Gelang Nopixgo Lindungi Anda Dari Nyamuk Dengan ‘Meniru Badai’

Selain harus menghadapi temperatur tinggi sepanjang tahun, tantangan besar bagi para penduduk di negara beriklim tropis adalah berhadapan dengan nyamuk. Di Indonesia, ada cukup banyak solusi ditawarkan buat menyingkirkan serangga terbang penghisap darah tersebut. Jalan keluar yang paling terjangkau biasanya menggunakan zat kimia.

Sebuah terobosan besar di ranah ‘pengusiran nyamuk’ belum lama ini diungkap oleh tim dari Swiss. Buat menangkal serbuan nyamuk, sejumlah alat memanfaatkan pendekatan yang cukup high-tech, misalnya perangkap listrik plus lampu UV, hingga perangkat ultrasonic – meski efektivitasnya belum terbukti secara ilmiah. Namun produk-produk tersebut belum ada yang mengusung teknologi serupa Nopixgo.

Developer asal Swiss tersebut menjelaskan satu fenomena unik di alam: saat terjadi badai petir, nyamuk secara instingtif segera mencari perlindungan, dan di kala itu mereka tidak akan menggigit apapun. Hal inilah yang disimulasikan oleh Nopixgo. Pada dasarnya, alat ini dirancang untuk menghasilkan sinyal elektromagnetik, dimanfaatkan buat meyakinkan nyamuk bahwa badai akan terjadi.

Kepada Digital Trends, chief business development officer Nopixgo Johan Niklasson menjelaskan bahwa saat nyamuk menangkap sinyal yang ada di udara sebelum badai, secara otomatis mereka akan jadi lebih pasif. Serangga-serangga ini segera terbang lebih rendah ke tanah untuk mencari perlindungan (biasanya tanaman). Gelombang elektromagnetik mampu mampu menggantikan insting mencari makan dengan bertahan hidup.

Nopixgo 1

Metode ini merupakan cara revolusioner karena menggunakan informasi genetik nyamuk untuk mengalahkan serangga itu sendiri. Metode tersebut juga lebih efektif dibanding solusi yang telah ada, misalnya berupa suara ataupun bau zat kimia, karena nyamuk tidak bisa beradaptasi. Developer mengklaim bahwa pendekatan seperti ini baru ditemukan dan belum pernah ada di perangkat lain.

Nopixgo 4

Nopixgo hadir berupa perangkat wearable untuk dikenakan di pergelangan tangan seperti smartband. Tubuhnya terbuat dari plastik hipoalergenik yang aman di kulit, dibekali layar LED (di versi retail-nya), serta anti-cipratan air. Nopixgo juga dilengkapi baterai internal yang dapat menjaganya aktif hingga seminggu (bergantung dari temperatur), bisa diisi ulang via port microUSB.

Nopixgo 2

Nopixgo mampu melindungi Anda di radius dua meter. Tanpa zat kimia, penggunaannya aman buat manusia dan hewan karena sinyal elektromagnetik tidak memberikan dampak negatif bagi makhluk hidup lain. Solusi ini dikembangkan oleh inventor bernama Kurt Stoll, yang secara langsung melihat bahaya virus malaria yang mewabah di Afrika.

Saat ini, Nopixgo sudah bisa dipesan di situs Kickstarter. Produk rencananya akan didistribusikan di bulan November 2018, dibanderol seharga mulai dari US$ 70.

MyKronoz ZeTime Diklaim Sebagai Smartwatch Hybrid Pertama di Dunia

Upaya mengembangkan smartwatch canggih dengan penampilan dan daya tahan ala jam tangan tradisional terus dilakukan. Lewat versi terbaru Android Wear, Google fokus pada penataan UI di watch face bundar. Namun sebuah startup asal Swiss menggunakan konsep berbeda untuk menyuguhkan perangkat wearable berkemampuan pintar dalam rancangan seanggun arloji klasik.

Beberapa hari sebelum ajang Mobile World Congress 2017 dimulai, MyKronoz resmi memperkenalkan ZeTime. Perusahaan yang bermarkaskan di Jenewa itu mengklaim ZeTime sebagai smartwatch hybrid pertama di dunia. Maksudnya? Produsen mencoba menggabungkan elemen mekanik dengan display layar sentuh full-color, ditempatkan dalam frame bundar. Berkat cara ini, smartwatch  selalu siap untuk menginformasikan waktu.

MyKronoz ZeTime 3

Bagian watch face MyKronoz ZeTime terdiri dari touchscreen jenis TFT dengan lubang kecil di tengahnya untuk menggerakkan dua jarum (menit dan jam) secara mekanik. Akses ke fitur smartwatch bisa dilakukan lewat sentuhan pada layar, dibantu oleh dua tombol fisik dan crown. MyKronoz memanfaatkan bahan stainless steel sebagai penyusun case ZeTime, memiliki diameter 44mm dan ketebalan 12,3mm.

Dari ilustrasi yang dipublikasi oleh MyKronoz, mereka menyediakan tiga opsi warna, yakni hitam, silver serta rose gold; dan Anda bisa memilih strap berbahan silikon atau kulit – mempunyai lebar 22-milimeter.

MyKronoz ZeTime 2

Yang membuat ZeTime unik adalah teknologi Smart Movement. Ketika fitur-fitur pintar di sana sedang tidak bekerja atau tak digunakan, layar secara otomatis akan mati. Namun mode standby itu tidak menghentikan putaran jarum penunjuk waktu. Display akan kembali menyala ketika ada panggilan masuk ke smartphone, atau saat device menampilkan notifikasi app. Berkat teknik ini, ZeTime bisa menghemat pemakaian baterai 200mAh di dalam – dijanjikan mampu aktif hingga 30 hari sekali charge.

MyKronoz ZeTime 1

Selain notifikasi, MyKronoz ZeTime turut dibekali kapabilitas activity tracking. Smartwatch dapat menghitung jumlah langkah Anda tiap hari, mengkalkulasi pembakaran kalori, mengetahui jarak tempuh, mengukur detak jantung, menakar kualitas tidur, dan Anda juga bisa memasang target harian. Selain itu, ZeTime bisa menyampaikan info prakiraan cuaca, mengontrol aplikasi musik, bahkan dapat dijadikan remote untuk kamera smartphone.

MyKronoz ZeTime 4

MyKronoz juga tidak lupa untuk membubuhkan fitur keamanan. ZeTime dapat membantu Anda menemukan smartphone, dan mengeluarkan pemberitahuan seandainya handset keluar dari jangkauan Bluetooth.

MyKronoz ZeTime kabarnya akan mulai dipasarkan di bulan September 2017 nanti, dijajakan seharga US$ 200. Produk ini kompatibel dengan perangkat Android (4.3+) serta iOS (8.0+).

Sumber tambahan: Business Wire.

Moskito Adalah Smartwatch Analog Elegan Untuk Para Pesepeda

Para desainer tak ada hentinya berusaha menemukan cara baru untuk membuat kegiatan bersepeda jadi lebih menarik. Dan di era ‘serba terkoneksi’ ini, tak jarang dari mereka mencoba mengintegrasikan teknologi mobile serta menambahkan beragam fitur pintar. Namun dengan mengusung kemampuan tersebut, harganya juga jadi melambung tinggi.

Para inventor dari Swiss punya ide brilian sehingga kita tak perlu mengeluarkan banyak biaya demi memperoleh sepeda pintar. Solusi mereka adalah perangkat wearable bernama Moskito, yaitu sebuah kombinasi antara smartwatch, komputer smart bike serta chronograph. Moskito mengusung sejumlah elemen arloji klasik seperti sistem hand analog dan baterai tahan lama, namun dengannya Anda bisa segera tahu juka ada panggilan telepon atau pesan masuk.

Moskito 1

Diproduksi langsung di Swiss menggunakan bahan-bahan berkualitas tinggi, desain Moskito tidak akan mengecewakan Anda. Developer menawarkan dua varian smartwatch, yakni tipe Fly dan Classic. Agar ringan, tubuh Fly dibuat dari bahan aluminium kelas pesawat terbang, sedangkan Classic memanfaatkan material stainless steel; keduanya dipadu kaca mineral atau kristal safir.

Moskito mempunyai diameter 44mm dan ketebalan 11,9mm, tersedia opsi strap kulit atau strap NATO selebar 20mm. Device mengandalkan sistem pergerakan quartz dengan enam motor bidirectional, tahan air hingga kedalaman 2m, dam ditenagai baterai lithium-ion build-in. Baterai tersebut mampu bertahan selama 6 sampai 24 bulan, dan dapat Anda isi ulang melalui USB charging.

Moskito 2

Tentu saja selain tampil keren, fungsi utama Moskito adalah memberikan segala hal yang dibutuhkan para pengendara. Sebelum melaju, Anda cukup melepas modul utama smartwatch dan memasangnya di mount di sepeda. Selanjutnya, perangkat akan memberitahu segala info penting: kecepatan serta kecepatan rata-rata, jarak, dan rekor waktu tercepat. Watch face dirancang agar betul-betul menyerupai speedometer analog sehingga penggunaannya familier – tersedia pilihan unit km/jam atau mil/jam.

Moskito 3

Anda dapat berkompetisi dengan sesama pengguna dan juga dipersilakan mengunggah data ke Strava ataupun Garmin Connect. Agar seluruh fungsi Moskito bekerja (kecepatan serta fitur notifikasi), pengguna perlu menyambungkannya ke smartphone via Bluetooth. Aplikasi Moskito sendiri tersedia gratis untuk platform iOS dan Android.

Tim Moksito saat ini sedang melangsungkan kampanye crowdfunding di Kickstarter, dan Anda sudah bisa memesannya. Moskito Fly dijajakan seharga mulai dari CHF 535 (kira-kira US$ 528), sedangkan Moskito Classic ditawarkan di harga CHF 585 (kurang lebih US$ 577). Jika upaya pengumpulan dana ini sukses, proses distribusi rencananya akan dilangsungkan di bulan Oktober 2017.

Arloji Dari Greubel Forsey Ini Usung Body Kristal Safir, Harganya $ 1,1 Juta

Serbuan perangkat wearable memang tidak dapat dibendung, tetapi bahkan Apple Watch bersepuh emas masih belum betul-betul menembus pasar kelas luxury sesungguhnya. Terlepas dari harganya, Apple Watch emas bukanlah tandingan kreasi Greubel Forsey. Perusahaan ini fokus pada upaya penyajian waktu secara presisi, dan produk mereka bukanlah ‘mainan’ konsumen biasa.

Di 2014, watchmaker asal Swiss ini memperkenalkan arloji Double Tourbillon 30°. Sistem kompleks di dalam sengaja disusun agar pergerakan jam tidak banyak terpengaruh gravitasi, memastikannya tetap akurat. Dan belum lama, Greubel Forsey menyingkap versi paling unik dari varian tersebut sebagai jawaban mereka atas kepopularitasan tema transparan di dunia jam mewah: Double Tourbillon 30° Technique bertubuh safir.

Double Tourbillon 30° Technique Sapphire 3
Bahan safir sudah termasuk case, horn dan bagian sisi.

Tidak ada satu material logam pun digunakan di case ataupun dial (kecuali winding pin). Di sana, Anda bisa melihat arsitektur dan elemen bergerak yang telah diciptakan begitu cermat. Material safir memang cukup sering digunakan dalam pembuatan arloji, namun mungkin baru Double Tourbillon 30° Technique Sapphire saja yang memanfaatkannya seperti ini.

Alasan mengapa arloji tersebut menuntut harga sangat tinggi adalah karena ia diciptakan dari satu bongkah kristal safir – bukan mineral terpisah – diproses oleh mesin khusus sehingga menghasilkan case berukuran 38,4-milimeter. Istilah safir sebetulnya mengacu pada varian berwarna biru dari mineral corundum, yaitu bahan ketiga terkeras di Bumi setelah berlian dan moissanite. Namun secara fisik, Double Tourbillon 30° Technique mempunyai tubuh seperti kaca.

Double Tourbillon 30° Technique Sapphire 2
Dengan tubuh transparan, Anda bisa melihat gerakan presisi di dalam arloji.

Double Tourbillon 30° Technique Sapphire merupakan rumah bagi dua ‘tourbillon escapements‘, yaitu device untuk mengurangi eror akibat gaya gravitasi, satu komponen ditaruh di dalam yang lain. Dua bagian tersebut bergerak di kecepatan berbeda: komponen luar berputar sekali selama empat menit, dan bagian dalam bergerak sekali semenit. Berkatnya, Greubel Forsey memperoleh skor pencetak rekor, 915 dari 1.000, di International Chronometry Competition lima tahun silam.

Double Tourbillon 30° Technique Sapphire mengusung sistem hand-wound (ditenagai gerakan tangan) dan menyajikan cadangan baterai selama 120 jam, memanfaatkan empat barrel co-axial.

Sayangnya ada sedikit kabar buruk bagi Anda yang buru-buru ingin memesannya. Greubel Forsey hanya menciptakan delapan buah Double Tourbillon 30° Technique Sapphire, dan cuma tersedia buat pasar Amerika. Harga satu unitnya? Hanya US$ 1,1 juta saja.

Via Forbes. Sumber: A Timely Perspective.

Drone Canggih Ini Mampu Mencari Pendaki yang Tersesat di Hutan

Dengan tersedianya perangkat pintar dan kemudahan akses informasi, ternyata masih banyak orang tersesat di hutan tiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa keselamatan merupakan salah satu ranah penting di mana teknologi bisa dikembangkan secara lebih ekspansif lagi. Dan gabungan tim peneliti Swiss mencoba memberi jalan keluar melalui pendekatan familier.

Di Swiss, ada 1.000 panggilan darurat dilakukan oleh para pendaki yang terluka atau tersesat selama 12 bulan. Kendala ini mendorong tim dari University of Zurich dan Dalle Molle Institute of Artificial Intelligence buat melangsungkan riset secara bersama-sama. Hasil dari upaya kolaboratif tersebut adalah drone unik, mempunyai spesialisasi untuk menemukan orang-orang yang hilang di belantara.

Anda mungkin sudah tidak asing dengan cara kerja drone, namun kunci dari kemampuan device penyelamat nyawa itu terletak pada sisi software-nya. UAV dilengkapi kecerdasan buatan canggih, berjalan dengan rangkaian algoritma mutakhir. Perangkat lunak bekerja terus menerus dalam memindai area di sekitar drone via kamera build-in yang diposisikan di bagian luar. Teknologi tersebut sangat kompleks, mengharuskan peneliti menciptakan otak komputer sebelum memulai riset.

Swiss Drone 01

Algoritma tersebut ialah faktor wajib. Drone umunya memang dapat terbang tinggi dan banyak orang telah menggunakannya untuk keperluan komersial, tapi kendalanya, ia tidak bisa terbang secara otomatis di area-area ‘kompleks’ seperti hutan lebat. Satu kesalahan perhitungan kecil saja beresiko tabrakan. Oleh karenanya, diperlukan komponen otak pintar – agar UAV sanggup mengetahui seberapa rumit lingkungan itu.

Software drone mensimulasikan cara kerja otak manusia, menjadi semakin pandai berkat latihan, dinamai Deep Neural Networks. Dalam proses pembuatannya, tim peneliti diharuskan mendaki jalan setapak di Swiss Alps (bagian pegunungan Alpine) sembari menjepret puluhan ribu foto sebagai bekal data drone. Informasi tersebut diunggah ke software, dan langsung diuji secara praktek.

Kerja keras mereka memperoleh hasil mengagumkan. Tes dilaksanakan di jalan setapak baru, dan saat terbang, drone sanggup menemukan arah dengan keakuratan sebesar 85 persen – lebih tinggi tiga persen dibanding manusia. Tentu supaya drone dapat membantu penyelamatan, masih banyak aspek yang harus disempurnakan. Target jangka pendek mereka adalah mengajarkan UAV supaya bisa mengenal manusia.

Setelah hal itu terpenuhi, Profesor Luca Maria dari Dalle Molle juga menyampai, kita tidak perlu menunggu terlalu lama untuk melihat drone bekerja sama dengan manusia di masa-masa krisis.

Sumber: IEEE.org & Digital Trends.

Smartwatch Perdana Tag Heuer Akhirnya Resmi Dirilis

Resmi sudah. Setelah sekitar satu tahun rumornya terendus, Tag Heuer akhirnya mengungkap smartwatch perdananya secara resmi. Bertempat di kota New York kemarin (9/10/2015) waktu setempat, smartwatch bernama Tag Heuer Connected itu lahir ke dunia.

Apa yang menjadikan smartwatch ini istimewa tentu saja adalah faktor kemewahan arloji buatan Swiss yang menyelimuti dirinya. Fisiknya sendiri dirancang mengikuti desain lini Tag Heuer Carrera. Seluruh proses desain dan manufaktur berlangsung di Swiss. Hanya saja ia secara teknis tidak bisa mengusung label “Made in Switzerland” karena komponen elektroniknya berasal dari Intel.

Tag Heuer Connected bukan untuk semua orang. Bukan karena banderol harganya yang mencapai angka $1.500, tetapi karena ukurannya yang begitu besar. Diameter case titanium-nya berkisar 46,2 mm, dengan ketebalan 12,8 mm. Case ini menyambung ke strap berbahan karet yang terdiri dari beragam warna, plus dilengkapi buckle berbahan titanium. Secara konstruksi, Tag Heuer Connected bisa disejajarkan dengan jam tangan mekanik buatan Swiss lainnya.

Tag Heuer Connected

Dikembangkan secara langsung bersama Intel dan Google, Tag Heuer pun mempercayakan Android Wear sebagai sistem operasi smartwatch-nya, yang berarti ia kompatibel baik dengan perangkat Android maupun iOS. Spesifikasinya mencakup Bluetooth LE, Wi-Fi, storage 4 GB dan sejumlah sensor untuk keperluan fitness tracking.

Yang cukup disayangkan adalah, ia tidak dibekali dengan sensor laju jantung, yang sejatinya sudah menjadi standar smartwatch generasi terkini. Ia juga tidak mengemas GPS dan speaker, yang berarti semua notifikasi akan diteruskan berupa getaran saja. Sama seperti mayoritas smartwatch lain, baterainya tidak bisa bertahan berlama-lama; hingga 30 jam saja dalam satu kali charge.

Tag Heuer Connected

Meski dari segi fitur Tag Heuer Connected terdengar biasa-biasa saja, untungnya masih ada dua fitur ekstra yang tidak dapat Anda jumpai di smartwatch Android Wear lain. Yang pertama tentu saja adalah watch face khusus rancangan Tag Heuer yang tampak begitu mirip seperti lini arloji mekaniknya.

Yang kedua, setiap konsumen yang membeli Tag Heuer Connected akan dapat menikmati layanan berjuluk “Connected to Eternity”. Jadi setelah dua tahun, pemilik Tag Heuer Connected bisa membawa smartwatch-nya menuju sebuah retailer Tag Heuer, lalu menukarnya dengan sebuah jam tangan mekanik – dengan biaya tambahan $1.500. Dengan demikian, semisal nanti spesifikasi milik Tag Heuer Connected sudah dirasa terlalu tua, Anda tidak perlu khawatir ia bakal membusuk di dalam laci lemari.

Seperti yang saya sebutkan di atas, Tag Heuer Connected akan dibanderol seharga $1.500, membuatnya selevel dengan Apple Watch Hermès. Ketersediaannya untuk pasar internasional baru akan dimulai bulan depan melalui butik-butik Tag Heuer dan sejumlah mitra retail-nya.

Sumber: Bloomberg.

Meski Terjangkau, Speaker Logitech X300 Suguhkan Performa Memuaskan

Hal yang langsung muncul di ingatan saat membahas Logitech ialah produsen spesialis periferal PC asal Swiss ini biasanya tidak meminta harga terlalu mahal untuk produk berkemampuan canggih. Tapi Logitech juga sudah lama berkiprah di bidang sistem audio, dan prinsip tersebut mereka kombinasikan dengan mobilitas, dibungkus dalam speaker bernama X300. Continue reading Meski Terjangkau, Speaker Logitech X300 Suguhkan Performa Memuaskan

Ini Dia Smartwatch Paling Minimalis Dengan Baterai Terawet

Terlepas dari kecanggihannya, beberapa hal menghambat penetrasi smartwatch ke pasar mainstream. Tak semua orang menyukai gadget ringkih tersemat di tangan. Lalu saat baterai arloji biasa awet hingga bertahun-tahun, Anda harus mengisi ulang daya smartwatch tiap beberapa jam sekali. Dan ketika membahas fashion, desain minimalis bisa jadi lebih anggun. Continue reading Ini Dia Smartwatch Paling Minimalis Dengan Baterai Terawet

DrinkPure, Alat Ringkas Pemurni Air

Ada dua masalah terbesar di dunia terkait dengan ketersediaan air minum. Pertama, sekitar 780 juta orang sama sekali tidak mendapatkan akses ke air bersih. Lalu yang lebih menyedihkan lagi, tiap tahun 3,4 juta jiwa meninggal akibat air kotor. Bisa kita mengerti, kualitas air kian menurun dengan bertambahnya jumlah penduduk dunia. Continue reading DrinkPure, Alat Ringkas Pemurni Air

Apple Keluarkan Dana $21 Juta Atas Desain Jam Operator Kereta Api Nasional Swiss

Bulan September lalu beredar berita bahwa operator kereta api nasional Swiss (SBB) akan bertemu dengan Apple atas peristiwa penggunaan desain dari jam di iOS 6 yang diambil dari desain jam mereka tanpa izin.

Continue reading Apple Keluarkan Dana $21 Juta Atas Desain Jam Operator Kereta Api Nasional Swiss