tiap kapten harus memilih 2 orang di antara mereka untuk masuk menjadi anggota tim. Setiap orang tentu memiliki gaya bermain serta karakter andalan berbeda-beda, jadi para kapten harus cermat memilih anggota tim yang cocok. Sebagai contoh, Punk adalah pemain yang terkenal ahli menggunakan Karin. Bila ia ingin tim yang optimal, sebaiknya ia tidak memilih anggota yang sama-sama pemain Karin sebab 1 karakter hanya boleh dimainkan oleh 1 pemain.

Format team battle dan sistem ban ini memang terdengar agak aneh, namun justru karena itulah kita akan bisa melihat hal-hal yang biasanya tidak ada di dalam esports fighting game. Capcom juga berkata bahwa mereka akan mendengarkan masukan dari para penggemar tentang format kompetisi baru ini dan melakukan perubahan di masa depan bila diperlukan. Jangan lewatkan pertandingan-pertandingan Street Fighter League: Pro-US Season 1, tayang mulai tanggal 11 April melalui Twitch dan YouTube resmi Capcom Fighters.

Sumber: Capcom-Unity

Xian Juara Capcom Pro Tour Online Asia Tenggara, Pemain Indonesia Raih Top 8

Capcom Pro Tour 2019 telah dimulai! Sejak tanggal 15 Maret lalu, sirkuit kompetisi global untuk game Street Fighter V: Arcade Edition ini telah berjalan, dengan turnamen Final Round 2019 sebagai ajang pertamanya. Sesuai pengumuman resmi dari Capcom, CPT 2019 memiliki empat tingkatan turnamen di mana para pemain dari seluruh dunia bisa mengumpulkan poin kualifikasi untuk maju ke turnamen puncak Capcom Cup. Empat tingkatan itu adalah Super Premier Event, Premier Event, Ranking Event, dan Online Ranking Event.

Akhir pekan lalu salah satu turnamen Online Ranking Event itu baru saja digelar, dengan nama Online Event: Asia Southeast. Turnamen ini diikuti oleh sekitar 50 partisipan, dan akhirnya menghasilkan Xian dari tim Razer sebagai pemenang. Pemain asal Singapura yang memiliki nama asli Kun Xian Ho itu merupakan wajah yang sudah cukup dikenal di dunia Street Fighter. Ia pernah memenangkan sejumlah kejuaraan bergengsi, termasuk EVO 2013.

Xian - EVO 2013
Xian melawan Tokido di Grand Final EVO 2013 | Sumber: Shoryuken.com

Di pertandingan kali ini Xian menjagokan Ibuki, karakter ninja yang memang menurutnya merupakan salah satu karakter tier tertinggi di Street Fighter V season 4. Tapi konsensus di kalangan penggemar Street Fighter saat ini, perbedaan antara tiap tier karakter tidaklah begitu jauh. Xian berhadapan dengan IamChuan di Grand Final, mantan atlet tim Atlas Bear yang saat ini berstatus free agent. IamChuan sendiri menjagokan Guile.

Sayang, karena acara ini bersifat online, Capcom tidak menayangkan semua pertandingan di dalamnya, hanya pertandingan-pertandingan Top 8 saja. Anda dapat menonton videonya di bawah, tapi bila Anda hanya tertarik pada Grand Final, Anda bisa langsung menonton di timestamp 2:31:30. Dengan kemenangan ini maka Xian berhasil mengantongi 200 CPT Point, setara dengan posisi 4 besar di turnamen kelas Super Premier.

Menariknya, turnamen Online Event: Asia Southeast ini juga diikuti oleh beberapa pemain Indonesia. Salah satunya yaitu AronManurung yang beberapa waktu lalu menjuarai turnamen ESL Fighting Arena dan Fight Fest 2019. Kali ini ia kurang beruntung, harus kalah di ronde terakhir pool oleh Brandon dari tim SIN.

Pemain Indonesia satu lagi adalah runner-up turnamen Fight Fest, yaitu Burung yang juga merupakan pendiri tim Atlas Bear dulu. Berbekal Birdie andalannya, Burung berhasil meraih maju hingga peringkat 5 dan menggondol 10 CPT Point. Burung gugur oleh pemain asal Filipina, PBE|Don, yang menjagokan Akuma. Anda dapat menonton aksi Burung melawan PBE|Don di timestamp 1:27:20. Sebenarnya Burung sempat bertanding melawan Xian juga di pool Winners’ Bracket, namun sayangnya pertandingan itu tidak ditayangkan.

Burung vs AronManurung
Burung (kiri) saat melawan AronManurung (kanan) di Fight Fest 2019 | Sumber: Advance Guard

Berikut ini peringkat lengkap Top 8 CPT 2019 Online Event: Asia Southeast:

  • Juara 1: RZR|Xian
  • Juara 2: IamChuan
  • Juara 3: Bravery
  • Juara 4: PBE|Don
  • Juara 5: Burung
  • Juara 5: Dixon (Gambleboxer)
  • Juara 7: TJ|MindRPG
  • Juara 7: SIN|Brandon

Capcom Pro Tour masih akan terus berjalan hingga bulan Desember 2019 nanti. Khusus untuk wilayah Asia, turnamen CPT berikutnya adalah Versus Masters 2019 yang akan digelar pada tanggal 27 – 28 April nanti. Anda dapat melihat jadwal lengkap Capcom Pro Tour 2019 di tautan berikut. Akankah muncul juara baru yang merebut gelar Capcom Cup dari tangan Gachikun nantinya?

Sumber: Capcom

Inilah 4 Jagoan Game Tarung yang Menjuarai Turnamen ESL Fighting Arena

Perhelatan ESL Indonesia Championship dan ESL Clash of Nations bukan pesta bagi para penggemar cabang-cabang esports besar saja seperti Dota 2 atau Arena of Valor, tapi juga menjadi wadah berkumpul dan berkegiatan bagi komunitas-komunitas game kompetitif lainnya. Salah satunya yang sangat seru adalah ESL Fighting Arena, turnamen fighting game yang diselenggarakan oleh Advance Guard.

Ada empat fighting game yang dipertandingkan dalam turnamen ESL Fighting Arena, yaitu Tekken 7, Street Fighter V: Arcade Edition, Dragon Ball FighterZ, serta Soulcalibur VI. Total hadiah yang ditawarkan bernilai Rp15.000.000, setengahnya sendiri merupakan hadiah untuk Tekken 7. Maklum, fighting game 3D karya Bandai Namco itu memang dapat dibilang merupakan fighting game terpopuler di Indonesia.

ESL Fighting Arena - Venue
Suasana ESL Fighting Arena | Sumber: Dokumentasi Bram Arman

Keempat cabang kompetisi ini banyak diikuti oleh pemain yang sudah cukup terkenal di dunia fighting game Indonesia. Nama-nama seperti R-Tech, Drek, Kontoru, dan AronManurung bermunculan, membuat turnamen kali ini punya level yang tinggi. Khusus untuk cabang Tekken bahkan dihadiri juga oleh pemain-pemain dari luar kota, seperti Semarang dan Surabaya. Selain itu ada juga M45T4Z (alias Mastaz) yang masuk ke tim profesional Bigetron, serta Mishima Boy yang merupakan jawara Tekken 7 di Indonesia Esports Games.

Nama besar ESL tentu juga menambah hype turnamen ini, apalagi kondisi venue yang digunakan pun sangat kondusif untuk berkompetisi. Bram Arman selaku co-founder Advance Guard juga mengaku kagum dengan kualitas produksi turnamen ESL Indonesia Championship.

“Bersyukur udah bisa dikasih kesempatan buat ngisi FGC (fighting game community) di acara dengan brand besar seperti ESL,” kata Bram kepada Hybrid, “Moga-moga ke depannya dari side content bisa dipertimbangkan jadi main content.” Bram sejak lama bermimpi ingin mengusung turnamen fighting game profesional ke panggung besar, tapi untuk mewujudkannya memang tidaklah mudah.

Tekken 7

Meski belum jadi “hidangan utama”, ESL Fighting Arena tetap menyajikan pertandingan-pertandingan seru. Cabang Tekken 7 misalnya, mempertemukan R-Tech dari tim Alter Ego melawan Ayase dari tim DRivals di Grand Final. R-Tech memanjat Losers’ Bracket dengan karakter khasnya, Jack-7. Sementara Ayase bermain sangat agresif dengan Alisa andalannya. Setelah tertinggal 2-0, Ayase sempat mencoba berganti karakter ke Armor King, tapi ia masih belum dapat mendobrak pertahanan R-Tech dan akhirnya terkena bracket reset.

Ayase sempat mencuri satu poin dari R-Tech setelah kembali ke Alisa, akan tetapi R-Tech menunjukkan keahliannya melakukan punish dengan optimal. Ia juga beberapa kali mengonter serangan agresif Ayase dengan Rage Art. R-Tech akhirnya menjadi juara dan berhak membawa pulang hadiah senilai Rp4.500.000. Konon R-Tech sempat berlatih di Korea sebelum mengikuti turnamen ini, jadi kita bisa melihat bahwa usahanya itu tidak sia-sia.

ESL Fighting Arena - Tekken 7 Champions
Juara Tekken 7 ESL Fighting Arena | Sumber: Dokumentasi Bram Arman

Ada satu pemain dengan performa menarik di cabang Tekken, yaitu TJ dari DRivals. TJ adalah pemain yang biasanya konsisten masuk 3 besar turnamen dan terkenal ahli menggunakan banyak karakter, terutama Geese Howard. Akan tetapi sepanjang turnamen kali ini ia justru memutuskan untuk menggunakan karakter baru, Negan. Pada akhirnya TJ harus tereliminasi lebih awal.

“Saya sangat respect dengan keputusan TJ yang tetap bertahan menggunakan Negan dan tidak switch ke karakter andalan lainnya seperti Geese. Sangat wajar di suatu turnamen seseorang berambisi untuk menang, namun saya melihat TJ ini ingin berkembang dengan menggunakan Negan. Semoga di kemudian hari TJ dapat beraksi di turnamen dengan performa yang lebih baik,” komentar Bram.

Menurut Bram, secara keseluruhan turnamen Tekken 7 ini terbilang sangat sengit dan kompetitif, karena untuk masuk ke Top 8 benar-benar sulit. Mastaz yang sudah masuk tim profesional saja sempat kewalahan di pool ketika bertemu pemain baru bernama Downfall. Begitu pula banyak nama pemain top lain yang gugur sebelum tembus 8 besar, seperti Cobus, Lee_yo, dan lain-lain.

Peringkat Tekken 7:

  • Juara 1: Alter Ego | R-Tech
  • Juara 2: DRivals | Ayase
  • Juara 3: Mishima Boy
  • Juara 4: CHAOS | Hero
  • Juara 5: CHAOS | SBYRazor
  • Juara 5: DRivals | Kids
  • Juara 7: Bigetron | M45T4Z
  • Juara 7: WIF | Silver

Dragon Ball FighterZ

Sementara itu di cabang Dragon Ball FighterZ, Zet dari Losers’ Bracket bertemu dengan Drek yang dulu memenangkan kompetisi Dragon Radar Tournament di C3 AFA Jakarta. Menariknya, kedua pemain sama-sama mengandalkan Vegito sebagai petarung terdepan. Bedanya Drek menggunakan formasi Saiyan klasik yang terdiri dari SSJ Goku dan SSJ Vegeta, sementara Zet didukung oleh Yamcha dan Videl yang lebih tricky penggunaannya.

Dengan teknik cross-up yang cantik serta rushdown ketat dari tiga karakter Saiyan, Drek mampu membuat Zet kewalahan. Drek juga mampu membaca strategi lawannya ketika Zet bermain terlalu ofensif, dan mementahkan serangan Zet dengan gerakan counter atau jebakan Assist. Drek meraih juara dengan skor 3-0.

ESL Fighting Arena - Dragon Ball FighterZ Champions
Juara Dragon Ball FighterZ ESL Fighting Arena | Sumber: Dokumentasi Bram Arman

Peringkat Dragon Ball FighterZ:

  • Juara 1: Drek
  • Juara 2: Zet
  • Juara 3: RosettaInGBVS
  • Juara 4: Ankurupls
  • Juara 5: Jems
  • Juara 5: Kontoru
  • Juara 7: Shamwow
  • Juara 7: PsychSenpai

Street Fighter V: Arcade Edition

Grand Master Street Fighter V Indonesia, AronManurung, kembali tampil di Grand Final. Namun berbeda dengan kompetisi Fight Fest 2019 beberapa waktu lalu di mana ia mengandalkan Zeku, kali ini AronManurung justru menjagokan Vega. Ia bertemu dengan Shamwow yang tak kalah kuat. Berbekal karakter Chun-Li, Shamwow dapat membayangi permainan AronManurung dengan ketat.

Baik Vega maupun Chun-Li sama-sama merupakan karakter gesit dengan jarak poke yang jauh, sehingga pertarungan keduanya sangat menguji refleks pemain ketika melakukan footsies. Tapi kemudian di game 4 AronManurung menurunkan tempo permainan dan berganti ke Nash. Sempat terdesak dan nyaris kalah, ia terus bermain ngotot hingga akhirnya menang 3-1 atas Shamwow.

ESL Fighting Arena - Street Fighter V Champions
Juara Street Fighter V ESL Fighting Arena | Sumber: Dokumentasi Bram Arman

Peringkat Street Fighter V: Arcade Edition:

  • Juara 1: AronManurung
  • Juara 2: Shamwow
  • Juara 3: Kontoru
  • Juara 4: Sweet_Martabak
  • Juara 5: buramu
  • Juara 5: Mampus
  • Juara 7: HandyS
  • Juara 7: Ubebe

Soulcalibur VI

Kompetisi Soulcalibur VI seolah menjadi ajang bagi Fabiozwei untuk menunjukkan peningkatan kemampuannya. Di turnamen Fight Fest 2019 lalu ia hanya berhasil meraih peringkat 3, akan tetapi kali ini ia berhasil lolos hingga Grand Final meski harus berjuang dari Losers’ Bracket. Di sana, yang sudah menunggunya adalah HOKIHEHE alias Wahontoys, runner-up turnamen Fight Fest. Artinya Grand Final kali ini adalah rematch bagi mereka berdua.

Sayangnya rematch tersebut harus berakhir dengan hasil yang sama. Fabiozwei (Siegfried) terutama sering sekali termakan jebakan gerakan sidestep dari Wahontoys (Seong Mi-na), membuatnya gagal menyerang dan justru terlempar oleh serangan launcher. Di salah satu ronde, taktik ini bahkan sempat membuatnya Ring Out. Tertinggal 0-2, Fabozwei berusaha beradaptasi dan menunjukkan perlawanan, tapi akhirnya ia harus tunduk dari Wahontoys dengan skor 1-3.

ESL Fighting Arena - Soulcalibur VI Champions
Juara Soulcalibur VI ESL Fighting Arena | Sumber: Dokumentasi Bram Arman

Peringkat Soulcalibur VI:

  • Juara 1: HOKIHEHE (alias Wahontoys)
  • Juara 2: Fabiozwei
  • Juara 3: Permac
  • Juara 4: MaruMura
  • Juara 5: ASHIAAAP
  • Juara 5: gojeeb
  • Juara 7: Klemot
  • Juara 7: Ryuukikun

Demikian ulasan singkat tentang berjalannya turnamen ESL Fighting Arena, 29 – 31 Maret 2019 lalu. Fighting game di Indonesia belum mainstream seperti genre MOBA atau battle royale, tapi di dalam ekosistem ini ada komunitas yang berdedikasi dan berprestasi. Harapan kita semoga ke depannya lebih banyak lagi muncul pecinta fighting game yang dapat bermain kompetitif dan mengharumkan nama Indonesia.

Adanya sponsor dan organisasi yang mau mendukung karier atlet esports fighting game juga merupakan faktor krusial. Saat ini memang sudah beberapa yang melakukannya di Indonesia, seperti Alter Ego dan Rex Regum Qeon. Tapi tentu kita ingin agar ada lebih banyak lagi. Apalagi penggemar fighting game dikenal setia dan sangat ulet mendukung game yang mereka sukai. Mudah-mudahan saja ESL Fighting Arena bisa menjadi momentum yang membuat fighting game Indonesia berkembang pesat.

Disclosure: Hybrid adalah media partner dari Advance Guard.

Beginner’s Guide – 8 Kesalahan yang Sering Dilakukan Pemula dalam Street Fighter V

Fighting game adalah genre yang cukup rumit dan butuh keahlian tinggi, saya rasa kita semua sudah paham akan hal itu. Begitu banyak tombol yang harus dipencet, combo yang perlu dihapal, istilah yang penting diingat, serta strategi yang wajib dipelajari, membuat orang awam sering terintimidasi duluan sebelum mencoba mendalaminya lebih dalam. Sering kita mendengar orang menolak untuk main fighting game, atau berhenti main fighting game, karena alasan yang sama. “Saya nggak jago main fighting.”

Memang kita tidak bisa memaksakan seseorang untuk menyukai sesuatu. Akan tetapi, sering kali ada salah kaprah dalam kalimat di atas. Ketika pemain awam berkata bahwa dirinya tidak jago main fighting game, sebetulnya mungkin ia bukan tidak jago. Ia hanya tidak tahu apa yang seharusnya dilakukan ketika bermain fighting game. Fighting game bukan hanya soal menekan-nekan tombol dan berharap pukulan kita kena. Melakukan itu sama saja seperti bermain baseball tanpa tahu peraturannya. Memang benar, tujuan akhir kita adalah mencetak skor sebanyak-banyaknya. Tapi bagaimana bisa kita mencetak skor, kalau cara bermainnya saja kita tidak paham?

Lewat artikel ini, Hybrid bekerja sama dengan komunitas Advance Guard untuk membantu para pemain baru mempelajari “aturan main” dalam sebuah fighting game, utamanya Street Fighter V. Seri Street Fighter adalah pionir fighting game dengan fundamental sangat kuat, artinya sebagian besar ilmu yang Anda pelajari di Street Fighter V juga akan dapat diterapkan di fighting game lain. Apa saja kesalahan umum ketika seseorang baru memainkan Street Fighter V? Dan apa yang harus kita lakukan untuk mengatasinya? Simak panduannya di bawah.

Tidak melakukan blocking

Surprise! Hal pertama yang seharusnya Anda pelajari ketika memainkan fighting game bukan bagaimana cara menyerang, tapi cara agar tidak terkena serangan. Memang sih, berhasil memukul musuh dengan jurus-jurus keren itu terasa menyenangkan. Tapi bila Anda tidak belajar menahan serangan lawan, Anda tak jauh berbeda dari sebuah training dummy saja. Seperti bermain sepak bola, tapi gawang Anda tidak ada kipernya.

Untuk bisa melakukan blocking dengan baik, Anda terlebih dahulu harus mengenali tipe-tipe serangan dalam game yang Anda mainkan. Serangan dalam Street Fighter V dapat dibagi menjadi lima berdasarkan arah pukulannya, dan setiap jenis serangan harus ditangkis dengan cara berbeda. Jenis-jenis serangan itu adalah:

  • High attack – Dapat ditangkis sambil berdiri. Bila Anda jongkok, serangan ini akan meleset.
  • Mid attack – Dapat ditangkis sambil berdiri ataupun jongkok.
  • Low attack – Hanya dapat ditangkis sambil jongkok.
  • Overhead – Hanya dapat ditangkis sambil berdiri. Bila Anda jongkok, serangan ini tetap akan kena. Sebagian besar serangan yang dilakukan sambil melompat adalah Overhead, namun ada juga beberapa yang bukan.
  • Cross-up – Serangan yang mengenai musuh dari sisi belakang. Cara menangkisnya adalah dengan bertahan ke arah yang berlawanan.

Jangan pernah berpikir bahwa terkena serangan beberapa kali itu tidak apa-apa, karena dalam Street Fighter V, satu serangan saja bisa berubah menjadi combo dengan damage yang fatal. Apalagi bila lawan Anda memiliki meter V-Trigger atau Critical Art dalam kondisi penuh. Belajarlah mengenali jenis serangan yang dilakukan oleh lawan, kemudian merespons dengan cara blocking yang tepat. Jangan malu untuk bermain defensif!

Terlalu banyak loncat

Melompat adalah cara yang sangat efektif untuk mendekati lawan. Kebanyakan combo dengan damage terbesar di Street Fighter V juga dimulai dengan serangan melompat. Akan tetapi, melakukan lompatan terus-menerus sama sekali bukan ide bagus. Tidak seperti seri Street Fighter Alpha atau Street Fighter III, Anda tidak bisa melakukan blocking sambil melompat di Street Fighter V. Artinya ketika Anda sedang melompat, Anda rentan terkena serangan anti-air dari musuh.

Anti-air ini ada bermacam-macam. Beberapa memang tidak terlalu berbahaya, misalnya sekadar crouching hard punch (cr.HP) milik Sakura atau crouching medium punch (cr.MP) milik Nash. Tapi bila Anda melawan karakter seperti Ryu, siap-siap saja menerima pukulan Shoryuken yang sakit. Lebih parah lagi, Shoryuken juga dapat di-cancel menjadi Critical Art. Melompat tanpa perhitungan itu sama saja dengan mengantar nyawa.

Tidak melakukan anti-air

Anda tidak boleh ceroboh dalam melompat. Sebaliknya pun sama, Anda juga tidak boleh membiarkan musuh melompat seenaknya. Sebisa mungkin, ketika musuh melompat mendekat, lakukanlah sesuatu agar ia gagal melakukan serangan. Memang blocking juga merupakan salah satu pilihan, akan tetapi bila lawan sudah tahu bahwa Anda tidak akan melakukan serangan anti-air, ia dapat bergerak jauh lebih leluasa.

Semua karakter di Street Fighter V pasti memiliki opsi anti-air, namun sebagian di antaranya lebih kuat daripada yang lain. Karena itu ada baiknya Anda mempelajari dengan baik karakteristik anti-air dari karakter yang telah Anda pilih. Keahlian anti-air seorang karakter juga merupakan salah satu faktor penentu apakah karakter itu dipandang kuat atau lemah.

Jangan khawatir apabila Anda belum mahir melakukan anti-air. Teknik yang satu ini, meskipun simpel, memang membutuhkan reflek yang baik. Hanya ada satu cara untuk mendapatkannya, yaitu dengan sering-sering berlatih.

Tidak melakukan quick wakeup

Dalam Street Fighter V, ketika karakter Anda baru saja terjatuh (knockdown), ada dua cara agar Anda dapat bangun dengan cepat. Pertama adalah menekan arah bawah atau dua tombol Punch tepat ketika Anda jatuh, karakter Anda akan segera berdiri di tempat. Cara ini disebut dengan istilah Quick Rise. Kedua yaitu menekan arah belakang atau dua tombol Kick tepat ketika Anda jatuh, maka karakter Anda akan berguling ke belakang dan bangun di posisi menjauhi musuh. Cara ini dikenal sebagai Back Roll.

Quick Rise dan Back Roll adalah teknik yang sangat penting karena ini membuat lawan Anda tidak bisa bebas memberi tekanan. Tanpa dua teknik ini, karakter Anda akan makan waktu yang lama untuk bangun. Cukup lama untuk membuat lawan leluasa berpikir, menyiapkan setup serangan, atau bahkan menyeret tubuh karakter Anda hingga ke pojok arena. Percayalah, berada di pojok merupakan hal yang sangat menakutkan dalam Street Fighter V.

Beberapa tips tambahan, bila Anda jatuh gara-gara terkena bantingan, Anda tidak bisa melakukan Back Roll, hanya bisa melakukan Quick Rise. Disarankan juga untuk melakukan Back Roll/Quick Rise menggunakan tombol Punch/Kick daripada tombol arah untuk meminimalisir risiko gagal input, juga berguna untuk karakter tipe charge, seperti Guile, Urien, dan sebagainya.

Membuang meter percuma

Street Fighter V menyediakan dua meteran sumber daya yang sangat berguna, yaitu V-Gauge dan EX Gauge. V-Gauge akan terisi apabila Anda menggunakan V-Skill atau terkena damage, sementara EX Gauge akan terisi bila Anda melakukan serangan dan memberikan damage pada musuh.

V-Gauge dapat digunakan untuk mengeluarkan V-Trigger dan V-Reversal, sementara EX Gauge digunakan untuk mengeluarkan EX Attack dan Critical Art. Keempat tools ini semuanya merupakan tools kuat yang dapat membalikkan momentum pertarungan. Pertanyaannya, tahukah Anda kapan waktu yang tepat untuk menggunakannya?

Agak sulit menjelaskan strategi penggunaan meter yang tepat, karena setiap karakter punya karakteristik V-Trigger, V-Reversal, EX Attack, maupun Critical Art yang berbeda-beda. Mungkin untuk membahasnya kita perlu satu guide tersendiri. Namun ada dua aturan simpel yang dapat kita pegang. Pertama, jangan menghabiskan meter tanpa tahu apa hasil yang akan Anda dapatkan. Kedua, jangan mati dalam keadaan meter terisi penuh. Sesulit apa pun lawannya, memiliki meter artinya Anda memiliki kesempatan untuk memberi perlawanan. Jangan mudah menyerah!

Tidak tahu cara punish

Apa itu punish? Gampangnya, punish adalah melakukan serangan balik ketika lawan melakukan kesalahan. Kesalahan itu umumnya dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

  • Block punish – Terjadi ketika serangan berhasil di-block dan bisa dihukum (punish). Punish dilakukan pemain saat selesai melakukan blocking, lalu membalas dengan serangan yang sesuai.
  • Whiff punish – Menghukum serangan yang meleset. Punish ini terjadi di saat lawan melakukan gerakan yang sama sekali tidak mengenai kita. Contohnya ketika musuh melakukan spamming tombol namun meleset. Serangan itu kemudian dapat dibalas dengan serangan yang tepat.

Tidak semua serangan bisa berperan sebagai punishment. Aturan umumnya, serangan yang bisa menjadi punishment adalah serangan dengan startup lebih kecil daripada recovery serangan yang kita tangkis. Untuk Anda yang belum kenal istilah ini, startup adalah waktu yang dibutuhkan untuk memulai sebuah serangan, sementara recovery adalah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan animasi sebuah serangan.

Contoh klip video di atas, Sakura dapat melakukan block punish terhadap serangan Ryu, karena startup dari crouching medium punch (cr.MP) milik Sakura lebih cepat daripada waktu recovery dari crouching heavy kick (cr.HK) milik Ryu.

Block punish dan whiff punish ini tingkat kesulitannya sangat bervariasi, dari sangat mudah hingga sangat sulit, karena serangan dalam Street Fighter V ada banyak sekali dan tidak mungkin dijabarkan satu per satu. Namun jika sudah memahami konsepnya, Anda akan sangat terbantu untuk mengetahui serangan mana saja yang bisa dihukum. Sering-seringlah berlatih di Training Mode untuk melakukan eksperimen dan mempelajari timing punish tersebut.

Gerakan repetitif

Satu hal yang sering menjadi penyebab kekalahan dalam Street Fighter V adalah bila lawan telah berhasil membaca gerakan serta kebiasaan kita. Oleh karena itu, kita harus memiliki banyak variasi taktik supaya lawan kebingungan. Sebagai contoh, melakukan spamming Hadouken terus-menerus bukanlah ide bagus, karena lawan akan bisa menyesuaikan timing untuk meloncatinya dan menyerang balik.

Bila Anda tidak punya ide tentang variasi taktik, Anda dapat mencoba mencari inspirasi dari menonton pertandingan pemain-pemain profesional, atau dengan menonton video tutorial di internet. Setelah itu, coba tiru apa yang Anda lihat di Training Mode. Ciptakan variasi antara serangan-serangan normal, special attack, dan bantingan agar lawan tidak dapat memprediksi langkah Anda berikutnya.

Tidak punya game plan

Salah satu kesalahan fatal yang dilakukan pemain baru umumnya adalah tidak punya game plan. Yang dimaksud game plan di sini adalah strategi tentang apa yang harus dilakukan ketika berhasil membuat lawan jatuh (knockdown). Biasanya pemain baru hanya akan diam dan menunggu lawan bangun, baru kemudian menyerang lagi. Padahal sebetulnya justru dalam kondisi knockdown itulah kita bisa menyiapkan posisi yang menguntungkan, memberi tekanan, atau menyiapkan setup dan jebakan.

Strategi “menyerang ketika lawan sedang jatuh” ini di dunia fighting game dikenal juga dengan istilah okizeme. Strategi okizeme ada banyak sekali dan akan panjang bila dibahas, namun konsep dasarnya adalah bahwa Anda harus sudah menyerang ketika lawan baru bangun. Selalu berikan pressure, jangan biarkan lawan bangun dengan bebas. Malah kalau bisa, begitu lawan bangun dia harus segera knockdown lagi.

Game plan bisa berbeda-beda tergantung dari jenis knockdown yang kita dapatkan. Ada dua jenis knockdown dalam Street Fighter V, yaitu:

  • Soft Knockdown – Dinamakan Soft Knockdown karena musuh dapat melakukan Quick Rise dan Back Roll yang sudah dijelaskan sebelumnya. Semua Soft Knockdown bisa di-Quick Rise, tapi tidak semua bisa di-Back Roll. Soft Knockdown bisa terjadi akibat bantingan, sweep (cr.HK), serta beberapa variasi combo ender, Critical Art, V-Reversal, atau V-Trigger.
  • Hard Knockdown – Knockdown di mana lawan jatuh dan tidak bisa melakukan Quick Rise ataupun Back Roll. Tidak banyak opsi untuk mendapatkan Hard Knockdown ini, hanya dari Crush Counter sweep dan Critical Art beberapa karakter (Ed, Birdie, dsb).

Dari jenis-jenis knockdown di atas, kita dapat melihat bahwa lawan memiliki 3 opsi timing untuk bangun: Quick Rise, Back Roll, atau diam saja (seperti terkena Hard Knockdown). Artinya kita juga harus menyiapkan setidaknya 3 opsi untuk melakukan tekanan. Namun ketika kita berhasil mendapatkan Hard Knockdown, maka lawan hanya punya 1 pilihan timing bangun, memudahkan kita untuk melakukan setup dan jebakan.

Itulah delapan kesalahan yang sering dilakukan pemula ketika bermain Street Fighter V. Beberapa di antaranya mungkin terlihat sederhana namun sebetulnya sangat penting. Beberapa yang lain mungkin terdengar rumit padahal sebenarnya biasa saja. Semakin sering Anda bermain dan berlatih, hal-hal di atas akan bisa Anda pelajari secara natural. Jangan lupa untuk terus pantau berita terkini seputar fighting game Indonesia, hanya di Hybrid.

Disclosure: Hybrid adalah media partner Advance Guard.

ESPN Gelar Turnamen Esports Tingkat Universitas, Tawarkan Beasiswa Sebagai Hadiah

Dewasa ini, esports adalah industri yang telah berkembang begitu pesat. Dengan audiens mencapai 300 juta penggemar, serta revenue yang diperkirakan menyentuh angka lebih dari Rp12 triliun di seluruh dunia, para analis percaya bahwa industri masih akan terus melesat setidaknya hingga tahun 2021. Akan tetapi bagaimana pun juga esports masih merupakan ekosistem baru yang bahkan belum berumur satu generasi. Butuh banyak usaha untuk memastikan industri ini bisa berjalan secara berkelanjutan.

Salah satu masalah yang belakangan ini cukup banyak mendapat perhatian adalah soal regenerasi. Berbagai pihak, baik organizer, tim, maupun developer, sudah mulai berusaha melakukan investasi jangka panjang untuk menumbuhkan ekosistem esports di kalangan pemain muda. Kompetisi-kompetisi resmi di tingkat pelajar banyak bermunculan, termasuk salah satunya yang baru saja diluncurkan adalah ESPN Collegiate Esports Championship.

ESPN Collegiate Esports Championships (CEC) adalah kompetisi esports tingkat universitas yang menyediakan beasiswa pendidikan kuliah sebagai hadiahnya. Kompetisi ini digagas oleh ESPN bersama dengan dua penerbit game besar yang juga sangat erat dengan dunia esports, yaitu Blizzard dan Capcom. Para pesertanya akan bertarung dalam berbagai game terbitan dua perusahaan tersebut, seperti Overwatch, Hearthstone, StarCraft II, Heroes of the Storm, serta Street Fighter V: Arcade Edition.

Heroes of the Storm - Screenshot
Heroes of the Storm | Sumber: Blizzard

ESPN menggaet dua organizer untuk membantu penyelenggaraan CEC, yaitu Collegiate Starleague dan Tespa. Collegiate Starleague akan mengurus pertandingan kualifikasi Street Fighter, sementara Tespa, yang berada di bawah payung Blizzard, mengurus pertandingan untuk empat game sisanya. Menurut ESPN, kompetisi ini diikuti oleh ratusan kampus dari berbagai penjuru wilayah Amerika Utara, dengan acara puncak yang digelar di George R. Brown Convention Center, Texas, pada tanggal 10 – 12 Mei 2019.

“ESPN telah menjadi kolaborator yang erat dengan Blizzard Esports selama bertahun-tahun, kami telah menciptakan momen-momen esports yang monumental bersama-sama, dan kami sangat gembira dapat bekerja sama menghadirkan kesempatan pada para pemain tingkat mahasiswa untuk menyelesaikan Tespa spring season di panggung besar,” kata Todd Palowski, SVP of Live Experiences Blizzard Entertentaiment di situs resmi ESPN. “Ini adalah pertama kalinya Blizzard menggelar empat kejuaraan tingkat mahasiswa sekaligus di bawah satu atap, yang mana pasti akan menghasilkan pertunjukan menarik bagi penggemar.”

Tespa sudah pernah mengadakan kompetisi tingkat mahasiswa bertajuk Fiesta Bowl Overwatch Collegiate National Championship. Selain itu masih ada dua kompetisi lainnya, yaitu Heroes of the Dorm dan Heroes of the Storm Global Championship (HGC) yang dapat diikuti oleh para mahasiswa. Kini tiga kompetisi itu telah ditiadakan, namun Blizzard tetap memfasilitasi kompetisi level mahasiswa lewat CEC.

Heroes of the Dorm - Universite Laval
Universite Laval, juara Heroes of the Dorm 2018 | Sumber: Blizzard

Esports di tingkat mahasiswa sebetulnya memiliki pertumbuhan yang sehat di Amerika Serikat. Akan tetapi ada masalah karena ekosistemnya masih tercerai-berai. Setiap judul game punya kompetisi sendiri dan belum ada format baku yang bisa diikuti secara umum. Asosiasi olahraga tingkat mahasiswa Amerika, NCAA, sudah menunjukkan perhatian terhadap masa depan esports, namun belum ada langkah konkret untuk diterapkan dalam waktu dekat.

ESPN berharap CEC dapat menjadi platform yang memberikan penghargaan serta sorotan nasional bagi para atlet esports level universitas ini. Mungkinkah langkah serupa juga dapat diterapkan di negara lain, khususnya Indonesia?

Sumber: ESPNTespaThe Esports Observer

Adu Kemampuan Bertarung Anda dalam ESL Fighting Arena, 29 – 31 Maret 2019

Anda mungkin sudah mendengar tentang kompetisi ESL Indonesia Championship yang saat ini tengah berlangsung. Kompetisi esports tersebut menyediakan arena bertarung bagi para jagoan Dota 2 dan Arena of Valor untuk memperebutkan hadiah senilai total US$100.000 (sekitar Rp1,4 miliar). Puncak dari ESL Indonesia Championship adalah babak final yang akan digelar di JIEXPO Jakarta, bersamaan dengan final acara ESL Clash of Nations, pada tanggal 29 – 31 Maret 2019 nanti.

Gelaran final tersebut kini mendapat tambahan satu kompetisi lagi, yaitu turnamen fighting game yang bernama ESL Fighting Arena. Diselenggarakan oleh Advance Guard, turnamen ini mengusung empat game untuk dipertandingkan, antara lain Street Fighter V: Arcade Edition, Soulcalibur VI, Dragon Ball FighterZ, serta Tekken 7. Total hadiah yang ditawarkan adalah Rp15.000.000, dengan pembagian sebagai berikut:

  • Street Fighter V: Arcade Edition – Rp2.500.000 untuk 4 pemenang
  • Soulcalibur VI – Rp2.500.000 untuk 4 pemenang
  • Dragon Ball FighterZ – Rp2.500.000 untuk 4 pemenang
  • Tekken 7 – Rp7.500.000 untuk 4 pemenang
ESL Fighting Arena - Poster
Sumber: Advance Guard

Sama dengan acara final ESL Indonesia Championship dan ESL Clash of Nations, ESL Fighting Arena juga akan berlangsung selama tiga hari. Pada hari Jumat, 29 Maret, kompetisi yang digelar adalah hari bermain kasual di mana para pengunjung dapat mencoba empat game yang ditandingkan. Hari Sabtu digunakan untuk kompetisi Street Fighter V: Arcade Edition, Soulcalibur VI, serta Dragon Ball FighterZ. Sementara hari Minggu jadi hari khusus Tekken 7, fighting game yang paling populer di Indonesia sekaligus juga memiliki prize pool terbesar di acara ini.

Untuk mengikuti turnamen ESL Fighting Arena caranya cukup mudah. Anda cukup membeli tiket masuk ke venue ESL Indonesia Championship di JIEXPO nanti, lalu melakukan pendaftaran dengan mengisi formulir di tautan berikut. Tiket tersebut dijual dengan harga Rp30.000 per hari, namun Anda juga bisa membeli tiket terusan tiga hari seharga Rp80.000. Tersedia juga promo untuk tiket terusan seharga Rp40.000 namun jumlahnya terbatas, jadi jangan sampai kehabisan.

ESL Indonesia Championship - Promo
Sumber: Advance Guard

Pembelian tiket ESL Indonesia Championship dapat dilakukan di outlet-outlet Indomaret seluruh Indonesia, serta situs Elevenia yang merupakan vendor rekanan ESL. Seperti kebanyakan turnamen fighting game yang sudah ada, seluruh perlombaan di ESL Fighting Arena dilakukan dengan platform PS4. Ayo tunjukkan kemampuan bertarung Anda, dan ramaikan ekosistem fighting game Indonesia!

Disclosure: Hybrid adalah media partner Advance Guard.

Kawinkan Capcom Pro Tour dan Neo Geo World Tour, FV x SEA Major 2019 Digelar di Malaysia

Capcom Pro Tour sudah di depan mata! Terhitung mulai bulan Maret ini, serangkaian turnamen di seluruh dunia akan digelar untuk memberikan CPT Point kepada para petarungnya, untuk kemudian menentukan siapa yang berhak maju ke acara puncak Capcom Cup 2019 di bulan Desember. Sirkuit turnamen resmi ini akan berlangsung selama sembilan bulan, dengan total prize pool mencapai lebih dari US$600.000.

Sesuai pengumuman dari Capcom di akhir Januari kemarin, sirkuit Capcom Pro Tour 2019 memiliki empat tingkatan turnamen, yaitu Super Premier Event, Premier Event, Ranking Event, dan Online Ranking Event. Salah satu organizer populer Asia Pasifik, BEast of the East, dalam waktu dekat akan menggelar turnamen berkasta Ranking Event di kota Kuala Lumpur, Malaysia. Turnamen ini bernama FV x SEA Major 2019.

Mengapa namanya demikian? Itu karena turnamen ini merupakan hasil kerja sama antara BEast of the East dengan Flash Vision Esports, organisasi fighting game terbesar di Malaysia. Flash Vision sendiri selama ini sudah memiliki turnamen yang cukup bergengsi dengan nama FV Cup, namun sejak tahun 2018, FV Cup telah terintegrasi sebagai bagian dari kompetisi SEA Major.

FV x SEA Major 2019 - Poster
Sumber: BEast of the East

Berbeda dengan kompetisi-kompetisi genre lain yang biasanya berwujud satu event berdiri sendiri, sudah jadi hal lumrah di dunia fighting game bila ada satu event yang diisi beragam kompetisi sekaligus. Contohnya bisa kita lihat dalam turnamen Fight Fest 2019 yang berlangsung pada bulan Januari lalu. FV x SEA Major 2019 pun isinya bukan hanya Ranking Event Capcom Pro Tour, tapi melingkupi beberapa acara lain.

Berikut ini daftar kompetisi dalam FV x SEA Major 2019, beserta game yang dilombakan:

  • CPT Asia Ranking 2019 (Street Fighter V: Arcade Edition)
  • Neo Geo World Tour 2 (The King of Fighters XIV, The King of Fighters 98, Metal Slug)
  • Console Games (Tekken 7, Dragon Ball FighterZ, Soulcalibur VI, Super Smash Bros. Ultimate, Ultra Street Fighter IV)
  • Mobile Games (Mobile Legends: Bang Bang)

Sama seperti Fight Fest 2019, rupanya FV x SEA Major 2019 juga merupakan salah satu pemberhentian kompetisi Neo Geo World Tour 2. Uniknya lagi rupanya tak hanya fighting game, tapi judul yang dilombakan juga mencakup Metal Slug. Kompetisi final SEA Major 2019 sendiri nantinya akan digelar di Singapura pada tanggal 12 Oktober, dan merupakan turnamen CPT dengan kasta Premier Event.

FV x SEA Major 2019 - MLBB
Ada turnamen MLBB juga di sini | Sumber: BEast of the East

Berhubung FV x SEA Major 2019 merupakan turnamen CPT, sudah bisa ditebak bahwa akan muncul pemain-pemain kawakan yang turut bertanding. Beberapa nama yang sudah dikonfirmasi BEast of the East antara lain meliputi Itabashi Zangief, OilKing, Fujimura, Sako, Tokido, John Takeuchi, Bonchan, dan lain sebagainya. Anda yang mengikuti dunia esports Street Fighter pasti tahu bahwa mereka semua adalah nama-nama besar dengan prestasi tingkat dunia.

FV x SEA Major 2019 akan digelar di gedung Lightbox, Kuala Lumpur, Malaysia. Turnamen ini terselenggara berkat dukungan berbagai pihak, temasuk di antaranya Victrix Pro, GameStart Asia, Capcom Pro Tour, Twitch, dan XSplit. Untuk informasi lebih lanjut, Anda dapat mengunjungi situs resmi BEast of the East di tautan berikut.

Sumber: BEast of the East